PENDAHULUAN
Misi Allah (Misio Dei). Arie de Kuiper mengatakan dalam buku “misiologia” bahwa:
Misio Dei adalah keseluruhan pekerjaan Allah untuk menyelamatakan dunia:
pemeliharaan Israel, pengutusan para nabi kepada Israel dan kepada bangsa-bangsa di
sekitarnya, pengutusan Kristus kepada dunia, pengutusan rasul-rasul, pekabaran-
pekabaran Injil kepada bangsa-bangsa.1
Dapatlah dimengerti bahwa berbicara mengenai Misio Dei berarti berbicara tentang
keseluruhan misi di tengah-tengah dunia dan juga di tengah-tengah masyarakat yang
majemuk. Di dalam pekerjaan ini, misi tersebut berasal dari Allah dan dilaksanakan oleh
Allah lewat bangsa Israel, para nabi, Yesus Kristus dan gereja Tuhan pada masa kini yang
pada dasarnya yaitu menjalankan pekabaran Injil.
Salah satu kenyataan yang dihadapi orang Kristen di Indonesia ialah bahwa kita hidup
bersama-sama orang lain yang berbeda kepercayaan dan agamanya2. Kenyataan ini memaksa
kita untuk merenungkan dan meninjau kembali apa sebenarnya dan bagaimana menjalankan
misi itu sendiri di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Kita mengambil bagian di dalam
pekerjaan Allah tersebut.
Karena itu, kalau kita ingin tahu apa dan bagaimana sebenarnya misi kita, kita harus
bertanya terlebih dahulu; apa dan bagaimana misi Allah terhadap dunia ini. Untuk itu, Allah
menyerahkan anak-Nya, supaya dunia tidak usah dihakimi (hukum). Misi kita adalah
mengambil bagian di dalam misi Allah ini, yaitu memberitakan bahwa Allah tidak
menghakimi, tetapi menyelamatkan dunia ini. Allah yang tidak menghakimi itu menjadi
nyata di dalam Yesus Kristus, sebab kematian dan pengorbanan Kristus telah menggantikan
hukuman tersebut3. Penginjilan di tengah-tengah masyarakat majemuk merupakan tantangan
yang harus dihadapi oleh gereja. Apakah gereja mampu mengahadapi tantangan demi
tantangan yang ditemukan di tengah masyarakat majemuk ini.
4. David. J. Bosh, Trasformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 529
5. Wijaya Yahya, Iman atau Fanatisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 12
BAB II
ISI
Masyarakat dengan strata sosial menengah dan bawah sedikit lebih mudah untuk
mengabarkan Injil Allah kepada mereka, walaupun tetap saja ada tantangannya tersendiri.
Berikut ulasannya10:
1. Bagi masyarakat menengah, mereka biasanya bekerja di kantor-kantor dan juga
perusahaan-perusahaan dn juga mereka sudah terikat kontrak. Sulit untuk ditemui,
namun mereka bisa ditemui ketika hari-hari libur besar dan juga pada saat jam
istirahat.
2. Bagi masyarakat starata sosial bawah, mereka biasanya gampang untuk ditemui.
Kapan saja mereka pasti mempunyai waktu, mereka biasanya pengangguran. Namun,
tantangannya yaitu mereka biasanya lebih tertarik dengan perbincangan-perbincangan
mengenai pekerjaan yang menghasilkan upah. Di luar dari itu mereka tidak tertarik,
kecuali jika gereja bisa memberi mereka lapangan pekerjaan pasti sangat mudah
untuk memberitakan Injil kepada mereka.
9. Newbigin.Leslie, Injil Dalam Masyarakat Majemuk. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993) 29
10. Ibid., 31
Hal yang perlu diingat adalah gereja menyambut baik pluralitas dan juga menyambut
baik suatu masyarakat yang majemuk karena memberikan suatu jangkauan pengalaman dan
keberagaman yang lebih luas dari tanggapan manusia terhadap pengalaman dan kesempatan
yang lebih kaya untuk menguji kecukupan iman.
