Anda di halaman 1dari 11

Nama : Fajar Manase H.

Panggabean

Nim : 16.01.1393

Kelas/ Jurusan : IV-A/ Teologi

M. Kuliah : Liturgika II

Dosen Pengampu : Tahan Master Simare-mare, M.Th Ujian Tengah Semester

Menganalisa Liturgi Gereja GKPI Estomihi Ressort Estomihi

Wilayah I (Medan 1 – Langkat)

Jln. Kemiri Ujung No. 5 Sukadono

Tema : “Hidup di Jalan Tuhan”

Epistel : Matius 21: 28-32

Evangelium : Mazmur 25:8-15

 Nama Minggu : Minggu XVII Setelah Trinitatis


Adapun minggu-minggu setelah Trinitatis berlangsung secara berturut-turut sampai
akhir tahun gerejawi atau minggu orang-orang yang telah meninggal. Di sini, dengan
pemberitaannya gereja menyapa berbagai-bagai aspek dan pergumulan kehidupan jemaat,
yakni mulai minggu I setelah Trinitatis sampai pada minggu sebelum akhir tahun gerejawi.
Di minggu ini, gereja mulai menetapkan tema-tema yang menyapa berbagai pergumulan
jemaat dan diharapkan pergumulan jemaat dapat terjawab melalui pemberitaan pada minggu
setelah Trinitatis ini. Tema untuk minggu XVIII Setelah Trinitatis ini adalah: “Hidup di Jalan
Tuhan.”
I. Pemeran
1. Liturgis : 1 Orang Penatua
Analisa: Secara umum, penulis melihat bahwa Liturgis sudah
menjalankan pelayannya dengan sangat baik. Ia menyampaikan setiap unsur
Liturgi itu dengan suara yang lantang, jelas dan tegas. Selain itu,
pembawaannya juga sopan dan baik.
2. Pengkotbah : 1 Orang Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi
Analisa: Secara umum, pakaian dari pengkotbah sudah rapi dan sopan.
Hal ini juga diikuti dengan sikapnya yang baik dan sopan selama peribadahan
berlangsung. Hanya saja, karena pengkotbah adalah masih seorang mahasiswa
teologi, kotbahnya terlalu bersifat teoritis dan historis, kurang menyentuh
pergumulan jemaat.
3. Doa Syafaat : 1 Orang Penatua
Analisa: Secara umum, pendoa syafaat berpenampilan rapi dan sopan.
Selain itu, isi doanya juga sudah menyentuh kehidupan jemaat, gereja,
masyarakat dan bangsa Indonesia. Ia juga berdoa dengan sistematis, mulai dari
ucapan syukur, pengakuan dosa, permintaan, dan diakhiri dengan
menyerahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan, biar kehendak Tuhan yang
terjadi bukan kehendak manusia”. Selain itu, isi doanya juga tidak bertele-tele
dan langsung “to the point”
4. Kolektan : 3 Orang Penatua
Analisa: Secara umum kolektan berpenampilan rapi dan sopan. Pada
saat menjalankan kantong persembahan juga sudah baik dan tepat. Hanya saja
di awal ingin mengambil kantong persembahan, kolektan terlambat datang ke
tempat persembahannya.
5. Pemusik : 3 Orang (1 oang pemuda, dan 2 orang dewasa)
Analisa: Pemusik terdiri dari 1 orang pemain organ, 1 orang pemain
seksofon, dan 1 orang pemain drum. Secara umum, pemusik bermain dengan
baik dan dengan harmonisasi yang baik satu sama lain. Hanya saja, volume
dari alat musik yang dimainkan terlalu kuat sehingga suara jemaat terdengar
sangat pelan. Padahal dalam gereja-gereja Protestan, nyanyian jemaat haruslah
lebih dominan dibandingkan semua suara lainnya.
6. Paduan Suara : 50 Orang
Analisa: Paduan suara di sini dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
Paduan Suara remaja, dan Paduan Suara IMT GKPI STT Abdi Sabda Medan.
Paduan Suara remaja sepertinya kurang persiapan dalam latihan, sebab
suaranya terlalu kecil, dan kurangnya kekompakan dalam bernyanyi.
Sedangkan Paduan Suara IMT GKPI STT Abdi Sabda sudah menyampaikan
koor-nya dengan baik dan penuh kekompakan.
7. Song Leader : 3 Orang Pemuda (2 orang perempuan, dan 1 orang
laki-laki)
Analisa: Secara umum, song leader sudah bernyanyi dengan baik dan
kompak. Namun, ada beberapa lagu yang kurang dikuasai oleh song leader.
Selain itu, suara song leader sangat kuat dan sangat mendominasi lagu jemaat.
Hal ini dikarenakan karena microfon terlalu dekat dengan suara song leader.
Padahal salah satu yang menjadi ciri khas dari nyanyian ibadah Protestan
adalah bahwa suara jemaat yang menguasai atau dominan di dalam
peribadahan.
8. Pembunyi Lonceng : 1 Orang Penatua
Analisa: Pembunyi lonceng membunyikan loncengnya dengan tepat
waktu.

