PENDAHULUAN
Tema perceraian ini cukup menarik untuk dibahas dan sangat penting, karena
sampai sekarang orang Kristen memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai perceraian.
Ada kelompok Kristen yang memandang bahwa perceraian itu tidak boleh karena tidak ada
satu pun dasar dari ayat Alkitab yang mendukung tentang perceraian. Yang lain memandang
bahwa perceraian diijinkan atas dasar perzinahan dan pandangan lainnya percaya bahwa ada
banyak dasar yang menyatakan bahwa perceraian itu boleh dan sah-sah saja.1
Di dalam 1 Korintus pasal 7:10-11 “Kepada orang-orang yang telah kawin aku
tidak, bukan aku, tetapi Tuhan perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan
suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan
suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.” Paulus memberikan suatu
perintah yang dari Allah bahwa orang-orang yang sudah kawin, yang seiman tidak boleh
bercerai. Seorang istri tidak boleh menceraikan suaminya. Namun di ayat 10-11 ini, penulis
melihat penekanannya lebih kepada istri dari pada kepada suami. Dalam perintah ini pertama
sekali yang disebut ialah seorang istri dan bukan suami. Penulis juga melihat bahwa perintah
yang paling banyak itu ialah secara eksplisit untuk seorang istri dan bukan kepada suami.
Apakah maksud dari Paulus menulis ayat ini yang mendahulukan istri dari pada suami di
dalam permasalahan ini? Dan dilanjutkan di ayat ke 11 mengatakan bahwa jikalau istri
bercerai, ia harus tetap hidup berdamai tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dari
ayat ini penulis melihat juga bahwa sepertinya ada kemungkinan untuk diijinkan perceraian
terjadi kepada orang-orang yang seiman, namun ada persyaratannya. Apakah benar seperti
1 Norman L. Geisler, Etika Kristen Edisi Kedua - Revisi: Pilihan dan Isu Kotemporer, (Malang: SAAT, 2000),
359-365.
STT-Berea | 1
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, penulis berusaha unntuk mencari
tahu maksud mula-mula dari si penulis teks. Dengan menggunakan metode penafsiran
hermeneutika. Paper ini akan berusaha mengungkapkan maksud mula-mula dari si penulis
surat ini. Pernyataan tersebut dengan memperhatikan berbagai macam analisa yang
dibutuhkan dalam penafsiran teks. Selanjutnya, eksposisi praktis akan diambil guna memberi
STT-Berea | 2
BAB II
LATAR BELAKANG SURAT I KORINTUS
Kota Korintus adalah suatu kota yang berbeda sifatnya. Kota Korintus merupakan
kota metropolitan Yunani yang terkemuka pada zaman Paulus. Kota ini merupakan kota yang
makmur, namun orang-orang yang ada di dalamnya terkenal angkuh secara intelek, kaya
secara materi, dan bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota Korintus ini,
Korintus merupakan kota yang menjadi pusat perniagaan. Korintus dengan dua
kota pelabuhannya, Lekhaneum di sebelah barat dan Kengkrea di sebelah timur, menikamti
bangsa, sedangkan penduduk aslinya telah terbunuh atau terusir ke luar ketika kota Korintus
dihancurkan. Dan ketika dibangun kembali masuklah unsur-unsur baru ke dalam kota
tersebut. Orang Yahudi datang untuk berdagang, orang Romawi tinggal di sana karena urusan
pemerintahan atau sebagai keturunan para penjajah yang pertama, orang Yunani dari daerah
nafsu, dan olahraga. Tetapi secara moral, kota Korintus ini sangat rendah dan merosot. Hidup
seperti orang Korintus adalah suatu kata ungkapan untuk menunjukkan cara hidup yang
paling hina. Kuil dewa Afroditus di Korintus merupakan suatu tempat di mana pernah dihuni
oleh seribu orang imam wanita yang semuanya adalah pelacur bayaran, dan arus perjalan