Gereja Allah itu sendiri akan bertumbuh dengan baik melalui keberagaman orang
yang datang dari banyak tradisi kebudayaan serta keagamaan yang berbeda-beda untuk
beriman kepada Kristus. Melalui kemajemukan masyarakat ini juga gereja dapat menyadari
betapa panjang dan lebarnya, dan tingginya, dan dalamnya kasih Allah. Godaan yang paling
besar dalam masyarakat majemuk yaitu menilai kepentingan dari suatu pernyataan tentang
kebenaran untuk tujuan praktis yang dipercayai banyak orang dan membuat gereja jatuh
dalam jebakan tersebut. Namun gereja tetap akan berdiri kokoh karena Kristus sang kepala
gereja. Dia yang memberi misi tersebut, memimpin, menyertai dan Dia akan
menyempurnakan apa yang sudah dimulaiNya.
Penginjilan bukanlah menyatakan rencana politik Allah bagi bangsa-bangsa.
Penginjilan bukanlah program pengkaderan bagi gereja. Misi Allah adalah sebuah deklarasi
Injil kepada setiap orang secara pribadi. Masyarakat ditantang dan diubahkan ketika, melalui
Injil, Tuhan membawa orang-orang secara pribadi berkumpul bersama-sama di gereja-gereja
untuk memperlihatkan karakter-Nya dalam interaksi orang-orang yang telah diselamatkan-
Nya.
Pelayanan sosial dapat dalam rangkaian pengajaran yang Maha Agung, Tuhan Yesus
pernah mengatakan “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah
yang empunya kerajaan sorga”. Orang yang miskin itulah mereka yang masuk di dalam
kategori masyarakat strata bawah. Pola dunia memberikan ruang dan tempat hanya bagi
masyarakat starata atas11. Orang yang miskin di sini juga adalah mereka yang miskin di
segala bidang kehidupan. Termasuk mereka yang barang kali tidak miskin secara ekonomi,
tetapi tertindas secara politik atau kultural. Mereka juga diperhitakan oleh Allah.
Selain kemiskinan secara jasmani juga terjadi kemiskinan spiritual. Sebagai gereja
Allah yang hadir ditengah-tengah masyarakat majemuk, sudah menjadi tugas gereja untuk
melihat dan juga membina agar setiap orang dapat melihat terang itu. di dalam misi Allah itu
sendiri, ibadah merupakan tujuan dari misi.
12. Hocking. William, Re-thingking Mission. Dikutip dari Harold Netland, Encountering Religious Pluralism:
The Challenge to Christian Faith&Missions, (Downer Grove,III:IVP Academic, 2001) 40-41 13.
13. Stott. Jhon, Allah Yang Hidup Adalah Allah Yang Misioner. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2007) 22-24
Gereja terkadang lupa untuk menyatakan bahwa Allah sendiri turun ke dalam dunia
menyatakan belas kasihan-Nya pada kaum miskin dan tertindas, bahkan Ia tinggal di antara
mereka, misi gereja dilakukan dengan menekankan pemahaman teologis yang bersifat
eskapis, melarikan diri dari kenyataan dunia. Sebaliknya, gereja memahami dan menghayati
bahwa Allah yang diimaninya adalah Pribadi yang hidup dan berkarya nyata membebaskan
manusia dari upaya-upaya kemiskinan dan penindasan, gereja pun seharusnya memiliki
bentuk misi yang menyatakan karya pembebasan Allah itu secara nyata dan holistik.
Agar dapat memahami arti misi itu sendiri, pola dari pelayanan Yesus Kristus dapat
dipakai sebagai model. Pengajatan, pemberitaan Injil, dan karya sosial itulah sebenarnya misi
Allah. Dikenal sebagai koinonia, marturia, dan diakonia. Tidak dipungkiri ketiga aspek di
atas berelasi secara organis menyusun kesatuan misi gerejawi. Namun anggapan yang
menyatakan bahwa berita Injil mencangkup karya pembebasan Allah terhadap berbagai
masalah sosial apalagi pandangan akan keberpihakan Allah kepada kaum marjinal, tentunya
memerlukan klarifikasi biblis lebih lanjut.
David Bosh dalam Transformasi Misi Kristen menegaskan bahwa misi gereja
memiliki dimensi yang lebih luas daripada penginjilan. Misi gereja mencangkup karya sosial,
tetapi karya sosial gereja berbeda dengan Injil. Kemajemukan masyarakat membuat
perbedaan tersebut hampir tidak terlihat. Penginjilan yang autentik tidak mungkin lepas dari
“kesaksian yang hidup di dalam tindakan nyata tentang kuasa Injil yang mentransformasi”.
