Anda di halaman 1dari 42

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA

TINJAUAN TEOLOGIS 2 TIMOTIUS 1:5 TENTANG BAGAIMANA


EUNIKE MAMPU MENURUNKAN NILAI-NILAI IMAN KEPADA ANAK
CUCUNYA SERTA IMPLIKASI BAGI KELUARGA KRISTEN MASA
KINI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teologi Kependetaan

Oleh:

Dorkas Ratu

NIM

PROGRAM STUDI TEOLOGI KEPENDETAAN


JAKARTA
2020

i
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA

TINJAUAN TEOLOGIS 2 TIMOTIUS 1:5 TENTANG BAGAIMANA


EUNIKE MAMPU MENURUNKAN NILAI-NILAI IMAN KEPADA ANAK
CUCUNYA SERTA IMPLIKASI BAGI KELUARGA KRISTEN MASA
KINI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teologi Kependetaan

Oleh:

Dorkas Ratu

NIM

PROGRAM STUDI TEOLOGI KEPENDETAAN


JAKARTA
2020

ii
PROGRAM STUDI TEOLOGI KEPENDETAAN
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : ……………………………………………………………
NIM : ……………………………………………………………
Program Studi : ……………………………………………………………
Menyatakan bahwa SKRIPSI yang berjudul:
…………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………….

Merupakan hasil karya tulis ilmiah sendiri dan bukan karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar akademik di tempat lain.
Saya ijinkan untuk dikelola oleh Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia Jakarta
sesuai dengan norma hukum dan etika yang berlaku.
Pernyataan ini saya buat degan penuh tanggung jawab dan saya bersedia
menerima konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila di kemudian
hari pernyataan ini tidak benar.

Jakarta, 16 Agustus 2020

( ttd dan nama


)

iii
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA

SKRIPSI
TINJAUAN TEOLOGIS 2 TIMOTIUS 1:5 TENTANG BAGAIMANA EUNIKE
MAMPU MENURUNKAN NILAI-NILAI IMAN KEPADA ANAK CUCUNYA
SERTA IMPLIKASI BAGI KELUARGA KRISTEN MASA KINI

Oleh
Nama : Dorkas Ratu
NIM :

Telah disetujui untuk dipertahankan dalam sidang


Jakarta (16/08/2020)

Menyetujui,
Jakarta, Agustus 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sadrach Sugiono Dr. Dony Ch. Chandra, MM


NIDN. NIDN. 2311127801

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teologi Kependetaan

Ivonne Sandra Sumual, M.Th


NIDN 305555555

iv
ABSTRAK

Dorkas Ratu. Tinjauan Teologis Terhadap 2 Timotius 1:5 Tentang Bagaimana


Eunike Mampu Menurunkan Nilai-Nilai Iman Kepada Anak
Cucunya Serta Implikasi Bagi Keluarga Kristen Masa Kini

Penelitian dalam Skripsi ini mengenai surat Paulus yang ditujukan kepada
anaknya Rohaninya Timotius terutama berhubungan dengan 2 Timotius 1:5.
Masalah yang muncul adalah, sebenarnya siapakah yang paling berperan perihal
warisan pendidikan iman dalam diri Timotius? Seperti apa model pendidikan
iman yang dilakukan sejak kecil kepada Timotius sehingga dia menjadi sosok
yang dianggap berhasil dalam pelayanan pengembalaan di kota Efesus. Masalah
kedua adalah orang tua Kristen dinilai kurang memiliki pola, model dan strategi
pendidikan iman yang tepat, benar dan efektif kepada anak-anaknya khususnya di
era disrupsi masa kini
Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini, maka paling tepat
menggunakan metode kualitatif library research. Salah satu alasannya, karena
pokok masalah yang disoroti menyakut kajian mendalam terhadap teks 2 Timotius
1:5, yaitu tentang bagaimana Eunike mampu menurunkan nilai-nilai iman kepada
anak cucunya serta implikasi bagi keluarga Kristen masa kini dalam batasan
sumbangsih pemikiran. Rujuakan utama adalah kitab Perjanjian Baru dan buku-
buku refrensi, namun belum tersusun secara sistematis dan tematis untuk
mengkaji pemikiran dan persepsi Rasul Paulus.

Kata Kunci : Iman, Keluarga, Warisan, Peran

v
PROGRAM STUDI TEOLOGI KEPENDETAAN
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA

LEMBAR PENGESAHAN

Nama :
Nomor Induk Mahasiswa :
Program Studi :
JenjangStudi :
JudulSkripsi :

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan gelar ……………..pada
Program …………………., Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Penguji I : ......................... ...................

Penguji II :........................ ...................

Penguji III :........................ ...................

Jakarta, 16 Agusutus 2020

Ketua Program Teologi Kependetaan Ketua STT Bethel Indonesia

Ivonne Sandra Sumual, M.Th Dr. PurimMarbun

vi
PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang oleh Anugerah dan

kasihNya dalam kehidupan penulis, sehingga diberikan kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia (STTBI)

Jakarta, sampai dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian Skripsi ini tidak lepas dari

pertolongan beberapa pihak yang telah member dukungan, semangat dan doa bagi

penulis selama kuliah di Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia (STTBI)

Jakarta. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Purim Marbun, selaku Ketua STTBI yang telah memberi kesempatan

kepada penulis untuk dapat kuliah di STTBI.

2. Dr. Johni Hardori, selaku PUKET 1, Benaditus Siowardjaya, MBA, M.Th

selaku PUKET 2, Dr. Apin Militia Christi selaku PUKET 3, Dr. Frans Pantan

selaku PUKET IV, yang telah memotivasi peneliti selama penulis kuliah di

STTBI.

3. Dr. JunifriusGultom, selaku Direktur Pascasarjana, yang telah memberikan

arahan dan dorongan untuk penulis menyelesaikan kuliah di Program

TEOLOGI KEPENDETAAN.

vii
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih banyak dan harapan penulis, kiranya

karya tulis ini dapat menjadi berkat bagi pembaca semua

Jakarta, Agustus 2018

Penulis,

Dorkas Ratu

viii
DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan kepada

TUHAN YESUS KRISTUS

sebagai Manajer Agung, Juruselamat, Sahabat, dan Sumber


segala hikmat.

ix
Moto

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi

orang bodoh menghina hikmat dan didikan

( Amsal 1:7 )

x
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL LUAR (COVER) ……………………………………………i


LEMBAR JUDUL DALAM ……………………………………………………ii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………iii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………….iv
ABSTRAKSI ……………………………………………………………………v
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………vi
PRAKATA ………………………………………………………………………vii
PERSEMBAHAN DAN MOTO ……………………………………………….ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..xi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………………..1

