Anda di halaman 1dari 16

Sejarah Dogma Gereja di Perhadapkan Dengan Dogma Gereja HKBP

I. Pendahuluan
1.1. Latar belakang

Berbicara mengenai gereja tidak akan pernah terlepas dari dogmanya dimana dogma
dianggap sudah paling sempurna dan statis yang tidak boleh diubah sehingga orang hanya mampu
untuk menerima dan mempelajarinya. Sebagai mana pengertian dari dogma adalah kepercayaan
atau doktrin yang dipegang oleh sebuah agama atau organisasi yang sejenis untuk bisa lebih
otoritatif.1

Sejauh ini, ada begitu banyak perbincangan yang dimunculkan dari keberadaan dogma
tersebut. Sejumlah besar orang pada masa kini berpendapat supaya kekristenan dibebaskan dari
dogma. Perbincangan ini tidak hanya sampai disitu saja, Benhard Lohse dalam bukunya Pengantar
Sejarah Dogma Kristen menyatakan bahwa sejak zaman Pencerahan, ada sejumlah besar orang
yang mengganggap dogma dapat menjadi batu sandungan yang menghalangi mereka dalam
menghayati iman dan hidup. Bahkan Sosialisme Nasional (salah satu Partai di Jerman) justru
bermaksud untuk mendiskonfesionalkan gereja dimana mereka menentang secara khusus apa yang
dipandang sebagai kesetiaan gereja yang sudah ketinggalan zaman terhadap dogma-dogma dan
konfesi-konfesi kuno, dan mereka juga menyuarakan di dalam gereja supaya kekristenan
dibebaskan dari dogma.2

Sejauh ini yang kita ketahui bahwa setiap gereja pasti memiliki dogma atau ajarannya
masing-masing, dan tidak ada yang mampu untuk mengkritisi dogma mereka masing-masing.
Namun, ternyata ada anggota yang menginginkan supaya gereja terbebas dari dogma. Dan dalam
sejarahnya juga tidak semua gereja yang menyetujui adanya dogma dengan kata lain ada juga gereja
yang menolak dogma.3 Oleh karena itu, berangkat dari perbincangan tersebut, sesuai dengan
penugasan yang diberikan kepada kelompok untuk memenuhi tugas dengan topik dogma gereja,
kami memilih judul “Sejarah Dogma Gereja yang diperhadapkan dengan Dogma Gereja HKBP”.
Alasan kami memilih judul demikian, yaitu karena rasa keingintahuan kami terhadap dogma gereja,
dan mengapa HKBP, supaya wawasan kami semakin terbuka terhadap gereja kami sendiri sehingga
menjadi bekal untuk pelayanan nanti.

1.2. Batasan topik

1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/dogma, diakses pada tanggal 9 Februari 2019 pukul 10.15 WIB.
2
Benhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen : Dari Abad Pertama Sampai dengan Masa Kini, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), 2.
3
J. A. B. Jongeneel, Pembimbing ke dalam Dogmatik Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, ), 11.
1
Berangkat dari sejarah dogma gereja, maka tulisan ini mengarah kepada bagaimana
keberadaan, perkembangan dari dogma gereja, dan bagaimana dogma tersebut dihubungkan dengan
dogma yang dianut oleh HKBP.

1.3. Tujuan atau sasaran

Jadi dari batasan topik tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk supaya gereja semakin
mengerti serta memahami bagaimana dogma itu. Supaya gereja tidak sembarangan mengartikan
dogma.

II. Etimologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dogma berarti pokok ajaran tentang kepercayaan
dan sebagainya yang harus diterima sebagai hal yang benar dan baik, yang tidak boleh dibantah dan
diragukan. Dogma juga dapat diartikan sebagai kepercayaan atau doktrin yang dipegang oleh
sebuah agama atau organisasi yang sejenis untuk bisa lebih otoritatif. Istilah dogma berasal dari
Yunani yang bentuk jamaknya dogmata, memiliki arti sebagai pendapat, pandangan (terutama
pandangan dan pendapat dari para filsuf). Masyarakat Yahudi yang berbahasa Yunani telah
menggunakan kata dogma dalam keagamaan, misalnya untuk hukum-hukum dan aturan-aturan
sebagaimana yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dogma merupakan kesimpulan otoritatif yang
diharapkan untuk mengikat kalangan tertentu, keputusan-keputusan publik, ketetapan dari
pemerintah, aturan-aturan dan ketentuan hukum Musa yang berisi sanksi tertentu. Di dalam

2
Perjanjian Baru, kata dogma juga dipergunakan oleh Rasul Paulus (Kolose 2: 14,20 ; Efesus 2: 15),
kata dogma ini juga dapat diartikan sebagai hukum, perintah atau peraturan (Lukas 2: 1).4

Menurut seorang Katolik yang bernama Yesuit A. Deffener, dogma didefenisikan sebagai
suatu kebenaran, sejauh isi dimaksudkan obyektif, dinyatakan oleh Allah dan didefenisikan oleh
Gereja melalui dekrit konsili atau melalui suatu keputusan ex chatedra dari paus atau hanya oleh
pernyataan bahwa dogma itu secara umum diajarkan dalam gereja. Adolf von Harnack seorang
Protestan yang merupakan ahli sejarah dogma menyatakan bahwa dogma-dogma gereja merupakan
doktrin-doktrin dari iman Kristen yang diformulasikan secara logis dan diungkapkan bagi tujuan-
tujuan ilmiah dan apologetis, doktrin-doktrin ini mencakup pengetahuan tentang Allah, dunia dan
penyelamatan yang terjadi melalui Kristus, serta yang menggambarkan isi agama yang obyektif.
Dimana gereja-gereja Kristen menganggap bahwa dogma-dogma itu sebagai kebenaran yang
tercantum dalam Alkitab (atau dalam tradisi) dan terdiri dari depositum fidei.

