Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Tema perceraian ini cukup menarik untuk dibahas dan sangat penting, karena

sampai sekarang orang Kristen memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai perceraian.

Ada kelompok Kristen yang memandang bahwa perceraian itu tidak boleh karena tidak ada

satu pun dasar dari ayat Alkitab yang mendukung tentang perceraian. Yang lain memandang

bahwa perceraian diijinkan atas dasar perzinahan dan pandangan lainnya percaya bahwa ada

banyak dasar yang menyatakan bahwa perceraian itu boleh dan sah-sah saja.1

Di dalam 1 Korintus pasal 7:10-11 “Kepada orang-orang yang telah kawin aku

tidak, bukan aku, tetapi Tuhan perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan

suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan

suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.” Paulus memberikan suatu

perintah yang dari Allah bahwa orang-orang yang sudah kawin, yang seiman tidak boleh

bercerai. Seorang istri tidak boleh menceraikan suaminya. Namun di ayat 10-11 ini, penulis

melihat penekanannya lebih kepada istri dari pada kepada suami. Dalam perintah ini pertama

sekali yang disebut ialah seorang istri dan bukan suami. Penulis juga melihat bahwa perintah

yang paling banyak itu ialah secara eksplisit untuk seorang istri dan bukan kepada suami.

Apakah maksud dari Paulus menulis ayat ini yang mendahulukan istri dari pada suami di

dalam permasalahan ini? Dan dilanjutkan di ayat ke 11 mengatakan bahwa jikalau istri

bercerai, ia harus tetap hidup berdamai tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dari

ayat ini penulis melihat juga bahwa sepertinya ada kemungkinan untuk diijinkan perceraian

terjadi kepada orang-orang yang seiman, namun ada persyaratannya. Apakah benar seperti

itukah maksud dari Paulus menulis ayat tersebut?

1 Norman L. Geisler, Etika Kristen Edisi Kedua - Revisi: Pilihan dan Isu Kotemporer, (Malang: SAAT, 2000),
359-365.
STT-Berea | 1
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, penulis berusaha unntuk mencari

tahu maksud mula-mula dari si penulis teks. Dengan menggunakan metode penafsiran

hermeneutika. Paper ini akan berusaha mengungkapkan maksud mula-mula dari si penulis

surat ini. Pernyataan tersebut dengan memperhatikan berbagai macam analisa yang

dibutuhkan dalam penafsiran teks. Selanjutnya, eksposisi praktis akan diambil guna memberi

arahan bagi para hamba Tuhan dan jemaat masa kini.

STT-Berea | 2
BAB II
LATAR BELAKANG SURAT I KORINTUS

KONTEKS SEJARAH DAN SOSIAL

Kota Korintus adalah suatu kota yang berbeda sifatnya. Kota Korintus merupakan

kota metropolitan Yunani yang terkemuka pada zaman Paulus. Kota ini merupakan kota yang

makmur, namun orang-orang yang ada di dalamnya terkenal angkuh secara intelek, kaya

secara materi, dan bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota Korintus ini,

yang terkenal dengan percabulan dan hawa nafsu.

Korintus merupakan kota yang menjadi pusat perniagaan. Korintus dengan dua

kota pelabuhannya, Lekhaneum di sebelah barat dan Kengkrea di sebelah timur, menikamti

suatu monopoli perniagaan dan dengan cepat menambah kekayaannya. Dalam

pemerintahannya, Korintus merupakan koloni Romawi. Penduduknya terdiri atas berbagai

bangsa, sedangkan penduduk aslinya telah terbunuh atau terusir ke luar ketika kota Korintus

dihancurkan. Dan ketika dibangun kembali masuklah unsur-unsur baru ke dalam kota

tersebut. Orang Yahudi datang untuk berdagang, orang Romawi tinggal di sana karena urusan

pemerintahan atau sebagai keturunan para penjajah yang pertama, orang Yunani dari daerah

pedesaan datang karena tertarik pada kehidupan kota tersebut.