II. Kelengkapan Ibadah


1. Altar
1 buah di tengah dan lebih tinggi dari tempat duduk jemaat. Di atas meja altar dihias
oleh bunga hidup yang tidak terlalu besar, dan diletakkan Alkitab dan buku-buku liturgi
lainnya. Altar ditutupi dengan kain berwarna hijau dan ada lambang salib di bagian
tengahnya.
Analisa: Letak posisi altar sudah baik dan sesuai yaitu berada di tengah, di depan
tempat duduk jemaat dan sudah sedikit lebih tinggi dari tempat duduk jemaat. Hal ini
menandakan bahwa liturgis di altar dapat dilihat dengan baik oleh jemaat. Selain itu,
kelangkapan yang ada di atas meja altar juga sudah sesuai terutama Alkitab dan buku-buku
liturgis, serta hiasan bunga yang akan menambah keindahan altar saat dipandang. Namun,
kantong persembahan tidak diletakkan di atas meja altar tetapi diletakkan di tempat kantong
persembahan di depan altar. Hal ini tentu akan mengurai makna altar sebagai tempat
persembahan. Penggunaan kain hijau pada meja altar sesuai dengan nama minggu/ perayaan
minggu setelah Trinitatis.

2. Mimbar

2 Buah, 1 buah di sebelah kiri altar dan lebih tinggi dari altar , dan disebelah kanan
altar yang lebih kecil dan sejajar dengan altar. Bagian atas mimbar ditutupi dengan kain
berwarna hijau di bagian tengahnya dan diberi lambang salib.

Analisa: Jumlah mimbar sudah tepat yaitu sebanyak 2 buah sesuai dengan fungsi
masing-masing yang berbeda. Mimbar di sebalah kanan altar sebagai tempat berkhotbah. Hal
ini menandakan bahwa Gereja GKPI Estomihi masih mengikuti peletakan mimbar Lutheran
kuno yaitu disebalah kanan atau kiri altar dan bukan di tengah. Mimbar di sebalah kanan altar
sebagai tempat untuk membacakan warta jemaat dan doa syafaat. Penggunaan kain hijau
pada meja altar sesuai dengan nama minggu/ perayaan minggu setelah Trinitatis.

3. Ruang Konsistori : Di sudut belakang ruang gereja.


4. Tempat Duduk Jemaat :
Tempat duduk dibagi dalam 3 kelompok dengan jarak yang ideal. Tempat duduk
jemaat lebih rendah dari altar.
Analisa : Tempat duduk jemaat sudah sesuai dan ideal, yaitu jarak antar tempat
duduk sudah baik dan membuat jemaat dapat duduk dengan nyaman.
5. Tempat Duduk Penatua, dan Pengkhotbah
Analisa : Gereja GKPI Estomihi tampaknya hanya menyediakan tempat duduk bagi
penatua yang bertugas yang terletak di depan kiri dari altar. Jadi penatua yang tidak bertugas,
duduk di tempat duduk jemaat. Hal ini menurut penulis tidak baik sebab sebaiknya tempat
duduk penatua yang bertugas dan yang tidak bertugas dibuat dalam tempat duduk yang sama.
Sedangkan untuk pengkhotbah disediakan tempat duduk di sebalah kiri altar.
6. Tempat Persembahan :Tempat persembahan diletakkan di depan altar.
Analisa: Altar semestinya sebagai tempat persembahan. Jika tempat persembahan
tidak diletakkan di altar melainkan di depan altar (di luar) dari altar maka hal ini tentu akan
mengurangi bahkan menghilangkan makna persembahan itu sendiri.
7. Salib : Salib yang berukuran besar di dinding belakang altar,
dengan berwarna hitam.
8. Lonceng : Di atas ruang depan gereja.
9. Lukisan Dinding : Di sebalah kanan dan kiri dinding ruang gereja.
10. Mikrofon : 6 buah mikrofon, diletakkan sesuai tempat masing-
masing petugas.
11. Portal : di depan gereja (pintu masuk gereja).
12. Alat Musik : 1 buah organ, 1 buah saksofon, dan 1 buah drum
Posisinya di sebelah kanan altar.
13. Jubah : Jubah yang dipakai oleh penatua berwarna coklat.
14. Stola : Penatua memakai stola berwarna hijau.