Dalam dekade terakhir ini, banyak para ahli sejarah dogma dan teolog sistematika telah
meninggalkan konsepsi tentang dogma yang dipegang oleh Harnack, dan menyatakan bahwa dogma
mestinya dipahami sebagai sekedar ungkapan yang bersifat umum dari iman Kristen oleh
persekutuan Kristen dan berkenaan dengan isi penyataan Kristen. Menurut Karl Barth, dogma
seperti yang ditandainya memperlihatkan “penyesuaian dari proklamasi Gereja dengan penyataan
yang disaksikan dalam Alkitab”.Yang menjadi fungsi dari dogma adalah mengaktualisasikan secara
terus menerus pengakuan tentang Yesus Kristus dalam menghadapi permasalahan-permasalahan
dunia. Gereja senantiasa yakin bahwa dalam membuat keputusan-keputusan dogmatis bukan hanya
karena kekuatan sendiri melainkan karena bimbingan oleh Roh Kudus.5

Semua dogmatika, teologi dan pemikiran-pemikiran manusia berasal dari sebuah konteks.
Secara nyata, dogma-dogma gereja memiliki banyak perdebatan. Sebuah dogma memiliki sebuah
sejarah yang mana sejarah dogma itu dimulai dari sebuah konteks yang tidak sama dengan konteks
kita saat ini. Dalam sebuah dogma ada “genese” dan “sejarah”. Dengan kata lain, sebuah dogma
mengenal adanya “kejadian” dan perkembangan (atau yang disebut dengan tradisi). Menurut
George Lindbeck, dogma-dogma gereja bukan merupakan suatu kebenaran yang jatuh dari sorga,
melainkan bentuk kepercayaan yang dimulai dengan mendengarkan cerita-cerita Alkitab dan
dogma-dogma gereja. Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa dogma-dogma gereja atau disebut
sebagai teologi gereja adalah “second order activities”, aktivitas-aktivitas yang datang setelahnya

4
G. C. Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masakini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 11.
5
Benhard Lohse, Pengantar, 6.
3
(setelah kepercayaan). Di dalam sejarah, dogma-dogma sebenarnya adalah hasil dari sebuah diskusi
yang dimulai dengan sebuah konflik (yang tidak terdapat di luar gereja, tetapi di dalam gereja).6

III. Pembahasan
3.1. Terbentuknya Dogma

Apa yang disebut sebagai dogma yang pertama adalah pada keputusan Konsili Nicea tahun
325 M. Pada masa itu, para bapa konsili menyatakan pengakuan iman (konfesi) mereka. Keputusan
Konsili Nicea tersebut memperlihatkan klaim yang hebat dan agung. Pada pertengahan abad ke-4,
kemudian Basil yang Agung memperkenalkan perbedaan antara kerygma dan dogma-dogma
Kristen dalam pengertian dalil-dalil iman. Pada abad pertengahan, gereja Katolik kemudian
memunculkan ajaran tentang depositium fidei, yaitu konsep yang menyatakan bahwa gereja sudah
dipercayakan sebagai wadah kebenaran. Dalam Konsili Trente dan Konsili Vatikan I, katolik
mengklaim bahwa dogma yang mereka miliki adalah dogma yang tidak dapat keliru. Namun
Protestan tidak mengakui secara resmi konsepsi tentang dogma-dogma sebagai dalil-dalil iman
yang tidak dapat keliru. Meskipun Martin Luther dan para reformator lainnya mengakui keagungan
keputusan-keputusan dari gereja purba. Oleh karena itu para reformator sama sekali tidak
memahami keputusan-keputusan konsili sebagai yang tidak dapat keliru, tapi memahami sebagai
pengakuan-pengakuan. Dalam gereja Protestan, dogma lebih dipahami sebagai konfesi doktrinal.
Karena dengan begitulah hubungan antara dogma-dogma dengan apa yang disaksikan oleh dogma-
dogma itu dapat diakui secara layak. Apabila dogma-dogma tersebut dipahami sebagai konfesi-
konfesi, atau konfesi-konfesi doktrinal, maka tidak dapat diragukan bahwa Yesus membuat suatu
klaim yang unik, yaitu bahwa Ia tidak merasa puas dengan hanya sekedar berupaya untuk
mengajarkan ajaran- ajaran, tetapi Ia ingin menantang orang-orang agar berpaut kepada-Nya,
dengan kata lain “mengaku Dia”. Dalam pengertian ini, maka konfesi-konfesi telah ada sejak
pelayanan Kristus.7

3.2. Hubungan Dogma dengan Gereja

Pada saat ini dogma dengan gereja tidak bisa dipisahkan karena sudah menjadi suatu bagian.
Berdirinya gereja menjadi suatu wadah untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran yang dari
Allah, dengan demikian melalui gereja segala pengakuan yang dirumuskan diberitakan oleh Gereja
melalui berbagai jalan seperti Khotbah, kesaksian, katekisasi, kebaktian dan sebagainya, itulah

6
Lucien van Liere, Memutus Rantai Kekerasan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 12-15.
7
Benhard Lohse, Pengantar, 5-11.
4
tujuan dari sebuah gereja yakni memberikan kesaksian tentang kebenaran yang dari Allah.8
Dogmatika sebagai bagian dari gereja mengarahkan jemaat supaya tidak menyimpang dari ajaran
yang benar tentang Allah.

