Anda di halaman 1dari 7

Peranan Jaksa Intelijen dalam melaksanakan supervisi serta

pemberian dukungan dalam rangka melakukan Pengawasan dan


Pengendalian serta Pencegahan dan Penanggulangan tindak pidana
biasa
Andre Denny Joshua Silitonga

Universitas HKBP Nommensen Medan

Joshuasilitonga1008@gmail.com

Herlina Manullang

Universitas HKBP Nommensen Medan

herlinamanullang@uhn.AC.id

Abstract

The purpose of this research is to find out the role of the Prosecutor in handling criminal acts at the prosecution
and examination stages in court as well as the role of the Prosecutor as a public prosecutor in handling criminal
acts according to the Criminal Procedure Code (KUHAP). By using normative juridical research methods, it
can be concluded that: 1. The role of the Prosecutor in handling criminal acts according to the Criminal
Procedure Code is: Summoning witnesses, expert witnesses or suspects; Carrying out searches/seizures;
Carrying out mail checks, recapping telephone communications and recapping State financial accounts. Carry
out arrests and detentions and carry out case filings. 2. In carrying out a prosecution, the Prosecutor can carry
out pre-prosecution. In implementing court decisions and judge's determinations, the prosecutor's office pays
attention to the legal values that exist in society and humanity based on Pancasila without neglecting firmness
in attitudes and actions.

Keywords: Role of Prosecutors, Criminal Offenses, KUHAP.

Abstrak

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan Jaksa terhadap
penanganan tindak pidana dalam tahap penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta
bagaimana peranan Jaksa sebagai penuntut umum dalam penanganan tindak pidana menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan menggunakan metode penelitian yuridis
normatif maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Peranan Jaksa dalam penanganan tindak pidana
menurut KUHAP adalah : Melakukan pemanggilan saksi, saksi ahli atau tersangka; Melakukan
penggeledahan/penyitaan; Melakukan pemeriksaan surat, rekapan komunikasi telepon dan rekapan
rekening keuangan Negara. Melakukan penangkapan dan penahanan dan Melakukan pemberkasan
perkara. 2. Dalam melakukan penuntutan, Jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Dalam
melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa
mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.

Kata kunci: Peranan Jaksa, Tindak Pidana, KUHAP

PENDAHULUAN

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta
yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata
berbuat melawan hukum, melainkan perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan
kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya
hukum yang demikian itu merupakan salah bentuk penegakan hukum. Oleh karena itu,
idealnya setiap Negara hukum termasuk Negara Indonesia harus memiliki penegak hukum
yang berkualitas. Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia adalah
Kejaksaan Republik Indonesia, disamping lembaga penegak hukum lainnya. Pengertian dari
Kejaksaan adalah lembaga Negara yang melaksanakan kekuasaan Negara, khususnya
dibidang penuntutan. 1Pengertian penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa
dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.2

Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga penuntutan di bidang hukum mempunyai


peran utama dalam penegakan supremasi hukum dan mewujudkan keadilan bagi seluruh
bangsa di negeri ini.3 Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara di
bidang penuntutan, dan sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan
keadilan, peran Kejaksaan sebagai garda depan penegakan hukum demikian penting dan
strategis. Sebagai institusi peradilan, kewenangan Kejaksaan dapat langsung dirasakan oleh
masyarakat luas. Oleh karena itu, sebagai salah satu ujung tombak dalam penegakan
hukum, peran Kejaksaan diharapkan dapat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.

Hingga saat ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Erdianto Effendi, masih sering terjadi
perdebatan apakah institusi Kejaksaan merupakan bagian dari pemerintah atau terlepas
dari pemerintah (Erdianto Effendi, 2021). Jika Kejaksaan terlepas dari pemerintah, maka
Jaksa Agung selaku pimpinan tertinggi instansi Kejaksaan tidak berada di bawah Presiden.
Jika demikian, kepada siapakah Kejaksaan bertanggung jawab? Jika Kejaksaan berada di
bawah pengadilan atau menjadi bagian dari kekuasaan Yudikatif, tentu saja akan
menyebabkan Jaksa tidak lagi mandiri, namun subordinat di bawah Pengadilan. Dalam
penegakan hukum, Jaksa berada pada posisi sentral dan peranan strategis dalam hal proses
penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan
dan keputusan pengadilan (Ali Imron, 2016). Jaksa menjadi salah satu pilar penting dalam
penegakan hukum di Indonesia. Di Indonesia jaksa memiliki peran di dalam persidangan.
Peran, yang dimaksudkan adalah jaksa memiliki tugas, fungsi, kewajiban dan serta
kewenangan dari sebelum dimulainya persidangan sampai dengan dijatuhkannya putusan
oleh hakim yang mana putusan tersebut sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap atau
sudah final and binding dan kemudian diakhiri dengan eksekusi yang dilakukan oleh jaksa
1
Halim Talli, 2013, Peradilan Indonesia Berketuhanan Yang Maha Esa, Alaud
2
Suharto, 2004, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 10.
3
Tim MaPPI-FHUI., 2015, Bunga Rampai Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Penerbit FH UI, Jakarta,
hal. 1.
eksekutor atau jaksa penuntut umum (Moh. Andika Surya Lebang & Rendi Kastra, 2021).
Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai Peranan Jaksa Intelijen dalam melaksanakan
supervisi serta pemberian dukungan dalam rangka melakukan Pengawasan dan
Pengendalian serta Pencegahan dan Penanggulangan tindak pidana biasa