Pertumbuhan ekonomi di kota Korintus meningkat dengan sangat cepat. Korintus

sebagai suatu “ledakan”, menawarkan kemewahan, pameran kemegahan, pemuasan hawa

nafsu, dan olahraga. Tetapi secara moral, kota Korintus ini sangat rendah dan merosot. Hidup

seperti orang Korintus adalah suatu kata ungkapan untuk menunjukkan cara hidup yang

paling hina. Kuil dewa Afroditus di Korintus merupakan suatu tempat di mana pernah dihuni

oleh seribu orang imam wanita yang semuanya adalah pelacur bayaran, dan arus perjalan

serta perniagaan, membanjiri kota itu dengan segala jenis manusia termasuk sampah-sampah

STT-Berea | 3
masyarakat dari sekitar Laut Tengah. Kekayaan dan kemiskinan yang sangat, keindahan dan

kebobrokan, kebudayaan dan kenistaan, semuanya hidup bersama-sama di Korintus.2

KONTEKS LITERAL DAN RETORIS

Keadaan jemaat Tuhan di Korintus pada saat itu memiliki pendapat yang berbeda-

beda mengenai perkawinan. Ada anggota gereja yang berpendapat bahwa membujang lebih

baik dan lebih mulia dari pada menikah. Ada jemaat yang beranggapan bahwa mereka telah

berbuat kesalahan/dosa karena menikah. Ada jemaat yang beranggapan bahwa akan lebih

efektif di dalam melayani Tuhan tanpa tanggungjawab dalam pernikahan. Ada jemaat lainnya

juga beranggapan bahwa lebih baik jika seseorang itu menikah, mengingat keadaan dunia dan

untuk menjauhkan diri dari percabulan.3 Jemaat di Korintus tidak memiliki pengetahuan yang

benar mengenai perkawinan, sehingga masalah ini disampaikan kepada Paulus.

Pasal 7 merupakan jawaban dari Paulus mengenai pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh para pemimpin jemaat di Korintus. Para pemimpin jemaat di Korintus telah

menulis surat kepada rasul Paulus untuk menanyakan kepada Paulus tentang masalah

perkawinan. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh jemaat tersebut kepada

Paulus diantaranya ada delapan yaitu tentang salahkah jika seseorang menikah? (ayat 1 dan

2), bolehkah seseorang yang sudah menikah menjauhi pasangannya dan tidak bersetubuh

dengan dia? (ayat 3-5), bolehkah seseorang janda atau seorang duda menikah lagi? (ayat 7-9),

bolehkah seseorang Kristen itu menceraikan suaminya atau sebaliknya? (ayat 10-11),

bolehkah perkawinan di antara seorang beriman dan seorang yang tidak beriman dibatalkan?

(ayat 13-14), apakah peraturan umum yang berhubungan dengan masalah perkawinan ini?

(ayat 18-24), apakah membujang lebih baik/lebih mulia daripada menikah atau menikah lebih

2 Merryl C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1992), 356-357.

3David Prior, The Message of 1 Corinthians: The Bible Speak Today (England: Inter-Varsity

Press,1985), 122.

STT-Berea | 4
baik daripada membujang? (ayat 25-35), dan pertanyaan terakhir dari jemaat ialah apakah

kewajiban seorang ayah terhadap anak gadisnya? Bolehkah ia memaksa anak gadisnya untuk

mendorong atau memaksa anak gadisnya untuk menikah?4

4George A. Hadjiantoniou, New Testament Introductin (Chicago: Moody Press, 1957), 199.

STT-Berea | 5
BAB III
PERATURAN PERCERAIAN MENURUT PAULUS
(I KORINTUS 7:10-11)

I. Paulus Perintahkan Buat Yang Telah Kawin (Ayat 10)

Paulus perintahkan kepada orang-orang yang telah kawin yaitu suami istri yang

seiman khusus di ayat 10 dan 11. Kata kawin yang digunakan dalam bahasa aslinya ialah

γεγαμηκόσιν (gegamekosin) yaitu kata kerja participle maskulin datif aktif jamak dari kata

dasar γαμέω (gameo).5 Jamak di sini berarti bahwa perkawinan itu terdiri dari dua orang dan

bukan satu orang. Dua orang yang dimaksud ialah perkawinan antara laki-laki dan

perempuan. Di dalam konteks sebelumnya yaitu 1 Korintus 7: 3- 4, Rasul Paulus

menjelaskan satu hal penting mengenai pernikahan, yaitu pernikahan merupakan media untuk

memberi, menyerahkan, atau menaklukkan diri kepada pasangan. Dengan demikian, menikah

berarti membuat komitmen untuk memberi yang seharusnya kepada pasangan.