Kalau tidak ada kemungkinan untuk mengabaikan krisi yang terjadi saat ini di dalam misi,
ataupun sia-sia menghindari masalah ini, satu-satunya jalan yang terbuka adalah menghadapi
krisis ini dengan ketulusan yang paling mendalam14. Namun tanpa membiarkan misi itu
menyerak kepada krisis tersebut. Sekali lagi, krisis adalah titik temu tantangan dan juga
kesempatan. Sebagian oranghanya melihat kesempatannya dan melangkah terburu-buru,
tanpa peduli akan jebakan-jebakan di segala sisinya. Yang lainnya hanya menyadari
bahayanya dan oleh karena itu menjadi lumpuh sehingga mereka menundurkan diri.
Hal yang harus diingat bahwa misi mencangkup penginjilan sebagai salah satu
dimensinya yang esensial. Penginjilan merupakan pemberitaan keselamatan di dalam Kristus
kepada mereka yang tidak percaya kepada-Nya. Memanggil mereka untuk bertobat dan
meninggalkan hidup yang lama, memberitakan pengampunan dosa dan mengundang mereka
untuk memulai kehidupan pelayanan kepada orang lain di dalam kuasa Roh Kudus.
18. C. Peter Wanger, Gempa Gereja, (Jakarta: Nafiri Gabriel, 1999) 257
19. Arie de Kuiper, Op.cit., 112
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah melihat uraian mengenai “Misi Allah di Tengah-Tengah Masyarakat
Majemuk” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penginjilan sebagai salah satu esensial gereja adalah salah satu tugas yang
dimandatkan oleh Allah dan tidak mungkin ditiadakan dari kehidupan gereja, sebab
untuk itulah gereja dipanggil oleh Allah dari dunia ini.
2. Gereja janganlah menjadi gereja yang eksklusif, tetapi gereja dapat membuka diri di
tengah-tengah kemajemukan masyarakat dan memberikan kesempatan kepada mereka
untuk mendengarkan Injil sama seperti gereja juga telah diberikan kesempatan oleh
Allah untuk mendengarkannya.
3. Misi Allah sekarang menjadi tugas gereja, gereja tidak mungkin dipisahkan dari
masyarakat di sekitarnya, sebab Allah menempatkan gereja di tengah masyarakat
untuk memberitakan Injil keselamatan kepada masyarakat.
4. Gereja harus mengenali masyarakat di sekitarnya secara objektif sehingga dapat
melihat dan menghadapi tantangan kemajemukan masyarakat melalui metode-metode
yang lebih efektif.
5. menjalankan misi Allah dengan kuasa bukanlah satu pilihan, melainkan satu
keharusan dan hanya gereja yang dipenuhi oleh Roh Kudus yang dapat
melakukannya.
3.2 Saran
1. Gereja tidak mungkin bertumbuh dan cenderung menjadi gereja yang mati apabila
tidak menekankan betapa pentingnya misi Allah bagi kehidupan gereja. Misi Allah itu
sendiri tidak akan dapat dilaksanakan dengan efektif apabila pendeta-pendeta dan
hamba-hamba Tuhan yang lainnya merasa bahwa itu hanyalah tugasnya. Untuk itu,
para pendeta dan hamba-hamba Tuhan yang lainnya perlu melibatkan semua anggota
gereja.
2. Allah telah menyediakan Roh Kudus untuk menolong gereja-Nya yang akan
menjalankan misi Allah. Untuk itu, gereja tidak perlu ragu untuk mengahadapi
banyaknya tantangan-tantangan dari kemajemukan masyarakat. Dia sendiri yang
mempunyai tugas ini, untuk itu Dia juga sendiri yang akan menyerti gereja-Nya
DAFTAR PUSTAKA
Artanto, Widi. 2008. Menjadi Gereja Yang Misioner. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.
Bosh, David. 2008. Trasformasi Misi Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Yahya, Wijaya. 2004. Iman atau Fanatisme?. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Leadership Foundation.
Leslie, Newbigin. 1993. Injil Dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
William, Hocking. 2001. Re-thingking Mission. Dikutip dari Netland, Harold. Encountering
III:IVP Academic.
Stott, Jhon. 2007. Allah Yang Hidup Adalah Allah Yang Misioner. Jakarta: Yayasan
Fernando, Ajith. 2008. Allah Tritunggal dan Misi. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Leight, Ronald. 1991. Melayani Dengan Efektif. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Sider, Ron. 2007. “Bagaimana Jika Injil Adalah Kabar Baik?” dalam Misi Menurut Perspektif