III. Analisa Liturgi Gereja GKPI Estomihi Ressort Estomihi


III.1. Alur Liturgi dan Unsur Liturgi:
1. Kesadaran Akan Allah
2. Kesadaran Diri
3. Firman
4. Respon
5. Tekad atau janji
6. Pengutusan dan Berkat.

III.2. Analisa dan Saran


1. Persiapan Konsistori
Lonceng dibunyikan
Bernyanyi satu ayat dari nyanyian pengantar Khotbah
Membaca satu ayat dari Matius 21:32
Berdoa.
Analisa: Persiapan pada bagian ruang konsistori telah dilakukan dengan baik untuk
mempersiapkan dan penyerahan diri pelayan kepada Tuhan untuk melayani pada ibadah
tersebut.

Preludium` : ... (diiringi musik/organ) .... Pelayanan memasuki ruang Ibadah. Setelah itu
liturgis mengudang jemaat untuk mempersiapkan diri memasuki peribadahan dengan
bersaat teduh.

Analisa : Pada bagian ini liturgis sebaiknya melakukan panggilan beribadah kepada
jemaat yang diambil dari nats Alkitab. Sebab, panggilan beribadah; adalah inisiatif Allah,
Allah lah yang memanggil kita untuk beribadah dengan firman Tuhan, maka kata pengantar
haruslah firman Allah. Sebab yang memanggil untuk beribadah adalah Allah dan bukan
manusia.

2. Bernyanyi: KJ. 15:1-3. (liturgis mengundang jemaat untuk berdiri pada


ayat terakhir.)
Analisa: Nyanyian pembukaan ini sebenarnya merupakan nyanyian panggilan
beribadah. Tetapi hati kita sudah harus siap untuk mengikuti ibadah sejak lonceng
dibunyikan. Karena itu, nyanyian ini adalah kesiapan hati kita untuk mengikuti panggilan
ibadah tersebut. Pemilihan lagu ini sangat baik untuk memulai ibadah minggu. Pada tata
ibadah tidak ada dilampirkan prosesi dan kata pengantar, serta panggilan beribadah. Menurut
penulis, adalah sangat penting melampirkan bagian tersebut pada bagian tata ibadah supaya
jemaat merasa ikut terpanggil dan lebih berpartisipasi dalam kegiatan peribadahan. Jika
bagian prosesi, kata pengantar dan panggilan beribadah tidak termasuk dalam alur liturgi.
Justrus, pada bagian tata cara ibadah minggu di GKPI Estomihi yang pertama langsung
dimulai dengan nyanyian.

Votum : Di dalam nama Allah Bapa, dan Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus dan
Roh Kudus, Khalik langit dan bumi. Amin

Intoitus : Liturgis Membacakan satu ayat introitus sesuai dengan Minggu/


Perayaan Gerejawi. Ayat introitus diakhiri dengan perkataan:
Haleluya.

Jemaat : (Menyanyikan): Haleluya! Haleluya! Haleluya!

Doa Introitus : Liturgis Membacakan doa introitus sesuai dengan Minggu/ Perayaan
Gerejawi.

Analisa: Votum; inisiatif manusia (perkataan manusia) yang mencoba menkonsetir


kehadiran Allah dalam ibadah. Votum adalah meterai pertanda bahwa Allah hadir di dalam
ibadah tersebut dengan ucapan: “Di dalam Nama Allah Bapa, dan Nama Anak-Nya Tuhan
Yesus Kristus, dan Nama Roh Kudus.” Nyanyian Haleluya menandakan jemaat memuji nama
Allah yang besar. Haleluya berarti :Pujilah Tuhan. Penggunaan Intoitus pada bagian ini
sebenarnya tidak diharuskan, sebab introitus dapat diganti dengan Hukum Taurat.

3. Bernyanyi: KJ. 184:1-2

Analisa: Nyanyian ini sesuai dengan Hari Minggu XVII Setelah Trinitatis dan
respons Jemaat terhadap doa pembukaan.