serta perniagaan, membanjiri kota itu dengan segala jenis manusia termasuk sampah-sampah
STT-Berea | 3
masyarakat dari sekitar Laut Tengah. Kekayaan dan kemiskinan yang sangat, keindahan dan
Keadaan jemaat Tuhan di Korintus pada saat itu memiliki pendapat yang berbeda-
beda mengenai perkawinan. Ada anggota gereja yang berpendapat bahwa membujang lebih
baik dan lebih mulia dari pada menikah. Ada jemaat yang beranggapan bahwa mereka telah
berbuat kesalahan/dosa karena menikah. Ada jemaat yang beranggapan bahwa akan lebih
efektif di dalam melayani Tuhan tanpa tanggungjawab dalam pernikahan. Ada jemaat lainnya
juga beranggapan bahwa lebih baik jika seseorang itu menikah, mengingat keadaan dunia dan
untuk menjauhkan diri dari percabulan.3 Jemaat di Korintus tidak memiliki pengetahuan yang
diajukan oleh para pemimpin jemaat di Korintus. Para pemimpin jemaat di Korintus telah
menulis surat kepada rasul Paulus untuk menanyakan kepada Paulus tentang masalah
Paulus diantaranya ada delapan yaitu tentang salahkah jika seseorang menikah? (ayat 1 dan
2), bolehkah seseorang yang sudah menikah menjauhi pasangannya dan tidak bersetubuh
dengan dia? (ayat 3-5), bolehkah seseorang janda atau seorang duda menikah lagi? (ayat 7-9),
bolehkah seseorang Kristen itu menceraikan suaminya atau sebaliknya? (ayat 10-11),
bolehkah perkawinan di antara seorang beriman dan seorang yang tidak beriman dibatalkan?
(ayat 13-14), apakah peraturan umum yang berhubungan dengan masalah perkawinan ini?
(ayat 18-24), apakah membujang lebih baik/lebih mulia daripada menikah atau menikah lebih
2 Merryl C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1992), 356-357.
3David Prior, The Message of 1 Corinthians: The Bible Speak Today (England: Inter-Varsity
Press,1985), 122.
STT-Berea | 4
baik daripada membujang? (ayat 25-35), dan pertanyaan terakhir dari jemaat ialah apakah
kewajiban seorang ayah terhadap anak gadisnya? Bolehkah ia memaksa anak gadisnya untuk
4George A. Hadjiantoniou, New Testament Introductin (Chicago: Moody Press, 1957), 199.
STT-Berea | 5
BAB III
PERATURAN PERCERAIAN MENURUT PAULUS
(I KORINTUS 7:10-11)
Paulus perintahkan kepada orang-orang yang telah kawin yaitu suami istri yang
seiman khusus di ayat 10 dan 11. Kata kawin yang digunakan dalam bahasa aslinya ialah
γεγαμηκόσιν (gegamekosin) yaitu kata kerja participle maskulin datif aktif jamak dari kata
dasar γαμέω (gameo).5 Jamak di sini berarti bahwa perkawinan itu terdiri dari dua orang dan
bukan satu orang. Dua orang yang dimaksud ialah perkawinan antara laki-laki dan
menjelaskan satu hal penting mengenai pernikahan, yaitu pernikahan merupakan media untuk
memberi, menyerahkan, atau menaklukkan diri kepada pasangan. Dengan demikian, menikah
kehidupan, yang dalamnya laki-laki dan perempuan boleh hidup bersama-sama dan
menikmati seksual secara sah.6 Menurut kamus teologi perkawinan adalah persatuan yang
intim dan saling melengkapi antara seorang pria dan seorang wanita di mana menjadi satu
secara fisik, di seluruh kehidupan.7 Dalam pengertian secara umum pernikahan dapat
5F. Wilbur Gingrich, Shorter Lexicon of the Greek New Testament, ed. Frederick W. Danker, 2nd ed.
6 J. D Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996), 154.
7 Ralp. H. Alexander, Theological Dictionary Of The Bible (Grand Rapids Michigan: Baker Books,
2000), 510.
STT-Berea | 6
diartikan sebagai hubungan antara satu laki-laki dan satu perempuan di mana keduanya
mengadakan kesepakatan untuk hidup bersama secara sah dan hidup sebagai suami isteri.