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini memberikan definisi pernikahan yaitu tahap

kehidupan, yang dalamnya laki-laki dan perempuan boleh hidup bersama-sama dan

menikmati seksual secara sah.6 Menurut kamus teologi perkawinan adalah persatuan yang

intim dan saling melengkapi antara seorang pria dan seorang wanita di mana menjadi satu

secara fisik, di seluruh kehidupan.7 Dalam pengertian secara umum pernikahan dapat

5F. Wilbur Gingrich, Shorter Lexicon of the Greek New Testament, ed. Frederick W. Danker, 2nd ed.

(Chicago: University of Chicago Press, 1983), BibleWorks. v.9.

6 J. D Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996), 154.

7 Ralp. H. Alexander, Theological Dictionary Of The Bible (Grand Rapids Michigan: Baker Books,

2000), 510.
STT-Berea | 6
diartikan sebagai hubungan antara satu laki-laki dan satu perempuan di mana keduanya

mengadakan kesepakatan untuk hidup bersama secara sah dan hidup sebagai suami isteri.

Perintah yang pertama yang diberikan Allah kepada manusia adalah untuk menikah dan

berkeluarga. Alkitab berkata bahwa: ”maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-

Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya

mereka (Kej. 1: 27). Dalam teks tersebut jelas sekali disebutkan bahwa Allah sendiri yang

menciptakan pernikahan melalui penciptaan satu laki-laki dan satu perempuan. Karena

pernikahan adalah milik Allah, maka setiap pernikahan harus dibawa kepada Allah sebagai

pemilik yang sah untuk diberkati.

a. Perintah bukan dari dia tetapi dari Tuhan

Paulus sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan dari jemaat yang di Korintus,

dan khusus di ayat 10 dan 11 ini, Paulus mengatakan bahwa perintah ini bukan darinya

melainkan dari Tuhan. Kata yang digunakan dalam bahasa aslinya ialah οὐκ ἐγὼ ἀλλ᾽ ὁ

κύριος, (ouk ego all o Kurios).8 Paulus mengatakan “bukan aku”, di dalam ensiklopedi

Alkitab kata “aku” ini menunjukkan sebuah pengakuan. Kata mengakui ini pertama-tama

dipakai untuk menunjuk pada kepercayaan kepada Kristus. Kata ini juga mengandung aspek

kemauan untuk menundukkan diri, yang lebih dari pada hanya persetujuan mental. Artinya,

mengandung suatu keputusan untuk mengikat diri dalam ketaatan kepada Yesus Kristus

sebagai Tuhan, suatu keputusan berdasarkan karya Roh Kudus.9 Oleh karena itu di dalam ayat

ini juga kemungkinan bahwa Paulus ini sedang menunjukkan ketundukkannya kepada

Kristus. Paulus tidak menunjukkan keakuannya. Dengan mengutip pengajaran Yesus

8Timothy, BibleWorks, v.9.

9________. Ensiklopedy Alkitab Masa Kini., 24.

STT-Berea | 7
mengenai perceraian dalam Matius 19:3-12 dan Markus 10:2-12. Paulus tidak mengatakan

bahwa ini adalah perintah darinya sendiri namun ini adalah perintah dari Tuhan. Ayat ini juga

bukan bermaksud bahwa pernyataan Paulus lainnya itu dari dirinya sendiri dan bukan dari

pengilhaman Allah. Namun, memberikan pendapatnya berdasarkan pimpinan oleh Allah.

b. Seorang istri tidak boleh menceraikan suaminya

Pertama sekali Paulus perintahkan ini kepada seorang istri bahwa tidak boleh

menceraikan suami. Dari perintah ini jikalau diperhatikan muncul pertanyaan kenapa harus

istri yang pertama sekali diperintahkan dalam hal ini, dan bukan suami. Paulus sepertinya

punya maksud akan pernyataan ini. Di dalam ayat ini kata cerai/menceraikan yang digunakan

oleh Paulus ialah χωρισθῆναι (khoriztenai), yaitu kata kerja infinitif aorist pasif. Yang bisa

diterjemahkan “agar diceraikan” karena bentuknya infinitif aorist pasif. Yang berarti bahwa

sang suami tidak boleh diceraikan oleh istri. Dalam hal ini, Paulus sedang bermaksud

menyatakan sesuatu kepada para istri di zamannya atau pada konteks jemaat Korintus. Bahwa

istri tidak boleh menceraikan suaminya. Cerai yang dimaksudkan ialah chorizonai yaitu

depart or leave (berpisah, pergi, meninggalkan). “γυναῖκα ἀπὸ ἀνδρὸς μὴ χωρισθῆναι,”

