Anda di halaman 1dari 14

Nama : Argika Chandra Pasaribu

Arnon Romalis Sitepu


Vitasari Kesia Br. Sembiring
Tingkat/Jurusan : V-C/ Teologi
Mata Kuliah : Teologi Kontekstual dan Kontemporer
Dosen : Dr. Rohny Pasu Sinaga Kelompok. I

Pendekatan Kontekstualisasi Eropa


(Peranan Teologi Eropa, Teologi Pengharapan Jurgen Moltmann)

I. Pendahuluan
Teologi Kontemporer yang akan di bahas dalam pembahasan kita saat ini adalah
Teologi Kontekstualisasi Eropa yang di perjelas dengan adanya Teologi
Pengaharapan Jurgen Moltmann. Pembahasan yang akan meliputi latar belakang
Teologi Pengharapan, pemikiran-pemikiran yang muncul pada tokoh-tokoh penganut
teologi pengharapan, pemikiran-pemikiran yang muncul pada tokoh-tokoh penganut
teologi pengharapan dan tangggapan penulis tentang teologi pengharapan ini.
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Teologi Kontekstual
Menurut Eka Darmaputera (1988,9), semua teologi pada hakikatnya bersifat
kontekstual. Namun, dalam kenyataannya ada banyak pemahaman atas Teologi
Kontekstual. Menurut Bevans, secara etimologis, teologi adalah pengetahuan
tentang Allah, tetapi pada akhirnya Allah tidak dapat dikenal melalui konsep-
konsep dan gambaran-gambaran yang dibuat manusia, sebab Allah adalah misteri
yang tidak terpahami dan tidak bisa dilukiskan.1 Istilah kontekstual berkaitan
dengan konteks dan teks. Menurut Sigurd Bergmann, istilah konteks menunjuk
pada apa yang mengelilingi (dalam bahasa Latin. Con) suatu konteks. Konteks
berarti bagian-bagian dari sebuah kata yang mendahului dan mengikuti teks, yang
berguna untuk memahami teks tersebut. Sekarang istilah konteks menunjukkan
situasi social, budaya dan ekologi di mana di dalamnya berbagai peristiwa terjadi.
Sementara itu teks teologis masuk ke dalam konteks yang lebih luas melalui

1
Jan S. Aritonang, Teologi-Teologi Kontemporer,(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2018), 245
tradisi-tradisi dan keadaan-keadaan yang kemudian berpengaruh pada situasi
kompleks dari pengarang dan pembaca.
Bevans mendefinisiakan Teologi Kontekstual sebagai usaha berteologi yang
berusaha memahami iman Kristen di dalam konteks khusus. Teologi Kontekstual
adalah refleksi iman berdasarkan tiga sumber teologi (loci theologici) : Kitab
Suci, tradisi, dan pengalaman manusia masa kini (konteks). Penambahan sumber
teologi ketiga dilakukan berdasarkan revolusi pemikiran dan pemahaman bahwa
teologi bersifat subjektif, bukan objektif. Teologi Kontekstual memahami teologi
sebagai sesuatu yang sangat subjektif yang dibangun di dalam konteks budaya
dan historis. Oleh karena itu, konteks memengaruhi pemahaman tentang Allah
dan semua ekspresi iman manusia. Demikian pula dengan Alkitab dan tradisi,
keduanya dihasilkana dari berbagai konteks manusia, yang kemudian dibaca dan
ditafsirkan di dalam konteks tertentu dari setiap individu atau kelompok. Jadi,
berteologi kontekstual berteologi dengan mempertimbangkan dua hal: pertama,
pengalaman iman di masa lampau yang tercatat dalam kitab-kitab suci dan yang
terus dipertahankan dan dipelihara dalam tradisi.2
II.2. Konteks Teologi Eropa
Peristiwa Pencerahan (Aufklarung atau Enlightement) di Eropa pada abad ke-
18. Pada peristiwa tersebut terjadi perubahan dramatis dalam kebudayaan Eropa.
Di Eropa orang makin percaya pada terang akal dan daya pikir. Akal dipandang
sebagai terang yang membimbing manusia. Semua tradisi dalam berbagai bidang
kehidupan (termasuk politik dan ilmu pengetahuan) diteliti secara kritis dalam
terang akal budi. Pencerahan ini di samping mempengaruhi politik, ilmu
pengetahuan, dan pendidikan, juga mempengaruhi gereja. Semua tuntutan
terhadap kekuasaan dikaji dan diteliti dalam terang akal budi. Apa yang
sebelumnya diterima sebagai hukum ilahi mulai dipertanyakan. Makin banyak
bidang kehidupan yang tidak lagi dikuasai oleh gereja atau didominasi ajaran
agama (proses sekularisasi). Ilmu teologi pun dipengaruhi oleh paradigma ini.
Di samping Pencerahan, ada hal lain yang mempengaruhi teologi modern
Eropa, yaitu peristiwa-peristiwa yang terjadi pada abad ke-20. Beberapa peristiwa

