Anda di halaman 1dari 3

TUGAS I HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

NAMA : IRWAN SUKMANA


NIM : 041525903

1. Jelaskan pengaturan hukuman mati dalam ICCPR (international Covenant on Civil


and Political Rights) / Kovenan hak sipil dan politik!

Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (bahasa Inggris: International
Covenant on Civil and Political Rights, disingkat ICCPR) adalah sebuah perjanjian
multilateral yang ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan
Resolusi 2200A (XXI) pada tanggal 16 Desember 1966.

Pengaturan hukuman mati jika ditinjau menurut Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil
politik yaitu Pasal 6 ayat (1) Pada setiap insan manusia melekat hak untuk hdup, hal ini
harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun insan manusia yang secara gegabah boleh
dirampas kehidupannya. Maka pelaksanaan eksekusi mati telah melanggar pasal 6 ayat (1),
eksekusi mati pada dasarnya menimbulkan kesakitan fisik dan dirampasnya hak hidup dari
seseorang, hal ini yang bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) International Covenant on
Cipil and Political Rights (ICCPR).

Meskipun banyak negara belum menghapuskan hukuman mati antara lain Indonesia,
Cina,Amerika, Irak dan negara lain yang belum menghapuskan hukuman mati, namun
demikian yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya pemenuhan dan pengaturan
yang jelas terhadap pelaksanaan pidana mati tersebut baik itu dalam proses penangkapan
maupun dalam pelaksanaan, pemeriksaan di persidangan, sehingga hal tersebut
bertentangan dengan konsep the rule of law dimana terdapat pengaturan yang jelas baik itu
persamaan kedudukan di muka hukum dan juga terdapatnya peradilan yang bebas dan
tidak memihak yang berimplikasi kekuasaan kehakiman yang merdeka.

Pasal 6 ayat (2) Kovenen Internasional Tentang Hak Sipil Politik menyatakan bahwa, Di
negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusannya dapat diberikan
hanya untuk kejahatan yang paling berat, sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada
waktu kejahatan demikian dilakukan, dan tanpa melanggar suatu ketentuan dari Kovenan ini
dan Konvensi Tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Pemusnahan (suku)
Bangsa. Hukuman ini hanya boleh dilaksanakan dengan putusan terakhir dari pengadilan
yang berwenang.
Lebih lanjut Pasal 6 ayat (4) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik mengatur
bahwa Seseorang yang telah dihukum mati harus mempunyai hak untuk memohon
pengampunan atau keringanan hukuman. Amnesti, pengampunan, atau keringanan
hukuman mati dapat diberikan dalam segala bab.

Di samping pengaturan tentang hak dasar yaitu hak untuk hidup yang diatur dalam
International Covenant on Cipil and Political Rights (ICCPR) tersebut yang dalam hal ini
dihubungkan dengan hukuman mati, terdapat pengecualian terhadap pelaksanaan hak
tersebut yaitu yang diatur secara limitatif dalam Pasal 4 ayat (1) ICCPR menyatakan, dalam
keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan negarat keadaan darurat
tersebut telah diumumkan secara resmi, negara-negara pihak pada kovenan ini dapat
mengambil upaya-upaya yang menyimpang (derogate) dari kewajiban mereka berdasarkan
kovenan ini, sejauh hal itu dituntut oleh situasi darurat tersebut, dengan ketentuan bahwa
upaya-upaya tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban negara-negara pihak, menurut
hukum internasional, dan tidak menyangkut diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial.

2. Hukuman mati memiliki daya bangun dan daya rusak, jelaskan argumentasi
suadara terkait daya bangun dan daya rusak hukuman mati!

Daya bangun hukuman mati:


Beberapa argumen yang mendukung hukuman mati adalah sebagai berikut:
1) Efek jera: Hukuman mati dianggap sebagai hukuman yang paling berat dan
diharapkan dapat mencegah terjadinya kejahatan serius dengan memberikan efek
jera kepada pelaku kejahatan.
2) Keadilan balas: Hukuman mati dianggap sebagai bentuk balasan yang setimpal
terhadap kejahatan yang paling serius, sehingga memberikan keadilan kepada
korban dan masyarakat.