Sebelum kata choriztenai, ada kata depan yang digunakan yaitu ἀπὸ+genitif yang berarti dari

atau pergi dari sebelah.10 Jadi, Paulus mengatakan kepada istri bahwa seorang istri itu tidak

boleh pergi dari suaminya. Ini bukan menunjukkan bahwa ternyata istri di zaman dulu bisa

atau memiliki hak untuk menceraikan suaminya. Justru sebaliknya, dapat menunjukkan

bahwa wanita atau istri di zaman dulu itu dipandang lemah. Kedudukan seorang istri atau

wanita yang sudah dikawinkan, itu seolah-olah dibeli oleh suaminya dari ayahnya, sehingga

suaminya tersebut menjadi tuannya. Istri hanya tunduk saja kepada suami. Istri tidak berhak

10J.W. Wenham, Bahasa Yunani Koine: The Elements Of New Testament Greek, (Malang, 1987), 24.

STT-Berea | 8
membeli atau menjual, tidak berhak memiliki apa-apa selain mas kawin yang diterimanya.

Istri harus melakukan apa yang menjadi tanggungjawabnya seperti mengelola rumah tangga,

mengambil air, mengumpulkan bahan bakar, meraup jerami yang menyediakan pakaian,

menyiapkan pendidikan umum dan membesarkan anak-anak sampai mereka berusia lima

tahun dan lainnya. Istri juga tidak diharapkan untuk mengambil bagian dalam administrasi

keuangan, bahkan dananya sendiri dikelola oleh suaminya.11 Apalagi masalah perceraian, istri

tidak berhak sama sekali. Seorang istri tidak berhak membeli atau menjual apalagi

menceraikan suami.

Oleh karena itu, dalam ayat ini dapat diketahui bahwa perintah yang diberikan

Paulus mengenai seorang istri yang sebenarnya ialah seorang istri tidak boleh meninggalkan

suaminya, misalnya mau pergi dari suami, pulang ke rumah orang tua, dan lain-lain. Yang

pastinya belum dimaksudkan bercerai, karena seorang istri tidak punya hak untuk

menceraikan. Walaupun istri mau pisah mungkin karena disakiti oleh suami, namun

keputusan darinya tidak dapat diterima. Oleh karena itu, maksudnya hanya untuk pergi saja

dari suami, atau berpisah namun tidak bercerai sudah dilarang oleh Paulus bahwa hal tersebut

tidak boleh meninggalkan suami. Dalam hal ini kata chorizonai yang merupakan kata kerja

pasif menunjukkan bahwa istri itu sebenarnya pasif dalam menceraikan suami. Dia bukan

pelaku dalam hal perceraian karena tidak punya hak, istri tidak bisa menceraikan suami,

makanya Paulus lebih menggunakan kata chorizotenai yang berarti meninggalkan suami dan

bukan bercerai.

c. Seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya

Setelah Paulus memberi perintah kepada tiap-tiap istri di zaman itu, maka

dilanjutkan juga perintah tersebut kepada suami-suami yang ada di Korintus pada zaman itu.

Larangan mengenai perceraian ini juga berlaku kepada suami. Paulus mengatakan juga

11Ralp., 510.

STT-Berea | 9
bahwa suami tidak boleh menceraikan istrinya. Kata cerai/menceraikan yang digunakan

Paulus dalam melarang suami ialah ἀφιέναι (apienai) yaitu kata kerja present infinif aktif.

Dalam hal ini pelaku apienai di sini jelas adalah suami, karena kata kerjanya aktif. 12 Paulus

mengatakan bahwa seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya. Apiemai memiliki

pengertian divorce (bercerai), yaitu bukan hanya sekedar berpisah saja, atau meninggalkan

saja. Tapi kata Apiemai (bercerai) lebih mendalam pengertiannya dari pada kata chorizotenai

(berpisah/meninggalkan tapi belum bercerai). Paulus menggunakan kata Apiemai dalam

memberi perintah kepada laki-laki, bahwa seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya.