2
Jan S. Aritonang, Teologi-Teologi Kontemporer, 246-247
tersebut antara lain pecahnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1914. Perang
Dunia Pertama merupakan pengalaman kolektif bagi manusia Eropa dan Amerika
bahwa zaman baru sungguh-sungguh telah mulai. Mereka kehilangan nilai-nilai
yang dijunjung tinggi sebelumnya. Kebenaran yang dianggap kebenaran yang
tertinggi selama berabad-abad hancur dengan tiba-tiba. Di samping pengalaman
pahit, abad ke-20 juga memperlihatkan beberapa perkembangan yang sangat
dahsyat dan luas, yang tidak ada bandingannya dalam seluruh sejarah umat
manusia. Hal yang sangat menonjol adalah perkembangan di bidang teknik.
Perkembangan dari kapal terbang sampai pesawat ruang angkasa; dari kereta kuda
sampai mobil-mobil paling mewah; perkembangan komunikasi sampai kepada
transistor dan TV.
Demikian juga perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Hampir setiap
bidang ilmu berkembang dengan dahsyat bila dibandingkan dengan masa-masa
sebelumnya. Misalnya dalam bidang ilmu kedokteran, ilmu alam, ilmu hayat,
sosiologi, dan seterusnya. Pada abad ke-20 juga ada pertambahan jumlah
penduduk yang sangat besar, kemerdekaan bangsa-bangsa baru atau dengan kata
lain akhir dari kolonialisme dan imperialsme abad-abad sebelumnya. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa pada abad ke-20 ini memperlihatkan beberapa
perkembangan yang sangat besar sehingga menggoncangkan struktur, bukan
hanya dari salah satu bangsa atau benua tetapi struktur seluruh dunia. Tidak
mengherankan bahwa beberapa perkembangan tersebut ikut juga mempengaruhi
pemikiran-pemikiran teologi.3
Pelbagai aliran teologi Protestan juga memberi penakan pada suatu otonomi
yang berasal dari dominasi Romawi dan Latin dan mengaitkan diri dengan
masalah-masalah nasional yang dihadapi bangsa-bangsa atau kekusasaan-
kekuasaan politik mereka. Mereka mempertahankan perbedaan-perbedaan dengan
Katolisisme dan di antara mereka sendiri mengenai soal-soal seperti dasar
anugerah dan penebusan, sakramen-sakramen, tugas gereja, dan otoritas gerejawi.
Namun, semua yang berawal di Eropa atau Amerika Utara berada dalam kerangka
umum lingkup dominasi kapitalis barat yang berkulit putih. Setelah Revolusi