Perintah yang pertama yang diberikan Allah kepada manusia adalah untuk menikah dan
berkeluarga. Alkitab berkata bahwa: ”maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-
Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya
mereka (Kej. 1: 27). Dalam teks tersebut jelas sekali disebutkan bahwa Allah sendiri yang
menciptakan pernikahan melalui penciptaan satu laki-laki dan satu perempuan. Karena
pernikahan adalah milik Allah, maka setiap pernikahan harus dibawa kepada Allah sebagai
dan khusus di ayat 10 dan 11 ini, Paulus mengatakan bahwa perintah ini bukan darinya
melainkan dari Tuhan. Kata yang digunakan dalam bahasa aslinya ialah οὐκ ἐγὼ ἀλλ᾽ ὁ
κύριος, (ouk ego all o Kurios).8 Paulus mengatakan “bukan aku”, di dalam ensiklopedi
Alkitab kata “aku” ini menunjukkan sebuah pengakuan. Kata mengakui ini pertama-tama
dipakai untuk menunjuk pada kepercayaan kepada Kristus. Kata ini juga mengandung aspek
kemauan untuk menundukkan diri, yang lebih dari pada hanya persetujuan mental. Artinya,
mengandung suatu keputusan untuk mengikat diri dalam ketaatan kepada Yesus Kristus
sebagai Tuhan, suatu keputusan berdasarkan karya Roh Kudus.9 Oleh karena itu di dalam ayat
ini juga kemungkinan bahwa Paulus ini sedang menunjukkan ketundukkannya kepada
STT-Berea | 7
mengenai perceraian dalam Matius 19:3-12 dan Markus 10:2-12. Paulus tidak mengatakan
bahwa ini adalah perintah darinya sendiri namun ini adalah perintah dari Tuhan. Ayat ini juga
bukan bermaksud bahwa pernyataan Paulus lainnya itu dari dirinya sendiri dan bukan dari
Pertama sekali Paulus perintahkan ini kepada seorang istri bahwa tidak boleh
menceraikan suami. Dari perintah ini jikalau diperhatikan muncul pertanyaan kenapa harus
istri yang pertama sekali diperintahkan dalam hal ini, dan bukan suami. Paulus sepertinya
punya maksud akan pernyataan ini. Di dalam ayat ini kata cerai/menceraikan yang digunakan
oleh Paulus ialah χωρισθῆναι (khoriztenai), yaitu kata kerja infinitif aorist pasif. Yang bisa
diterjemahkan “agar diceraikan” karena bentuknya infinitif aorist pasif. Yang berarti bahwa
sang suami tidak boleh diceraikan oleh istri. Dalam hal ini, Paulus sedang bermaksud
menyatakan sesuatu kepada para istri di zamannya atau pada konteks jemaat Korintus. Bahwa
istri tidak boleh menceraikan suaminya. Cerai yang dimaksudkan ialah chorizonai yaitu
Sebelum kata choriztenai, ada kata depan yang digunakan yaitu ἀπὸ+genitif yang berarti dari
atau pergi dari sebelah.10 Jadi, Paulus mengatakan kepada istri bahwa seorang istri itu tidak
boleh pergi dari suaminya. Ini bukan menunjukkan bahwa ternyata istri di zaman dulu bisa
atau memiliki hak untuk menceraikan suaminya. Justru sebaliknya, dapat menunjukkan
bahwa wanita atau istri di zaman dulu itu dipandang lemah. Kedudukan seorang istri atau
wanita yang sudah dikawinkan, itu seolah-olah dibeli oleh suaminya dari ayahnya, sehingga
suaminya tersebut menjadi tuannya. Istri hanya tunduk saja kepada suami. Istri tidak berhak
10J.W. Wenham, Bahasa Yunani Koine: The Elements Of New Testament Greek, (Malang, 1987), 24.
STT-Berea | 8
membeli atau menjual, tidak berhak memiliki apa-apa selain mas kawin yang diterimanya.
Istri harus melakukan apa yang menjadi tanggungjawabnya seperti mengelola rumah tangga,
mengambil air, mengumpulkan bahan bakar, meraup jerami yang menyediakan pakaian,
menyiapkan pendidikan umum dan membesarkan anak-anak sampai mereka berusia lima
tahun dan lainnya. Istri juga tidak diharapkan untuk mengambil bagian dalam administrasi
keuangan, bahkan dananya sendiri dikelola oleh suaminya.11 Apalagi masalah perceraian, istri
tidak berhak sama sekali. Seorang istri tidak berhak membeli atau menjual apalagi
menceraikan suami.