Dari kata ini, dapat ditemukan bahwa Paulus hendak memiliki maksud tertentu yang

menunjukkan bahwa otoritas sepenuhnya untuk menceraikan istri ada di pihak laki-laki.

Suami berhak menceraikan istrinya, apalagi kata kerjanya merupakan kata kerja aktif yang

menunjukkan bahwa suami yang aktif atau yang dapat menceraikan istrinya. Tidak seperti

penggunaan kata chorizotenai yang pasif, yang menunjukkan ketidakberhaknya istri

menceraikan suami.

Perceraian sama dengan perzinahan dalam menghancurkan kesatuan pernikahan.

Memulai perceraian atau menikahi orang yang bercerai menghasilkan perzinahan. 13 Paulus

dengan tegas melarang suami-suami yang ada dalam jemaat Korintus supaya tidak

menceraikan istri masing-masing. Perintah yang disampaikan oleh Paulus ini merupakan

perintah yang dari Tuhan Yesus mengenai perceraian yang ada dalam Matius 19:3-12 dan

Markus 10:2-12. Yesus mengatakan bahwa siapa pun yang menceraikan istrinya dan

menikahi orang lain, melakukan perzinaan terhadapnya; dan jika dia menceraikan suaminya

dan menikahi yang lain, dia melakukan perzinahan. Oleh karena itu dalam pernikahan butuh

komitmen untuk menikah dengan satu pria atau wanita seumur hidup, karena dijamin oleh
12Wenham., 65.

13Ralp., 125.
STT-Berea | 10
Tuhan sendiri dan tidak dilonggarkan, apalagi dihancurkan oleh manusia biasa. Karena apa

yang dipersatukan oleh Allah tidak dapat dipisahkan oleh manusia.

Oleh sebab itu suami harus menjalankan apa yang menjadi tugas dan

kewajibannya. Suami adalah kepala dari keluarga, suami adalah kepala dari istri dan kepala

dari setiap laki-laki adalah Kristus. Kepemimpinan seorang suami dalam keluarga adalah

tanggung jawab yang penuh kebajikan tanpa meremehkan sikap merendahkan dan

merendahkan perempuan. Meskipun suami memimpin Kristus sebagaimana Kristus

memimpin gereja, suami tidak memiliki semua hak dan otoritas Kristus. Suami menuntun

istrinya ke arah ketergantungan pada Kristus, bukan pada dirinya sendiri, karena semua

pemimpin manusia semuanya bisa salah. Seharusnya suami memimpin dengan sikap cinta

sperti kasih kristus bagi gereja menjadi contohnya. Sang suami mencintai istrinya seperti

halnya tubuhnya sendiri, memelihara dan menyayanginya.

II. Persyaratan Jika Bercerai (Ayat 11a)

Paulus kembali mengatakan bahwa dan jikalau ia bercerai, dalam bahasa

aslinya ἐὰν δὲ καὶ χωρισθῇ. Dari bahasa aslinya dapat diketahui bahwa ia yang dimaksudkan

di sini ialah “istri”. Karena kata “bercerai” yang digunakan ialah Choriste, kata ini sama

dengan pembahasan di atas tentang kata bercerai yang digunakan Paulus untuk istri. Kata

Choriste merupakan kata kerja subjunctive aorist pasif. Kata subjunctive merupakan kata

kerja bentuk pengandaian yang membayangkan akibat dari sesuatu yang tidak ada atau tidak

terjadi yang dapat berupa harapan, saran atau dengan kata lain makna kata subjunctive itu

berlawanan dengan kenyataan atau fakta.14 Jadi, dapat diartikan bahwa Paulus tersebut

sedang berandai “jika ke depannya nanti terjadi perceraian ”, di mana yang menceraikan

adalah suami dan bukan istri, karena kata yang digunakan di sini subjunctive aorist pasif dan

kemungkinannya adalah suami yang menceraikan. Dapat juga dihubungkan dari konteks

sesudahnya, di mana ketika Paulus selesai menyatakan “Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap
14Peter Salim, Dictionary: The Contemporary Englishh-Indonesian (Media Eka Saputra), 2299.
STT-Berea | 11
hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya” barulah Paulus melanjutkan,

memerintahkan suami bahwa “seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya”. Ini dapat

memberi pengertian bahwa pada intinya juga suami yang memiliki otoritas dalam

menceraikan.