3
Oranje, L., Sejarah Ringkas Theologia Abad XX (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 10-11.
Rusia pada tahun 1917 dan pembentukan rezim-rezim sosialis di seluruh Eropa
Timur, gereja-gereja Ortodoks di sana mengembangkan perspektif-perspektif
teologis yang sejalan dengan sebuah kritik terhadap kapitalisme dan imperialism.
Mereka mengembangkan orientasi-orientasi teologis yang sesuai dengan keadaan
ideology umum dan struktur sosial dari negara-negara sosialis mereka didominasi
Marxis. Mereka menyokong perjuangan bangsa-bangsa tertindas di negara-negara
lain yang melawan kapitalisme dan neo-kolonialisme. Akan tetapi, mereka pun
kurang bergairah mengembangkan suatu teologi yang melontarkan kritik profesis
atas negara-negara mereka sendiri.4
Pandangan teologi Eropa yang memiliki jangkauan pendek ini mendukung
judul tesis Schoof: Terobosan. Kendati begitu pandangan Asia dari jarak yang
kritis menghasilkan gambaran yang cukup berbeda. Terobosan yang
sesungguhnya dalam teologi Barat sebenarnya datang dari kritik Amerika Latin
yang juga memilki “tradisi ilmiah” yang dengan bangga disinggung oleh Schoof.
Keterbukaan pada dunia yang dicapai para teolog Eropa sampai tahun 1960, yaitu
melalui dialognya dengan filsafat kotemporer hanyalah merupakan pembaruan
kecil dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh Amerika Latin mulai tahun
1960 dan selanjutnya. Yang terakhir ini mengakibatkan perubahan metode seratus
delapan puluh derajat. Tampaknya mereka telah melakukan terhadap teologi
Eropa apa yang dilakukan Feurbach terhadap dialektika Hegel. Mereka kembali
membuat teologi itu mampu berdiri sendiri. Apa yang pada mulanya beredar
pada orbit Kant dibuat berputar pada sumbu Marx.5
II.3. Peranan Teologi Eropa
Sepanjang sejarah Kristen, para teolog dan filsuf Eropa mempengaruhi
perjalanan debat teologis, bahkan sering yang menjadi penentu. Ada banyak
teolog-teolog eropa namun akhir akhir ini sumbangsi mereka bagi diskusi dan
praktek kontekstualisasi tidak begitu jelas. Misalnya, apakah para teolog Eropa
merupakan pencetus , pemoles, ataukah pengawal dari “teologi pembebasan”?
banyak yang tidak merasa pasti. Pertanyaan yang sama dapat diajukan
sehubungan dengan sekumpulan gagasan teologis yang biasanya dikaitkan dengan
4
Tissa Balasuriya, Teologi Siarah (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 10-11.
5
Douglas J. Elwood, Teologi Kristen Asia (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 264.
sekumpulan gagasan teologis yang biasanya dikaitkan dengan teologi Eropa,
khususnya Jerman. Jawabannya tergantung pada pandangan orang tentang
kedudukan dan dampak teologi Eropa terhadap dunia teologi, dan bagaimana
pertanyaan teologis dalam beberapa budaya berhubungan satu dan yang lainnya
dan khususnya dengan teologi Jerman.6 Teologi sistematik usaha untuk
menjelaskan ajaran-ajaran Kristiani yang pokok secara koheren dan ilmiah.
Meskipun kadang-kadang praktis sama dengan teologi dogmatis, teologi
sistematik dapat berbeda mencakup telaah mengenai masalah-masalah sosial.
Teologi sistematik juga dapat berbeda dari teologi dogmatik karena memberi
perhatian lebih besar pada metodologi, penggunaan prinsip-prinsip filsafat,
prespektif yang sungguh terpadu, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan
keadaan dan keterbatasan pengetahuan teologis.7
Teologi sistematik telah lama dipelajari dan dikembangkan oleh para pewaris
tradisi Yunani-Romawi dalam budaya-budaya Eropa dan kemudian juga di
Amerika Utara. Tetapi pada masa kini telah ada gereja di hampir setiap bagian
dunia, maka upaya berteologi tidak lagi terbatas pada konteks budaya Eropa.
Setiap jenis teologi harus diusahakan dan dipraktekkan sebagai pelayanan bagi
semua teologi yang lain. Menurut ranher, teologi Eropa harus berfungsi sebagai
pengawal, perantara, perlindung, dan tentu saja sebagai penerima teologi dari
keempat penjuru dunia:
1. Teologi Eropa dapat dipandang sebagai pengawal tradisi titik meskipun kini
ada beraneka ragam gereja dan teologi, kenyataannya tak dapat dibantah
bahwa Eropa dan teologinya menduduki tempat sebagai anak sulung.
2. Teologi Eropa dapat menjadi perantara diantara ideologi-ideologi lain dan
koordinator dari banyak model teologi yang sedang dikembangkan. Dalam
kegiatan penulisan dan jumlah profesor, dana, dan lembaganya, teologi Eropa
tetap merupakan yang paling ilmiah dan yang paling kuat dipraktekkan di
dunia.