Oleh karena itu, dalam ayat ini dapat diketahui bahwa perintah yang diberikan
Paulus mengenai seorang istri yang sebenarnya ialah seorang istri tidak boleh meninggalkan
suaminya, misalnya mau pergi dari suami, pulang ke rumah orang tua, dan lain-lain. Yang
pastinya belum dimaksudkan bercerai, karena seorang istri tidak punya hak untuk
menceraikan. Walaupun istri mau pisah mungkin karena disakiti oleh suami, namun
keputusan darinya tidak dapat diterima. Oleh karena itu, maksudnya hanya untuk pergi saja
dari suami, atau berpisah namun tidak bercerai sudah dilarang oleh Paulus bahwa hal tersebut
tidak boleh meninggalkan suami. Dalam hal ini kata chorizonai yang merupakan kata kerja
pasif menunjukkan bahwa istri itu sebenarnya pasif dalam menceraikan suami. Dia bukan
pelaku dalam hal perceraian karena tidak punya hak, istri tidak bisa menceraikan suami,
makanya Paulus lebih menggunakan kata chorizotenai yang berarti meninggalkan suami dan
bukan bercerai.
Setelah Paulus memberi perintah kepada tiap-tiap istri di zaman itu, maka
dilanjutkan juga perintah tersebut kepada suami-suami yang ada di Korintus pada zaman itu.
Larangan mengenai perceraian ini juga berlaku kepada suami. Paulus mengatakan juga
11Ralp., 510.
STT-Berea | 9
bahwa suami tidak boleh menceraikan istrinya. Kata cerai/menceraikan yang digunakan
Paulus dalam melarang suami ialah ἀφιέναι (apienai) yaitu kata kerja present infinif aktif.
Dalam hal ini pelaku apienai di sini jelas adalah suami, karena kata kerjanya aktif. 12 Paulus
mengatakan bahwa seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya. Apiemai memiliki
pengertian divorce (bercerai), yaitu bukan hanya sekedar berpisah saja, atau meninggalkan
saja. Tapi kata Apiemai (bercerai) lebih mendalam pengertiannya dari pada kata chorizotenai
memberi perintah kepada laki-laki, bahwa seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya.
Dari kata ini, dapat ditemukan bahwa Paulus hendak memiliki maksud tertentu yang
menunjukkan bahwa otoritas sepenuhnya untuk menceraikan istri ada di pihak laki-laki.
Suami berhak menceraikan istrinya, apalagi kata kerjanya merupakan kata kerja aktif yang
menunjukkan bahwa suami yang aktif atau yang dapat menceraikan istrinya. Tidak seperti
menceraikan suami.
Memulai perceraian atau menikahi orang yang bercerai menghasilkan perzinahan. 13 Paulus
dengan tegas melarang suami-suami yang ada dalam jemaat Korintus supaya tidak
menceraikan istri masing-masing. Perintah yang disampaikan oleh Paulus ini merupakan
perintah yang dari Tuhan Yesus mengenai perceraian yang ada dalam Matius 19:3-12 dan
Markus 10:2-12. Yesus mengatakan bahwa siapa pun yang menceraikan istrinya dan
menikahi orang lain, melakukan perzinaan terhadapnya; dan jika dia menceraikan suaminya
dan menikahi yang lain, dia melakukan perzinahan. Oleh karena itu dalam pernikahan butuh
komitmen untuk menikah dengan satu pria atau wanita seumur hidup, karena dijamin oleh
12Wenham., 65.
13Ralp., 125.
