Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Misi Allah (Misio Dei). Arie de Kuiper mengatakan dalam buku “misiologia” bahwa:
Misio Dei adalah keseluruhan pekerjaan Allah untuk menyelamatakan dunia:
pemeliharaan Israel, pengutusan para nabi kepada Israel dan kepada bangsa-bangsa di
sekitarnya, pengutusan Kristus kepada dunia, pengutusan rasul-rasul, pekabaran-
pekabaran Injil kepada bangsa-bangsa.1
Dapatlah dimengerti bahwa berbicara mengenai Misio Dei berarti berbicara tentang
keseluruhan misi di tengah-tengah dunia dan juga di tengah-tengah masyarakat yang
majemuk. Di dalam pekerjaan ini, misi tersebut berasal dari Allah dan dilaksanakan oleh
Allah lewat bangsa Israel, para nabi, Yesus Kristus dan gereja Tuhan pada masa kini yang
pada dasarnya yaitu menjalankan pekabaran Injil.
Salah satu kenyataan yang dihadapi orang Kristen di Indonesia ialah bahwa kita hidup
bersama-sama orang lain yang berbeda kepercayaan dan agamanya2. Kenyataan ini memaksa
kita untuk merenungkan dan meninjau kembali apa sebenarnya dan bagaimana menjalankan
misi itu sendiri di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Kita mengambil bagian di dalam
pekerjaan Allah tersebut.
Karena itu, kalau kita ingin tahu apa dan bagaimana sebenarnya misi kita, kita harus
bertanya terlebih dahulu; apa dan bagaimana misi Allah terhadap dunia ini. Untuk itu, Allah
menyerahkan anak-Nya, supaya dunia tidak usah dihakimi (hukum). Misi kita adalah
mengambil bagian di dalam misi Allah ini, yaitu memberitakan bahwa Allah tidak
menghakimi, tetapi menyelamatkan dunia ini. Allah yang tidak menghakimi itu menjadi
nyata di dalam Yesus Kristus, sebab kematian dan pengorbanan Kristus telah menggantikan
hukuman tersebut3. Penginjilan di tengah-tengah masyarakat majemuk merupakan tantangan
yang harus dihadapi oleh gereja. Apakah gereja mampu mengahadapi tantangan demi
tantangan yang ditemukan di tengah masyarakat majemuk ini.

1. Arie de Kuiper, Missiologia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996) 10


2.Widi Artanto, Menjadi Gereja Yang Misioner, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008) 228
3. Ibid., 230
Misi Allah itu sendiri tentang bagaimana menyaksikan keadilan, kebebasan, sukacita
karena misi adalah hasil dari sebuah proses kebebasan dan pembebasan yang diberikan olah
Allah bagi dunia. Misi tidak boleh mendatangkan kesalahpahaman dan juga konflik. Bila
terjadi persoalan di dalam praktik misi pastilah itu merupakan kesalahpahaman yang
secepatnya harus diselesaikan4.Setiap warga gereja dipanggil dan diutus oleh Yesus Kristus
ke dalam dunia untuk melaksanakan panggilan dan pengutusan-Nya dengan setia. Untuk itu
setiap warga gereja perlu menyadari bahwa kehadiran dan perannya di tengah dan bersama
masyarakat sesuai fungsi dan profesinya, sekaligus dalam rangka melaksanakan misi gereja.
Sepanjang sejarah dunia, orang-orang dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi satu
persekutuan yang melaksanakan tugas pelayanan, kesaksian, pembinaan dan kerukunan di
segala biding hidup. Gereja yang esa, karena merupakan perwujudan dari tubuh Kristus yang
dipimpin dan digerakan oleh Roh Kudus atas dasar Firman Allah. Karena itu gereja
terpanggil untuk senantiasa menyatakan keesaan itu supaya dunia percaya bahwa Allah
sedang menjalankan misi keselamatan melalui Yesus Kristus.
Praktik misi seharusnya tidak hanya dipahami seharusnya tidak dipahami sebagai
pembangunan spiritualitas, namun juga memberitakan kabar sukacita kepada dunia yang
sangat majeuk. Untuk melakukan hal ini, gereja perlu mempertimbangkan konteks di mana
gereja tersebut berada, agar terhindar dengan kemungkinan konflik yang bernuansa SARA5
sebagai akibat dari praktik misi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja tantangan bagi misi Allah di tengah masyarakat majemuk?