6
David J. Hesselgrave dan Edward Rommen, Kontekstualisasi makna, metode dan model, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004), 60-61
7
Gerald O’C & Edward G Farrugia, Kamus Teologi, (Jakarta: Kanisius,1996), 390
3. Teologi Eropa memberikan perlindungan terhadap bahaya bahaya yang
mengancam teologi-teologi lainnya. para teolog Eropa telah bergumul dengan
masalah-masalah yang serupa sehingga teologi Eropa dapat memberikan
pertolongan praktik untuk mencegah pola-pola sinkretis yang akan merusak
seluruh gereja.
4. Teologi Eropa sendiri dipanggil untuk tetap belajar. Keterlibatan dalam jarak
terbuka dengan teologi teologi lainnya teologi Eropa itu sendiri sama akan
diperkaya dan ditantang untuk mempertimbangkan ulang sejumlah masalah
yang dianggap telah dipecahkan kemudian para teolog Eropa dapat memberi
contoh tentang apa yang harus dilakukan dan tiap budaya oleh ahli teologi
nya.8
II.4. Tokoh-tokoh Teolog Eropa
II.4.1. Juren Moltmann
Jurgen Moltman dalam karya besarnya Theology of Hope atau
teologi pengharapan berbicara mengenai iman Kristen dipandang dari
perspektif pengharapan masa depan khususnya Kebangkitan Kristus.
Studi alkitabiah menyadari peran penting yang dimainkan oleh
eskatologi. Eskatologi bukan saja suatu kepercayaan akan peristiwa
akhir zaman tetapi sebagai faktor yag membentuk Teologi Kristen.
Persfektif eskatologis ditafsirkan sebagai janji, sebagai dasar
pengharapan masa depan. Misi Kristen bertujuan bukan hanya suatu
penyelamatan “spritual” yang bersifat individual dan pribadi. Ia juga
merupakan “pengharapan” akan keadilan, sosialisasi prikemanusian
dan perdamaian untuk seluruh ciptaan. Perjanjian Baru melihat
penghrapan akan penyelamatan oleh Allah pada masa depan bukan
sebagai alasan untuk berdiam diri dan tidak bertindak, tetapi sebagai
pemberi semangat bahwa “dalam persekutuan dengan Tuhan jerih
payahmu tidak sia-sia” 1Kor 15:58.9
II.4.2. Johann Baptist Metz

8
David J. Hesselgrave dan Edward Rommen, Kontekstualisasi makna, metode dan model, 61
9
Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 245-246
Johan baptist Metz mempelopori proses evaluasi diri menurut ahli
Katolik yang terkenal ini, gereja di Eropa sedang mengalami krisis
karena gagal dalam usaha mengaitkan tradisi dan imannya dengan
lingkungan sosialnya. Jawaban Metz terhadap tantangan ini adalah
suatu teologi politik. dalam teologi tersebut dia berusaha mengadakan
perkembangan terhadap kecenderungan dalam teologi kontemporer
yang terlalu menekan individu. pada saat yang sama dia berupaya
secara positif merumuskan eskatologi dalam kondisi kondisi
masyarakat modern.10
II.4.3. Wolfhart Pannenberg
Teolog ini lahir di Stettin, Polandia. Studi singkat yang menarik
ini, Profesor Pannenberg memberikan banyak penjelasan baru tentang
diskusi tentang `sekularisasi 'agama Kristen. Alih-alih memandang
sekularisasi sebagai perkembangan utama dalam sejarah gagasan, ia
berpendapat bahwa sekularisasi dimulai langsung dari reaksi sosial dan
politik terhadap perang agama dan akibatnya yang menghancurkan.
Bab sentral membahas masalah jangka panjang yang disebabkan oleh
sekularisasi, termasuk hilangnya basis nilai-nilai dalam masyarakat
modern. Dan akhirnya Profesor Pannenberg melihat tugas-tugas yang
dihadapi gereja-gereja saat ini jika mereka tidak ingin dimarjinalkan
atau menjadi satu lagi barang untuk dikonsumsi oleh masyarakat
konsumen. Di sini dia memiliki kritik yang sangat menarik untuk
dibuat terhadap teologi feminis dan teologi pembebasan. Argumennya
memiliki kepentingan yang jauh melebihi dimensi yang disajikan.
WolfhartPannenberg adalah Profesor Teologi Sistematis di Universis
Munich.
Pannenberg memulai dengan mempertimbangkan manusia sebagai
bagian dari alam; bergerak untuk fokus pada pribadi manusia; dan
kemudian mempertimbangkan dunia sosial: budaya, sejarah dan
lembaganya. Penekanan Pannenberg lebih kepada penyelamatan Allah