METODE PENELITIAN

Penelitian Hukum adalah proses analisa yang meliputi metode, sistematika dan pemikiran
tertentu yang bertujuan untuk mempelajari gejala hukum tertentu, kemudian
mengusahakan pemecahan atas masalah yang timbul. Sehingga dibutuhkan suatu metode
penelitian yang tepat. Metode ini membantu proses penelitian sesuai dengan rumusan
masalah yang dikaji serta tujuan penelitian yang akan dicapai. Sedangkan metode
penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pemikiran untuk mencapai
suatu tujuan. Penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif maka
sumber hukum yang digunakan adalah data sekunder dan yaitu dengan melakukan
penelitian pustaka kemudian mengkaji bahan-bahan hukum yang telah diperoleh. Dalam
penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah Pendekatan yuridis normatif
dalam penelitian merupakan pendekatan utama yakni mengungkap kaidah-kaidah
normatif yang merupakan kebijakan dalam merumuskan tindak pidana serta menggunakan
metode penelitian kepustakaan. Penelitian Kepustakaan (Library Research) adalah suatu
kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dan data dengan
bantuan berbagai macam material yang ada diperpustakaan seperti buku, referensi, hasil
penelitian sebelumnya yang sejenis artikel, catatan, serta berbagai jurnal yang berkaitan
dengan masalah yang ingin dipecahkan. Penulis melakukan penelitian dengan mengambil
fakta–fakta yang ada di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Jenderal
Besar A.H. Nasution No.1 C, Pangkalan Masyhur, Kec. Medan Johor, Kota Medan, Sumatera
Utara dengan cara mengumpulkan Informasi yang ada dan pada akhirnya penulis akan
menarik kesimpulan dari data yang telah di dapatkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peranan Jaksa Intelijen dalam melaksanakan supervisi serta pemberian dukungan dalam
rangka melakukan Pengawasan dan Pengendalian Tindak Pidana Biasa

Peranan Jaksa sebagai Penuntut Umum, yang terdapat dalam KUHAP adalah sebagai
berikut ini : 4

1. Menerima pemberitahuan dari penyidik dalam hal penyidik telah mulai melakukan
penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana (Pasal 109 ayat (1)) dan
pemberitahuan baik dari penyidik maupun penyidik PNS yang dimaksudkan oleh Pasal 6
ayat (1) huruf b mengenai penyidikan dihentikan demi hukum;

2. Menerima berkas perkara dari penyidik dalam tahap pertama dan kedua sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 8 ayat (3) huruf a dan b dalam hal acara pemeriksaan singkat
menerima berkas perkara langsung dari penyidik pembantu (Pasal 12);

3. Mengadakan pra penuntutan (Pasal 14huruf b) dengan memperhatikan ketentuan materi


Pasal 110 ayat (3) dan (4) dan Pasal 138 ayat (1) dan (2)

4
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan
Komentar, Politeia, Bogor, 1988, hal. 3.
4. Memberikan perpanjangan penahanan (Pasal 124 ayat (20)), melakukan penahanan dan
penahanan lanjutan (Pasal 20 ayat (2)), Pasal 21 ayat (2), Pasal 25 dan Pasal 26), melakukan
penahanan rumah (Pasal 22 ayat (2), penahanan kota (Pasal 22 ayat (3)), serta mengalihkan
jenis penahanan.

5. Atas permintaan tersangka atau terdakwa mengadakan penangguhan penahanan serta


dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar
syarat yang ditentukan (Pasal 31).