Daya rusak hukuman mati:


Beberapa argumen yang menentang hukuman mati adalah sebagai berikut:
1) Pelanggaran hak asasi manusia: Hukuman mati dianggap sebagai pelanggaran
terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa
atau diperlakukan secara kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat.
2) Ketidakpastian dan kesalahan: Sistem peradilan tidak sempurna dan terdapat risiko
kesalahan dalam menjatuhkan hukuman mati. Kesalahan yang tidak dapat diperbaiki
jika terjadi eksekusi terhadap orang yang tidak bersalah.

3. Berkaitan dengan contoh kasus di atas, jelaskan hak terpidana yang dijatuhi
sanksi pidana mati!

1) Hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan secara kejam, tidak manusiawi, atau
merendahkan martabat: Terpidana tidak boleh disiksa atau diperlakukan secara
kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat sebelum eksekusi.
2) Hak untuk mengajukan banding dan mengajukan upaya hukum lainnya: Terpidana
memiliki hak untuk mengajukan banding dan mengajukan upaya hukum lainnya
untuk mempertahankan diri dan membuktikan ketidakbersalahannya.
3) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum: Terpidana memiliki hak untuk
mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan.

Dalam peraturan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1964 Tentang
Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Lingkungan Militer
dan Pengadilan. Berikut hak-hak terhukum menjelang pelaksanaan pidana mati adalah :
a) Terpidana mati di lembaga pemasyarakatan atau tempat khusus yang ditunjuk oleh
jaksa tinggi. Selama tiga kali dua puluh empat jam sebelum eksekusi, jaksa tinggi atau
jaksa memberitahu terpidana hukuman mati tentang pelaksanaan pidana matinya.
b) Terhukum dapat menyampaikan keinginan terakhirnya kepada jaksa tinggi atau jaksa.
c) Terhukum juga punya hak pengunduran waktu eksekusi jika sedang hamil. Eksekusi
mati dilakukan jika sudah masuk 40 hari sejak anaknya dilahirkan.
d) Pelaksanaan pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara
sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden.
e) Terpidana dibawa ke tempat pelaksanaan pidana dengan pengawalan polisi yang
cukup. Ia boleh meminta didampingi seorang rohaniawan. Terpidana juga diberi pakaian
sederhana dan tertib.
f) Terhukum mati dapat meminta untuk kepalanya ditutup selama menuju ke tempat
eksekusi jika mengkehendaki. Terpidana juga dapat menjalani pidananya dengan
posisi berdiri, duduk, atau berlutut.

4. Jelaskan pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait pidana mati dalam yang


tertuang dalam Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007 !

Adapun pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait pidana mati dalam yang tertuang dalam
Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007

1. Pidana mati bertentangan dengan hak untuk hidup yang dijamin oleh Pasal 28A dan
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945
2. Pidana mati bertentangan dengan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945
3. Instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional menghendaki penghapusan
pidana mati.
4. Dunia internasional cenderung menghendaki penghapusan pidana mati
5. Hukuman mati bertentangan dengan filosofi pemidanaan Indonesia.
6. Efek jera pidana mati dalam menurunkan jumlah tindak pidana diragukan

Demikian yang dapat saya sampaikan, jika ada kesalahan mohon saran dan koreksinya dari
Tutor. Terima kasih.

Sumber Referensi:
1. Harkrisnowo, Harkristuti., 2023, Hukum dan Hak Asasi Manusia (BMP);
1-9/HKUM4208/3 SKS, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
2. Jurnal KONTROVERSI PENJATUHAN HUKUMAN MATI
https://jdih.situbondokab.go.id/barang/buku/Kontroversi%20Penjatuhan%20Hukuman
%20Mati%20terhadap%20Tindak%20Pidana%20Narkotika%20dalam%20Perspektif
%20Hukum%20dan%20Hak%20Asasi%20Manusia%20by%20Bungasan
%20Hutapea%20(z-lib.org).pdf

3. Hak-Hak Terpidana Mati yang harus dipenuhi negara.


https://nasional.tempo.co/read/1524903/menjelang-hukuman-mati-ini-hak-hak-
terpidana-yang-harus-dipenuhi-negara

Anda mungkin juga menyukai