10
David J. Hesselgrave dan Edward Rommen, Kontekstualisasi makna, metode dan model, 64
dalam sejarah yang ditulis tahun 1959. Segala persolan dititik beratkan
pada sejarah yang dibuat Allah dalam kehidupan manusia. Menurut
Pannenberg Allah hanya dapat dijumpai dalam sejarah bukan di dalam
eksistensi. 11
II.5. Latar Belakang Sejarah Teologi Pengharapan
Teologi harapan atau theologie der Hofnung merupakan karya besar yang
diterbitkan tahun 1964.Teologi harapan merupakan karya seorang teolog jerman
yang bernama Jürgen Moltman. Moltman melihat bahwa iman Kristen dilihat
sebagai sesuatu yang berada di masa depan. Moltmann menempuh ujian
masuknya untuk melanjutkan pendidikannya, namun sebaliknya ia pergi
berperang sebagai seorang tenaga pembantu di Angkatan Udara Jerman. 12 Pada
1944, ia sungguh-sungguh terkena wajib militer, dan menjadi tentara di militer
Jerman. Ketika diperintahkan ke Reichswald, sebuah hutan Belgia di garis depan,
ia menyerah dan menjadi tawanan (1945-1948) di Belgia dan Inggris. Di kamp di
Belgia, para tahanan tidak mempunyai banyak kegiatan.13 Moltmann dan rekan-
rekan setahanan merasa tersiksa oleh kenangan dan pikiran-pikiran yang
mengkhawatirkan. Moltmann mengaku telah kehilangan semua pengharapan dan
kepercayaan terhadap budaya Jerman karena Auschwitz dan Buchenwald (kamp-
kamp konsentrasi tempat orang Yahudi dan yang lain-lainnya yang ditentang Nazi
ditahan dan dibunuh). Mereka juga melihat foto-foto yang dipasang secara
menantang di gubuk-gubuk mereka, foto-foto yang gamblang tentang
Buchenwald dan kamp konsentrasi Bergen-Belsen. Moltmann mengaku bahwa
penyesalannya begitu mendalam, sehingga ia sering merasa bahwa ia lebih suka
mati bersama-sama dengan rekan-rekannya daripada tetap hidup untuk
menghadapi apa yang telah dilakukan oleh bangsanya. Moltmann bertemu dengan
sekelompok orang Kristen di kamp itu, dan seorang pendeta tentara Amerika
memberikan kepadanya sebuah Perjanjian Baru dan Mazmur. Perlahan-lahan ia
semakin merasakan identifikasi dan mulai mengandalkan iman Kristen.
Moltmann belakangan mengaku, saya tidak menemukan Kristus, dialah yang

11
Harun Hadiwijono, 104
12
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris abad Ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 113
13
Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 238
menemukan saya. Setelah Belgia, ia dipindahkan ke sebuah kamp di Skotlandia,
dan di sana ia bekerja dengan orang-orang Jerman lainnya untuk membangun
kembali daerah-daerah yang rusak karena pengeboman. Keramahtamahan
penduduk terhadap para tawanan itu meninggalkan kesan yang mendalam pada
dirinya. Pada Juli 1946, ia dipindahkan untuk terakhir kalinya keNorthern Camp,
sebuah penjara Britania yang terletak dekat Nottingham, Britania. Kamp itu
dioperasikan oleh YMCA (Young Men’s Christian Asocatioan) dan di sana
Moltmann bertemu banyak mahasiswa teologi. Di Northern kamp, ia menemukan
buku Reinhold Niebuhr, Nature and Destiny of Man (Hakikat dan Tujuan
Manusia) itu adalah buku 2 Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 238 teologi pertama yang pernah dibacanya,
dan Moltmann mengaku bahwa buku itu menimbulkan dampak yang hebat
terhadap hidupnya.14 Pada tahun 1960-an merupakan periode di mana situasi
Eropa dan Amerika terbuka terhadap segala kemungkinan.Perkembangan
ekonomi dan materi yang tinggi serta perubahan yang begitu cepat. Pengharapan
akan kebebasan dari suasana politik dan penindasan dari bidang ekonomi dan
politik menjadi suasana di mana manusia berpikir akan masa depan yang
mengagumkan dan tidak pernah dibayangkan sebelumnya. 15 Teologi pengharapan
didasari dari eskatologi Alberth Scheitzer pada abad ke- 20 tetapi dengan
penolakan yang begitu radikal. Pencarian tentang masa depan bukan masa lalu
atau sekarang sehingga menempatkan iman dalam hubungannya dengan sejarah.
Teologi pengharapan menolak dikotomi sejarah kedalam hal yang suci dan
sekuler. Pengharapan Kristen merupakan antisipasi sejarah di masa yang akan
datang. Teologi pengharapan merupakan teologi kebangkitan melalui kebangkitan
Kristus sebagai buah sulung masa depan yang didefenisikan sebagai pencarian
kehidupan akan datang. Eskatologi merupakan penyataan penuh kerajaan Allah
yang merupakan misi gereja dalam penantian.16 Penekanan Pannenberg lebih
kepada penyelamatan Allah dalam sejarah yang ditulis tahun 1959. Segala