a. Ia harus tetap hidup tanpa suami (ayat 11a)

Paulus membayangkan akibat dari sesuatu yang tidak ada atau yang belum terjadi,

bahwa jikalau harus terjadi perceraian atau dalam hal ini istri meninggalkan suami maka

dalam konteks jemaat Korintus, Paulus mengatakan seorang istri yang sudah bercerai dari

suaminya maka ia harus tetap hidup tanpa suami. Artinya bahwa seorang istri tidak boleh

menikah lagi. Jikalau sudah meninggalkan suami, maka keadaannya harus tetap hidup tanpa

suami. Ini adalah suatu perintah yang tegas dari kata μενέτω (meneto) yaitu kata kerja

imperatif present aktif dari kata dasar μένω (meno) yang berarti seseorang yang tetap berada

di suatu tempat, tinggal, keadaan tetap tidak berubah.

Oleh karena itu Paulus mengatakan bahwa jika perceraian terjadi karena istri

meninggalkan suaminya maka tidak boleh menikah lagi. Ini adalah perintah tegas, yang

menunjukkan bahwa pernikahan adalah hal yang serius dan di dalamnya ada sebuah

komitmen, jadi tidak gampang untuk bercerai. Allah sebagai pendiri lembaga pernikahan

membenci perceraian. Allah tidak membenarkan perceraian. Perceraian bukanlah pekerjaan

Allah tetapi itu adalah pekerjaan iblis yang mencoba menghancurkan umat manusia.

b. Atau ia harus berdamai dengan suami

Dalam konteks jemaat di Korintus, Paulus mengatakan jikakalau istri sudah

meninggalkan suami, masih ada pilihan yang kedua dalam melanjutkan hidup yaitu bisa

berdamai dengan suami. Jika sudah terjadi perpisahan karena istri meninggalkkan suami

maka seorang istri masih bisa berdamai dengan suaminya. Dalam hal ini Paulus

menggunakan kata καταλλαγήτω (katallageto) yaitu kata kerja imperatif aorist pasif dari

STT-Berea | 12
bentuk kata dasar καταλλάσσω Artinya to reconcile, As restoring relationship between

individuals or between God and man reconcile, change from enmity to friendship.15 Yaitu

untuk merekonsiliasi, seperti pemulihan hubungan denggan sesama atau antara hubungan

manusia dengan Allah dan manusia berdamai, di mana suatu hubungan berubah dari

permusuhan menjadi persahabatan. Tentunya hal ini, jika dilihat di belakang maka pastinya

sesuatu telah terjadi yang membuat hubungan menjadi tidak baik. Jadi, dalam konteks kata

reconcile berarti adanya sesuatu yang membuat seseorang meninggalkan pasangannya,

mungkin pada saat itu disakiti oleh suami karena pada umumnya di zaman itu wanita

memang dianggap masih rendah, lemah. Dengan demikian, perkataan Paulus dalam 1

Korintus 7:11 mengenai wanita yang meninggalkan suaminya, Paulus memberikan

kepadanya pilihan di mana masih bisa berdamai dengan suami. Dengan cara mengampuni

suami dan kembali kepada suami.

15Friberg., BibleWorks, v.9.

STT-Berea | 13
KESIMPULAN
Rasul Paulus berbicara kepada istri dan bukan kepada suami bahwa jika ia

meninggalkan pasangannya ia harus berdamai atau hidup tanpa suami, sebab Paulus berbicara

dalam konteks meninggalkan pasangan karena disakiti. Dalam konteks zaman itu, pihak

perempuanlah yang mengalami hal tersebut, dimana kaum perempuanlah atau yang kemudian

karena tersakiti oleh sikap suaminya, memilih untuk meninggalkan keluarganya. Jadi, Paulus

hanya berbicara mengenai kaum perempuan bukan karena ia bersikap diskriminatif, namun

karena konteks waktu itu kaum perempuanlah yang mengalami pergumulan karena kaum

yang lemah.