1.3 Tujuan Penulisan


2. Menjelaskan tantangan bagi misi Allah di tengah masyarakat majemuk.

4. David. J. Bosh, Trasformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 529
5. Wijaya Yahya, Iman atau Fanatisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 12
BAB II
ISI

2.1 Tantangan Bagi Misi Allah di Tengah Masyarakat Majemuk


Misi Allah harus dapat dipahami bahwa Allah sendiri yang merencanakan dan Allah
memakai beberapa pihak untuk menjalankan misi tersebut. Di dalam Perjanjian Lama, Allah
memakai nabi-nabi sebagai penyambung lidahNya. Di dalam Perjanjian Baru sangat nampak
dengan jelas bahwa Allah sendiri turun ke bumi untuk menebus dosa-dosa manusia di dalam
Yesus Kristus yang adalah anak-Nya sendiri. Tidak hanya sampai di situ, kenaikan Yesus
Kristus ke surga bukan berarti misi Allah telah berakhir, melainkan tetap terus berlanjut.
Mandat tersebut diberikan Yesus kepada para rasul-rasul untuk menjalankannya. Di era
modern seperti ini, misi Allah telah dikerjakan oleh gereja-gereja di dunia. Tantangan-
tantangan pun mulai bermunculan, walaupun semenjak nabi-nabi Perjanjian Lama, Yesus
Kristus dan juga para rasul juga mendapat hal serupa.
Salah satu tantangan terbesar bagi gereja untuk tetap menyampaikan Injil Allah
adalah kemajemukan masyarakat. Negara Republik Indonesia adalah salah satu negara
dengan kemajemukan masyarakat yang sangat besar. Berbeda suku, ras dan juga budaya serta
agama. Indonesia mengakui enam (6) agama yaitu: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha dan Kong Hu Cu6. Walaupun perbedaan-perbedaan ini bisa menjadi satu kekuatan
tersendiri bagi Indonesia, namun hal ini menjadi tantangan bagi misi Allah itu sendiri. Gereja
sebagai mandaris Allah yang ditetapkan dan dipilih sendiri oleh Allah untuk menyelamatkan
mereka yang masih hidup dalam kegelapan dan yang masih belum melihat terang itu sendiri.
Sudah dapat diketahui bahwa menjalankan misi Allah bagi gereja itu merupakan suata
hal yang tidak bisa dikatakan mudah, Alkitab dan juga sejarah dunia telah menceritakan
bagaimana gereja mula-mula mendapatkan berbagai tantangan akibat dari kemajemukan
masyarakat7. Gereja masa kini yang hidup di tengan-tengan masyarakat yang majemuk,
mendapatkan tantangan yang semakin kompleks sehingga menyulitkan gereja untuk
menjalankan misi ini. Di tengah-tengah masyarakat yang majemuk dengan segala
keberagamannya, ada juga beberapa kelompok-kelompok masyarakat dengan berbagai strata
sosial mereka8. Ada masyarakat dengan strata sosial atas, menengah dan juga starata sosial
bawah.
6. Shaw, E, Indonesian Religions. (Overview of World Religions, 2006) 112
7. Arie de Kuiper, Op.cit., 74
8. Cathryne B. Nainggolan, Masalah Kemiskinan dan Kepedulian Gereja. (Jakarta: YT Leadership Foundation,
2003) 153
Strata sosial masyarakat yang berbeda ini juga menjadi tantangan yang besar bagi
gereja Allah. Injil akan sulit dikabarkan bagi masyarakat dengan strata sosial atas, mengapa?
Berikut ulasan-ulasannya9:
1. Masyarakat starata sosial atas akan tinggal di rumah-rumah yang mewah dengan
sistem pengamanan yang ketat.
2. Kecurigaan terhadap orang asing yang baru dikenal.
3. Sulit ditemui karena waktu mereka habis untuk bekerja dan mengurus usaha-usaha
yang ditekuni.
4. Sulit untuk mengajak kelompok masyarakat ini untuk melakukan persekutuan
karena mereka tidak mempunyai waktu dan juga bagi mereka persekutuan-
persekutuan ibadah tidaklah terlalu penting.