STT-Berea | 10
Tuhan sendiri dan tidak dilonggarkan, apalagi dihancurkan oleh manusia biasa. Karena apa
Oleh sebab itu suami harus menjalankan apa yang menjadi tugas dan
kewajibannya. Suami adalah kepala dari keluarga, suami adalah kepala dari istri dan kepala
dari setiap laki-laki adalah Kristus. Kepemimpinan seorang suami dalam keluarga adalah
tanggung jawab yang penuh kebajikan tanpa meremehkan sikap merendahkan dan
memimpin gereja, suami tidak memiliki semua hak dan otoritas Kristus. Suami menuntun
istrinya ke arah ketergantungan pada Kristus, bukan pada dirinya sendiri, karena semua
pemimpin manusia semuanya bisa salah. Seharusnya suami memimpin dengan sikap cinta
sperti kasih kristus bagi gereja menjadi contohnya. Sang suami mencintai istrinya seperti
aslinya ἐὰν δὲ καὶ χωρισθῇ. Dari bahasa aslinya dapat diketahui bahwa ia yang dimaksudkan
di sini ialah “istri”. Karena kata “bercerai” yang digunakan ialah Choriste, kata ini sama
dengan pembahasan di atas tentang kata bercerai yang digunakan Paulus untuk istri. Kata
Choriste merupakan kata kerja subjunctive aorist pasif. Kata subjunctive merupakan kata
kerja bentuk pengandaian yang membayangkan akibat dari sesuatu yang tidak ada atau tidak
terjadi yang dapat berupa harapan, saran atau dengan kata lain makna kata subjunctive itu
berlawanan dengan kenyataan atau fakta.14 Jadi, dapat diartikan bahwa Paulus tersebut
sedang berandai “jika ke depannya nanti terjadi perceraian ”, di mana yang menceraikan
adalah suami dan bukan istri, karena kata yang digunakan di sini subjunctive aorist pasif dan
kemungkinannya adalah suami yang menceraikan. Dapat juga dihubungkan dari konteks
sesudahnya, di mana ketika Paulus selesai menyatakan “Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap
14Peter Salim, Dictionary: The Contemporary Englishh-Indonesian (Media Eka Saputra), 2299.
STT-Berea | 11
hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya” barulah Paulus melanjutkan,
memerintahkan suami bahwa “seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya”. Ini dapat
memberi pengertian bahwa pada intinya juga suami yang memiliki otoritas dalam
menceraikan.
Paulus membayangkan akibat dari sesuatu yang tidak ada atau yang belum terjadi,
bahwa jikalau harus terjadi perceraian atau dalam hal ini istri meninggalkan suami maka
dalam konteks jemaat Korintus, Paulus mengatakan seorang istri yang sudah bercerai dari
suaminya maka ia harus tetap hidup tanpa suami. Artinya bahwa seorang istri tidak boleh
menikah lagi. Jikalau sudah meninggalkan suami, maka keadaannya harus tetap hidup tanpa
suami. Ini adalah suatu perintah yang tegas dari kata μενέτω (meneto) yaitu kata kerja
imperatif present aktif dari kata dasar μένω (meno) yang berarti seseorang yang tetap berada
Oleh karena itu Paulus mengatakan bahwa jika perceraian terjadi karena istri
meninggalkan suaminya maka tidak boleh menikah lagi. Ini adalah perintah tegas, yang
menunjukkan bahwa pernikahan adalah hal yang serius dan di dalamnya ada sebuah
komitmen, jadi tidak gampang untuk bercerai. Allah sebagai pendiri lembaga pernikahan
Allah tetapi itu adalah pekerjaan iblis yang mencoba menghancurkan umat manusia.
meninggalkan suami, masih ada pilihan yang kedua dalam melanjutkan hidup yaitu bisa
berdamai dengan suami. Jika sudah terjadi perpisahan karena istri meninggalkkan suami
maka seorang istri masih bisa berdamai dengan suaminya. Dalam hal ini Paulus
menggunakan kata καταλλαγήτω (katallageto) yaitu kata kerja imperatif aorist pasif dari
STT-Berea | 12
bentuk kata dasar καταλλάσσω Artinya to reconcile, As restoring relationship between
individuals or between God and man reconcile, change from enmity to friendship.15 Yaitu
untuk merekonsiliasi, seperti pemulihan hubungan denggan sesama atau antara hubungan
manusia dengan Allah dan manusia berdamai, di mana suatu hubungan berubah dari
permusuhan menjadi persahabatan. Tentunya hal ini, jika dilihat di belakang maka pastinya
sesuatu telah terjadi yang membuat hubungan menjadi tidak baik. Jadi, dalam konteks kata
mungkin pada saat itu disakiti oleh suami karena pada umumnya di zaman itu wanita
memang dianggap masih rendah, lemah. Dengan demikian, perkataan Paulus dalam 1
kepadanya pilihan di mana masih bisa berdamai dengan suami. Dengan cara mengampuni
STT-Berea | 13
KESIMPULAN
Rasul Paulus berbicara kepada istri dan bukan kepada suami bahwa jika ia
meninggalkan pasangannya ia harus berdamai atau hidup tanpa suami, sebab Paulus berbicara
dalam konteks meninggalkan pasangan karena disakiti. Dalam konteks zaman itu, pihak
perempuanlah yang mengalami hal tersebut, dimana kaum perempuanlah atau yang kemudian
karena tersakiti oleh sikap suaminya, memilih untuk meninggalkan keluarganya. Jadi, Paulus
hanya berbicara mengenai kaum perempuan bukan karena ia bersikap diskriminatif, namun
karena konteks waktu itu kaum perempuanlah yang mengalami pergumulan karena kaum
yang lemah.