4. Epistel : Matius 21: 28-32 (Setelah pembacaan selesai, Liturgis


mengajak jemaat berdoa dengan janji Tuhan: “Yang berbahagia ialah
mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Luk.
11:28). Kemudian jemaat mengucapkan: Amin.)
Analisa: Pada tata ibadah no. 4 terlampir yaitu Epistel: Matius 21:28-32. Analis: pada
bagian no. 4 ini seharusnya masih termasuk ke dalam alur liturgi yang pertama yaitu
kesadaran akan Allah. Oleh sebab itu, unsur liturgi setelah votum diikuti dengan salam.
Peletakan Epistel seharusnya diletakkan pada alur liturgi ke. 3 yaitu: Firman. Lagi pula,
pengunaan istilah “Epistel” merujuk kepada nats-nats yang berasal dari tulisan-tulisan para
rasul. Sedangkan pada nats Epistel yang tercantum diambil dari Kitab Injil Matius. Oleh
sebab itu, penulis memberikan saran agar penggunaan istilah “Epistel” diganti dengan
“Pembacaan Firman 1” karena jika menggunakan istilah Pembacaan Firman kita bebas untuk
menggunakan rujukan nats dari Kitab apa saja.

5. Koor: Remaja
Analisa: Koor remaja seperti kurang persiapan, sebab mereka menyanyi kurang
semangat dan volume suaranya terlalu kecil tertutupi oleh suara musik pengiring (gitar dan
organ) yang lebih keras.
6. Bernyanyi : KJ 27:1-2 (pada bait terakhir jemaat berdiri)
7. Doa Pengakuan Dosa

(Liturgis mengucapkan: Marilah kita mengaku dosa kita di hadapan Tuhan


(Dibacakan salah satu doa pengakuan dosa). Kemudian membacakan “Janji Tuhan Tentang
Pengampunan Dosa”, yang diakhiri dengan ucapan: Segala kemuliaan bagi Allah di tempat
yang mahatinggi.

Analisa: Pada bagian ini merupakan alur liturgi 2 yaitu kesadaran diri. Seharusnya
pada bagian kesadaran diri, diawali dengan refleksi yaitu “Hukum Taurat”, kemudian
dilanjutkan dengan pengakuan dosa. Sebab dengan memperdengarkan serta memahami
Hukum Taurat dari Allah, anggota Jemaat yang beribadah sadar akan kesalahan-kesalahan
dan pelanggaran yang dia lakukan (Roma 3:20b). Hukum Taurat yang dibacakan bisa juga
berfungsi sebagai cermin diri dan peringatan akan dosa kita. Jemaat menyambut dengan
memohon kekuatan untuk melakukan Taurat-Nya. Setelah itu, barulah jemaat mengakukan
dosanya di hadapan Tuhan. Jadi, haruslah Hukum Taurat dahulu barulah kemudian
pengakuan dosa, diikuti dengan pengampunan dan pendamaian.

Setelah Jemaat sadar akan dosa-dosanya, maka tibalah saat untuk mengaku dosa-dosa
tersebut ke hadapan Tuhan. Melalui ‘doa pengampunan dosa’, Jemaat memohon dalam
kerendahan hati dan mengiba kepada Tuhan agar dosanya diampuni (bnd. Luk 15:21). Untuk
masuk ke dalam persekutuan dengan Allah, maka segala dosa harus terlebih dahulu
dibersihkan. Setelah berdoa, janji Allah akan pengampunan dosa kita akan dibacakan. Allah
mengampuni dosa dari orang yang telah mengakui dan menyesali dosa-dosanya (Yeh. 33:11).
Setelah mendengar pengampunan dosa, kita bersukacita dan memuji Tuhan dengan
mengucapkan “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Maha Tinggi. Amin.”

Pada bagian saat teduh, pemusik mengiringinya dengan sangat baik, denga volume
dan pemilihan lagu yang sangat tepat untuk pengampunan dosa. Namun, akan sangat baik
jika saat teduh juga diiringi oleh saksofon bukan hanya organ.

8. Bernyanyi : Walau ku tak dapat melihat

9. Petunjuk Hidup Baru: Matius 9:12-13. (Liturgis mengatakan: Marilah


kita mendengarkan Hukum Tuhan sebagai petunjuk hidup baru bagi kita
yang tertulis dalam Matius 9:12-13. Kemudiaan diikuti oleh perkataan
jemaat: Ya Allah, Bapa kami, berilah kami kekuatan untuk melakukan yang
sesuai dengan hukum-Mu.)