Terbentuknya suatu ajaran gereja di pengaruhi oleh gereja tententu. Dengan kata lain, gereja
memiliki peran penting dalam merumuskan suautu ajaran tertentu. Mengapa demikian?, karena
Tuhan sendirilah yang memerintahkannya melalui murib-murib-Nya. Tuhan mengatakan kepada
murib-murib-Nya akan diberikan anak kunci kerajaan Sorga dan apa yang diikat atau dilepaskan di
bumi, demikian jugalah di Sorga (Mat 16,14).9 Dengan demikian gerejalah yang berwenang dan
menentukan ajaran tersebut, selain itu tidak bisa. Gereja merumuskan suautu ajaran bukan untuk
ada perlunya melainkan menuntut setiap orang untuk percaya kepada hal-hal yang dipahami sendiri
(rasionalis) dan dapat dirasakan hatinya sendiri.10

Menurut Yawangoe, ada beberapa makna dogma itu yaitu pertama, didalamnya terkandung
suatu pengertian yang pasti dan yang berada di atas; kedua, mengandung unsur sosial yang diakui
dalan suautu lingkungan; ketiga, mengajarkan kita tentang dua unsur yang saling terikat yaitu
kewibawaan Allah dan pengakuan iman gereja; keempat, memiliki pemahaman yang luas. Di
dalamnya terkandung upacara dna ritus hingga pada kebenaran etis. 11 Berdasarkan pemahaman di
atas bahwa dogma memiliki kekuasaan untuk menuntut kehidupan manusia untuk di percayai
melalui iman oleh gereja.

Dasar pemberitaan dan asa Gereja adalah Firman Allah. Dengan demikian study dogmatika
menyelidiki pemberitaan yang diusahakan oleh gereja mengenai pemberitaan tersebut. Sebagaimana
B.J. Bolang mengatakan dalam bukunya “dogmatika masa kini” bahwa tidak boleh dogmatika itu
menjadi suatu system yang sempurna dan menjadi milik kita, tetapi dogmatika menjadi study untuk
belajar dogmatis secara terus-menerus yang dilakukan oleh gereja dalam pemberitaannya yang tiada
henti-hentinya.12

Berdogmatika bukan hal yang mudah, harus disadari bahwa dogma yang diajarkan oleh gereja
merupakan hasil pemikiran yang dikembangkan oleh seorang ahli dogmatika berdasarkan Firman
Allah. Hal inilah yang membuat muncul dogma yang berbeda oleh gereja di dunia ini. Akan tetapi
ikhtisar dari teologi dogmatika sebagaimana dilakukan Gerald O` Collins, untuk menguji dan
menampilkan secara khoheren semua ajaran Kristen yang meliputi Trinitas, penebusan dosa,

8
Van Niftrik, G. C dan Bolan, B.J, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013),16
9
R. Soedarmo, Ikthisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),5
10
Soedarmo, Ikthisar Dogmatika, 6
11
https://tounusa.wordpress.com/2011/10/02/dogmatika-fungsi-metode-dan-perkembangannya/
12
Bolan, B.J, Dogmatika Masa, 19
5
anugerah, gereja, sakaramen, eskatologi dan yang lainnya untuk dikerjakan oleh orang percaya. 13
Oleh sebab itulah gereja didunia memiliki aliran ajaran gereja tertentu seperti aliran Lutheran,
Calvinis.

Gereja-gereja Indonesia masih mengadopsi dogma-dogma dari gereja-gereja induk di Eropa,


sehingga terkadang menimbulkan persoalan dimana dogma-dogma gereja di Eropa kurang relevan
dengan gereja-gereja di Indonesia. Salah satu contohnya adalah bagaimana dogma gereja ditantang
untuk menjelaskan hubungan gereja dengan agama-agama lain dan bagaimana juga dogma gereja
memahami masyarakat di tengah-tengah kemiskinan yang masih melanda Indonesia. Dengan
demikian perlu dilakukan suatu tindakan pengkontekstulisasian pemikiran dogmatika sehingga
dapat dirasakan pemeliharan Allah yang kontekstual.

3.3. Aliran-aliran dogma dalam gereja


3.3.1. Aliran Lutheran

Dalam ajaran Luther ( aliran Lutheran) ada beberapa point penting penekanan Luther yang menjadi
dasar pedoman bagi gerja-gereja Lutheran dan kehidupan orang Kristen yang benar:

a. Kebenaran Allah

Kebenaran Allah itu tak lain tak bukan adalah rahmat Allah, yang menerima manusia berdosa
dan putus asa, sekaligus menolak orang-orang yang menganggap dirinya baik dan benar. Artinya
bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasar kasih karunia Allah melalui iman ( sola gratia dan
sola fide).

b. Firman Allah/ Alkitab sebagai satu-satunya otoritas tertinggi dan sebagai sumber ajaran
gereja yang benar ( Sola Scriptura). Dengan demikian seluruh tradisi gereja, yakni
dokumen-dokumen lain selain Alkitab serta berbagai anggapan yang dipelihara berabad-
abad, tidak lagi memiliki kuasa dan wibawanya.
c. Sakramen

Mengenai sakramen Luther dengan sangat tegas mengatakan bahwa hanya ada dua sakramen
yang ditetapkan Kristus sendiri yang dapat kita temukan di dalam Alkitab, yaitu Baptisan Kudus
dan Perjamuan Kudus. Bagi Luther, Baptisan adalah pemberitaan firman Allah sebagai tanda dan
didalamnya terkandung janji Allah yang dimateraikan melalui baptisan. Maka dengan sangat tegas
13
Andreas A. Yewangoe, Studi Dogmatika dari Masa ke Masa, dalam buku: Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di
Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004),8