14
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, Jurgen Moltmann, download tanggal 2 september
2020, tersedia di id.wikipedia.org/wiki/Jürgen_Moltmann
15
Richard Bauckhman, Teologi Mesianis, (Jakarta: BPk Gunung Mulia, 1993), 2
16
David L Smith, Handbook Contemporary Theology, (Grand Rapids: Bridgepoint Books, 2000), 135
persoalan dititik beratkan pada sejarah yang dibuat Allah dalam kehidupan
manusia. Menurut Pannnenberg Allah hanya dapat dijumpai dalam sejarah bukan
didalam eksistensi.17
II.6. Konsep Teologi Moltmann
Tahun 1965, gerakan Allah mati dan kebangunan ateisme menguat. Ada tiga
orang sebagai penganut Teologi Pengharapan, Jurgen Moltman(reformed),
Wolfhart Pannenberg (Lutheran), Johannes Metz (Roman Catholic). Jürgen
Moltman dilahirkan di Hamburg pada tahun 1926.Moltmann menempuh ujian
masuknya untuk melanjutkan pendidikannya. Pada tahun 1952 ia belajar teologi
dan kemudian menjadi pendeta Jemaat. Wolfhart Pannenberg (Lutheran)1928,
belajar filsafat dan teologi di Gottingen, basel, dan heidelberg. Johannes Metz
(Roman Catholic) 1928. Teologinya bersifat fundamental yang melihat iman
dalam sejarah dan masyarakat. Konsep Moltmann tentang wahyu atau penyataan
dikemukakan sebagai sejarah-Firman. Allah menyatakan diri dalam sejarah
sebagai rangkuman seluruh sejarah. Sejarah-Firman atau sejarah-janji yang
dipandang sebagai wahyu atau penyataan dipandang sebagai sejarah Firman atau
sejarah janji Allah yang menampakkan bahwa penyataan Allah itulah yang
eskatologis.18
Pandangan eskatologi diartikan sebagai janji sebagai dasar harapan di masa
yang akan datang. Hal ini menjadi penekanan dalam pemberitaan injil, di mana
penekanan yang paling banyak adalah janji akan ciptaan baru pada masa yang
akan datang. Pengharapan ini menyangkut keadilan sosial, pemulihan hubungan
manusia dan kedamaian untuk seluruh ciptaan.Gereja melakukan perubahan saat
ini berdasarkan pengharapan di masa yang akan dating.19
Teologi ini menentang struktur dalam masyarakat dan memandang ke arah
depan yang membebaskan dari Allah untuk keluar dari penderitaan dan
kedamaian dengan seluruh ciptaan. Moltman menggambarkan Allah sebagai hal
yang terdalam dari kehidupan manusia. Allah bukan berada di tempat tinggi
namun Ia berjalan mendahului kita menuju masa depan. Allah yang