Analisa: Setelah umat mengakui dosanya, maka Allah datang menyapa umatNya
melalui Firman yang dibacakan sebagai petunjuk hidup baru. Ini adalah kata-kata Allah
menyapa umat-Nya melalui surat kiriman, yang isinya untuk mendorong umat berbuat baik
dan bersaksi. Setelah pembacaan Alkitab, Liturgis membacakan “Berbahagialah mereka yang
mendengarkan dan memelihara Firman Allah. Amen.” Perkataan ini bermaksud agar umat
mengingat bahwa Firman Allah adalah untuk diindahkan, bukan untuk didiamkan saja.

9. Bernyanyi: KJ. 427:1-2


Analisa: Nyanyian ini adalah respon umat atas pembacaan Alkitab. Nyanyian dari
Kidung Jemaat ini sudah sesuai dengan pembacaan “Petunjuk hidup baru”.
10. Pengakuan Iman
Analisa: Pengakuan iman sebenarnya merupakan bagian dari respon jemaat. Artinya
pengakuan iman dilayankan sesudah pemberitaan Firman (Khotbah). Maka jika
menempatkan pengakuan iman sebelum khotbah adalah sesuatu yang keliru. Oleh sebab itu,
pengakuan iman haruslah ditempatkan sesudah Firman sebagai bagian dari respon jemaat
yang telah mendengar Firman. Pengakuan iman sebaiknya dipimpin oleh pendeta atau
pengkhotbah langsung setelah Firman selesai dikhotbahkan.
11. Berita Jemaat
Analisa: Bagian ini seringkali dirasa tidak perlu terdapat di dalam ibadah. Namun,
perlu memasukkan Berita Jemaat sebagai bagian dari ibadah karena semua kegiatan Jemaat
adalah karya Allah dalam hidup kita. Karena itu, Berita Jemaat sebenarnya hanya berisi hal-
hal yang ada kaitannya langsung dengan kehidupan Jemaat. Penempatan berita jemaat
sebelum Firman merupakan hal yang sudah tepat sebab melalui berita jemaat itu, seorang
pendoa syafaat akan akan menggunakannya sebagai bahan untuk doa syafaat.

12. Doa Syafaat

Analisa: Doa syafaat merupakan bagian dari respon jemaat setelah mendengar
Firman yang disampaikan. Oleh sebab itu, penempatannya sebelum Firman merupakan
sesuatu yang salah dan keliru. Doa syafaat sebaiknya dibawakan oleh pengkotbah setelah
pemberitaan Firman. Dalam doa syafaat, seorang pengkotbah mendoakan seluruh kehidupan
jemaat, gereja, masyarakat,dan bangsa Indonesia.

13. Koor: IMT GKPI STT Abdi Sabda


Analisa: Koor IMT GKPI STT Abdi Sabda membawakan lagu koor “Mulia,
Muliakanlah Tuhan”. Koor tersebut dibawakan dengan baik.
14. Bernyanyi : KJ. 405:1-3

Analisa: Nyanyian ini merupakan pengantar jemaat untuk kotbah yang akan
didengarkan, sekaligus untuk mempersiapkan hati jemaat mendengarkan Firman.

15. Evangelium : Mazmur 25:8-15


Analisa: Pemberitaan Firman adalah puncak dari acara kebaktian Minggu. Semua
bagian dari ibadah minggu tidak boleh lepas dari nas kotbah yang akan disampaikan. Kotbah
Allah yang berbicara kepada jemaat melalui pengkotbah. Namun dalam tata ibadah
disebutkan penggunaan istilah “evangelium”. Padahal sesuai namanya, istilah “Evangelium”
semestinya haruslah nats-nats yang diambil dari Kitab-kitab Injil (Matius, Markus, Lukas
Yohanes). Sementara nats pemberitaan Firman diambil dari kitab Mazmur (bukan dari Kitab-
kitab Injil). Penggunaan istilah Evangelium untuk tata tertib no. 15 ini, merupakan hal yang
salah dan keliru. Maka, jika rujukan natsnya diambil dari Kitab Mazmur (Kitab lain selain
Injil), sebaiknya menggunakan istilah “Pembacaan Firman”, bukan Evangelium.
Setelah Kotbah selesai disampaikan, pengkotbah menutup khotbahnya dengan doa
syafaat. Setelah itu, pengkhotbah mengajak jemaat untuk mengirarkan Pengakuan Iman,
sebagai respon atas Firman yang telah didengar.
16. Bernyanyi: KJ. 432:1-2.
Analisa: Nyanyian bersama ini adalah untuk merespons Firman Tuhan yang baru saja
didengar, dan sekaligus sebagai penekanan kembali kotbah tersebut.
17. Persembahan: Ayat Persembahan Mazmur 50:14
(Liturgis mengatakan: Menghantar kita memberi persembahan syukur,
marilah kita mendengarkan Firman Tuhan yang tertulis dalam Mazmur
50:14). Kantong persembahan dijalankan, diiringi alunan musik.
Analisa: Penempatan persembahan pada bagian setelah Firman merupakan hal yang
benar sebab persembahan merupakan bagian dari respon jemaat setelah mendengarkan
Firman. Pada saat kantong persembahan dijalankan, hanya diiringi oleh alunan musik dan
tidak dinyanyikan. Hal ini disebabkan oleh pemahaman GKPI tentang memberi persembahan,
yaitu bahwa ketika jemaat memberikan persembahan, jemaat berdoa dalam hati masing-
masing untuk memberikan persembahan kepada Tuhan. Pemilihan nats persembahan sudah
baik dan sesuai dengan ayat persembahan.
Tempat persembahan diletakkan di depan altar, bukan pada meja altar. Hal ini dapat
mengurangi makna dari persembahan tersebut. Sebab salah satu fungsi meja altar adalah
tempat persembahan. Oleh sebab itu, tempat persembahan sebaiknya ditempatkan di meja
altar.
Setelah penyerahan persembahan, sebaiknya dibuat unsur liturgi yang baru yaitu tekad
atau janji jemaat setelah respon dan Firman yang telah didengar. Hal ini membuka hati
jemaat membuat janji atau tekad setelah Firman yang telah didengarnya.
Saran penulis untuk kata-kata dalam janji dan tekad adalah:
Marilah kita meneguhkan janji kita di hadapan Tuhan.
“Ya Tuhan, kami berjanji untuk hidup di jalan-Mu dalam setiap aspek kehidupan
kami. Berilah kami kekuatan untuk menghidupi Firman-Mu.”
Ya, Yesus Kristus, Kebenaran yang sejati, berilah kami hati yang rindu untuk selalu
mengerti kehendak-Mu melalui Firman-Mu yang adalah kebenaran itu. Sehingga kami
berjanji untuk selalu mengerti dan melakukan Firman-Mu dalam kehidupan kami.”

18. Doa Persembahan dan Nyanyian Persembahan (Liturgis mengajak


jemaat untuk bangkit berdiri).

Analisa: Sebelum pulang ke tempat masing-masing jemaat masih diajak untuk


mendoakan persembahan yang telah diberikan karena segala sesuatu perlu dibawa di dalam
Dia (Kol. 1:3). Jemaat menyambut doa tersebut dengan nyanyian bersama, yang menyatakan
bahwa segala hal harus diserahkan kepada Tuhan, yaitu dari Nyanyian KJ. 299:1.

19. Doa Penutup/ Doa Bapa Kami


 Doksologi: Kar’na ‘Ngkau yang punya kerajaan dan kekuasaan dan kemuliaan
sampai selama-lamanya. Amin
Analisa: Jika ibadah dibuka dengan doa, maka diakhir juga dengan doa. Doa penutup
yang dibawakan sesuai dengan Minggu XVII Setelah Trinitatis. Setelah itu doa tersebut
disambung dengan Doa Bapa Kami. Ini merupakan doa yang mencakup segala kepentingan
Allah dan kebutuhan manusia. Itulah sebabnya ini menjadi bagian akhir pada doa penutup.

Doksologi adalah bagian dari Doa Bapa Kami yang dinyanyikan Jemaat sebagai
respons atas seluruh karya anugerah Allah. Allah dipuji dan dimuliakan karena Dia adalah
pemilik segala sesuatu dan pemberi segala sesuatu (Lihat Mat 6:13).

20. Berkat
Amin... Amin.. Amin

Analisa: Berkat yang ditulis di Bil 6:24-26 adalah berkat yang juga diberikan kepada
Umat Israel. Melalui berkat ini penulisa pamahami bahwa Allah juga telah memberkati
Jemaat dengan berkat yang sama. Sebegai sambutan iman, maka Jemaat menyanyikan
“Amin, Amin, Amin!”, yang berarti “ya benar! Terjadilah.”. Pada bagian berkat, Penatua
mengganti kata “engkau” dengan “kita”, sebab hanya pendeta sajalah yang dapat
mengucapkan berkat dengan kata “engkau”.

Anda mungkin juga menyukai