B. Fokus Penelitian………………………………………………………………7

C. Pertanyaan Penelitian…………………………………………………………8

D. Tujuan Penelitian...…………………………………………………………...8

E. Manfaat Penelitian...………………………………………………………….8

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Pendidikan Agama Kristen

1. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Kristen

a. Pengertian Pendidikan Agama Kristen ………………………………13

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Kristen ……………………...16

2. Pendidikan PAK Dalam Keluarga ……………………………………….18

3. Strategi Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga……………………19

4. Model Pendidikan Agama Dalam Keluarga ……………………………..19

xi
a. Model Pendidikan Integratif – Inklusif

b. Model Pendidikan Yang Memadukan Tradisionalitas dan Modernitas

Pendidikan

c. Model Pendidikan Yang Berbasis Pada Nilai Kesepakatan antara Ayah

dan Ibu

d. Model Pendidikan Melalui Pola Pendekatan Demokratis

5. Alkitab Sebagai Asas Nilai Pendidikan Agama Kristen

BAB III: METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian……………………………………………………………….23

B. Sifat Penelitian ……………………………………………………………….23

C. Sumber Data………………………………………………………………….24

D. Waktu dan Kegiatan Penelitian………………………………………………24

E. Metode Pengumpulan Data…………………………………………………..25

F. Teknik Analisis Data…………………………………………………………25

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Hasil Penelitian

B. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan..…………………………………………………………………78

B.Saran...………………………………………………………………………..80

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….82

xii
BIODATA…………………………………………………

xiii
xiv
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab satu ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian,

fokus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Keluarga merupakan lembaga pertama di dunia hasil rekayasa Allah.

Melalui keluarga sebagai babak awal Allah berdaulat untuk memenuhi segala

rencananNya bagi manusia yaitu diciptakanNya laki-laki dan perempuan, serupa

dan segambar dengan Allah,1 diharapkan mereka beranak cucuk dan bertambah

banyak; memenuhi bumi serta menaklukkannya, dan berkuasa2 atas seluruh ikan,

burung dan segala binatang yang merayap dibumi (Kejadian 1:26 – 28).3 Jadi,

dalam hakikatnya keluarga mendapatkan mandat dari Allah untuk memajukan,

mengembangkan serta menumbuhkan baik ditinjau dari aspek kualitas dan

kuatitas, perihal pewarisan perilaku sifat-sifat Allah supaya termanifestasi atau

memancar dalam mahluk istimewa cipataan Allah yaitu manusia, baik melalui

1
Dua kata yang dimunculkan secara bersama-sama yaitu gambar dan rupa menjelaskan
representasi yang identik serupa tapi tidak ; William Sanford La Sor, David Allan Hubbard,
Frederic William Bush, Old Testament Survey, (Michigan: Grand Rapids, 1992), 78. Pandangan
yang lain juga mengungkapkan istilah “rupa” agaknya mau memperlemah arti istilah”gambar”
dan mencegah pengertian kesamaan;Kitab Suci Perjanjian Lama, (Flores: Nusa Indah, 1983), 28
2
kata “berkuasa” dalam bahasa Ibrani adalah radah (Ing. Dominion), “menaklukkan” Ibr.
Kabash (Ing. Subdue), sedangkan kata selanjutnya adalah “mengusahakan” (Ibr. abad) dan
“memelihara” (Ibr. Shamar). Mengusahakan yang dimaksud adalah to dress bisa identik dengan
memakaikan pakaian atau bisa juga mendandani sehingga kelihatan cantik. Lalu kata
“memelihara” yang diharapkan sebagai bentuk kata kerja juga yaitu supaya manusia dapat
mememelihara dengan cara menjaganya (to keep). Jadi, makan berkuasa bukan identik dengan
menguasai tapi lebih kepada makna menjaga, merawat atau memelihara.
3
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Perjanjian Lama dan perjanjian Baru (Bogor:
Lembaga Alkitab Indonesia, 2017), 1 – 2.

1
pikiran, perasaan dan kehendak yang tentunya tercermin dalam perilaku sehari-

hari. Jadi, melalui keluarga, moral manusia dibangun, dididik, diajar, dan

diteladani oleh seluruh anggota keluarganya, sedangkan pedoman nilai-nilai asas

pendidikan berbasis kepada ajaran taurat dan kitab Injil.

Kekuatiran yang seringkali muncul adalah munculnya tantangan dari

lingkungan di luar keluarga, khususnya keluarga Kristen yaitu mengenai masalah

hedonisme, konsumerisme, matrealistik, dan individualistik. Masalah ini bukan

saja melanda anak-anak, remaja dan pemuda, bahkan merambah sampai kepada

orang dewasa dan usia masa pensiun. Apalagi manusia hidup di era global masa

kini yang sarat dengan konektivitas internet, digitaliasi, media online, sehingga

manusia dengan mudahnya untuk mengakses seluruh informasi yang tersebar di

seluruh dunia melalui telepon pintar. Basis dan nilai spiritual yang lemah dalam

diri setiap individu, akan mudah menyerap setiap informasi yang diperoleh, tanpa

ada filterisasi, pertimbangan moral dan etis, dan tidak menutup kemungkinan akan

membentuk konsep diri dan perilaku gaya hidup. Memang telepon pintar seperti

pisau bermata dua, yang mampu memberikan nilai manfaat tinggi dalam rangka

meningkatkan produktivitas manusia, efisien dan efektif namun jika disalah

gunakan maka menjadi ancaman buruk dan destruktif. Sebut saja masalah hyper

konsumtif belanja online, membuka akses porno grafi, kasus-kasus predator

pedolfil dimulai dari game online berbasis interaksi chatting, penipuan, maraknya

unsur SARA, pencucian otak, berita bohong atau hoax, dan masih banyak lagi

kasus-kasus kejahatan yang memanfaatkan media online untuk mencapai tujuan

jahatnya. Itu sebabnya mengapa keluarga menjadi benteng terakhir, bahkan

2
bersifat proaktif sebagai wadah penndidikan iman satu-satunya dan selanjutnya

bukan dipengaruhi namun sebaliknya keluar dari sarangnya yang mampu

mempengaruhi dunia dengan nilai-nilai warisan dari Allah berdasarkan amanat

kultural berdasarkan kitab Kejadian Pasal 1: 26 – 28.