17
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris abad Ke 20, 104.
18
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris abad Ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 114
19
Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990),239
membebaskan kita dari segala kuasa maut, Ia membangkitkan orang mati dan
mengajarkan kepada kita masa depan serta orang yang memiliki pengharapan.
Gambaran Allah dalam perjanjian lama menurut Moltmann adalah Allah sejarah.
Allah menjanjikan kepada Israel pembebasan di masa yang akan datang pada saat
penindasan di Mesir dan itu dilaksanakan dalam perjalanan Israel. Allah yang
mengambil bagian dalam hidup manusia nyata dalam konsep Allah yang turut
menderita. Allah yang disalibkan nyata dalam diri Yesus Kristus, Ia mati dan
bangkit dari maut menyatakan akan harapan kebangkitan dari kematian.20
Inti teologi harapan Jurgen Moltmann adalah teologi yang mewujudkan
praktek dan perealisasian pengutusan Kristus kedalam dunia yang sering disebut
sebagai teologia politika. Eskaologi Kristen bukan bersikap pasif dan menerima
saja tetapi memiliki harapan yang dapat diubah bagi masa depan.21 Teologi
Moltmann adalah teologi futuristik di mana Allah adalah bagian dari masa yang
akan datang. Bagi Moltmann kekekalan hilang di dalam waktu. Allah memenuhi
janjinya tentang masa yang akan datang dalam janji sebuah harapan yang akan
diwujudkan. Harapan akan masa depan atau eskatologi dimengerti sebagai
keterbukaan akan masa depan. Masa akan datang adalah suatu kuantitas yang
tidak dikenal baik manusia maupun Allah. Kematian dan kebangkitan Kristus
adalah jaminan Allah akan masa yang akan datang yakni kebangkitan akhir.
Manusia seharusnya tidak pasif dalam menanti masa depan dan melakukan
perubahan masa kini sebagai wujud pengharapan masa datang. Tujuan gereja
adalah membawa perdamaian sosial, melakukan revolusi yang pantas, dan
melakukan pengharapan masa depan pada saat ini.22
Moltmann mengungkapkan teologinya bahwa kristologi menjadi eskatologi.
Pembangkitan Kristus yang disalibkan berarti bahwa ia mempunyai suatu masa
depan ke arah mana iman kepada Kristus yang bangkit, semua pernyataan dan
keputusan tentang Dia yang mengandaikan masa depan. Iman paskah
mengajarkan kepada kita untuk mengerti bahwa Yesus ada hubungan dengan

20
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris abad Ke 20,115
21
Grenz, Stanley J. dan Roger E. Olson, ed. Twentieth Century Theology, (Downers Grove: InterVarsity
Press.1992), 173
22
Harvie M. Conn, 1985, Teologia Semesta Kontemporer,(Malang: Gandum Mas),77
masa depan.23 Teologi menurut Moltmann bahwa mengatasi keterbatasannya
kepada gereja, iman dan terarah kepada kebenaran dari semuanya dan
keselamatan dari dunia yang terpecah.Hermeneutik yang dikembangkan adalah
memerhatikan peristiwa masalalu sebagai janji di masa datang. Moltmann
membuat konsep tentang janji masa depan dengan prinsip: janji mengemukakan
kedatangan suatu kenyataan yang belum ada. Janji memprakarsai suatu sejarah
yang mengarah kepenuhannya dengan membangkitkan pengharapan manusia
akan pemenuhan janji. Janji menciptakan kesadaran masa lalu dan masa depan
yang membagi kenyataan kedalam situasi. Perluasan sejarah janji meninggalkan
suatu kelebihan menunjukkan pemenuhan yang lebih lanjut. Janji eskatologis
adalah untuk suatu masa depan yang final yang secara keseluruhan sesuai dengan
kehendak Allah. Janji itu belum memperoleh jawabannya karena menarik pikiran
kita tentang masa depan dan pengharapan yang kreatif.24
Menurut Moltmann menggambarkan janji Allah melalui Yesus Kristus yang
dikerjakan bagi gereja.Kristus hadir dalam parousia yaitu kehadiranNya yang
kedua kali untuk menghakimi manusia. Gereja membarui hidup ini menurut
Moltmann harus melalui proses yang dialami manusia. Pada saat ini gereja
dihadapkan dengan dua krisis yakni krisis relevansi dan identitas. Menurut
Moltmann kejadian salib memperkenalkan kita akan tabiat Allah. Pengaruh
Pannenberg terhadap Moltmann cukup besar yang berbicara tentang penyataan
Allah dalam Kristus seperti yang disaksikan oleh Alkitab. 25 Apa yang terjadi pada
Yesus yang tersalib di mana Ia diserahkan oleh Allah sebagai diriNya sendiri.
Penyerahan Allah menandakan keadaan sosial yang menyangkut
ketritunggalan.Doktirn ketritunggalan merupakan kebebasan manusia dari
belenggu kemiskinan.Pemahaman doktrin ketritunggalan bukan merupakan
teologia yang abstrak melainkan suatu yang digunakan dasar pembebasan misi
pembebasan gereja dalam masyarakat modern saat ini.26 Pembebasan itu dimulai
saat ini menuju masa depan. Eskatologi berbicara tentang Kristus yang akan nyata