6. Mengadakan penjualan lelang benda sitaan yang lekas rusak atau membahayakan karena
tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan pada perkara tersebut untuk
memperoleh putusan pengadilan yang tetap atau mengamankannya dengan disaksikan
tersangka atau kuasanya (Pasal 45 ayat (1)).

7. Melarang atau membatasi kebebasan hubungan antara Penasehat Hukum dengan


tersangka akibat disalahgunakan haknya (Pasal 70 ayat (4)), mengawasi hubungan antara
penasehat hukum dengan tersangka tanpa mendengar isi pembicaraan antara mereka (Pasal
71 ayat (1)), dan dalam kejahatan terhadap keamanan negara maka Jaksa dapat ikut
mendengarkan isi pembicaraan penasehat hukum dengan tersangka (Pasal 71 ayat (2).
Pengurangan kebebasan hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka tersebut
dilarang apabila perkara telah dilimpahkan Penuntut Umum ke Pengadilan Negeri untuk
disidangkan (Pasal 74);

8. Meminta dilakukan pra peradilan kepada ketua pengadilan negeri untuk memeriksa sah
atau tidaknya suatu penghentian penyidikan oleh penyidik (Pasal 80). Maksud Pasal 80 ini
adalah untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan
secara horizontal.

9. Dalam perkara koneksitas, karena perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum, maka penuntut umum menerima penyerahan perkara dari
oditur militer dan selanjutnya dijadikan dasar untuk mengajukan perkara tersebut kepada
pengadilan yang berwenang (Pasal 91 ayat (1)).

10. Menentukan sikap apakah suatu berkas perkara telah memenuhi persyaratan atau tidak
dilimpahkan ke pengadilan (Pasal 139).5

Menjadi perhatian lembaga Kejaksaan sebagai Penuntut Umum dan Kejaksaan sebagai
Pengacara Negara adalah bahwa Kejaksaan itu adalah een en ondeelbaar. Asas ini terlihat
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia, bahwa Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-undang
ini disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya lebih
dipertegas bahwa Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan
terpisahkan. Hal tersebut juga diperkuat dengan Pasal 8 ayat (2) yaitu dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, Jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung
jawab menurut saluran hierarki.18Sehingga bila kita perhatikan betapa sulitnya dipisahkan
kewenangan Kejaksaan sebagai Penuntut Umum dan Kejaksaan sebagai Pengacara Negara.
Karena seorang Jaksa sebagai Pengacara Negara tidak terlepas dari fungsinya sebagai
Penuntut Umum. Asas pengorganisasian kejaksaan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas
di bidang penuntutan. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam melakukan

5
Ibid. KUHAP
penuntutan Kedudukan seorang Jaksa yang pertanggung jawabannya secara hierarkis juga
menyulitkan Jaksa dalam bertindak sebagai Pengacara Negara. Dalam hal ini bisa saja Jaksa
mempunyai pandangan yang berbeda dengan atasannya mengenai kedudukan suatu
perkara dimana ia bertindak sebagai Pengacara Negara. Jaksa sebagai Pengacara Negara
tersebut akan sulit mengambil tindakan yang berbeda.Bahwa terhadap semua perkara yang
ditangani oleh Jaksa sebagai Penuntut Umum maupun sebagai Pengacara Negara, hanya
diberlakukan berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, dengan pengecualian untuk
sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana disebutkan pada undang-
undang tertentu, sampai ada perubahan dan Pasal 284 ini terdapat dalam Pasal 17 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yang berbunyi : ketentuan
khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh penyidik, jaksa dan pejabat
penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ketentuan
yang menyatakan bahwa jaksa dapat menyidik tindak pidana tertentu, terdapat dalam Pasal
32 huruf b Undang-undang No. 5 Tahun 1991, yang menyatakan penanganan perkara
pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan
koordinasinya ditetapkan .

Peranan Jaksa Intelijen dalam Pencegahan dan Penanggulangan tindak pidana biasa

Fenomena kejahatan sebagai salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang” selalu ada dan
melekat pada tiap bentuk masyaraka. Menurut Benedict S. Alper kejahatan merupakan the
oldest sosial problem.Sebagai bentuk masalah sosial bahkan masalah kemanusiaan maka
kejahatan perlu segera ditanggulangi. Upaya penanggulangan kejahatan atau biasa disebut
sebagai kebijakan kriminal. Menurut Marc Ancel kebijakan kriminal (criminal policy) adalah
sebgai berikut :

“Suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”.