6
dan berbeda Luther menolak pemahaman/ pandangan kaum Anabaptis yang mengakui tidak adanya
sakramen ( Baptisan dewasa makna sakramen serta Perjamuan Kudus). Ajaran Lutheran tentang
Perjamuan Kudus disebut Konsubstansiasi ( con= bersama-sama; berbarengan; substansi: hakikat,
zat). Artinya kedua unsur perjamuan yaitu roti dan anggur mencakup kedua substansi sekaligus:
hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur, dan hakikat rohani sebagai tubuh dan darah Kristus
yang diterima peserta Perjamuan Kudus secara nyata. menurut Luther penerimaan ini terjadi karena
janji Yesus Kristus pada perjamuan malam terakhir bersama murid-murid-Nya. Ini berarti sangat
berbeda dan telah mengalami pergeseran dari ajaran Roma Katolik : yang biasa disebut dengan
istilah Transsubstansiasi dalam Perjamuan Kudus. ( trans= berubah) artinya ketika firman itu
diucapkan atau diberitakan oleh imam, roti dan anggur berubah wujud menjadi tubuh dan darah
Kristus.14 Hubungannya dengan Firman Tuhan juga dirumuskan secara baru oleh Luther: sakramen
bukanlah saluran anugerah sebagai penjamin keselamatan atas diri kita, melainkan tanda dari apa
yang dinyatakan Allah dalam firman itu. Dengan kata lain, sakramen adalah firman dalam rupa
tanda yang sudah dimateraikan oleh Yesus Kristus, dan sakramen itu kita terima dan kita percaya
hanya melalui iman kita didalam Yesus Kristus. Bagi Luther, sakramen adalah firman yang
kelihatan, atau yang diperagakan. Didalam pemberitaan Firman dan pelayanan Perjamuan Kudus
selalu ditekankan pengakuan dosa dan pengampunan yang disediakan Allah lewat pengorbanan
Kristus.

d. Konfesi Ausburg, buku konkord, katekismus kecil dan katekismus besar Martin Luther.15
e. Jabatan dan Tata Gereja

Berbicara tentang jabatan dan ajaran gereja, ia mengaitkannya dengan pusat atau inti amanat
Alkitab dan dengan hakikat gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman yang telah
diselamatkan Kristus dan yang hidup disekitar Firman dan Sakramen. Setiap jabatan ditetapkan oleh
Allah sebagai pelaksana fungsi pelayanan Firman dan Sakramen. Luther merujuk pada kitab Surat
Ibrani dan 1 Petrus, Luther melihat bahwa secara hakiki tidak ada pemisahan antara kaum klerus
(imam) dan awam ataupun hirearki atau tingkatan diantara jabatan-jabatan gerejawi. Menurut
Luther, didalam PL telah disempurnakan, digenapi, sekaligus diakhiri oleh Yesus Kristus, Imam
besar agung itu. Dengan kematian dan kebangkitan Kristus, manusia tidak lagi membutuhkan
manusia lain untuk berperan sebagai imam, yaitu perantara mereka dengan Tuhan, baik itu
memanjatkan doa ( permohonan, pengakuan dosa, maupun mempersembahkan korban). Yesus
Kristus telah menjadi Imam sekaligus korban yang paling sempurna sekali untuk selamanya.
Berdasarkana Imam dan pengorbanan Kristus semua orang percaya adalah imam. Inilah yang

14
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran didalam dan di sekitar Gereja. ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016),51,53.
15
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di dalam dan disekitar Gereja, 44-45,
7
disebut Luther dengan istilah “ Imamat Am Orang Percaya”. Dengan demikian imam memperoleh
pengertian yang baru : itu bukan lagi jabatan khusus untuk orang-orang tertentu, melainkan fungsi
pelayanan, meneladani Kristus sang Diakonos Agung. Tentu perlu ada pembagian tugas dan jabatan
serta pembedaan bidang pelayanan tetapi semua itu pada hakikatnya adalah sama. Artinya diantara
para pejabat gereja dan warga gereja pun tidak ada perbedaan tingkatan status. Dengan demikian
bagi Luther, Firman dan Sakramen harus merupakan pusat kehidupan gereja dan umat Kristiani.
Maka menurut Luther jabatan terpenting ( tetapi bukan tertinggi) dan yang memerlukan tahbisan
khusus adalah jabatan pemberitaan Firman dan pelayanan Sakramen, dalam hal ini pendeta
( pastor, gembala; poimen) yang dipandangnya sama dengan jabatan uskup dalam gereja Roma
Katolik. Pendeta dalam setiap ibadah memberitakan pengampunan dosa bukan karena mereka
mempunyai kekuatan rohani khusus, melainkan karena Allah mengamanatkan hal itu melaului
mereka. Bersama dengan para penatua ( presbuteroi), pendeta juga menjalankan tugas pengajaran
dan penggembalaan. Sementara itu jabatan-jabatan lain seperti: guru ( pengajar), diaken, pemimipin
nyanyian ( procantor) dst, tidak dianggapnya sebagai jabatan gerejawi yang permanen. Tetapi yang
terpenting bagi luther adalah jabatan-jabatan gereja itu tidak bertentangan dengan inti amanat
alkitab atau Injil, yaitu bahwa setiap jabatan ditetapkan sebagai fungsi pelayanan ditengah
persekutuan umat tebusan Kristus.16

f. Tata Ibadah

Suasana dan liturgi dalam ibadah di gereja-gereja Lutheran tidak banyak berbeda dari gereja
Roma Katolik. Ketika Luther mulai menyelenggarakan sendiri ibadah dijemaat-jemaat pengikutnya,
ia mengikuti pola dasar ibadah gereja Roma Katolik. Benda-benda perlengkapan ruang ibadah
seperti: lilin, patung, lukisan tetap dipertahankan sejauh tidak merintangi pemberitaaan Firman yang
murni dan pelayanan sakramen. Oleh karena itu Stephen Neill, Sejarawan Anglikan dan Pfatteicher
berkata: orang sering terpana ketika melihat bahwa gereja-gereja lutheran di Jerman
mempertahankan hampir semua warisan abad-abad pertengahan, seperti: benda-benda perlengkapan
ruang ibadah, dan berbagai unsur kuno dalam tata ibadah, dan bahkan musik ). Kalender Gerejawi:
dimulai dengan empat minggu advent, minggu-minggu natal, minggu-minggu Epifania dan pasca
Epifania, minggu-minggu pra-Paskah ( termasuk Rabu Abu dan Kamis Putih), Jumat Agung dan
Paskah, minggu-minggu Paskah, Kenaikan, Pentaskota, dan minggu-minggu Triniytatis.

Bagi Lutheraan yang terpenting dalam ibadah adalah bagaimana jemaat mengalami dengan
nyata tindakan penyelamatan Allah didalam Kristus, dan itu hanya bisa dialami apabila kepada
mereka Firman diberitakan dengan murni dan dalam bahasa yang dapat dimengerti jemaat, dan

16
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di dalam dan disekitar Gereja. Hal:54-56.
8
sakramen dilayankan dengan benar. Karena itu jika ada perubahan yang mendasar dibandingkan
dengan tata ibadah Roma Katolik, itu adalah penggunaan bahasa setempat, jadi tidak lagi
menggunakan bahasa latin dalam Khotbah dan nyanyian, dan lebih dari itu Khotbah dijadikan pusat
ibadah sebagai ganti Perjamuan Kudus ( ekaristi). Dalam ibadah setiap minggu harus ada
pemberitaan Firman yang murni sepenuhnya dari Alkitab sedangkan Perjamuan Kudus tidak mesti
diselenggarakan pada setiap ibadah minggu. Sedangkan tentang frekuensi perjamuan Kudus di
gereja Lutheran itu tidak seragam, ada yang menyelenggarakannya pada setiap ibadah minggu
( misalnya: gereja Lutheran di AS), ada yang sekali sebulan, sekali tiga bulan, dan sebagainya.
Tetapi Luther awalnya sama halnya seperti Roma Katolik menekankan bahwa Perjamuan Kudus
harus dilaksanakan pada setiap ibadah minggu. Disamping itu ada hal yang menarik dalam tata
ibadah Lutheran, khususnya dilingkungan gereja Lutheran di jerman yang kemudian dituangkan
dalam buku tata ibadah yang disebut Agenda, nama yang sudah biasa didengar bagi gereja-gereja
Lutheran di Indonesia. Namun yang menarik dalam tata ibadah lutheran yang asli tidak ada
pembacaan Hukum Tuhan ( Dasa Titah ataupun nas-nas yang menggantikannya). Sementara itu
unsur liturgi ini selalu ada dalam tata ibadah minggu gereja-gereja Lutheran di Indonesia.17

2. Aliran Calvinisme

Beberapa pokok ajaran dan praktiknya dalam gereja-gereja Calvinis, kita harus mulai
dengan meninjau selayang pandang inti dan titik-tolak teologi Calvin. Teologi calvin sebagaimana
diringkasnya didalam institutio, dibentuk oleh keyakinannya akan kedaulatan Allah dalam
penciptaaan dan keselamatan, dan kemuliaan Allah sebagai tujuan dari karyaNya maupun dari
bidup dan tugas manusia. Adapun beberapa pokok-pokok besar lainnya dalam teologi Calvin, yaitu
seperti:

1. Calvin juga sangat menekankan bahwa Alkitablah sebagai otoritas tertinggi sebagai satu-
satunya sumber ajaran gereja yang benar ( sola scriptura).
2. Tentang Keselamatan, sama halnya dengan Luther, Calvin juga sangat menekankan
bahwa keselamatan diperoleh hanya karena kasih karunia Allah melalui iman ( sola gratia
dan sola fide). Kemudian ia mengembangkan pemahaman dan ajaran keselamatan ini dalam
suatu wawasan yang biasa dikenal dengan istilah Presdetinasi= ketetapan Allah. Predestinasi
atau penebusan yang terbatas dibangun atas dasar keyakinan akan kedaulatan dan kemuliaan
Allah.
3. Kemuliaan Allah (gloria Dei)

17
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di dalam dan disekitar Gereja. Hal:58-59.
9
Calvin menegaskan bahwa Allah menciptakan dunia dan manusia hanya untuk kemuliaan-
Nya. Karena itu segala sesuatu yang terjadi didunia ini dan segala yang dikerjakan manusia
mestinya bertujuan untuk memuliakan Dia. Tetapi karena manusia dan dunia telah jatuh kedalam
dosa dan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya itu karena itulah Allah terlebih dahulu
mengampuni dan membenarkan manusia, agar manusia dapat kembali memuliakan Dia. Kemudian
penekanan atas kemuliaan ini disusul dengan penekanan atas pengudusan. Manusia yang sudah
diampuni dan dibenarkan karena iman harus berusaha sedapat mungkin menjaga dan
mengupayakan kekudusan hidupnya. Artinya manusia berupaya memelihara kekudusan karena
sudah terlebih dulu telah diampuni dan dibenarkan oleh Kristus. Dengan kata lain pengudusan
( sanctificatio) adalah buah dari pembenaran (justificatio).18

4. Sakramen.

Sama halnya juga dengan Luther, calvin juga mengatakan dengan tegas bahwa hanya ada dua
sakramen yang terdapat didalam alkitab yaitu Baptisan dan Perjamuan Kudus. Tetapi ada sedikit
perbedaan pendapat mengenai Perjamuan Kudus menurut Calvin sendiri. Menurut Calvin,
Perjamuan Kudus adalah Tanda tetapi bukan kosong, sebab tanda ini diberikan oleh Allah melalui
anak-Nya supaya orang percaya melaui roti dan anggur benar-benar dipersatukan dengan tubuh dan
darah Kristus. Karena kelemahan manusia tanda ini mutlak perlu sebagai tambahan kepada Firman
yang diberitakan, sebab persatuan dengan Kristus yang dikaruniakan kepada orang percaya hanya
dapat dimengerti melalui Perjamuan Kudus yaitu upacara makan roti dan anggur. Dalam Perjamuan
Kudus Yesus benar-benar hadir untuk menjadi satu dengan orang-orang percaya dan memperkuat
iman mereka.19 Orang yang makan roti dan anggur akan ikut merasakan sengsara Yesus pada kayu
salib, dan juga pengampunan dosa dan hidup yang kekal. Bagi Calvin Perjamuan Kudus lebih dari
sekedar peringatan kematian Yesus. Calvin tidak setuju dengan pendapat Luther dan ajaran Roma
Khatolik yang mengikat kehadiran jasmani Kristus pada anggur dan roti. Menurutnya secara logis
kehadiran Kristus yang telah dimuliakan tidak hanya dapat terikat pada roti dan anggur, melainkan
juga dialami diluarnya bahkan terlepas dari Perjamuan Kudus. Dalam Perjamuan Kudus kehadiran
Kristus dapat dilihat dengan adanya Roh Kudus setelah Ia naik ke sorga 20. Kehadiran roh kudus
menjadi tanda lahiriah, suata yang efektif yang mengikat manusia pada Kristus dan keselamatan
yang diperolehnya sehingga Perjamuan Kudus tidak mempunyai nilai apa-apa jika terlepas dari
iman.

5. Tata Gereja dan jabatan


18
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di dalam dan disekitar Gereja. Hal:75-78.
19
Johanes Calvin, Institutio, Pengajaran Agama Kristen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,1980),299

20
Benhard Lohse. Pengantar Sejarah Dogma Kristen. Hal:241.
10
Menurut Calvin, didalam gereja ada empat jabatan:

1. Gembala atau pendeta (pastor),


2. Pengajar ( doktor)
3. Penatua ( presbyter)
4. Syamas/ diakaen

Tugas pendeta adalah memberitakan firman dan melayankan sakramen dan bersama dengan para
penatua mengawasi kehidupan jemaat, dan menegur warga gereja yang menyimpang dari ajaran dan
peraturan gereja. Jabatan pengajar mencakup semua fungsionaris gereja yang terlibat dalam tugas
pengajaran yang berhubungan dengan iman kristiani, mulai dari guru agama di sekolah, guru
katekisasi, sampai dengan dosen-dosen teologi.

5. Bentuk struktur tata gereja: presbyterial-sinodal.


6. Disiplin ( siasat) Gereja.

Calvin menetapkan tiga jenis atau tingkat tindakan, sesuai dengan jenis dan tingkat dosa atau
kesalahan :

1. Teguran oleh majelis jemaat.


2. Larangan mengikuti Perjamuan Kudus;
3. Pengucilan dari jemaat yang dilakukan atau diumumkan didepan seluruh jemaat pada
kebaktian umum.

Tujuannya: menurut Calvin tujuan utamanya adalah mempertahankan kekudusan gereja sebagai
persekutuan yang merayakan Perjamuan Kudus, bagi Calvin disiplin berkaitan dengan pengudusan (
sanctificatio). Pembenaran orang berdosa oleh Allah harus dijawab dengan kehidupan yang penuh
ketaatan pada kehendak Allah sebagai ucapan syukur atas kasih karunia-Nya. Jadi disiplin gereja
harus dipahami sebagai upaya memelihara pengudusan didalam gereja, dan sebagai alat untuk
mendorong warga gereja agar hidup dengan mengandalkan pembenaran Allah, sekaligus membantu
mereka yang terancam tersesat agar kembali kejalan yang benar.21

7. Ibadah dan Tata Ibadah

Sesuai dengan isi salah satu pengakuan iman Calvinis yaitu Konfesi Helvetik II ( 1566), ciri-ciri
ibadah Calvinis adalah:22
21
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di dalam dan disekitar Gereja. Hal:80-8 9.
22
Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di dalam dan disekitar Gereja. Hal:89-91.

11
1. Firman Allah dikhotbahkan dengan murni kepada umat.
2. Ruangan dan suasana ibadah harus dibersihkan dari segala sesuatu yang merusak
kehidupan gereja.
3. Benda-benda peninggalan yang didalam gereja-gereja abad pertengahan dianggap
penting dan suci dilarang. Artinya ibadah-ibadah gereja-gereja Calvinis diarahkan pada
tataran kognitif: khotbah yang bercorak pengajaran, ibadah yang harus dipahami oleh
jemaat biasa, penalaran yang logis, perilaku yang tertib, dan suasana yang berdisiplin.
4. Tentang nyanyian.
Dalam gereja-gereja calvinis selama berabad-abad nyanyian yang digunakan dalam
peribadahan digereja-gereja calvinis menggunakan nyanyian Mazmur. Karena menurut
calvin mazmur adalah nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah, mengingat
bahwa mazmur terdapat dalam Alkitab dan dengan demikian merupakan ciptaan Roh
Kudus. Meskipun sekarang sudah banyak disusun buku nyanyian baru, tetapi mazmur
tetap menduduki tempat penting dalam peribadahan.

3.4. Aliran Dogma Gereja HKBP

Huria Kristen Batak Protestan atau HKBP secara resmi berdiri pada tanggal 7 Oktober 1861
oleh Rheinische Missions Gellschaft atau RMG. Akan tetapi Penginjilan pertama ke tanah Batak
sudah dimulai pada tahun 1824 oleh Pdt. Richard Burton dan Pdt. Nathaniel Ward diutus oleh
Baptis Missionary Society dari Inggris. Namun mereka dibunuh oleh orang Batak sebelum mereka
mengabarkan Injil. Sehingga pada tahun 1857 datanglah seorang Pdt. Gerrit van Asselt dari
Belanda. Setelah beberapa tahun ia berhasil dan membaptis orang Batak pertama pada 31 Maret
1861 yaitu Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon. Setelah itu penginjilan ditanah Batak di
lanjutkan oleh Pdt. I.L. Nommensen dari Jerman. Ia merupakan Ephorus pertama HKBP dan juga
dikenal dengan Rasul orang Batak.

HKBP sebagai suatu persekutuan orang-orang percaya yang didominasi orang-orang Batak telah
menjadi sebuah gereja yang diakui oleh pemerintah saat ini. Pada tahun 1940, HKBP melakukan
sinode godang dan memilih Pdt. K.Sirait menjadi Ephorus pertama sehingga sejak tahun inilah
HKBP mandiri dari para Missionaris sebagai pemimpin tertinggi di HKBP, dengan demikian tahun
ini sering disebut dengan HKBP manjujung baringinnna.

12
HKBP mengalami perkembangan dimana pada tahun 1952 HKBP menjadi anggota Lutheran
Wold Federation (LWF) dan juga anggota dari Dewan Gereja Dunia (World Federation Chruch).
Dengan demikian, HKBP mengadopsi aliran ajaran Lutheran. Tetapi dalam kenyataannya gereja
HKBP tidak sepenuhnya mengadopsi ajaran tersebut melainkan juga mengadopsi ajaran yang lain
seperti calvin.

Gereja HKBP memiliki pokok ajaran yang menjadi dasar iman bagi setiap warga HKBP yaitu
Konfensi HKBP tahun 1951 dan tahun 1996 yang di terjemahkan dalam 3 bahasa. Konfessi HKBP
1951 memuat 18 pasal pengakuan Iman sedangkan konsfessi tahun 1996 memuat 17 pasal
pengakuan iman. Pengakuan Iman tahun 1951 dan 1996 tidak jauh berbeda tetapi ada penyesuaian.

Pada pendahulu an pengakuan HKBP dengan jelas diterangkan perumusan pengakuan iman
sangatlah perlu untuk menyatakan iman dan menolak ajaran-ajaran yang sesat. Menurut HKBP
pengakuan iman yang sudah di rumuskan tetapi setiap saat timbul ajaran-ajaran yang sesat
menggoncangkan gereja sehingga timbul pengakuan yang baru. Dengan demikianlah yang terjadi
pada gereja HKBP perlu memikirkan ulang pasal-pasal kepercayaan terhadap ajaran yang sesuai
dengan disekeliling kita.23

Dasar utama dirumuskan pengakuan iman HKBP ialah pengakuan iman yang disaksikan oleh
bapa-bapa Gereja yaitu: 1). Pengakuan Iman Apostolicum; 2). pengakuan Iman Niceum; 3).
Pengakuan Iman Anathasianum. Dari ketiga pengakuan iman ini disimpulkan dan menjadi dasar
bagi warga HKBP untuk menolak dan melawan ajaran yang sesat dan keliru, dan juga dasar bagi
khotbah-khotbah pengajaran dan tuntutan hidup dalam HKBP (Mat 16,16).24 Dengan pemahaman
ini gereja HKBP ingin memahami ajaran dengan cara kontekstual. Tentu HKBP tidak menetapkan
suatu pengakuan yang baru tetapi HKBP hendak memenuhi kebutuhan warga gereja untuk
menghadapi lingkungannya.

Pengakuan Iman tahun 1951 mengalami perubahan pada tahun 1996. Tujuan perubahan ini
tidak jauh berbeda dengan pengakuan tahun 1951 tetapi HKBP hendak menunjukkan jati diri HKBP
melalui Pengakuan Iman ini di seluruh persaudaraan oikumenis. Dirumusan pengakuan Iman HKBP
bukanlah ingin menunjukkan bahwa HKBP berbeda dengan pengakuan gereja mula-mula tetapi
pengakuan Iman HKBP adalah suautu kesatuan dengan pengakuan imann dan ajaran Reformasi
yang diajarkan oleh Marthin Luther, terutama yang terkandung dalam Katekhismus.25 Perumusan
pengakuan iman tahun 1996 juga bukan mengtakan hendak membaharui, merobah atau
menyambung pengakuan iman 1951 tetapi agar bentuknya disesuaikan dengan zaman dan beberapa
23
Pengakuan Iman HKBP Konfessi 1951 dan 1996, (Pematangsiantar: Percetakan HKBP),45
24
Konfessi 1951 dan 1996, 53
25
Konfessi 1951 dan 1996, 118
13
jawaban yang tidak ada dalam pengakuan iman 1951 ditambahkan yaitu tentang manusia,
masyarakat, kebudayaan dan lingkungan.

Ajaran HKBP tidak hanya termuat dalam Pengakuan Iman tetapi juga termuat dalam dokumen-
dokumen HKBP lainnya seperti Aturan dan Peraturan HKBP tahun 2002 yang telah disahkan dalam
sinode godang tahun 2004, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangion (RPP). Dengan demikian,
dokumen-dokumen ini menunjukkan suautu kesatuan yang saling melengkapi dan saling terkait.
Dengan dokumen-dokumen ini jugalah muncul pemahaman yang mengatakan bahwa HKBP is
HKBP yang dituliskan dalam sebuah oleh Pdt. Darwin Lumbantobing (Ephorus HKBP). Dalam
acara bedah buku tersebut, dijelaskan bahwa HKBP is HKBP berarti bahwa HKBP bukan GPIB
atau HKBP bukan GKI atau HKBP bukan Katolik. Maka perkataan HKBP is HKBP bukanlah
membentuk suatu ajaran baru tetapi menunjukka jati diri HKBP berdasarkan dokumen-dokumen
HKBP.

Akan tetapi pada masa sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah dokumen-dokumen
HKBP masih relevan dengan kehidupan jemaat sekarang?. Misalnya, pengakuan Iman HKBP tahun
1951 dan tahun 1996 atau dibutuhkan penyesuaian dengan masa sekarang. Sebagaimana disinggung
di atas bahwa ajaran-ajaran gereja di Indonesia mengadopsi ajaran gereja Eropa termasuk
pengakuan Iman HKBP. Sehingga persoalan-persoalan yang selalu dihadapi gereja belum bisa di
atasi oleh gereja seperti kerukunan umat beragama. Hingga saat ini sangat sering terjadi pengusuran
peribadahan, dilarang beribadah didalam gereja karena tidak memiliki surat izin. Memang secara
keseluruhan ajaran yang termuat dalam pengakuan iman masih relevan tetapi adabaiknya
disesuaikan kembali tertadap tuntutan masa sekarang.

IV. Rekomendasi

Berdasarkan penjelaskan kelompok mengenai ajaran-ajaran gereja Lutheran dan Calvin diatas
bahwasannya Luther dan Calvin merumuskan kembali ajaran gereja berdasarkan situasi dan kondisi
pergumulan gereja pada saat itu : situasi sosio-politik gereja pada masa abad ke-5. Dimana gereja
Roma Katolik yang mendominasi dari segala aspek, baik itu dari segi politik pemerintahan dan
gereja. yang mengkalim supremasi keunggulan gereja Roma Katolik yang mengatakan bahwa tidak
ada keselamatan diluar gereja, dan Paus sebagai pemimpin tertinggi yang dipercaya sebagai wakil
Allah mampu menyucikan orang-orang berdosa dengan pengendaran penjualan surat inguldensia
( surat penghapusan dosa) ditengah-tengan kehidupan gereja kepada jemaat pada saat itu. sehingga
14
terjadi penyimpangan kekuasaan oleh pejabat-pejabat gereja pada saat itu yang membodoh-bodohi
jemaat awam, dan dogma gereja tidak sesuai lagi dengan ajaran Alkitab. Dimana alkitab tidak lagi
menjadi otoritas tertinggi sebagai sumber pengajaran dalam gereja melainkan gereja sebagai
otoritas tertinggi yang berpegang kuat pada tradisi. Inilah yang mendorong Luther dan kawan-
kawan untuk melakukan gerakan pembaharuan besar-besaran ditengah-tengah kehidupan gereja dan
jemaat pada masa itu dengan merumuskan ulang kembali ajaran gereja yang murni dan benar sesuai
dengan ajaran Alkitab. Bagi Luther dan Calvin Alkitablah yang menjadi otoritas tertinggi sebagai
sumber pengajaran dan pedoman kehidupan orang Kristen yang benar ( sola scriptura). Tidak ada
satupun orang yang berdosa yang dapat mengklaim keselamatan itu diperoleh melalui usaha dan
perbuatan baik manusia, tetapi keselamatan sejati itu hanya kita peroleh karena kasih-karunia Allah
yang sangat besar dan yang kita hidupi dalam iman percaya kepada Yesus Kristus ( sola gratia dan
sola fide).

Kemudian kelompok mencoba mengkontekstualisasikannya dengan dogma gereja HKBP


sekarang ini. Bertolak dari latar belakang lahirnya gereja HKBP itu sendiri. Bahwasanya HKBP itu
sendiri itu lahir dari buah hasil penginjilan para missionaris dari eropa dibawah badan misi RMG
yang berpusat di German. Dengan demikian dogma Gereja HKBP itu mula-mulanya dirumuskan
oleh para missionaris berdasarkan konteks situasi dan kondisi pergumulan jemaat pada saat itu yang
sampai saat ini mungkin masih diwarisi oleh Gereja HKBP itu sendiri, baik itu dalam dogma gereja
dan sistem tata ibadah yang dituangkan dalam Pengakuan Iman HKBP 1951 dan tahun1996 hasil
amandemen. Dimana konfesi HKBP 1951 itu dirumuskan berdasarkan konteks situasi, dan kondisi
pergumulan gereja pada masa itu, yang kemudian diperbaharui /disempurnakan dalam amandemen
konfesi HKBP1996 karena berdasarkan kurun waktu yang mungkin dianggap sudah kurang relevan
dengan konteks sekarang ini baik itu dari aspek periodik (tahun), perkembangan
pengetahuan/peradaban manusia yang semakin berkembang, teologi yang semakin berkembang dan
perkembangan zaman yang semakin canggih. Dengan demikian dogma sebuah gereja termasuk
HKBP itu sendiri, dogma gerejanya bisa mengalami pembaharuan/ diperbaharui dan terbuka sesuai
dengan konteks perkembangan zaman dan pergumulan yang dihadapi oleh gereja.

V. Kesimpulan

Thomas Nelson mengatakan dalam bukunya “Structures Of The Church” bahwa Gereja merupakan
dewan Oikumene yang dipanggil oleh Allah.26 dengan demikian bentuk dan tata gereja dibentuk

26
Thomas Nelson & Sons , Structures Of The Church,(Edinburg Toronto: New York 1964),1

15
berdasarkan ajaran yang di imani oleh gereja tersebut. Ajaran gereja yang relevan adalah ajaran
yang sesuai dengan kontekstual, sehinggga gereja hendak menaggapi segala persoalan-persoalan
yang di alami oleh jemaat. Berdasarkan sejarahnya pengkontekstualisasian ajaran HKBP sudah
dimulai sejak kekristenan sampai ke tanah batak. Dengan demikianlah, pada saat ini
pengkontekstualisasian ajaran yang terkandung dalan dokumen-dokumen HKBP. Gereja dan
ajarannya merupakan sesuatu yang terikat sehingga melalui gereja Firman Allah tersampaikan
kepada orang-orang yang percaya kepada Allah.

16

Anda mungkin juga menyukai