Pada intinya dalam konteks keluarga Kristen, Paulus sama sekali tidak

memberikan peluang untuk terjadinya perceraian. Jika istri meninggalkan suami (tanpa

perceraian) karena adanya situasi dan kondisi tertentu mungkin disakiti oleh suami, maka

pilihannya ialah ia tidak dapat menikah lagi atau istri mengampuni suami dan berdamai

dengan suami. Begitu pula dengan suami, Paulus memberi perintah bahwa suami tidak boleh

menceraikan istri. Pasangan suami istri yang seiman tidak boleh bercerai, tidak ada alasan

untuk perceraian. Paulus melarang seorang istri meninggalkan suaminya. Karena perceraian

sama dengan perzinahan dalam menghancurkan kesatuan pernikahan. Namun, jikalau

STT-Berea | 14
perceraian memang sudah terjadi maka Paulus memerintah bahwa seorang istri yang sudah

meninggalkkan suaminya tidak boleh menikah, ia harus hidup tanpa suami.

Aplikasi

Sesuai dengan firman Tuhan yang disampaikan melalui rasul Paulus, dapat diketahui

bahwa perceraian antara pasangan yang seiman yang sudah berada dalam Tuhan, tidak dapat

diterima/diijinkan. Di dalam rumah tangga yang sudah berada dalam Tuhan memang masih

bisa timbul masalah, bahkan masalah yang berat sekalipun. Mungkin salah satu pasangan

yang tersakiti, namun bercerai bukanlah solusinya. Tetapi, berdamai dan saling mengampuni

antara satu dengan yang lainnya yang lebih tepat.

Namun, jikalau keadaan yang memaksa untuk bercerai karena masalah yang sudah

tidak bisa diatasi lagi. Sebagai gembala sudah mencoba untuk menyelesaikan masalah

tersebut dengan mempertimbangkan banyak hal, melihat si korban maka jikalau hanya satu-

satunya perceraian yang menjadi solusi maka ada persyaratannya. Sesuai dengan yang

dikatakan oleh Paulus menurut konteksnya yang dibicarakan ialah seorang istri yang

meninggalkan suami maka istri tidak boleh menikah, istri harus hidup tanpa suami. Namun,

penulis mencoba untuk membawa pada konteks masa kini, di mana menurut penulis jikalau

perceraian harus terjadi karena kasus tertentu, maka tidak ada larangan untuk tidak

memperijin menikah lagi dengan orang lain. Namun, ada persyaratannya jikalau mau

menikah, harus membuat komitmen sama Tuhan jikalau tidak mengulang lagi kesalahan yang

sama. Dan penulis bisa mempertimbangkan hal ini, berdasarkan kepekaan terhadap hikmat

yangg Tuhan berikan pada penulis. Intinya ialah penulis tidak sembarangan untuk memberi

ijin atau memberkati orang yang mau menikah lagi terhadap orang lain setelah perceraian.

STT-Berea | 15
DAFTAR PUSTAKA
________. Ensiklopedy Alkitab Masa Kini., 24.

Alexander, Ralp. H. Theological Dictionary Of The Bible. Grand Rapids Michigan: Baker

Books, 2000.

Brill, J. Wesley. Tafsiran Surat Korintus. Bandung: Kalam Hidup,1994.

Friberg, Timothy Barbara Friberg, and Neva F. Miller, Analytical Lexicon to the Greek New

Testament, Baker's Greek New Testament Library. Grand Rapids: Baker, 2000.

Geisler, Norman L. Etika Kristen Edisi Kedua - Revisi: Pilihan dan Isu Kotemporer. Malang:

SAAT, 2000.

Gingrich, F. Wilbur. Shorter Lexicon of the Greek New Testament, ed. Frederick W. Danker,

2nd ed. Chicago: University of Chicago Press, 1983.

Hadjiantoniou, George A. New Testament Introduction. Chicago: Moody Press, 1957.

Prior, David. The Message of 1 Corinthians: The Bible Speak Today. England: Inter-Varsity

Press,1985

Tenney, Merryl C. Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 1992.

Wenham, J.W. Bahasa Yunani Koine: The Elements Of New Testament Greek. Malang, 1987.

STT-Berea | 16

Anda mungkin juga menyukai