Pada intinya dalam konteks keluarga Kristen, Paulus sama sekali tidak
memberikan peluang untuk terjadinya perceraian. Jika istri meninggalkan suami (tanpa
perceraian) karena adanya situasi dan kondisi tertentu mungkin disakiti oleh suami, maka
pilihannya ialah ia tidak dapat menikah lagi atau istri mengampuni suami dan berdamai
dengan suami. Begitu pula dengan suami, Paulus memberi perintah bahwa suami tidak boleh
menceraikan istri. Pasangan suami istri yang seiman tidak boleh bercerai, tidak ada alasan
untuk perceraian. Paulus melarang seorang istri meninggalkan suaminya. Karena perceraian
STT-Berea | 14
perceraian memang sudah terjadi maka Paulus memerintah bahwa seorang istri yang sudah
Aplikasi
Sesuai dengan firman Tuhan yang disampaikan melalui rasul Paulus, dapat diketahui
bahwa perceraian antara pasangan yang seiman yang sudah berada dalam Tuhan, tidak dapat
diterima/diijinkan. Di dalam rumah tangga yang sudah berada dalam Tuhan memang masih
bisa timbul masalah, bahkan masalah yang berat sekalipun. Mungkin salah satu pasangan
yang tersakiti, namun bercerai bukanlah solusinya. Tetapi, berdamai dan saling mengampuni
Namun, jikalau keadaan yang memaksa untuk bercerai karena masalah yang sudah
tidak bisa diatasi lagi. Sebagai gembala sudah mencoba untuk menyelesaikan masalah
tersebut dengan mempertimbangkan banyak hal, melihat si korban maka jikalau hanya satu-
satunya perceraian yang menjadi solusi maka ada persyaratannya. Sesuai dengan yang
dikatakan oleh Paulus menurut konteksnya yang dibicarakan ialah seorang istri yang
meninggalkan suami maka istri tidak boleh menikah, istri harus hidup tanpa suami. Namun,
penulis mencoba untuk membawa pada konteks masa kini, di mana menurut penulis jikalau
perceraian harus terjadi karena kasus tertentu, maka tidak ada larangan untuk tidak
memperijin menikah lagi dengan orang lain. Namun, ada persyaratannya jikalau mau
menikah, harus membuat komitmen sama Tuhan jikalau tidak mengulang lagi kesalahan yang
sama. Dan penulis bisa mempertimbangkan hal ini, berdasarkan kepekaan terhadap hikmat
yangg Tuhan berikan pada penulis. Intinya ialah penulis tidak sembarangan untuk memberi
ijin atau memberkati orang yang mau menikah lagi terhadap orang lain setelah perceraian.
STT-Berea | 15
DAFTAR PUSTAKA
________. Ensiklopedy Alkitab Masa Kini., 24.
Alexander, Ralp. H. Theological Dictionary Of The Bible. Grand Rapids Michigan: Baker
Books, 2000.
Friberg, Timothy Barbara Friberg, and Neva F. Miller, Analytical Lexicon to the Greek New
Testament, Baker's Greek New Testament Library. Grand Rapids: Baker, 2000.
Geisler, Norman L. Etika Kristen Edisi Kedua - Revisi: Pilihan dan Isu Kotemporer. Malang:
SAAT, 2000.
Gingrich, F. Wilbur. Shorter Lexicon of the Greek New Testament, ed. Frederick W. Danker,
Prior, David. The Message of 1 Corinthians: The Bible Speak Today. England: Inter-Varsity
Press,1985
Wenham, J.W. Bahasa Yunani Koine: The Elements Of New Testament Greek. Malang, 1987.
STT-Berea | 16