Anda di halaman 1dari 11

PAPER ETIKA KRISTEN

PACARAN SECARA KRISTIANI

DI SUSUN OLEH

NAMA : JULIUS IMANUEL BOTHMIR

NIM : 1812100842

PROGRAM STUDI : FILSAFAT MUSIK GEREJAWI

DOSEN PENGAMPUH : Dr. Pujiati, S.Th., M.Pd.K

KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristusyang telah

memberikan rahmat dan petunjuknya, sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini berupa

makalah dengan judul “pacaran secara kristiani” untuk memenuhi tugas mata kuliah ETIKA

KRISTEN yang diberikan oleh Dr. Pujianti, S.Th., M.Pd.K

Puji Tuhan, akhirnya paper pacaran secara kristiani dapat diselesaikan. Saya juga

menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan maupun

kekurangan, baik dari segi pengetikan, maupun materi yang di sajikan. Oleh sebab itu, saran

dan kritik dari semua pihak yang terkait sangat di harapkan agar paper ini dapat lebih baik

lagi ke depannya

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukannya. Tidak lupa pula saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya

apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kata-kata yang salah dan tidak sesuai.

Yogyakarta 14 april 2020

Penulis

Julius Imanuel Bothmir


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Kita sering sekali mendengar prinsip yang mengatakan bahwa pacaran adalah ajang di mana

kita memilah yang serius untuk di ajak ke masa depan. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu

dengan orang yang kurang tepat. Hal ini di kenal dengan kata pemborosan waktu pada anak

muda jaman sekarang.

Dengan pacaran juga membuat kita mampu mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan

pasangan kita. Sebenarnya tidak ada aturan khusus pacaran Kristen yang diatur , akan tetapi

kita bias melihat apa yang sudah di katakana alkitab, dan bias menjadi acuan untuk

berpacaran secara sehat.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pacaran

Masa muda adalah masa yang indah. Mengapa dikatakan indah? Karena, pada masa-

masa inilah seorang remaja akan mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya. Secara

biologis, tentu kita sudah tahu bahwa remaja putri akan mengalami haid, beberapa bagian

tubuhnya mulai menonjol, dan lain sebagainya. Sedangkan, seorang remaja putra akan mulai

tumbuh jenggot dan jakun, suara yang lebih membesar, dan beberapa perubahan lainnya.

Pada masa ini juga, remaja akan mulai mengenal apa yang dinamakan cinta monyet. Apa itu

cinta monyet? Apa itu pacaran? Mengapa bisa suka kepada lawan jenis? Dan, pertanyaan-

pertanyaan lainnya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa pacaran adalah sebuah

hubungan yang dijalin oleh seorang perempuan dengan laki-laki, di dalamnya ada rasa kasih

dan sayang satu sama lain. Sedangkan, "berpacaran" memiliki arti berkasih-kasihan, bercinta,

atau bersuka-sukaan. Namun, pernahkan Anda tahu bagaimana awal mula kata pacaran? Kata

pacaran dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata indehoi. Kata indehoi  ternyata tidak

muncul dengan sendiri, tetapi kata ini berasal dari bangsa Mesir.

Di Mesir, terdapat tumbuh-tumbuhan yang bernama hoi. Hoi adalah tumbuhan yang

tumbuh subur di sepanjang sungai Nil. Tumbuhan hoi tingginya setinggi perawakan manusia,

antara 100-150 cm, berdaun hijau lebat, dan terus tumbuh sepanjang tahun. Di Mesir,

biasanya seorang laki-laki yang tengah dekat dengan seorang wanita, kemudian mulai ada

rasa tertarik dan rasa suka, hingga akhirnya mereka melakukan hubungan badan di balik
pohon-pohon hoi. Nah, dari definisi dan sejarah tentang pacaran, kita bisa melihat bahwa

konotasi "berpacaran" bersifat sangat bebas dan tidak alkitabiah.

Oleh sebab itu Jikalau kita hanya bicara mengenai berpacaran, maka nilai apa yang

akan kita terapkan dalam pacaran tersebut? Tidakkah kita melihat bahwa kehidupan

berpacaran dari dulu sampai sekarang makin tidak karuan, di mana nilai-nilai moral dibuang

dari padanya? Tidak jarang kita melihat bagaimana orang mempraktekkan free love, memiliki

pasangan lebih dari satu orang sekaligus, gonta-ganti pasangan dengan begitu mudahnya.

Itulah yang pernah saya temui ketika masih duduk di bangku sma sampai berkuliah di ambon.

Saya mengecap yang namanya pergaulan bebas di akibatkan rasa penasaran dengan

hubungan pacaran yang tidak sehat dan tidak takut Tuhan.

