Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS HUKUM

PROPOSAL SKRIPSI

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA ( STUDI KASUS PUTUSAN


PERKARA PIDANA NOMOR 88/PID.B/2018/PN.DPK)

Disusun Oleh :

Nama : Steffani Sarah Pratiwi Mewengkang


No. Pokok : 3014210416
Bagian : Hukum Pidana
Program Kekhususan : Hukum Tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Kejahatan (PK-III)

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT GUNA MENCAPAI


GELAR SARJANA HUKUM
JAKARTA
2020
PROPOSAL SKRIPSI

TINJUAN YUDIRIS PEMBUNUHAN BERENCANA

(STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA PIDANA NOMOR NOMOR

88/PID.B/2018/PN. DPK)

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk bertindak yang bukan saja

merespon tetapi beraksi dan dengan aksinya itu, maka terciptalah satuan kegiatan

untuk menghilangkan kebimbangan, kecemasan dan membangun percaya diri

serta gairah dalam kehidupan.1

Manusia hidup bermasyarakat mempunyai tujuan untuk memenuhi

kebutuhannya. Tetapi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup di masyarakat

tidak dapat berbuat bebas menurut kehendaknya dan setiap manusia mempunyai

kekurangan dalam pemikirannya ada yang sehat dan ada yang tidak sehat seperti

kekurangan dalam pemikiran yaitu gangguan jiwa.2

Hukum di negara Indonesia tidak membedabedakan lapisan masyarakat,

baik pejabat pemerintah maupun masyarakat biasa, semua memiliki kedudukan

yang sama dimata hukum. Hukum merupakan suatu intersubsistem dalam

masyarakat yang semakin luas ruanglingkupnya maupun peranannya. Oleh karena

itu, maka muncul masalah bagaimanakah mengusahakan agar hukum semakin

1
Adam Chazawi, pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002, hlm 7
2
Sutrisno, Ilmu Hukum, Prenhallindo, Jakarta: 2010, hlm 15.
efektif, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana mempermudah interaksi

sosial, dan sarana pembaharuan. Jadi, hukum bukan hanya sebatas pengatur

kehidupan berbangsa dan bernegara, namun juga sebagai sarana penyadaran akan

hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Upaya yang biasanya dilakukan agar supaya warga masyarakat mematuhi

kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-sanksinya. Sanksi-sanksi

tersebut mungkin berupa sanksi negatif atau sanksi positif. Ada pandangan-

pandangan yang menyatakan bahwa sanksi-sanksi negatif yang berat akan dapat

menangkal terjadinya kejahatan. Namun disamping itu ada pula yang berpendapat

bahwa sanksi saja tidaklah cukup, sehingga diperlukan upaya-upaya lainnya.

Kamus Hukum Internasional & Indonesia karangan Soesilo Prajogo,mengartikan

Kejahatan sebagai tindak pidana yang tergolong berat, lebih berat dari sekedar

pelanggaran; perbuatan yang sangat anti sosial, yang oleh negara dengan sadar

menjatuhkan hukuman kepada pelakunya; perbuatan jahat; sifat yang jahat. 3

Sedangkan Pelanggaran diartikan sebagai suatu jenis tindak pidana tetapi

ancaman hukumannya lebih ringan dari pada kejahatan baik yang berupa

pelanggaran jabatan atau pelanggaran undang-undang.4

Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa. Hukum terdapat

diseluruh dunia, dimana terdapat pergaulan hidup manusia.5 Negara Indonesia

3
Soesilo Prajogo, Kamus Hukum Internasional & Indonesia, Wacana Intelektual, 2007, hlm.
244
4
Ibid., hlm. 335
5
Kansil CST, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1989), hlm. 12
adalah Negara hukum.6 Hukum di Indonesia ditempatkan sebagai satu - satunya

aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

(supremacy of law). Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk

menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga

negaranya.

Hukum ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang

menciptakan hukum. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan

yang sah pada dasarnya bukanlah hukum. Jadi hukum bersumber pada kekuasaan

yang sah.7 Hukum itu sendiri pada hakikatnya adalah kekuasaan yang mengatur,

mengusahakan ketertiban dan membatasi ruang gerak individu. Kalau dikatakan

bahwa hukum itu kekuasaan tidak berarti bahwa kekuasaan itu hukum.Sekalipun

hukum itu kekuasaan, mempunyai kekuasaan untuk memaksakan berlakunya

dengan sanksi, hendaknya jangan sampai menjadi hukum kekuasaan, hukum bagi

yang berkuasa.8 Hukumlah yang berkuasa, penegakan kekuasaan oleh hukum

merupakan unsur esensial dan tiada kekuasaan yang kebal terhadap kecaman. 9

Konsekuensinya adalah hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh

setiap individu.

Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu

kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan

6
Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3)
7
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka, 2010), hlm.25.
8
Ibid hlm.26.
9
Ibid, hlm.27.
hukum dan pemecahan masalah-masalah di bidang hukum. Kedokteran forensik

dalam praktik di Amerika Serikat dan negara-negara berbahasa Inggris lainnya

agak berbeda dengan praktik di negara-negara Eropa lainnya. Di Amerika Serikat

dan negara-negara “Anglo-Saxon”, kedokteran forensik lebih dititikberatkan

kepada praktik patologi forensik yang menjadi bagian penting dari sistem coroner

dan medical examiner, sedangkan di negara-negara Eropa lain berkembang lebih

luas. Ruang lingkup ilmu kedokteran forensik berkembang dari waktu ke waktu.

Dari semula hanya pada kematian korban kejahatan, kematian tak diharapkan dan

tak diduga, mayat tak dikenal, hingga para korban kejahatan yang masih hidup,

atau bahkan kerangka, jaringan dan bahan biologis yang diduga berasal dari

manusia. Jenis perkaranya pun meluas dari pembunuhan, penganiayaan, kejahatan

seksual, kekerasan dalam rumah tangga, child abuse and neglect, perselisihan

pada perceraian, fraud dan abuse pada perasuransian, hingga ke pelanggaran hak

asasi manusia.

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi

pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan

proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-

penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan

sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab

kematian.

Forensik (berasal dari bahasa Yunani ’Forensis’ yang berarti debat atau

perdebatan) adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu


proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu (sains). Dalam

kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu

kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu

toksikologi forensik, komputer forensik, ilmu balistik forensik, ilmu metalurgi

forensik dan sebagainya. Dari pengertian-pengertian forensik maupun

kriminalistik terdapat beberapa unsur yang sama yaitu :

1. Ada satu metode, peralatan, proses dan pekerjaan.

2. Dengan mendayagunakan ilmu pengetahuan dengan teknologi terapan 3.

3. Dilakukannya terhadap suatu benda yang berhubungan dengan suatu

tindakan pidana.

4. Bertujuan untuk membuat jelas suatu perkara sehingga hasilnya dapat

digunakan sebagai bukti di pengadilan.

Pembunuhan adalah perampasan atau peghilangan nyawa seseorang oleh

orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh fungsi vital anggota

badan karena berpisahnya roh dengan jasad korban10. Pembunuhan merupakan

perbuatan keji dan biadab, serta melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang paling

mendasar .

Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang dengan

sengaja maupun tidak, menghilangkan nyawa orang lain. Perbedaan cara

melakukan perbuatan tindak pidana pembunuhan ini terletak pada akibat hukum

10
Mustofa hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2013. Hlm
273.
nya, ketika perbuatan tindak pidana pembunuhan ini dilakukan dengan sengaja

ataupun direncanakan terlebih dahulu maka akibat hukum yaitu sanksi pidananya

akan lebih berat dibandingkan dengan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan

tanpa ada unsur unsur pemberat yaitu direncanakan terlebih dahulu.

Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan


biasa seperti Pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan
terdahulu. Kejahatan ini dinamakan pembunuhan dengan direncanakan lebih
dahulu, boleh dikatakan ini suatu perbuatan biasa dalam pasal 338 KUHP akan
tetapi dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, antara timbulnya maksud
untuk membunuh dengan pelaksanaann yaitu masiha datempo bagi pembuat
untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimakah pembunuhan
itu akan dilakukan.11

Dari berbagai pendapat diatas yang dikumpulkan maka pendefinisian terhadap


ilmu forensik dan kriminalistik adalah: Ilmu forensik adalah penerapan ilmu
pengetahuan dengan tujuan penetapan hukum dan pelaksanaan hukum dalam
sistem peradilan hukum pidana maupun hukum perdata. Kriminalistik adalah
penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan dengan metode dan analisa ilmiah
untuk memeriksa bukti fisik dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya
suatu tindak pidana.