Masyarakat dengan strata sosial menengah dan bawah sedikit lebih mudah untuk
mengabarkan Injil Allah kepada mereka, walaupun tetap saja ada tantangannya tersendiri.
Berikut ulasannya10:
1. Bagi masyarakat menengah, mereka biasanya bekerja di kantor-kantor dan juga
perusahaan-perusahaan dn juga mereka sudah terikat kontrak. Sulit untuk ditemui,
namun mereka bisa ditemui ketika hari-hari libur besar dan juga pada saat jam
istirahat.
2. Bagi masyarakat starata sosial bawah, mereka biasanya gampang untuk ditemui.
Kapan saja mereka pasti mempunyai waktu, mereka biasanya pengangguran. Namun,
tantangannya yaitu mereka biasanya lebih tertarik dengan perbincangan-perbincangan
mengenai pekerjaan yang menghasilkan upah. Di luar dari itu mereka tidak tertarik,
kecuali jika gereja bisa memberi mereka lapangan pekerjaan pasti sangat mudah
untuk memberitakan Injil kepada mereka.

Walaupun di atas telah dijelaskan bagaimana tantangan-tantangan yang dihadapi


gereja yang dilibatkan Allah dalam misi-Nya itu, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Allah
tidak akan mungkin berdiam diri ketika melihat gereja-Nya sedang mendapatkan tantangan
dari kemajemukan masyarakat.

9. Newbigin.Leslie, Injil Dalam Masyarakat Majemuk. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993) 29
10. Ibid., 31
Hal yang perlu diingat adalah gereja menyambut baik pluralitas dan juga menyambut
baik suatu masyarakat yang majemuk karena memberikan suatu jangkauan pengalaman dan
keberagaman yang lebih luas dari tanggapan manusia terhadap pengalaman dan kesempatan
yang lebih kaya untuk menguji kecukupan iman.
Gereja Allah itu sendiri akan bertumbuh dengan baik melalui keberagaman orang
yang datang dari banyak tradisi kebudayaan serta keagamaan yang berbeda-beda untuk
beriman kepada Kristus. Melalui kemajemukan masyarakat ini juga gereja dapat menyadari
betapa panjang dan lebarnya, dan tingginya, dan dalamnya kasih Allah. Godaan yang paling
besar dalam masyarakat majemuk yaitu menilai kepentingan dari suatu pernyataan tentang
kebenaran untuk tujuan praktis yang dipercayai banyak orang dan membuat gereja jatuh
dalam jebakan tersebut. Namun gereja tetap akan berdiri kokoh karena Kristus sang kepala
gereja. Dia yang memberi misi tersebut, memimpin, menyertai dan Dia akan
menyempurnakan apa yang sudah dimulaiNya.
Penginjilan bukanlah menyatakan rencana politik Allah bagi bangsa-bangsa.
Penginjilan bukanlah program pengkaderan bagi gereja. Misi Allah adalah sebuah deklarasi
Injil kepada setiap orang secara pribadi. Masyarakat ditantang dan diubahkan ketika, melalui
Injil, Tuhan membawa orang-orang secara pribadi berkumpul bersama-sama di gereja-gereja
untuk memperlihatkan karakter-Nya dalam interaksi orang-orang yang telah diselamatkan-
Nya.
Pelayanan sosial dapat dalam rangkaian pengajaran yang Maha Agung, Tuhan Yesus
pernah mengatakan “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah
yang empunya kerajaan sorga”. Orang yang miskin itulah mereka yang masuk di dalam
kategori masyarakat strata bawah. Pola dunia memberikan ruang dan tempat hanya bagi
masyarakat starata atas11. Orang yang miskin di sini juga adalah mereka yang miskin di
segala bidang kehidupan. Termasuk mereka yang barang kali tidak miskin secara ekonomi,
tetapi tertindas secara politik atau kultural. Mereka juga diperhitakan oleh Allah.
Selain kemiskinan secara jasmani juga terjadi kemiskinan spiritual. Sebagai gereja
Allah yang hadir ditengah-tengah masyarakat majemuk, sudah menjadi tugas gereja untuk
melihat dan juga membina agar setiap orang dapat melihat terang itu. di dalam misi Allah itu
sendiri, ibadah merupakan tujuan dari misi.