Secara garis besar kebijakan kriminal ini dapat ditempuh melalui dua cara yaitu :

1. Upaya Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan


pada upaya–upaya yang sifatnya repressive (penindasan/pemberantasan/penumpasan)
sesudah kejahat terjadi;

2. Upaya Non-Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih


menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya preventif
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan tersebut terjadi. Sasaran
utama dari kejahatan ini adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya
kejahatan.

Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pedekatan kebijakan. Artinya,


terdapat keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial, sekaligus
terdapat keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan
“penal” dan “non-penal”6

Sebagai upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana, kebijakan hukum pidana
merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy), khususnya
penegakan hukum pidana, dan juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan

6
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op. Cit, hlm 4
masyarakat (sosial defence) serta usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat(sosial
welfare).7

Dalam hal ini Sudarto mengemukakan penggunaan hukum pidanasebagai upaya


penanggulangan kejahatan hendaknya dilihat dalam hubungan keseluruhan politik
kriminal atau sosial defence planning” yang merupakan bagian dari Pembangunan
nasional.8

Hermann Mannheim mengemukakan bahwa dalam hukum pidana terdapat dua masalah
utama yang dihadapi, yaitu:

1) penentuan pandangan tentang nilai-nilai terpentingnya (the most important values)


manakah yang ada pada masa pembangunan ini;

2) penentuan apakah nilai-nilai itu diserahkan untuk dipertahankan oleh hukum pidana
ataukah diserahkan pada usaha-usaha lain untuk mempertahankannya.9

Dalam kebijakan hukum pidana terdapat dua masalah sentral yang harus ditentukan, yaitu:

a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan

b. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.

Menurut Muladi terdapat 3 (tiga) metode pendekatan dalam kebijakan kriminalisasi dan
penalisasi, yaitu16:

a. Metode Evolusioner (evolutionary approach), Metode ini memberikan perbaikan,


penyempurnaan dan amandemen terhadap peraturan-peraturan yang sudah ada
sebelumnya.

b. Metode Global (global approach), Metode ini dilakukan dengan membuat peraturan
tersendiri di luar KUHP.

c. Metode Kompromis (compromise approach), Metode ini dilakukan dengan cara


menambah bab tersendiri dalam KUHP mengenai tindak pidana tertentu.Kebijakan dalam
penanggulangan tindak pidana ini diantaranya sebagai bentuk masalah sosial bahkan
masalah kemanusiaan maka kejahatan perlu segera ditanggulangi. Upaya penanggulangan
kejahatan atau biasa disebut sebagai kebijakan kriminal.

Di dalam penanggulangan tindak pidana tidak hanya adanya kebijakan penanggulangan


tindak pidana saja tetapi ada juga teori-teori yang mempelajari tentang penanggulangan
tindak pidana.

PENUTUP

Kejaksaan sebagai Penuntut Umum dan Kejaksaan sebagai Pengacara Negara adalah een en
ondeelbaar. Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan dan kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan adalah
satu dan tidak terpisahkan dalam melakukan penuntutan Kedudukan seorang Jaksa yang
pertanggung jawab dan menyulitkan Jaksa dalam bertindak sebagai Pengacara Negara.
Kejahatan sebagai bentuk dari "perilaku menyimpang" selalu ada dan melekat pada tiap
bentuk masyaraka. Upaya penanggulangan kejahatan atau biasa disebut sebagai kebijakan
7
Ibid, hlm 27
8
Muladi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1998, hlm 157
9
Teguh Prasetyo, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 108
kriminal. Upaya penanggulangan kejahatan adalah upaya penanggulangan kejahatan yang
lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya repressive
(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, dan upaya
penanggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya
preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan tersebut terjadi.
Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan
penegakan hukum, khususnya penegakan hukum pidana, dan bagian integral dari usaha
perlindungan masyarakat (sosial defence) dan usaha untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat (sosial welfare).

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Teguh Prasetyo, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana

Muladi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1998

M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan
Resmi dan Komentar, Politeia, Bogor, 1988

Suharto, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Sinar Grafika, Jakarta,2004

Halim Talli, Peradilan Indonesia Berketuhanan Yang Maha Esa, Alaud,2013

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang Hukum Pidana

C. Jurnal

Heski H.R. Wullur, PERANAN JAKSA TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA


MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP),Lex
Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

Journal on Education, Analisis Yuridis Peranan Kejaksaan Dalam Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, hal.

Anda mungkin juga menyukai