Praktik hukum positif di Indonesia, bentuk kesalahan tindak pidana


menghilangkan nyawa orang lain ini dapat berupa sengaja dan tidak sengaja
(alpa). Kesengajaan adalah suatu perbuatan yang dapat terjadi dengan
direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan, tetapi yang penting dari

11
R Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politelia. 1995. Hlm 241.
suatu peristiwa itu adalah adanya “niat” yang diwujudkan melalui perbuatan yang
dilakukan sampai selesai.
Berdasarkan unsur kesalahan, tindak pidana pembunuhan dapat
dibedakan
menjadi:
1. Pembunuhan yang di lakukan dengan sengaja, terdari atas;
a. Pembunuhan Biasa

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak
pidana dalam bentuk pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu
delik
yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya.

Pasal 340 KUHP menyatakan:


“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu
merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan
dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun.”

Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian
sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain karena


pembunuhan, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu:12

1. Adanya wujud perbuatan;

2. Adanya suatu kematian (orang lain);

12
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh & Nyawa, Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2010, hlm.57
3. Adanya hubungan sebab dan akibat (causal verband) antara
perbuatan dan akibat kematian (orang lain).

b. Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag)


Hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan
yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika
tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya
daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan
melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan
hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-
lamanya dua puluh tahun”

Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai,


atau didahului oleh kejahatan”. Kata“diikuti”(gevold) dimaksudkan diikuti
kejahatan lain Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya
kejahatan lain.

c. Pembunuhan Berencana (Moord)

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang menyebutkan
sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu


merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana,
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”
Dari rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana

adalah sebagai berikut :


a. Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan

direncanakan terlebih dahulu.

b. Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.

Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan
sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya,

maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP.

Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada

pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan merupakan

pembunuhan dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana

sanksi pidana mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya,

yang menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih

dahulu. Selain diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana

pembunuhan berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.


Dari sisi kriminologi, menurut Morrall, pembunuhan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 13

1. Justifiable, yaitu pembunuhan yang dapat dibenarkan karena didasarkan pada


tugas atau hak yang benar;
2. Excusable, yaitu pembunuhan di luar hak atau tugas namun tanpa niatan
kriminal;

3. Felonious, yaitu pembunuhan yang ditetapkan oleh hukum sebagai tindak


kejahatan

Salah satu pembunuhan yang pernah berproses di Pengadilan Negeri Depok adalah kasus

pembunuhan Penelitian ini mengambil kasus putusan Pengadilan Negeri Depok No.

88/Pid.B/2018/PN.Dpk. Dalam putusan ini, terdakwa yakni Suwandi Alias Wandi Bin Suharto

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana yang melakukan

persetubuhan di luar perkawinan, pencurian, dan menghilangkan nyawa dengan maksud

menyembunyikan kematian terhadap SYAMSYAH Alias MIA Atas perbuatan tersebut.

Terdakwa atas nama Suwandi Alias Wandi Bin Suharto dalam melakukan perbuatannya diduga

adanya kandungan pada diri korban. Menjadi pertanyaan ini yang membuat penulis mengangkat

permasalahan ini apakah memang perlu adanya ilmu forensic dalam penerapan hukum sehingga

menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhakan hukuman.

Dari uraian latar belakang diatas dan mencermati hal-hal yang mungkin timbul dari

permasalahan yang ada, maka penulis tertarik untuk mengambil skripsi dengan judul

“ANALISA TINDAK PIDANA MENGGUNAKA ILMU HUKUM FORENSIK DALAM

MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan Nomor :

88/Pid.B/2018/PN.Dpk ”

13
Peter Morrall,Murder and Society (Singapore:John Wiley & Sons, 2006) Hlm. 72
B. Perumusan Permasalahan

1. Bagaimana penggunaan hukum forensik dalam menggungkap tindak pidana pembunuhan

di Indonesia?