23
Richard Bauckhman, Teologi Mesianis, (Jakarta: BPk Gunung Mulia, 1993), 27
24
Richard Bauckhman, Teologi Mesianis, 42
25
Harun Hadiwiyono, 105
26
Tony Lane, 240
pada masa depan. Yesus memberikan kepada eskatologi menyangkut pribadi dan
sejarah Yesus yang memberikan ujian kepada jiwa eskatologi. Moltmann
menitikberatkan teologi harapan isi alkitab dengan konsep harapan
eklesiologi.Moltman menemukan dalam alkitab tentang harapan masa depan
dengan harapan yang dijanjikan. Teologi harapan dapat dibagi dua yakni harapan
dan janji. Harapan dan janji merupakan pergerakan menanti masa depan dengan
bertumpu pada kebangkitan Kristus.27
II.7. Relevansi Teologi Pengharapan Moltmann

III. Kesimpulan
Dari pembelajaran kita saat ini Teologi Kontemporer sebagai teologi masa kini
yang berkembang di Eropa Barat yang membahas tentang kontekstual yang berkaitan
dengan konteks dan teks. Tekanan utama teologi kontekstual adalah bagaimana
seharusnya setiap orang Kristen berteologi dalam konteks/lingkungan hidupnya
secara utuh. Sedangkan teologi eropa dipandang sebagai pengawal tradisi, menjadi
perantara diantara teologi-teologi lainnya, memberikan perlindungan dari ancaman
teologi-teologi lan serta teologi Eropa sendiri terpanggil untuk tetap belajar. Dalam
perkembangan teologi Eropa ada salah satu tokoh yang karyanya menjadi salah satu
sorotan yaitu A Theology of hope yang mencerminkan jenis penelaahan teologi yang
biasa dikaitkan dengan pengetahuan Eropa yaitu teologi pengharapan yang di cetus
oleh Jurgen Moltman yang berteologi mewujudkan praktek dan perealisasian
pengutusan Kristus kedalam dunia yang sering disebut sebagai teologia politika.
IV. Daftar Pustaka
Aritonang Jan S., Teologi-Teologi Kontemporer,Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2018
Oranje, L., Sejarah Ringkas Theologia Abad XX Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
Balasuriya Tissa, Teologi Siarah Jakarta: Gunung Mulia, 2004
Elwood Douglas J., Teologi Kristen Asia Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

27
David L Smith, Handbook Contemporary Theology, (Grand Rapids: Bridgepoint Books, 2000),136
Hesselgrave David J. dan Edward, Kontekstualisasi makna, metode dan modeJakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001
O’C Gerald & G Farrugia Edward, Kamus Teologi, Jakarta: Kanisius,1996
Lane Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK-GM, 2007
Susabda Yakub B., Teologi Modern I, 126.
Abineno J.L.Ch., Rudolf Bultmann dan Theologinya Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000
Hadiwijono Harun, Teologi Reformatoris abad Ke 20, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000
Bauckhman Richard, Teologi Mesianis, Jakarta: BPk Gunung Mulia, 1993
Smith David L, Handbook Contemporary Theology, Grand Rapids: Bridgepoint
Books, 2000
Stanley J Grenz,. dan Olson Roger E., ed. Twentieth Century Theology, Downers
Grove: InterVarsity Press.1992
Conn Harvie M., 1985, Teologia Semesta Kontemporer, Malang: Gandum Mas

Sumber Lain :
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, Jurgen Moltmann, download
tanggal 2 september 2020, tersedia di id.wikipedia.org/wiki/Jürgen_Moltmann

Anda mungkin juga menyukai