Ada yang berpendapat bahwa media dapat menjadikan anak dan remaja

kehilangan jati dirinya dan memperburuk moral perilakunya. Kondisi demikian

akibat masuknya pengaruh hedonisme, materalistis dan konsumtif melalui akses

pintu masuk media. Dikatakannya lagi manusia semakin bersaing, unjuk

kebolehan dan ditambah orang tua kurang memberi pengarahan karena alasan

sibuk, maka inilah yang menjadi akar masalah kiris moral, terlibat dalam berbagai

kenakalan dan bahkan terlibat kasus kriminal seperti narkoba, pencurian,

perkelahian, perampokan dan sebagainya.4

Sebenarnya masalah ini bukan saja terjadi pada masa kini, tetapi semenjak

masa lalu. Fokus masalah yang diindikasin mirip seperti yang dikemukakan di

atas bercermin pada keberadaan jemaat di kota Efesus wilayah Asia yang

digembalakan oleh Timotius yang relatif masih muda pada waktu itu. Timotius

merupakan hasil perkawinan antara ibunya bernama Eunike keturunan Yahudi dan

papanya adalah seorang Yunani. Kira-kira tahun 50 – 60 Masehi, dimana Rasul

Paulus menurut beberapa sumber sedang berada dalam penjara di kota Roma

menunggu eksekusi pemenggalan kepala oleh kaisar guna mengehentikan upaya

gerakan penyebaran iman Kristen yang sudah mengkuatirkan seluruh kerajaan

Roma saat itu, maka Paulus teringat kepada anak rohaninya Timotius untuk
4
Nursalim, M. (2017). Peran Konselor dalam Mengantisipasi Krisis Moral Anak dan
Remaja Melalui Pemanfaatan Media “Baru”. Bikotetik (Bimbingan dan Konseling: Teori dan
Praktik), 1(2), 59-65.

3
memberikan banyak nasihat kepadanya. Mengapa? Ada kemungkinan Rasul

Paulus sedang berada dalam kekuatiran terutama mengenai ajaran Injil yang akan

diselewengkan dengan berbagai ajaran palsu disamping itu pula pembawa berita

Injil itu tentu saja hidupanya harus sepadan dengan apa yang diberitakannya

sehingga muncul nasihat-nasihat praktis kepada Timotius.

Salah satu ayat tulisan Paulus kepada Timoitus berisi nada nasihat yaitu;

“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-

tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku

yakin hidup juga di dalam dirimu.”5 Dalam tulisan Paulus kali ini terindikasi

secara implisit muncul adanya nada kekuatiran akan kondisi di Efesus sebagai

kota metropolis terbesar kedua setelah Roma, terkenal dengan dewa Artemis,

tukang-tukang sihir Yahudi diwakili oleh anak-anak Skewa, dan adanya lalu lintas

perdagangan. Profil singkat ini hendak menggambarkan kondisi gaya hidup

masyarakat diindikasikan sangat glamour, sarat dengan hedonisme, dan pusat

pemujaan dewa. Tentu saja ini menjadi tantangan dari aspek internal terhadap

ekesistensi jemaat saat itu, yang mudah terpengaruh, mendorong adanya

kompromi dan akhirnya sedikit mengabaikan akan nilai-nilai ajaran Injil yang

diwariskan oleh Paulus.

Jika menyoroti aspek internal, maka dijumpai kondisi Paulus yang

mungkin punya pengalaman buruk dengan rekan kerja sebelumnya yaitu Demas
5
Ada kemungkinan Ibunya Eunike adalah perempuan Yahudi yang menerima Kristus
sebagai Mesis Juruselamat kemudian menjadi Kristen. Neneknya Lois pertama kali percaya, sebab
Paulus memberitakan dan mengajarkan iman Kristen mencakup tiga generasi (2 Tim. 1:5). Jadi
baik nenek, ibu dan anak percaya dan bertobat berkat kedatangan Paulus membawa Injil ke Listra.
Tapi sebelum mereka bertobat kepada Kristus, ibu dan nenek dari Timotius merupakan pribadi-
pribadi yang takut akan Tuhan, telah menerima ajaran taurat serta tradisi, sehingga ada
kemungkinan keluarga dari Timotius telah menjalankan pendidikan agama secara turun menurun
bahkan termasuk Timotius telah menerima ajaran kitab suci sejak dia kecil (2 Tim. 3:15).

4
yang telah meninggalkannya dan termasuk yang dianggap sahabat-sahabatnya (II

Tim. 4:10;  2Tim 1:15; 2Tim 4:16). Barnabas dan Markus juga mengalami

perselisihan yang tajam dengan Paulus (Kis. 15:39), sehingga dalam kondisi

demikian dipertemukan dengan Timotius yang sangat belia saat itu kira-kira

berumur 15 tahun dan terlihat mereka sangat cocok. Selama perjalanan Paulus

untuk memberitakan Injil maka Timotius atas seizin orang tua ikut

mendampinginya, dan semenjak itu Timotius banyak belajar dari Paulus yang

akhirnya dipercayakan untuk melayani jemaat di kota Efesus. Jadi, ada

kemungkinan Paulus sangat memahami kepribadian, perilaku, cara berpikir dan

seluruh perawakan dari Timotius. Paulus yang sedang berada di penjara, melihat

kondisi baik secara eksternal dan internal gererja serta diri Timotius maka ada

entah sedikit kekuatiran, kecemasan atau kegalauan dalam dirinya, sebab Timotius

memiliki tanggung jawab besar untuk melanjutkan tongkat estafet ajaran Injil

yang murni sebab Paulus sendiri akan berakhir kehidupannya diujung pedang

(bnd. 2 Tim 4;7).

Jadi, dalam tulisan rasul Paulus di dalam 2 Tim 1:5, secara implisit ada

nasihat dan nada mengingatkan secara halus yang dilakukan kepada Timotius,

namun sekaligus ada keyakinan yang kuat dalam diri Paulus yaitu bahwa

Timotius sanggup dan dapat menghadapi guru-guru palsu, kepiawaiannya dalam

managemen pastoral, mengatur organiasi, deskripsi kerja para penilik, penatua,

bahkan yakin dengan karakter kepemimpinan Kristen yang dimiliki Timotius

meski tergolong relatif masih mudah. Paulus bukan saja menganggap Timotius

5
sebagai anak rohaninya tetapi rekan sekerja Allah dimana mereka sudah saling

mengenal, mengetahui dan saling memahami.

Hal kedua yang dapat dilihat adalah Paulus sangat percaya kepada

Timotius bukan sekedar prestasi pelayanan yang telah dilakukannya, tetapi

mengenai rekam jejak pertobatan dari neneknya Louis. Paulus tentu saja paham

betul keluarga dari Timotius ketika mereka dipertumukan di kota Listra. Salah

satu bagian penting yang ingin dikemukakan adalah bagaimana Louis sebagai

seorang perempuan Yahudi, yang menghormati tradisi nenek moyang, meski

mereka ada di perantauan akan tetapi pembacaan kitab taurat sudah menjadi

makanan mereka sehari-hari. Keluarga mereka adalah keluarga yang takut akan

Tuhan, sangat menghormati Tuhan dan hukum-hukumNya, hal tu terbukti mereka

memelihara taurat Tuhan itu dengan cara mewariskan secara turun-temurun

sehingga sampai kepada Eunike anaknya dan Timotius cucunya. Kehidupan

praktis yang mereka jalani adalah memelihara kesucian hidup, kemandirian,

displin, bertanggung jawab, hidup sederhana, mencukupkan diri dengan makan

dan pakaian sesuai kebutuhan dan mungkin masih banyak lagi pesa-pesan moral

dan perilaku iman secara praktis lainnya yang terus dijaga, dipelihara dan dirawat

secara turun-temurun. Inilaih yang dimaksud dengan prokreasi atau berkembang

biak, bukan hanya menekankan pada aspek jumalah atau kuantitas tapi yang

utama adalah aspek kualitas yaitu bicara tentang gambar diri Allah atau imagodei

dimiliki oleh seluruh anggota keluarga. Jadi, dalam waktu yang sama sebenarnya

Paulus tidak memiliki keraguan lagi dalam diri Timotius sebagaimana yang

dikuatirkan justru terjadi dalam diri Demas. Sebab keyakinan Paulus itu muncul

6
kepada Timotius, justru ketika mengetahui sifat, karakter serta ketulusan iman

yang dimiliki oleh neneknya Timotius yaitu Louis dan bahkan ibunya Eunike.

Selama tiga generasi keluarga Besar Timotius telah membuktikan bagaimana

mereka telah cakap dalam menjawaga dan memelihara iman secara warisan turun

temurun.

Hal yang ketiga adalah Paulus secara tidak langsung memberi nasihat

kepada Timotius, dengan cara mengingatkan kepadanya mengenai apa yang telah

diajarkan oleh Louis dan ibunya Eunike yang tekah dilakukan sejak kecil

kepadanya, supaya nilai-nilai warisan iman tersebut terus diingat, diperhatikan,

dijaga, dan dipelihara baik dalam sikap dan tingkah laku. Kemungkinan hal ini

mengingatkan kepada Timotius supaya berpedoman terus kepada iman tulus atau

murni, sebagaimana telah diperagakan baik oleh neneknya, ibunya bahkan Pualus

selaku bapak rohaninya. Iman murni atau tulus yang dimaksud adalah jenis iman

yang selalu kuat menghadapi kesukarana, penganiyaan berat, godaan, menghadapi

guru-guru palsu dalam gereja dan tanggung jawab untuk menjalankan pelayanan

pengembalaan terutama menghadapi orang-orang yang lebih tua dari dirinya.

Sebagai seorang yang masih muda tentu saja hal ini menjadi tantanga besar dalam

diri Timotius. Sebab dia yang masih muda sarat dengan banyak keinginan dan

berhak untuk menjalani hidup bebas, tetapi harus memikul tanggung jawab besar

dan berat, menyangkali dirinya kemudian mengenakan filosofi gaya hidup seperti

Paulus, seperti seorang prajurit yang mempertaruhkan nyawanya di medan

tempur, tanpa memperhatikan dirinya sama sekali serta memiliki nilai

ketertundukan kepada komandannya. Tentu hal ini bukan hal yang mudah

7
dilaksanakan untuk zaman sekarang. Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini,

pola hidup seperti Timotius kemungkinan hanya didapati hanya sedikit sekali

dikalangan remaja dan keluarga Kristen. Rendahnya pendidikan agama dalam

keluarga yang dipandang sebagai warisan paling penting dalam kehidupan, atau

masih dianggap penting secara sadar namun tidak sedikit banyak orang tua hanya

sibuk dengan pekerjaan, diri sendiri, sehingga dari segi waktu bersama anggota

keluarga, baik waktu secara kualitas dan kuantitas dinilai sangat rendah. Hal inilah

muncul masalah baru karena diiindikasikan penanaman nilai ajaran agama Kristen

dan spiritualiats rendah, membuat anak-anak zaman sekarang mudah teromabng

ambing dengan berbagai ajaran sesat, penyimpangan kepercayaan, degradasi

moralitas, yang pada akhirnya dikemudian hari nilai-nilai iman Kristen semakin

tereduksi oleh waktu, kabur, bahkan tidak bernilai atau dianggap tidak penting

lagi.

Itu sebabnya kunci pewarisan iman dalam keluarga, dilihat dari peran para

orang tua untuk betul-betul menampilkan fungsinya yang menyentuh seluruh

aspek kehidupan. Alkitab menjadi sumber alternatif utama sebagai konsep dan

pertimbangan value guna menjadi landasan proses pembinaan. Seperti hasil

penelitian yang dilakukan oleh Santy Sahartian ditemukan terdapat Pengaruh

positif antara pembinaan rohani dalam keluarga terhadap pembentukan karakter

pemuda berdasarkan Kolose 2:6 – 10.6 Diyakini dan dibuktikan bahwa beberapa

masalah seperti perkembangan perilaku moral, nilai-nilai kejujuran, penanaman

iman dan bahkan sampai pada masalah korupsi dapat diatasi dan diminimalisir

6
Sahartian, S. (2019). Pengaruh Pembinaan Rohani Keluarga Terhadap Karakter Pemuda
Berdasarkan Kolose 2: 6-10. FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, 2(1), 20-39.

8
ketika orang tua betul-betul berperan dengan efektif. Seperti hasil penelitian yang

dilakukan oleh Resa Dandirwalu, yaitu mengenai pembinaan anti korupsi dalam

keluarga Kristen dan Muslim di kota Ambon, ditemukan metode yang digunakan

dengan cara memberi nasihat dan reciprocal (timbal balik). Inti metode tersebut

adalah orang tua memberikan pengetahuan disertai pendampingan kepada anak,

sehingga anak bisa membuat pertanyaan untuk dijelaskan melalui proses dialog.

Agar evaluasi bisa terjadi, anak diberikan kesempatan untuk mengidentifikasikan

persoalan korupsi. Pertanyaan baru dibuat, agar menghasilkan ide/konsep bersama

untuk dikembangkan dan dipraktikan.7

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka fokus penelitian dalam Skripsi ini

adalah:

1. Jika merujuk pada latar belakang teks 2 Tim 1:5, tentang nasihat Paulus

kepada Timotius, maka terlihat sebenarnya Paulus dalam kondisi berada

dipenjara di kota Roma, sedangkan Timotius merupakan satu-satunya

orang yang diandalkan di luar penjara untuk menjalankan tugas

pemberitaan Injil Kristus yang murni dan melaksanakan pengembalaan

secara khusus terhadap jemaat di Efesus. Paulus sangat percaya dengan

kemurnian dan ketulusan iman yang dimiliki oleh anak rohaninya

Timotius, bukan saja karena hasil didikan yang dilakukan oleh Paulus

pada waktu mereka bersama-sama saja. Akan tetapi Paulus sangat

7
Dandirwalu, R. (2018). Pembinaan Anti Korupsi dalam Keluarga Kristen dan Muslim di
Kota Ambon. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 3(1), 91-101.

9
mengetahui ketulusan kemurnian iman yang dimiliki oleh Timotius

sebagai modal tusag pengembalaan, sebenarnya merupakan hasil kerja

keras didikan keluarga yang diwariskan secara turun temurun, dalam hal

ini khususnya didikan yang dilakukan oleh neneknya Louis dan ibunya

Eunike. Masalah yang muncul adalah, sebenarnya siapakah yang paling

berperan perihal warisan pendidikan iman dalam diri Timotius? Seperti

apa model pendidikan iman yang dilakukan sejak kecil kepada Timotius

sehingga dia menjadi sosok yang dianggap berhasil dalam pelayanan

pengembalaan di kota Efesus.

2. Masalah yang muncul saat ini, mengenai keluarga Kristen sedang

menghadapi era global sarat akan digitalisasi berisi segudang informasi

apa saja dengan mudah untuk diakases. Para ahli memandang hal ini

semacam pisau bermata dua, digitaliasi informasi dapat bersifat

konstruktif namun sebaliknya berpotensi besar mengalami destruktif,

terutama bagi remaja. Itu sebabnya Keluarga Kristen sebagai lembaga

pertama bentukan Allah, merupakan lembaga yang diandalkan untuk

menjadi wadah dan sekolah pendidikan iman dengan cara pewarisan turun

temurun kepada anak cucu. Namun persoalan kedua muncul adalah orang

tua memiliki kesibukan tersendiri sehingga tanggung jawab pola asuh dan

penanaman nilai-nilai iman Kristen diindikasikan terabaikan. Selain itu

juga orang tua Kristen kurang memiliki pola, model dan strategi

pendidikan iman yang tepat, benar dan efektif kepada anak-anaknya.

Memang ada buku-buku dan para trainer secara umum melakukan

10
pelatihan yang disebut wadah sekolah orang tua, namun sangat

disayangkan bahwa sumber -sumber refrensi yang digunakan sebagian

besar kurang berbasisi nilai-nilai ajaran Kristen. Jadi, masalah yang

hendak disampaikan adalah minimnya pola, model atau strategi

pendidikan saat ini dalam keluarga yang berbasis nilai ajaran Kristen.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka pertanyaan penelitian dalam Skripsi

ini adalah:

1. Bagaimana pemahaman dan persepsi Rasul Paulus terkait dengan iman

yang dimiliki oleh anak rohaninya Timotius adalah hasil dari nilai-nilai

iman yang diturunkan oleh Louis neneknya dan Eunike Ibunya? Lalu

seperti apa strategi dan prinsip pendidikan Iman Keluarga Timotius yang

dibangun sehingga dapat dijaga, dipelihara bahkan mampu terwariskan

kepada anak cucunya?

2. Bagaimana implikasi praktis mengenai pewarisan nilai-nilai iman

berdasarkan 2 Timotius 1:5 dalam keluarga Kristen di era masa kini?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas maka tujuan penelitian dalam

Skripsi ini adalah:

11
1. Ingin menganliaisis dan mengetahui secara mendalam mengenai

pemahaman dan persepsi Rasul Paulus terkait dengan iman yang dimiliki

oleh anak rohaninya Timotius adalah merupakan hasil dari nilai-nilai iman

yang diturunkan oleh Louis neneknya dan Eunike Ibunya. Selanjutnya

ingin mengetahui strategi dan prinsip pendidikan Iman Keluarga Timotius

yang dibangun sehingga dapat dijaga, dipelihara bahkan mampu

terwariskan kepada anak cucunya.

3. Ingin menganliaisis dan mengetahui secara mendalam apa saja implikasi

praktis mengenai pewarisan nilai-nilai iman berdasarkan 2 Timotius 1:5

dalam keluarga Kristen di era masa kini.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka manfaat penelitian dalam

Skripsi ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Teori-teori pendidikan Imana Kristen dalam keluarga selama ini

diperlukan adanya pembaharuan, pengembangan, dan mengandung unsur

nilai teologis yang dalam. Salah satu cara untuk mengupayakan hal

tersebut adalah dengan cara mengeksplorasi model-model dan strategi

pewarisan iman dari dalam cerita Alkitab. Salah satu buktinya adalah

keberhasilan Louis dan Eunike mewariskan iman kepada Timotius sebagai

generasi penerus mereka. Keberhasilan tersebut mengindikasikan

pentingnya pengembangan teori pendidikan iman Kristen yang alkitabiah,

12
artinya bersumber satu-satunya dari sejarah, fakta, dan makna teologis

tinggi dari Alkitab sebagai sumber satu-satunya. Dari temuan teori ini

diharapkan menjadi salah satu kajian sekaligus kontribusi bagi dunia

akademisi terutama dalam bidang ilmu Pendidikan Agama Kristen.

2. Manfaat Praktis

Penemuan teori dan model strategi pewarisan pendidikan iman kepada

Timotius diharapkan dapat berimplikasi bagi gereja-gereja dan keluarga

Kristen yang sedang membutuhkan model warisan pendidikan iman

berbasis nilai-nilai ajaran Kristus. Artinya dapat bermanfaat tinggi bagi

para orang tua untuk mendidik, mengajar, mengasuh anak-anaknya dengan

cara-cara yang alkitabiah, holisitik, mengandung unsur nilai teologis, dan

terpenting mudah diterapkan. Hal ini bertujuan supaya pewarisan iman

Kristen boleh terpelihara secara turun-temurun, terutama melewati

gelombaang arus global yang tidak mungkin terhindar sebaliknya dihadapi

dengan keyakinan serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

3. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana teologi

kependetaan starata satu di SekolahTinggi Teologi Bethel Indonesia.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

13
A. Hakikat Pendidikan Agama Kristen

1. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Kristen

a. Pengertian Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan dalam bahasa Latin “ducare” yaitu suatu kegiatan atau

pekerjaan “menuntun atau mengarahkan keluar” sedangkan dalam Yunani

pendidikan disebut “pendagogi” dari akar kata “pais” dengan pengertian anak

dan “agi” yang berarti membimbing. Ada istilah lain yang bertalian juga yaitu

“didakhe”; kata “didakhe” berarti pengajaran. Dari tiga istilah diatas maka

dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki makna suatu kegiatan untuk

menuntun orang lain, tentu saja lebih kepada anak, supaya dibimbing, diajar,

dididik, diasuh, dilatih, sesuai atau berdasarkan arah, tujuan, maksud, atau

keinginan baik dari si pendidik itu sendiri atau sumber-sumber lain yang

digunakan sebagai referensi dalam proses pendidikan. Sedangkan dalam arti

yang lebih luas pendidikan berbicara tentang pembelajaran pengetahuan,

ketrampilan, membangun pembiasaan displin, dan pengembangan baik itu

melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa unsur utama dan penting

terkait dengan hakikat pendidikan, antara lain: sebuah usaha sadar dan

disengaja, prosoes pengalaman, membimbing manusia menuju dewasa, proses

penyesuaian dan perkembangan, pembentukan nurani manusia, dan keluar dari

ketidaktahuan. Dari segi teoritik ternyata pendidikan di[ahami secara variatif,

tergantung dari perpektif masing-masing dan pokok landasan pegangannya.

Supaya pengertian pendidikan in tidak bias dan terhindar dari kedangkalan,

14
maka pemerintah Indonesia merumuskan pengertian dari pendidikan itu

sendiri sebagai asuan bersama. Berikut bunyi kutipannya:

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

Ternyata prioritas dari fungsi dan tujuan utama pendidikan bertalian

dengan keagamaan dan karakter peserta didik. Sehingga penting sekali bahwa

segala kajian ilmu pendidikan tidak lepas dari peran hadirnya agama untuk

memberikan makna berarti. Dalam hal ini pengertian pendidikan akan jelaskan

jika dihubungan dengan pendidikan agama Kristen.

Dalam bukunya Pendidikan Agama Kristen karangan E.G.

Homihhausen dan I.H. Enklaar, dijelaskan bahwa tiga kata ini yaitu

“Pendidikan Agama Kristen” sebaiknya tidak dipisahkan dengan tujuan

supaya jelas arah dan maksdnya serta tidak menimbulkan dikemudian har

kehilangan esensinya.8 Seperti di Indonesia dengan penduduk masyarakatnya

yang sangat pluralisme dan majemuk, sehingga terdapat banyal aliran

kepercayaan dan agama, sehingga pendidikan agama Kristen jika hanya

menggunakan istilah pendidikan agama, maka ada kemungkinan orang

memahaminya adalah agama Islam. Mengapa? Karena Indonesia merupakan

penduduk mayoritas beragama Islam. Dalam buku tersebut juga dijelaskan

bahwa pendidikan agama Kristen berbeda dengan pengajaran agama atau

pengajaran Kristen. Itu sebabnya di Amerika, aliran protestan ortodhox tetap

8
E.G. Homihhausen dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2005

15
mempertahankan nomenklaturnya yaitu Christian Education atau Pendidikan

Agama Kristen. Jadi, mungkin maksudnya Pendidikan Agama Kristen berarti

betul-betul pendidikan yang hanya memberikan satu warna saja yaitu nilai-

nilai- atau prinsip ajaran yang bersumber dari kitab Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru. Perjanjian Lama menjadi bagian dalam pengajaran kelompok

Kristen, karena diketahui bersama bahwa Persekutuan Kristen mengambil

dasar agama Yahudi selaku dasar iman Kristen mereka, yaitu perbuatan hebat

dilaksanakan Allah di tengah-tengah umat Israel.9

Jadi, secara sederhana yang dimaksud dengan pendidikan agama

Kristen adalah proses menuntun orang lain keluar dari pemikiran yang lama

dan mengenakan pemikiran yang baru, seperti bangsa Israel dituntun keluar

dari Mesir menuju tanah Kanaan. Hal ini senada juga dengan pernyataan

dalam I Korintus 5:17, Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah cipatan

baru, yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” Ayat

ini tidak sekedar memberikan unsur pendidikan, tetapi ingin menjelaskan

bahwa ketika orang-orang atau peserta didik ada di dalam Kristus, maka akan

mengalami pembeharuan secara utuh dan holistik serta menyentuh seluruh

dimensi kehidupan; terutama terkait dengan pemaknaan baru dalam tujuan

hakiki kehidupan.

b. Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Agama Kristen

Jika dilihat pada konteks kebutuhan masyarakat masa kini, khususnya

di Indonesia, maka tujuan pendidikan agama Kristen pertama dan yang utama

9
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 1

16
adalah membangun serta membentuk karakter, moral, perilaku perserta didik.

Hal ini sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang nasional

terhitung sejak 2005 sampai 2025 yaitu menempatkan pendidikan karakter

sebagai hal yang paling utama dalam rangka mewujudkan visi pembangunan

nasional.10 Jadi, tujuan pendidikan agama kristen perlu sejalan dan se-visi

dengan maksud dari pemerintah Indonesia dalam rangka membangun bangsa,

yaotu pertama-tama dimulai dari membangun manusia berlandaskan citra diri

yang baik, budi pekerti, bermoral, bermartabat, sebagaimana telah diajarkan

dalam setiap agama kepercayaan yang diakui di Indonesia. Menurut Daniel

Nuhamara, Keikutsertaan dalam gerakan pembangunan nasional tersebut

antara lain dengan memberi perhatian yang lebih kepada dimensi karakter dari

upaya pendidikan agama Kristen baik itu dalam gereja sebagai persekutuan

iman, dalam keluarga Kristen, maupun para guru PAK dan Budi Pekerti di

sekolah.11 Selanjutnya dikatakan oleh I Putu Ayub Darmawan bahwa Gereja

(& Keluarga) melalui Pendidikan Kristen memiliki tanggungjawab untuk

membangun pemahaman jemaat menjadi dewasa dalam Kristus sehingga

dapat mengantisipasi dan bersikap kritis terhadap pengaruh postmodern12

Dijelaskan juga bahwa fungsi dan tujuan PAK adalah membebaskan sesuai

dengan muatan makna yang terkandung di dalam istilah pendidikan. Terutama

10
Pokok-Pokok Penjelasan Pers Menteri Negara Ppn/ Kepala Bappenas Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
Https://Www.Bappenas.Go.Id/Files/2113/5230/0886/Pokok-Pokok-Penjelasan-Pers-Menteri-
Negara-Ppnkepala-Bappenas-Tentang-Rencana-Pembangunan-Jangka-Panjang-Nasional-Tahun-
20052025__20081123210638__1294 (Diakses: 17 Januari 2020, Pukl. 10.30 Wib)
11
Nuhamara, D. (2018). Pengutamaan Dimensi Karakter Dalam Pendidikan Agama
Kristen. Jurnal Jaffray, 16(1), 93-114.
12
Darmawan, I. P. A. (2016). Pendidikan Kristen Di Era Postmodern. Jurnal Simpson:
Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, 1(1).

17
sekali, sifat membebaskan ini dirasakan sangat kuat pada pendidikan agama

Kristen, baik PAK sebagai disiplin ilmu atau salah satu mata kuliah/pelajaran

di sekolah dan universitas, maupun PAK sebagai aktivitas pendidikan dalam

kehidupan orang Kristen di gereja, keluarga dan masyarakat. Pembebasan

yang dimaksud adalah membawa naradidik keluar dari kebodohan,

kelemahan, kemiskinan, dan berbagai penindasan.

2. Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga

Konsep dasar pendidikan dalam keluarga Kristen sudah seharusnya

sesuai dengan ketetapan Allah memiliki pengenalan akan Allah sertwa

memwujudkan dalam diri masing-masing individu, baik pikiran, perasaan dan

kehendak sejalan dengan Kristus serta sesuai dengan rancangan awal yaitu

serupa dan segambar dengan Allah. Jika demikian maka peran orang tua,

menjadi kunci utama terwujudnya misi tersebut. Pembiasaan yang disertai

dengan teladan dan diperkuat dengan penanaman nilai-nilai yang mendasari

secara bertahap akan membentuk budaya serta mengembangkan hubungan

dengan Tuhan Yang Maha Esa. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan

sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu,

pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana

yang baik sehingga anak-anak menjadi paham (kognitif) tentang mana yang

benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa

melakukannya (psikomotor).13 Selanjutnya menurut Dwiyanti, Keluarga

13
Permono, H. (2013). Peran orangtua dalam optimalisasi tumbuh kembang anak untuk
membangun karakter anak usia dini.

18
berfungsi mengembangkan moral anak yang dibentuk secara sosial melalui

accepting, preserving, taking, exchanging dan biophilous.14 Saran peran seperti

ini merupakan hasil dari proses pembelajaran orientasi peran dan pendidikan

yang dilaksanakan dalam keluarga menurut teori Kohlberg.

3. Strategi Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga

Secara umum dalam teori pendidikan yang dikaji, diteliti dan

dikembangkan bahwa orang tua sebagai satu-satunya penentu kemajuan dan

perkembangan dalam sebuah rumah tangga. Iotu sebbanya strategi pendidikan

agama dapat berjalan dengan baik jika, orang tua menunjukkan sikap

keteladanan atau role model, pola asuh yang fungsi baik yang diukur melalui

pemenuhan kebutuhan keluarga, antara lain: kebutuhan biologis, fisologis,

sosio-emosional, sandang, pangan dan terutama kebutuhan spritualitas yaitu

semangat hidup Kristus yang terkandung nilai-nilai ajaran Injil.

4. Model Pendidikan Agama Dalam Keluarga

Model atau bentuk atau pola pendidikan telah banyak dikenbangkan,

baik melalui kajian literatur, penelitian, eksperimen dan grounded research.

berikut ini adalah model-model pendidikan yang kembangkan, terutama

terkait dengan pendidikan agama.

a. Pendidikan Integrtif – Inklusif. Pertama, proses pendidikan harus

menumbuhkan kepedulian sosial-normatif, membangun penalaran

14
Dwiyanti, R. (2013). Peran Orangtua dalam Perkembangan Moral Anak (Kajian Teori
Kohlberg).

19
obyektif, dan mengembangkan perpektif universal pada individu; kedua,

pendidikan harus berorientasi pada penyemaian strategis, yaitu kualitas

pribadi individu yang konsekuen dan kokoh dalam keterlibatan peran

sosial.15

b. Model pendidikan yang memadukan tradisionalitas dan modernitas

pendidikan. Dalam sebuah penelitian pondok pesantren Islam ternyata

ditemukan mengenai model blended sperti ini yang bertujuan supaya

Tercipta pendidikan yang inklusif, ramah, tidak kaku, moderat, yakni

Islam yang bernuansa perbedaan dan sarat dengan nilai-nilai multikultural.

Tujuan utamanya adalah menjujung tinggi sikap toleran.16

c. Model Pendidikan yang berbasis pada nilai kesepakatan antara ayah dan

ibu. Jadi, pertama-tama yang perlu dipikirkan adalah nilai-nilai apa saja

perlu dibangun dan disepekati oleh ayah dan ibu sebelum hal itu

diterapkan. 17

d. Model pendidikan melalui pola demokratis. Ide pertama dikembangkan

model pendidikan ini oleh tohoh bernama Friederich Wilhem Frobel (1782

– 1852). Pola pendidikan demokratis pertama kali diperkenalkan langsung

ditentang oleh pemerintah setempat, bahkan sekolahnya ditutup. Ciri

pendidikan ini adalah : 1) anak didorong untuk supaya aktif sehingga bisa

produktif; 2) menciptakan kebebasan atau suasana meredeka; 3)

15
Hakim, L. (2012). Model integrasi pendidikan anti korupsi dalam kurikulum
pendidikan islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, 10(2), 141-156.
16
Maksum, A. (2015). Model pendidikan toleransi di pesantren modern dan salaf. Jurnal
Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies), 3(1), 81-108.
17
Siggih D. Gunarsa & Y. Singgih Gunarsa, Psikologi Praktis, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2004), 2

20
pengamatan dan peragaan dengan tujuan untuk mengemabngkan seluruh

panca indra.18

5. Alkitab Sebagai Asas Nilai Pendidikan Agama Kristen

PAK itu dimulai dengan terpanggilnya Abraham menjadi nenek-

moyang umat pilihan Tuhan, bahkan PAK berpokok pada Allah sendiri,

karena Allah yang menjadi pendidik Agung bagi umat-Nya.19 Keberadaan

terbentuknya pemikiran orang-orang Kristen pertama tidak lepas dari

pengaruh nilai dan budaya 3 negara, yaitu : Yahudi, Yunani dan

Romawi.beberapa pemikir terkenal saat itu ada Plato, Aristoteles, dan

Quintilianes. Tiga tokoh ini mewakili Yunani -Romawi, sebagai bagian dari

dasar pendidikan agama Kristen.20 Sedangkan pendidikan Kristen terutama

dalam hal keyakinan dan ritual keagamaan did asari oleh Teologi pendidikan

agama Yahuidi. Umat yahudi sendiri dan terutama dalam keluarga, khususnya

ayah ditugaskan untuk menyampaikan kekayaan iman Yahudi kpeada setiap

angkatan baru (Ul. 6:4 – 9). Rungak lingkup pendidikan agama Yahudi adalah

inti dari kegiatan sehari-hari. Para orang tua wajib menjadi pelajar seumur

hidup. Hal utama dalam pendidikan agama Yahudi adalah pegalaman

perjumpaaan antara umat Allah dan Allah sendiri sebagai fakta dalam realita

kehidupan. Adapun tujua dari pendidikan agama Yahudi adalah: mengingat

perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan oleh Allah pada masa lampua,

membimbing guna memenuhi syarat perjanjian, dan pemelirahaan ciptaan.21

18
Anita Yus, Model pendidikan anak usia dini, (Jakarta: Perpustakaan nasional, 2011), 2
19
E.G Homrighausen & I.H. Enklaar, 1
20
Roberl L. Boehlkhe, 18
21
Robert R. Bolkhe, 23 - 24

21
Para pengajar utama mereka dalah Imam, nabi dan kaum bijaksana. Salah satu

pokok pendidikan utama mereka adalah dasar teologi pendidikan agama

Yahudi yang mencakup tiga ajaran, yaitu bangsa yang terpilih, pernyataan,

dan ajaran tentang manusia

Untuk menyoroti pendidikan agama dalam kitab Perjanjian Baru, maka

pertama-tama melihat keberadaan Yesus sebagai pusat pendidikan. Misalnya

soal gaya mengajar Yesus dengan berbagai pendekatan: ceramah, bimbingan,

menghafalkan, pewujudan, dialog, studi kasus, perjumpaan, dan perbuatan

simbolis.22 Lima macam pokok yang disorot yaitu soal: ajaran teologis,

pengajaran etis, petunjuk-petunjuk mengenai jabatan gerejawi, perkataan

Yesus, dan perlunya bersandar kepada Roh Kudus.

6. Penelitian Yang Relevan Seputar Teks 2 Tim. 1:5

(dirai berdasarkan jurnal-jurnal berbasis penelitian; disarankan dari jurnal

bereputasi baik dari dalam maupun luarnegeri)

22
80

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bukan dengan pendekatan metode kuantitatif tapi

menggunakan metode kualitatif library research. salah satu alasannya, karena

pokok masalah yang disoroti menyakut mengenai kajian mendalam terhadap teks

2 Timotius 1:5, yaitu tentang bagaimana Eunike mampu menurunkan nilai-nilai

iman kepada anak cucunya serta implikasi bagi keluarga Kristen masa kini dalam

batasan sumbangsih pemikiran. Dengan demikian, penelitian ini tidak terlalu

membutuhkan data lapangan, sebab yang akan dibahas adalah pemikiran dan

23
konsepsi yang ditulis oleh Rasul Paulus sehingga dlakukan penelitian

kepustakaan.

B. Sifat Penelitian

Sesuai dengan target yang ingin dicapai, maka penelitian ini bersifat

deskriptif-analitis, karena bahan kajian atau rujukannya sudah ada baik kitab

Perjanjian Baru dan rujukan buku-buku refrensi, namun belum tersusun secara

sistematis dan tematis untuk mengkaji pemikiran dan persepsi Rasul Paulus. Sifat

deskriptif menunjukkan bahwa penelitian ini termasuk jenis penelitian yang

bertujuan untuk menjabarkan ayat-ayat dan makna yang dinilai tepat dari hasil

pemikiran Rasul Paulus, selanjutnya menjadi landasan Teologi & Reflekesi

implikatif terhadap pendidikan agama Kristen dalam keluarga masa kini.

Sedangkan sifat analitis berarti ayat tersebut akan dianalisis secara kritis

menggunakan teori semantik dari dua aspek, teks dan konteks (tafsir). Penelitian

ini dapat dikategorikan sebagai basic research yang merupakan penelitian dasar

dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, dan termasuk applied

research yaitu mencari cara untuk menyelsaikan permasalahan di tengah

masyarakat.

C. Sumber Data

Untuk memperoleh keabsahan data dan informasi, penelitian ini

mempergunakan dua sumber, yakni sumber primer dan sumber sekunder. Sumber

primer yang digunakan adalah Kitab Perjanjian Baru. Meskipun penelitian ini

24
berkenaan dengan kajian Alkitab Perjanjian Baru, namun memahami makna

dibalik teks-teks kitab dibantu dengan teks Bahasa asli, kamus, ensiklopedi, buku-

buku tafsir, berbagai referensi, buku literatur dan jurnal. Adapun sumber sekunder

yang digunakan yang berkaitan adalah pemikiran para tokoh dan ahli dibidang

ilmu, nara sumber tokoh-tokoh gereja, para teolog, guru, pendeta, gembala, dosen

pembimbing dan jemaat gereja.

D. Waktu dan Kegiatan Penelitian

Direncanakan wak tu penelitian dilakukan selama 6 bulan, terhitung dari

Januari 2020 – Juni 2020. Adapun kegiatannya, antara lain: ujian proposal,

pembimbingan, latar belakang dan teori, penjabaran rencana metode penelitian,

melakukan riset perpustakaan, penyusunan laporan hasil penelitian, persetujuan

pembimbing, dan siap diujikan.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai di dalam penelitian ini ialah

metode dokumentasi/Literatur. Dokumentasi atau literatur yang dimaksud adalah

catatan peristiwa yang telah berlalu, wujudnya dapat berbentuk tulisan, gambar,

atau karya monumental seseorang, seperti buku, catatan harian, biografi, foto,

video, film, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi akan

dipakai untuk mengumpulkan data-data tentang konsep dasar dari pemikiran

Rasul Paulus terkait dengan pewarisan iman yang dilakukan kepada Timotius.

Proses pengumpulan data dijalani dengan beberapa cara, antara lain dengan

25
membaca, mencatat, lalu mendeskripsikan dan menyusunnya secara sistematis.

Selain itu ada kemungkinan menerima saran dan masukan dari pada pembimbing,

pendeta, guru, dosen dan gembala.

F. Tehnik Analisis Data

L. J. Moleong menyatakan, pada dasarnya analisis data adalah sebuah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan rumusan

kerja seperti yang disarankan oleh data. Teknik analisis data dalam penelitian ini

memakai metode interpretasi atau tafsir teks. Interpretasi ialah proses menafsirkan

atau menunjukkan arti, yaitu mengungkapkan, menuturkan, serta mengatakan

sesuatu yang merupakan esensi realitas. Penafsiran adalah memberikan makna

kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara

berbagai konsep dan menggambarkan perspektif penelitian. Metode yang dipakai

adalah tematik.

Hasil dari analisis data akan dinarasikan pada bab 4 serta menguraikan

dalam pembahasan. Selanjutnya bab 5 (lima) sebagai penutup untuk mempertegas

jawaban dari pertanyaan penelitian serta saran-saran ke depan terutama

menyangkut atau terkait dengan penelitian lanjut.

26
BAB IV

TEMUAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Temuan Hasil Penelitian

(Uraikan hasil eksegesi, tafsir, dan berbagai pendekatan terhadap teks dan

kitab Timotius 1 dan 2 kemudia narasikan sekitar 25 - 40 halaman untuk

menjawba pertanyaan penelitian di bab 1)

B. Pembahasan Hasil Penelitian

(uraikan narasikan 15 – 25 halaman tema yang dipilih dalam temuan hasil

penelitian untuk dibahas secara mendalam dibandingkan dengan teori-teori

yang ada di bab 2, selanjutnya berikan pandangan peneliti; misalnya

27
Rekomendasi pemikiran, temuan praktis atau temuan teoritis walau masih

bersifat)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

(maksimal 2 halaman)

A. Kesimpulan

(uraikan kesimpulan yang bertalian dengan pertanyaan penelitian, tujuan serta

manfaat penelitian; sebaiknya bukan bahasa pengulangan dari bab 4)

B. Saran

1. Saran Penelitian Lanjut

2. Saran Praktis

28

Anda mungkin juga menyukai