2. Apakah penerapan hukum pada putusan nomor 88/Pid.B/2018/PN.Dpk telah sesuai

dengan aturan yang berlaku?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk penggunaan hukum forensic dalam menggungkap tindak pidana pembunuhan di

Indonesia

2. Untuk mengetahui penerapan hukum pada putusan nomor 88/Pid.B/2018/PN.Dpk telah

sesuai dengan aturan yang berlaku

D. Kerangka Konseptual

1. Hukum pidana adalah serangkaian ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku yang

dilarang atau yang diharuskan yang (terhadap pelanggarnya) diancam dengan pidana,

jenis dan macam pidana dan cara -cara menyidik, menuntut, pemeriksaan, persidangan

serta melaksanakan pidana.14

2. Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu, yang

dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat

melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang mampu

bertanggung jawab).15

3. Pembunuhan adalah suatu perbuatan yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa orang

lain. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana terhadap

nyawa diatur pada Buku II Titel XIX (Pasal 338 sampai dengan Pasal 350).

14
E.Y.Kanter, S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika,
Jakarta, 2002, Hal 8.
15
Ibid, hal 211
← Pembunuhan adalah suatu perbuatan yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa orang

lain. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana terhadap

nyawa diatur pada Buku II Titel XIX (Pasal 338 sampai dengan Pasal 350).

4. Metode penelitian

a. Jenis penelitian hukum

Penulisan dalam skripsi ini didasarkan pada metode penelitian hukum normatif

merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. 16Penelitian

hukum dilakukan dengan cara meneliti bahan pusaka atau data sekunder belaka dapat

dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan,17

Data sekunder adalah data yang berisikan dokumen - dokumen resmi, buku -

buku, hasil - hasil penelitian berwujud laporan, buku harian dari peneliti - peneliti

terdahulu. Penulis melakukan penelusuran melalui data - data sekunder yang ada di

berbagai perpustakaan. Data sekunder dapat didapat dari bahan hukum Primer, sekunder,

dan tersier,18 adalah

a. Bahan primer berupa bahan - bahan hukum yang mengikat yang diperoleh langsung

dari sumber utama. Bahan hukum primer yang digunakan dalam skripsi ini antara

lain;

1) Kitab Undang - Undang Hukum Pidana;

2) Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana;

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang sangat erat hubungannya dengan bahan

hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum

primer atau bahan - bahan yang dapat memberikan penjelasan melalui buku - buku,

16
Yamin, Utji Sri Wulan Wuryandari, Nukilan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Pancasila, Jakarta, 2015, Hal 7
17
Ibid
18
Ibid, Hal 28
artikel, majalah, dan lain - lain yang berhubungan dengan penulisan ini 19. Beberapa

bahan sekunder yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini, antara lain;

1) Kanter, E.Y., dan S.R. Sianturi. Asas - Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan

Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika, cetakan ketiga, April 2002.

2) Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Jakarta, PT Raja Grafindo

Persada, 2004,

c. Bahan hukum Tersier bahan - bahan yang memberikan informasi tentang bahan

primer dan bahan sekunder,20 Seperti Kamus Hukum dan Kamus besar Bahasa

Indonesia.

5. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini disusun secara sistematis yaitu terdiri dari 4 (empat) bab utama,

Penulis menyusun skripsi dengan sistematika penulisan sebagai berikut;

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, pokok permasalahan,

tujuan penelitian, kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI ANALISA TINDAK PIDANA MENGGUNAKA ILMU

HUKUM FORENSIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN

Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai pengertian tindak pidana, jenis-jenis

tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, alasan pemaafaan tindak pidana, tindak

pidana pembunuhan, pembatasan alasan pemaafan tindak pidana.

19
Yamin, Utji Sri Wulan Wuryandari, Nukilan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Pancasila, Jakarta, 2015, Hal 29
20
Ibid
BAB III ANALISA ANALISA TINDAK PIDANA MENGGUNAKA ILMU HUKUM

FORENSIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Kasus Putusan Nomor : 88/Pid.B/2018/PN.Dpk

Dalam Bab ini membahas mengenai analisis tindak pidana pembunuhan yang di

diagnosis mengalami keadaan gangguan mental psikopat dalam prespektif

kriminologi, analisis pembatasan gangguan mental psikopat dalam tindak

pembunuhan, penerapan hokum bagi pelaku pembunuhan dengan gangguan

mental psikopat.’

BAB IV PENUTUP

Bab penutup ini merupakan akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan yang

dapat diambil dari bab-bab sebelumnya serta berisi saran dari penelitian yang

sesuai dengan tema penelitian pembahasan dan simpulan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai