Anda di halaman 1dari 14

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA ATAS

TINDAKAN KEKERASAN DALAM PENYIDIKAN


Legal Protection fo Suspects for Acts of Violence in Investigations

Jessica Natanael Simbolon


Bambang Waluyo
Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Jl. Meruya Ilir raya No. 38E, Kembangan, Jakarta Barat
jsscnatanael@gmail.com

Abstrak
Kekerasan terhadap tersangka dalam proses penyidikan masih banyak terjadi hingga saat ini,
tidak sedikit tersangka yang disiksa oeh penyidik kepolisian demi mengungkapkan bahwa
tersangka lah yang melakukan tindak pidana tersebut. Polisi sebagai Lembaga negara
mempunyai berbagai tugas, salah satunya adalah dengan melakukan penyidikan yang
membantu untuk menemukan serta mengumpulkan bukti dari suatu tindak pidana serta
tersangkanya. Dengan menggunakan penelitian yuridis normatif maka dapat disimpulkan: 1.
Yang menyebabkan penyidik kepolisian melakukan tindakan kekerasan dalam proses
penyidikan dikarenakan faktor waktu interogasi yang sangat singkat, kurang atau sedikitnya
anggaran dan fasilitas yang kurang memadai untuk menemukan bukti- bukti milik tersangka,
sehingga polisi lebih memilih memfokuskan pada pengakuan tersangka. 2. Perlindungan
terhadap tersangka sendiri bisa dilihat dari pasal 54 KUHAP yang berisi hak-hak tersangka
atau terdakwa, setiap penyiksaan maupun hukuman yang tak manusiawi, kejam atau
merendahkan martabat manusia merupakan pelanggaran Hak Asasi manusia. Bahwa Indonesia
juga telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan pada tahun 1998, dengan telah
diratifikasinya peraturan tersebut maka diharapkan agar pemerintah Indonesia mampu untuk
mencegah praktik penyiksaan dalam berbagai bentuk.

Kata Kunci: Kekerasan dalam Penyidikan, Kepolisian, Penyidikan, Interogasi

Abstact
Violence against suspects in the investigation process still occurs a lot until now, not a few
suspects are tortured by police investigators to reveal that it was the suspect who committed
the crime. The police as a state institution have various tasks, one of which is conducting
investigations that help find and collect evidence of a criminal act and the suspect. By using
normative juridical research, it can be concluded: 1. What causes police investigators to commit
acts of violence in the investigation process is due to the very short examination time, lack of
or at least budget and inadequate facilities to find evidence belonging to the suspect. suspect,
so that the police prefer to focus on the confession of the suspect. 2. The protection of the
suspect itself can be seen from article 54 of the Criminal Procedure Code which contains the
rights of the suspect or defendant, any torture or punishment that is inhuman, cruel or degrading
to human dignity is a violation of human rights. Whereas Indonesia has also ratified the
Convention Against Torture in 1998, with the ratification of the regulation, it is hoped that the
Indonesian government can prevent the practice of torture in various forms.

Keywords: Violence in Investigation, Police, Investigation, Interrogation


1. Pendahuluan/ Intriduction
Pedoman bangsa Indonesia sebagai negara hukum tertuang dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia. Indonesia sebagai negara hukum diatur berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) UUD
1945 bahwa indonesia adalah negara hukum.1 Negara hukum sendiri merupakan negara
yang mempunyai rancangan untuk menumbuhkan kesadaran setiap warga negaranya
akan hukum, demi terciptanya sebuah kehidupan yang memiliki rasa akan keadilan,
ketertiban masyarakat serta dapat menjadi bangsa dan negara yang dapat diatur.2
Rechtsstaat yang merupakan salah satu dari konsep negara hukum yang memiliki
4 (empat) unsur yaitu:3
1. Perlindungan Hak Asasi Manusia;
2. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
3. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak;
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Kajian mengenai ilmu hukum tersebut dibagi menjadi dua bagian yakni Hukum Privat dan
Hukum Publik, hukum publik adalah hukum yang mengatur tentang hubungan antara negara
kepada warga negaranya, berbeda dengan hukum publik, hukum privat lebih mengatur
tentang hubungan manusia antara satu orang dengan orang lainnya. Hukum pidana
merupakan bagian dari hukumpublik karena mengatur mengenai perbuatan yang dilarang
dan akan dikenakansanksi atau hukuman apabila melanggar peraturan yang berlaku.
Kekerasan oleh pihak kepolisian dalam melakukan penyidikan terhadap setiap
tersangka bukan merupakan suatu tindakan yang muncul begitu saja, menurut Indriyanto
Seno Adji bahwa kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian sudah ada sejak lama. 4
Polisi merupakan yang utama dalam penegakan hukuman pidana dan dapat dikatakan
sebagai hukum pidana yang hidup. 5 Polisi dalam menjalankan tugasnya memiliki peraturan
yang mengatur mengenai etika kepolisian yang berguna sebagai aspek dalam kepolisian.
Etika kepolisian merupakan norma yang mengatur tentang perilaku polisi yang dijadikan

1
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RepublikIndonesia tahun 1945
tentang bentuk dan kedaulatan.
2
Asmaeny Azis, 2018, Constitutional Complaint dan Constitutional Question Dalam
Negara Hukum, Kencana, Jakarta, hlm 11.
3
Ibid, hlm 30.
4
Indriyanto Seno Adji, 1998, Penyiksaan dan HAM dalam Perspektif KUHAP, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 4.
5
Satjipto Rahardjo, 2002, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial diIndonesia, Kompas,
Jakarta, hlm XXV
pedoman demi mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik dalam penegakan hukum,
keamanan masyarakat, serta ketertiban umum. 6 Menurut Thomas Hobbes yang dikenal
dengan bukunya yang berjudul Leviathan. Hobbes berpandangan kodrat manusia yaitu
bellum omnium contra omnes, homo homini lupus yang berarti Perang semua melawan
semua dan Manusia adalah Serigala bagi yang lain. 7 Karena sifat manusia yang terlihat
individualistis adalah mekanis yang kemudian berkembang dalam filsafat manusia. Maka
diperlukan adanya peraturan yang mengatur seperti Peraturan Hak Asasi Manusia (HAM),
terlebih lagi Ketika Hak Asasi Manusia (HAM) menjamin bagi setiap manusia untuk
diperlakukan dengan setara tanpa adanya diskriminasi, serta diberikan hak untuk
berpartisipasi dalam pengambilan sebuah keputusan yang berpengaruh pada hidup setiap
manusia.
Salah satu yang menjadi penyebab penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian
ini adalah kurangnya evaluasi penggunaan senjata api pada Kepolisian Republik
Indonesia, yang mana sebenarnya sudah ada peraturan yang mengatur yaitu Peraturan
Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Hak asasi Manusia
oleh Polri dan Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian. Dalam hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu ada hukum pidana
formil dan hukum pidana materiil. Hukum pidana materiil adalah hukum yang mengatur
tentang hukuman atau sanksi apa saja yang dapat diberikan jika seseorang melanggar aturan,
sebuah pedoman bagi para penegak hukum untuk melakukan kewajibannya seperti
melakukan penyidikan, menuntut, serta menjatuhkan dan melaksanakan pidana. Hak Asasi
Manusia (HAM) menjamin bagi setiap manusia untuk diperlakukan dengan setara tanpa
adanya diskriminasi, serta diberikan hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan sebuah
keputusan yang berpengaruh pada hidup setiap manusia. 8
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berperan sebagai acuan dari hukum
pidana materil sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sebagai acuan dari
hukum pidana formil. Kekerasan yang dilakukan oleh polisi merupakan sebuah ironi karena
sudah ada fungsi dari hukum acara pidana yang berupaya membatasi kekuasaan negara
dalam melakukan hukum pidana materiil, namun tidak dilaksanakan dengan benar. Dengan
adanya ketentuan dari hukum acara pidana tersebut dengan tujuan untuk melindungi para

6
Kunarto, 1997, Etika Kepolisian, Jakarta, hlm 97.
7
Veeger K. J., 1990, Realitas Sosial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 68.
8
Tony Yuri Rahmanto, 2017, Prinsip Non-Intervensi Bagi Asean DitinjauDari Perspektif
Hak Asasi Manusia, Jurnal Hukum Adigama, Vol. 8 No. 2.
tersangka dari tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum serta pengadilan yang
dilakukan secara sewenang-wenang. Berdasarkan penjelasan diatas maka terdapat beberapa
masalh yang harus diidentfikasikan yaitu apakah yang menyebabkan penyidik dalam dalam
penyidikan melakukan tindakan kekerasan kepada tersangka, serta bagaimanakah
perlindungan hukum yang didapat oleh tersangka yang menjadi korban kekerasan dalam
penyidikan.

2. Penelitian terdahulu/ Literature Review


Agus Raharjo, Angkasa dan Hibnu Nugroho menganalisis mengenai Rule Breaking
dalam Penyidikan Untuk Menghindari Kekerasan dalam Penyidikan. Pada analisis yang
dilakukan oleh para penulis tersebut membahas mengenai bahwa kekerasan dalam
penyidikan terhadap tersangka masih sering dilakukan oleh penyidik. Perilaku kekerasan
yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka ini sudah dapat ditemukan dimulai dari
sejarah berdirinya kepolisian. 9 Dalam kajian peneliti tersebut juga membahas mengenai
salah satu prinsip yang terutama manajemen dalam Metropolitan Police Act pada duty
manual 1929 adalah prinsip 9, yakni dapat menguji efisiensi polisi dengan melalui tidak
adanya kejahatan dan kerusuhan serta bukan bukti nyata tindakan polisi dalam menangani
kejahatan dan kerusuhan tersebut.10 Kemudian inti pembahasan yang dilakukan oleh para
peneliti terdahulu tersebut diatas yaitu Dapat dimungkinkannya untuk dilakukan rule
breaking pada saat proses penyidikan dengan tujuan untuk mengatasi jika terjadi kebuntuan
pada saat proses penyidikan akibat dari perilaku tersangka yang memberikan keterangannya
secara berbelit-belit maupun yang tidak memberikan keterangannya dengan cara Teknik
hipnotis. 11
Kemudian dalam kajian yang ditulis oleh Hibnu Nugroho dengan tulisannya yang
berjudul “Merekonstruksi Sistem Penyidikan dalam Peradilan Pidana”. Bahwa penulis
mengemukakan mengenai hukum itu tidak terpisahkan dari masyarakat, segala persoalan
yang dihadapi masyarakat oleh masyarakat pasti diperhatikan oleh hukum, sepanjang
menurut hukum denganpersoalan-persoalan kemasyarakatan itu termasuk dalam lingkungan

9
Agus Raharjo, 2007, Fenomena Chaos dalam kehidupan HukumIndonesia, Jurnal Syiar
Madani, Vol. 9 No. 2.
10
Edward A. Thibault et.al, 2001, proactive police management, terjemahan
Kunarto dan Wage Setia Budi, Cipta Manunggal, Jakarta, hlm. 2-3.
11
Angkasa A. Raharjo, Angkasa A., and Nugroho, H., 2013. Rule Breaking dalam
Penyidikan untuk Menghindari Kekerasan yang Dilakukan oleh Penyidik, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol 13, No. 1.
untuk diatur oleh hukum, Hukum dapat memperlihatkan segala perubahan- perubahan dan
perubahan itu merupakan keseimbangan di dalam masyarakat yang akan dapat membawa
perubahan dalam dunia hukum. 12 Dalam penulisan ini penulis membahas lebih ke
merekonstruksi sistem di penyidikandalam peradilan pidana yang dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan penyidikan yang baik dapat menentukan keberhasilan penuntutan oleh Jaksa
Penuntut Umum di depan persidangan, namun tentunya penegakan hukum itu sendiri
tergantung pada komitmen para hakim yang memutus dan memeriksa perkaranya. 13
Kemudian dalam tulisan yang ditulis oleh Yohanes Kevin Manik dengan tulisan yang
berjudul “Penggunaan Kekerasan Dalam Proses Penyidikan DIlihat Dari Perspektif Hukum
dan Hak Asasi Manusia”. Dalam tulisan tersebut penulis lebih membahas mengenai
bagaimana kekerasan dalam penyidikan melalui pandangan hukum dan Hak Asasi Manusia.
Yang kemudian dapat disimpulkan kepolisian sebagai salah satu badan hukum negara
mempunyai beberapa tugas yang salah satunya ialah melakukan penyidikan yang berguna
untuk mengumpulkan bukti dari sebuah tindak pidana yang terjadi sehingga dapat
ditemukan siapa tersangkanya. Namun, pada saat proses penyidikan berlangsung masih
sering terjadi kekerasan yang dilakukan oleh polisi untuk mendapatkan keterangan dari
tersangka. Seperti yang sudah diatur dalam pasal 117 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa saksi dalam memberikan keterangannya
kepada penyidik harus diberikan tanpa tekanan dari siapapun atau dalam bentuk apapun.

3. Metode penelitian/ Methods


Jenis metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian secara
normatif untuk memahami norma-norma hukum terhadap permasalahan yang berkaitan.
Metode penelitian normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum
utama dengan cara mempelajari konsep-konsep, teori-teori, asas-asas hukum yang ada serta
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan atau dikenal
pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari dengan sumber peraturan
perundang- undangan, buku-buku dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian

12
Khudzaifah Dimyati, 2004, Teorisasi Hukum Studi TentangPerkembangan Pemikiran
Hukum di Indonesia 1945-1990, Muhammadiyah University Press UMS, Surakarta, hlm.
168.
13
Hibnu Nugroho, 2008, Merekonstruksi Sistem Penyidikan Dalam Peradilan Pidana, Jurnal
Hukum Pro Justitia, Vol. 26 No. 1.
pada tugas akhir ini. Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis normatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mempelajari bahan pustaka atau data
sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara menganalisis lebih jauh terhadap
peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang
diteliti. 14
Sumber Hukum yang digunakan untuk penelitian proposal skripsi ini menggunakan
bahan hukum primer, yakni menggunakan sumber bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan, keputusan/ketetapan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para
sarjana.15 Dimana pada penelitian ini data yang digunakan terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer
a) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana;
b) Undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang PerlindunganSaksi dan
Korban;
c) Pasal 1 angka 2 dan 5, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7ayat (2)
Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana;
2) Bahan Hukum Sekunder yakni yang diperoleh dari hasil penelitian dari kalangan
hukum seperti Jurnal, Makalah, dan buku.
3) Bahan Hukum tersier seperti kamus dan ensiklopedia
Cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data-data baik dari
perundang-undangan maupun buku yang telah dijabarkan dalamsumber-sumber hukum
yang digunakan. Studi kepustakaan merupakan suatu studi pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen yang tertulis
maupun gambar dan elektronik.16 Apabila dilihat dari jenis penelitian yang
dikumpulkan maka termasuk kategori penelitian kualitatif deskriptif, yaitu penelitian
yang mencatat secara teliti segala jenis (fenomena) yang dilihat serta dibacanya
(via wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, video, dokumentasi pribadi,
dokumen resmi atau bukan, dan lain-lain).

14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, hlm.13-14.
15
Muhaimin, 2020, Metode Penelitian Hukum, Mataram University Press, Mataram, hlm. 45.
16
Nana Syaodih Sukmadinata, 2012, Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya,
Bandung, hlm 221.
4. Hasil Penelitian (Result/ Findings)
1. Penyebab penyidik kepolisian dalam penyidikan melakukan tindakan
kekerasan kepada tersangka
Masih seringkali ditemukan dalam penanganan perkara tindak pidana yang
berakhir pada tindakan kriminalisasi diikuti dengan tidak tercapainya hukum acara
pidana yang harus dilakukan oleh para aparat penegak hukum. Pada kasus Mapipa
ini ada sekitar 23 orang penduduk yang berada di desa mapipa Nusa Tenggara timur
disiksa oleh aparat penegak hukum kepolisian polsek Sabu Barat. Penyiksaan yang
dilakukan oleh polisi tersebut diduga sebagai bentuk balas dendam kepada para
korban. Peristiwa penyiksaan tersebut berawal oleh kabar hilangnya Kepala Unit
Reserse Kriminal Polsek Sabu Timur Aipda Bernadus Djawa. Pada saat itu Aipda
Bernadus Djawa sedang mencari seseorang yang masuk kedalam daftar pencarian
orang pada kasus pencuriankambing. Dari informasi yang didapat, sebelumnya ada
seorang warga Mappipa yaitu Barnabas Hawu yang datang dengan membawa
pistol ke desa tersebut, bahwa pistol tersebut didapatkan dari orang yang tidak
dikenal. Kepala desa Mapipa memberi saran agar pistol tersebut dibawa ke kantor
polisi terdekat, namun niat baik tersebut malah berujung dengan kedatangan
kapolsek dan koramil beserta anggotanya pada 31 Maret 2012 dengan membawa
senjata yang lengkap ke Desa Mappipa, seorang warga yakni Markus Huma,
dipukul oleh polisi.
Kasus ini menggambarkan tindakan yang sewenang-wenang yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum yakni berupa penyiksaan. Berawal dari para korban
ditangkap dan ditahan polisi tanpa bukti permulaan yang cukup, bahkan ada juga
kecurigaan bahwa polisi mengetahui bahwa mereka bukanlah pelaku pembunuhan
terhadap Kasat Reskrim Polsek Sabu Timur, Aipda Bernadus Djawa. 17

2. Perlindungan Hukum yang Didapat Oleh Tersangka Yang Menjadi Korban


Kekerasan Dalam Penyidikan
Berdasarkan Pasal 75 KUHAP pada saat proses penyidikan berlangsung
seorang penyidik kepada tersangka harus membuat Berita Acara Pemeriksaan dan

17
20160722_Kriminalisasi_Modus_dan_Kasus_Kasusnya_098j3598j3u5 n.pdf
(kontras.org) diakses pada 14 Februari 2022, Pukul 13.40 WIB.
menyerahkannya kepada kejaksaan. Dalam setiap proses yang dijalani oleh
tersangka tersebut terdapat perlindungan hukum yang melindungi haknya. Menurut
Andi Hamzah salah satu bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka pada saat
berlangsungnya proses penyidikan yaitu dengan melaksanakan setiap hak yang
dimiliki oleh tersangka.18
Berdasarkan bab III Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002
tentang Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa dalam
melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, kepolisian
bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, dan
disini terlihat jelas maksud dari pasal tersebut bahwa dalam tingkat penyidikan
dilakukan oleh kepolisian.19
Misalnya kasus yang menimpa seorang tersangka berinisial S di kota
Semarang yang diculik dan disiksa oleh penyidik. Dalam kasus tersebut terdapat
beberapa hal-hal yang bisa dibilang tidak seharusnya, karena tersangka S ditangkap
pada 5 September 2016 dengan barang bukti sejumlah 850 ribu batang rokok ilegal,
sedangkan surat penangkapan untuk tersangka baru dikeluarkan pada keesokan
harinya yakni pada tanggal 6 September 2016. Tersangka S merasa penyidik kurang
memperlakukannya dengan baik, seperti tekanan selama proses BAP hingga
kekerasan yang dialami tersangka S ini. Pada saat dilakukannya sidang, disitu
terungkaplah bahwa penggeledahan yang dilakukan tanpa didampingi oleh dua
orang saksi, begitu juga proses penyitaan terhadap barang-barang tersangka yang
tidak dibuatkan berita acaranya, sehingga hakim juga mengabulkan gugatan
pemohon untuk seluruhnya, hakim juga mendalilkan pemohon tidak dapat
dikategorikan sebagai tersangka karena tidak ada penetapan hukum terhadap
tersangka sehingga oleh karena itu tersangka S tidak dapat ditahan, pengadilan telah
menyatakan penangkapan danpenahanan tersangka S tidak sah. 20

18
Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, SInar Grafika, hlm 36.
19
Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002tentang Tugas dan
Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia
20
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3328312/tersangkapemilik- ribuan-rokok-
tanpa-cukai-menangi-praperadilan-di-pn-semarang diakses pada tanggal 14 Februari
pukul 18.10.
5. Pembahasan (Discussion)
1. Penyebab Penyidik Kepolisian Dalam Penyidikan Melakukan Tindakan
Kekerasan Kepada Tersangka
Dalam sistem peradilan pidana, penyelenggaraan dan pelaksanaan penegakkan
hukum pidana pasti melibatkan lembaga hukum yang memiliki fungsi tersendiri.
Penegakan hukum sendiri memiliki prinsip proporsional yaitu bagaimana
penegakkan hukum berjalan sedemikian rupa tidak hanya dengan menegakkan
mengenai aspek kepastian hukumnya, namun juga menegakkan pada aspek
keadilannya, dalam hal ini memiliki tujuan untuk menciptakan penegakkan hukum
yang seimbang yang sangat dibutuhkan oleh sebuah sistem peradilan. 21 Untuk
menciptakan rasa aman dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat dalam negeri
yang meliputi tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya pengayoman,
pelayanan dan pengayoman bagi masyarakat, serta terwujudnya ketentraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, Polri tidak dapat bekerja
sendiri. dan kemitraan yang mempunyai hubungan erat dengan semua lapisan
masyarakat, seperti instansi pemerintah, swasta, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan organisasi profesi lainnya.
Kepolisian merupakan lembaga subsistem dalam sistem peradilan pidana yang
memiliki kedudukan yang pertama dan utama. Seperti yang dikatakan oleh
Harkristuti Harkrisnowo, polisi merupakan the gatekeeper of the criminal justice
system.22 Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh polisi dapat diartikan
sebagai salah satu tindakan yang dilakukan oleh polisi tanpa memedulikan motif,
seperti memiliki maksud tersendiri atau dendam yang menjurus untuk melukai,
merendahkan martabat manusia, menghina atau melanggar hak-hak hukum yang
dimiliki seseorang dalam pelaksanaan pekerjaannya.
Penyiksaan fisik yang terjadi yang dilakukan oleh polisi seperti saat polisi
memakai kekuatan yang berlebihan dalam melakukan penangkapan atau
penggeledahan resmi, maupun penggunaan kekuatan fisik lainnya terhadap orang
lain tanpa alasan dengan menyalahgunakan wewenang. Kemudian penyalahgunaan

21
Nyoman Satyayudha Dananjaya, 2014, Sistem Peradilan PidanaTerpadu, Jurnal
Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, Vol 9, No 1, hlm 88.
22
Harkristuti Harkrisnowo, 2003 “Rekonstruksi Konsep Pemidanaan Suatu
Gugatan Terhadap Proses Legislasi Pemidanaan di Indonesia” Orasi pada Upacara
Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum di FH UI Depok, hlm. 2.
wewenang yang dilakukan oleh seorang polisi seperti kealpaan terhadap hak-hak
seseorang yang dilindungi oleh hukum, kemudian hak-hak konstitusional
seseorang. Tindakan polisi harus selalu memuat kebenaran hukum, upaya paksa
jika dilihat dari sisi yang benar menurut undang-undang yakni untuk membatasi
kebebasan setiap orang khususnya yang melakukan tindak pidana tersebut harus
dilakukan dengan cara yang objektif, benar dan jujur berdasarkanpertimbangan dan
kepentingan hukum. 23
Polisi dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum, tidak hanya
harus mematuhi hukum yang berlaku sebagai aspek eksternal, namun sebagai polisi
juga memiliki etika kepolisian yang berlaku sebagai aspek internal, etika kepolisian
adalah norma yang mengatur perilaku polisi untuk dijadikan pedoman. pedoman
dalam menjalankan tugasnya. dengan baik seperti penegakan hukum, keamanan
dan ketertiban masyarakat.24

2. Perlindungan Hukum yang Didapat oleh Tersangka yang Menjadi Korban


Kekerasan dalam Penyidikan
UUD 1945 merupakan dasar untuk seluruh warga negara Indonesia dalam
menggunakan haknya sebagai warga negara dalam kehidupan yang berbangsa dan
bernegara. Jaminan hukum atas Hak Asasi Manusia memiliki arti penting dalam
arah pelaksanaan ketatanegaraan bagi sebuah Negara. Setiap penguasa dalam
negara seperti salah satunya ialah aparat penegak hukum tidak boleh bertindak
secara sewenang-wenang kepada warga negaranya, karena adanya jaminan
terhadap hak dasar yang dimiliki setiap warga negaranya, adanya hak-hak tersebut
juga dapat mengartikan adanya keseimbangan antara kekuasaan dalam negara
dengan hak-hak dasar warga negara.91 Salah satu contohnya seperti Perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap tersangka yang dilindungi oleh konstitusi dan
undang-undang yang berlaku di Indonesia. 25
Karena semakin maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian,
penyelidikan serta penindakan secara profesional sangat perlu diberlakukan
terhadap anggota kepolisian, maka diperlukan adanya upaca pencegahan

23
S.A. Soehardi, 2008, Polisi dan Profesi, PD PP Polri Jawa Tengah, Semarang, hlm. 27.
24
Kunarto, 1997, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta hlm. 97.
25
I. Nyoman Arnita, 2013, Perlindungan Hak-hak Tersangka dalam Penahanan Ditinjau dari
Aspek Hak Asasi Manusia, Jurnal Hukum UNSRAT, Vol 21, No. 3.
diantaranya seperti menanamkan kembali nilai-nilai anti kekerasan, anti penyiksaan
dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) kepada seluruh anggota
kepolisian, kemudian dapat juga melakukan pemberian sanksi ataupun penghargaan
bagi Polres dan Polda dalam penegakkan hukum anti kekerasan dan anti
penyiksaan, hal lainnya yang memungkinkan yaitu dengan menerbitkan maklumat
agar dapat memastikan bahwa proses penegakkan hukum tidak menggunakan
kekerasan. Perlindungan hukum bagi tersangka tidak boleh diabaikan pada saat
berjalannya proses penyidikan adalah untuk jaminan perlindungan bagi tersangka
berdasarkan undang-undang akan pengakuan hak-haknya yang harus diakui dan
dihormati oleh aparat penegak hukum dalam hal ini adalah penyidik kepolisian.
Polisi sering disebut sebagai badan penegak hukum, juru damai, pemelihara
ketertiban serta pelayan public. 26
Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang telah dirugikan oleh orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar masyarakat dapat
menikmati hak-haknya yang telah diberikan oleh hukum. 27 Kemudian menurut
Philipus M. Hadjon perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan preventif
pemerintah dan responsif. Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk
mencegah perselisihan, yang mengarah pada tindakan pemerintah berhati-hati
dalam mengambil keputusan berdasarkan kebijaksanaan dan Proteksi responsif
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di
peradilan.
Tersangka atau terdakwa juga memiliki hak untuk menghubungi serta
menerima kunjungan dari pihak-pihak yang memiliki hubungan keluarga atau
lainnya dengan tersangka maupun terdakwa untuk mendapatkan jaminan untuk
penangguhan penahanan maupun untuk mendapatkan bantuan hukum. Tujuan dari
hak-hak tersebut adalah agar adanya kepastian hukum dan dapat diketahui
bagaimana nasib dari tersangka sehingga tersangka tidak terabaikan terutama
tersangka yang berada dalam tahanan. Kemudian tersangka juga memiliki hak
untuk memberikan keterangannya secara bebas, dalam memberikan keterangannya
tersangka tidak boleh berada dibawah tekanan maupun paksaan dari penyidik, maka

26
Jovan J.S.T. Y Rakian, 2016, Hak-hak Tersangka dalam Proses Penyidikan Tindak
Pidana, Lex Crimen, Vol V, No. 2.
27
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 53.
dari itu tersangka tidak boleh dipaksa maupun diberikan tekanan dan harus
dijauhkan dari rasa takut, supaya pemeriksaan membuahkan hasil dan tidak
menyimpang dari prosedur yang seharusnya. Dapat dimungkinkan juga apabila
pada saat pemeriksaan tersangka berada dibawah tekanan serta memiliki rasa takut,
maka kemungkinan keterangan yang diberikannya bukan yang sebenarnya. 28

6. Kesimpulan/ Conclusion
1. Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri merupakan alat negara yang memiliki peran dalam pemeliharaan
ketertiban dan keamanan masyarakat, perlindungan, pengayoman, pelayanan, dan
penegak hukum bagi masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan
keberhasilan polri agar sesuai dengan tujuan dari sistem Peradilan Pidana.
Kemudian terdapat juga beberapa faktor penghambat penerapan hak tersangka pada
saat dilakukan proses penyidikan, diantaranya keterangan yang diberikan oleh
tersangka terlalu berbelit-belit, tersangka jatuh sakit secara tiba-tiba, ruang penyidik
yang terbatas dalam mengungkap suatu masalah, dan kurang adanya Kerjasama
dengan aparat penegak hukum lainnya.
2. Dalam melakukan perlindungan kepada tersangka dari perlakuan sewenang-
wenang yang dilakukan oleh penyidik diatur dalam Kitab Undang- undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur mengenai perlindungan hak-hak tersangka.
Kemudian juga terdapat beberapa pasal yang diatur dalam undang-undang
kekuasaan kehakiman mengenai perlindungan Hak Asasi Manusia bagi tersangka,
lalu diatur juga dalam Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang mana dari adanya semua peraturan tersebut yang mengatur
mengenai hak-hak tersangka yang masih memiliki hak asasi sebagai manusia juga
harus ditegaskan lagi agar penerapannya lebih merata kepada para masyarakat.

7. Daftar Pustaka
1. Buku
Azis, Asmaenay, 2018, Constitutional Complaint dan Constitutional Question
Dalam Negara Hukum, Kencana, Jakarta, hlm 11.
Adji Indriyanto Seno, 1998, Penyiksaan dan HAM dalam Perspektif KUHAP,

28
Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 34.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 4.
Dimyati, Khudzaifah 2004, Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan
Pemikiran Hukm di Indonesia 1945-1990, Muhammadiyah University
Press UMS, Surakarta, hlm. 168.
Hamzah Andi, 2004, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
34.
Harkriswono Harkristuti, 2003 “Rekonstruksi Konsep Pemidanaan Suatu Gugatan
Terhadap Proses Legislasi Pemidanaan di Indonesia”Orasi pada Upacara
Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum di FH UI Depok, hlm.
2.
Muhaimin, 2020, Metode Penelitian Hukum, Mataram University Press, Mataram,
hlm. 45.
Kunarto, 1997, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta, hlm 97.
K. J. Veeger, 1990, Realitas Sosial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 68.
Rahardjo Sajipto, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 53.
Rahardjo Satjipto, 2002, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia,
Kompas, Jakarta, hlm XXV.
Soehardi S.A., 2008, Polisi dan Profesi, PD PP Polri Jawa Tengah, Semarang, hlm.
26.
Soekanto Soerjono, 2019, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, hlm 8.
Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, hlm.13-14.
Sukmadinata Nana Syaodih, 2012, Metode Penelitian Pendidikan, Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm 221.
Thibault Edward A., et.al, 2001, proactive police management, terjemahanKunarto
dan Wage Setia Budi, Cipta Manunggal, Jakarta, hlm. 2-3.

2. Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RepublikIndonesia tahun
1945 tentang bentuk dan kedaulatan
Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002tentang Tugas
dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Karya Ilmiah
a. Jurnal
Arnita Nyoman I, 2013, Perlindungan Hak-hak Tersangka dalam Penahanan
Ditinjau dari Aspek Hak Asasi Manusia, Jurnal HukumUNSRAT, Vol
21, No. 3.
Nugroho, Hibnu, 2008, Merekonstruksi Sistem Penyidikan Dalam Peradilan
Pidana, Jurnal Hukum Pro Justitia, Vol. 26 No. 1.
Rahmanto Tony Yuri, 2017, Prinsip Non-Intervensi Bagi Asean Ditinjau Dari
Perspektif Hak Asasi Manusia, Jurnal Hukum Adigama, Vol. 8 No. 2,
http://dx.doi.org/10.306kamu biasanya 41/ham.2017.8.145-159.
Raharjo, Agus, 2007, Fenomena Chaos dalam kehidupan Hukum Indonesia,
Jurnal Syiar Madani, Vol. 9 No. 2.
Raharjo, A., Angkasa, A. and Nugroho, H., 2013. Rule Breaking dalam
Penyidikan untuk Menghindari Kekerasan yang Dilakukan oleh
Penyidik. Jurnal Dinamika Hukum, Vol 13, No. 1,
http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2013.13.1.156.
Rakian Jovan J.S.T.Y, 2016, Hak-hak Tersangka dalam Proses Penyidikan
Tindak Pidana, Lex Crimen, Vol V, No. 2.

4. Sumber Lainnya
20160722_Kriminalisasi_Modus_dan_Kasus_Kasusnya_098j3598j3u5n.pdf(kontr
as.org) diakses pada 14 Februari 2022, Pukul 13.40 WIB.
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3328312/tersangka-pemilik-ribuan-
rokok-tanpa-cukai-menangi-praperadilan-di-pn-semarang diakses pada
tanggal 14 Februari 2022 pukul 18.10.

Anda mungkin juga menyukai