Kita juga melihat tujuan pacaran yang semakin tidak jelas, atau mungkin jelas, tetapi

salah. Karena itu, kita dapat mendengar atau menyaksikan orang berpacaran, menganut gaya

free sex (sex bebas). Akibatnya, terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti adanya

kehamilan, kemudian terjadilah tindakan pembunuhan seperti aborsi! Sungguh menyedihkan

melihat kenyataan ini. Menurut sebuah penelitian yang pernah dimuat di media massa,

tingkat aborsi (pengguran kandungan) di Indonesia sangat tinggi, khususnya terjadi di kota-

kota besar. Kesedihan tidak hanya berhenti di sini, bisa juga hal-hal ini berakibat pada

percekcokan yang tajam dan saling melukai serta menciderai pihak yang lain. Itulah

sebabnya, kita harus melihat prinsip dan tujuan berpacaran secara jelas, sesuai dengan firman

Tuhan.

Bicara soal prinsip dan tujuan pacaran, tentu saja tidak seperti disebutkan di atas. Ada

beberapa prinsip penting yang harus diterapkan dalam berpacaran secara Kristen.
1. pacaran tersebut haruslah memuliakan Tuhan

Ini saya sebut dengan prinsip vertikal. Demikianlah Firman Tuhan, "Apapun yang

kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu, seperti untuk Tuhan, bukan untuk

manusia." (Kol.3: 23). Itulah sebabnya kalau sepasang muda-mudi Kristen sungguh-

sungguh menghayati prinsip vertikal ini, mereka sebenarnya akan lebih kreatif

mencari kegiatan yang benar-benar memuliakan Tuhan. Mereka akan semakin

terdorong dan tegas untuk menolak dan menghindari kegiatan yang nyata-nyata

menyakiti hati Tuhan.

Hal inilah yang mulai berusaha saya bangun dalam hubungan berpacaran saya saat

ini. Terkadang saya tergoda dengan kedagingan saya, sehingga hubungan berpacaran

saya tidak bertahan lama disebabkan hubungan yang saya bangun tersebut tidak

memuliakan Allah. Oleh sebab itu sampai saat ini saya berusaha untuk belajar lebih

lagi tentang pacaran yang memiliki tujuan memuliakan Allah.

2. pacaran harus di dalam kasih

Ini yang saya sebut dengan prinsip horizontal. Tuhan Yesus menyimpulkan isi hukum

Taurat dengan mengasihi Allah dengan segenap hati, kekuatan, jiwa dan segenap akal

budi (Mat.22: 37). Selanjutnya Tuhan Yesus memerintahkan, "Kasihilah sesamamu

manusia seperti dirimu sendiri." (Mat.22: 39). Bapak gereja, Agustinus pernah

memberikan satu kalimat yang sangat indah, "Milikilah kasih, maka kamu dapat

melakukan segalanya." Kembali kepada pasangan anak-anak Tuhan, jika saja mereka

menghayati prinsip horizontal ini, maka tentu mereka akan semakin menikmati

hubungan mereka tiap-tiap hari. Semakin hari, minggu, bulan, tahun suasana

berpacaran tersebut akan semakin indah; tidak semakin membosankan karena masing-

masing menerapkan prinsip kasih tersebut. Bukankah semua mahluk memerlukan

kasih? Bukan saja manusia, binatang pun memerlukan kasih sayang.


Hal ini sempat juga saya rasakan, dimana saya berpacaran bukan untuk mengasihi

namun saya berpacaran untuk melampiaskan emosi, dan nafsu yang di akibatkan

karena latar belakang keluarga yang hancur dan kurangnya pemantauan dari orang tua

saya sendiri.

3. pacaran dalam kekudusan

Prinsip vertikal dan horizontal di atas, sesungguhnya hanya dapat dilakukan dengan

prinsip ketiga ini, yaitu hidup dalam kekudusan. Demikianlah Firman Tuhan,

"Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang

menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di

dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang adalah kudus, yang telah memanggil

kamu. Sebab ada tertulis: kuduslah kamu sebab Aku kudus" (1Pet.1:14-16). Dalam

bagian lain, rasul Paulus juga menegaskan, "Karena inilah kehendak Allah:

pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan. Allah memanggil kita

bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1Tes.4: 3, 7)

ini menyadarkan saya Mengapa saya gagal memuliakan Tuhan dalam masa pacaran

saya? Mengapa saya yang sebelumnya nampaknya begitu penuh kasih, bergaul begitu

manis bagaikan madu, begitu mesra dan hangat seakan-akan dunia ini milik kita (saya

dan pacar saya) berdua, tapi kemudian berakhir dengan sedih serta dengan cucuran air

mata? Akirnya saya sadar Kemungkinan besar adalah karena saya melanggar prinsip

kekudusan ini dalam pergaulan saya dan pasangan saya. Akibatnya, mungkin saya

terlalu bebas bergaul, menerapkan gaya pacaran duniawi yang mungkin sadar atau

tidak telah mempengaruhi kami. Ketika hal itu terjadi, terjadilah 'kecelakaan'. Hal

inilah yang membuat saya kemudian menghilang dari komunitas atau persekutuan

yang pernah giat saya ikuti. Namun puji Tuhan saya berusaha bangkit kembali dan

berusaha membangun hubungan saya dengan Tuhan kembali, yang pada awalnya saya
tidak percaya diri dan merasa bahwa tidak mungkin mendapat pengampunan Tuhan

dan kesempatan atas apa yang saya sempat perbuat di masa lalu. namun saya berhasil

melewati itu semua dengan penyertaan Tuhan.

Setelah membahas ketiga prinsip di atas, kita akan melanjutkan dengan tujuan

berpacaran. Apa sih gunanya pacaran? Mengingat resiko penyimpangan yang

sedemikian besar, sebagaimana disebutkan di atas, apa tidak sebaiknya kita

menganjurkan orang untuk langsung saja menikah, dan tidak usah melewati masa

pacaran? Saya menjawab dengan tidak. Sekalipun resiko berpacaran dapat terjadi,

bahkan resiko itu begitu besar, saya tetap melihat pentingnya berpacaran.

1. pacaran bukanlah masa untuk pemuasan hawa nafsu!

Kalau melihat cara dan gaya beberapa orang yang sedang berpacaran, saya

memiliki kesan bahwa mereka berpacaran adalah demi penyaluran hawa nafsu

mereka. Itulah sebabnya, dengan penghayatan seperti itu, tidak heran kalau

mereka selalu ingin ketemu dengan kekasih mereka pada saat-saat kondisi

mengalami 'ketegangan'.

2. pacaran bukan sekedar memberi motivasi untuk belajar atau bekerja.

Ada orang mengatakan, "Setelah pacaran, saya jadi makin semangat belajar.

Karena itu, cari pacar cepat-cepat. Jangan ngelamun terus." Sekalipun mungkin

orang ini semakin giat belajar setelah punya pacar (dan itu tentu baik) namun ini

tidak boleh menjadi motivasi orang berpacaran. Lalu bagaimana dengan

kenyataan adanya orang yang studinya berantakan karena diputuskan pacar?

Tidak baik, bukan? Tapi ini juga kenyataan. Akhirnya, pacaran juga tidak boleh

untuk mengisi kesepian. karena itu sempat saya alami seperti apa yang saya

ceritakan di atas dengan menggunakan pacaran sebagai alat pelampiasan.


Lalu apa dasarnya pacaran? Sebagaimana dijawab di atas tadi, dasar

berpacaran adalah kasih. Itulah sebabnya, sekalipun ada kemungkinan resiko negatif terjadi

dalam pacaran, di dalam kasih hal itu tetap perlu dilakukan. Untuk apa? Untuk persiapan

menuju pernikahan. Jadi kita menegaskan di sini bahwa pacaran itu adalah untuk menuju

kepada pernikahan, bukan sekedar free love tanpa arah yang jelas. Dalam masa persiapan

ini akan terjadi masa penyesuaian. Beberapa hal yang sangat penting kita sebut di sini.

1. penyesuaian rohani.

2. Kedua, penyesuaian karakter.

Jika pria terlihat cukup dewasa, sedangkan si perempuan kelihatannya masih kanak-

kanak secara rohani, maka baiklah masa ini digunakan untuk membawa kekasih tersebut

kepada kedewasaan yang semakin penuh. Jangan dibiarkan ketidakseimbangan terjadi.

Karena pada saatnya nanti, hal itu dapat menyulitkan keduanya. Demikian juga sebaliknya,

perempuan dapat membawa si pria kepada kedewasaan rohani. Hal itu dapat dilakukan

dengan mengisi saat-saat pacaran (dating) untuk sharing (membagi pengalaman kerohanian)

dan bersekutu serta dengan cara-cara lainnya.


BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

III.A Simpulan dan saran

Dari data-data yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa :

Frasa berpacaran jikalau dilihat dari etimologi katanya ternyata memiliki unsur yang

negatif karena dalam berpacaran pada konteks masa lalu, sepasang kekasih akan melakukan

hubungan badan. Oleh sebab itu, frasa "berpacaran" harus dikaji ulang.

Lalu, bolehkah seorang remaja putri menjalin kedekatan dengan seorang remaja putra?

Jawabannya tentu saja boleh, asalkan kita bisa mengikuti rambu-rambu yang sudah Allah

berikan dalam Alkitab. Mengasihi lawan jenis tentu diperbolehkan, tetapi kita harus

introspeksi diri karena kita sudah memiliki patokan dalam menjalin kedekatan dengan lawan

jenis, atau apakah kita justru hanyut dalam berbagai problematik remaja?

Inilah saatnya untuk bangkit dan menjadi generasi-generasi muda yang

memiliki karakter Kristus. Generasi yang memiliki integritas dan selektif dalam menjalin

sebuah hubungan. Dan, satu hal yang utama, biarlah kita menjaga kekudusan kita hingga kita

masuk dalam pernikahan yang kudus dan pernikahan yang menerima berkat sulung

pernikahan.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Buku bagaimana Kristen berpacaran, karya Mangapul Sagala

Buku  Love Without Limits, karya Nick Vujicic

https://remaja.sabda.org/apa-kata-alkitab-tentang-pacaran

http://ikatolik.com/gaya-pacaran-yang-sehat-menurut-alkitab/

https://www.facebook.com/notes/manna-doloksaribu/berpacaran-secara-

kristen/10151515049057735/

Anda mungkin juga menyukai