11. Cathryne B. Nainggolan, Op.cit., 159


Di dalam misi gereja berkepentingan untuk membawa bangsa-bangsa bersukacita,
menikamati kemuliaan Allah. Misi Allah dimuali dari ibadah dan menuntun kepada ibadah.
Doa menempatkan Allah pada posisi pemberi yang tidak kekurangan apapun dan seorang
yang beribadah mendapatkan posisi sebagai penerima yang membutuhkan. Jadi, jika misi
gereja maju karena doa, maka supremasi Allah menjadi nyata dan kebutuhan para utusan Injil
terpenuhi.
Tujuan doa ialah kemasyuran Bapa, dan kepuasan orang-orang kudus. Penderitaan
selama misi itu berjalan, tidak membuktikan apa-apa. Tetapi tantangan dan penderitaan yang
dialami karena “pelaksanaan misi Allah” dan “kehilangan yang dialami hanya karena misi
Allah tersebut” membuktikan bahwa Allah sangat bernilai. Oleh sebab itu, Allah menetapkan
bahwa misi gereja-Nya tidak hanya maju karena didorong oleh ibadah, tidak hanya maju oleh
kuasa doa tetapi juga karena siap membayar harga dan siap menanggung penderitaan dan
tantangan oleh karena misi Allah itu sendiri.
Misi Allah tetap akan terus berjalan. Namun makna dari misi Allah itu harus
didefinisikan ulang. Pandangan dari William E. Hocking “Christian missions should not
focus upon evangelism with the intention that followers of other religions convert to
Christianity; rather, ‘ministry to the secular needs of men it the spirit of Christ is
evangelism12’.” Kembali terlihat penyempitan makna misi di dalam kutipan di atas.
Pembertitaan atas penebusan Kristus digantikan dengan karya sosial gereja yang berorientasi
pada kebutuhan manusia. Keduanya harus dapat dilihat sebagai aspek-aspek yang berbeda
namun terintegrasi membentuk misi gereja yang holistik. Jelas sekali bahwa misi gereja
bukanlah mengkristenkan orang lain. Misi dan tindakan yang sedemikian justru akan
menghambat dunia untuk mengenal dan mengalami kasih Kristus.
Misi yang dimandatkan oleh Allah kepada gereja yaitu untuk memberitakan Injil,
kabar sukacita itu. tantangan bagi gereja bukan hanya kemajemukan masyarakat semata,
melainkan juga pemahaman gereja mengenai misi Allah itu sendiri. Terkadang gereja tidak
memahami Allah sebagai pribadi yang bertindak dalam karya pembebasan yang nyata dan
holistik13. Gereja akan terpeleset pada bentuk misi yang berangan-angan, membawa orang
masuk surga.

12. Hocking. William, Re-thingking Mission. Dikutip dari Harold Netland, Encountering Religious Pluralism:
The Challenge to Christian Faith&Missions, (Downer Grove,III:IVP Academic, 2001) 40-41 13.
13. Stott. Jhon, Allah Yang Hidup Adalah Allah Yang Misioner. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2007) 22-24
Gereja terkadang lupa untuk menyatakan bahwa Allah sendiri turun ke dalam dunia
menyatakan belas kasihan-Nya pada kaum miskin dan tertindas, bahkan Ia tinggal di antara
mereka, misi gereja dilakukan dengan menekankan pemahaman teologis yang bersifat
eskapis, melarikan diri dari kenyataan dunia. Sebaliknya, gereja memahami dan menghayati
bahwa Allah yang diimaninya adalah Pribadi yang hidup dan berkarya nyata membebaskan
manusia dari upaya-upaya kemiskinan dan penindasan, gereja pun seharusnya memiliki
bentuk misi yang menyatakan karya pembebasan Allah itu secara nyata dan holistik.
Agar dapat memahami arti misi itu sendiri, pola dari pelayanan Yesus Kristus dapat
dipakai sebagai model. Pengajatan, pemberitaan Injil, dan karya sosial itulah sebenarnya misi
Allah. Dikenal sebagai koinonia, marturia, dan diakonia. Tidak dipungkiri ketiga aspek di
atas berelasi secara organis menyusun kesatuan misi gerejawi. Namun anggapan yang
menyatakan bahwa berita Injil mencangkup karya pembebasan Allah terhadap berbagai
masalah sosial apalagi pandangan akan keberpihakan Allah kepada kaum marjinal, tentunya
memerlukan klarifikasi biblis lebih lanjut.
David Bosh dalam Transformasi Misi Kristen menegaskan bahwa misi gereja
memiliki dimensi yang lebih luas daripada penginjilan. Misi gereja mencangkup karya sosial,
tetapi karya sosial gereja berbeda dengan Injil. Kemajemukan masyarakat membuat
perbedaan tersebut hampir tidak terlihat. Penginjilan yang autentik tidak mungkin lepas dari
“kesaksian yang hidup di dalam tindakan nyata tentang kuasa Injil yang mentransformasi”.
Kalau tidak ada kemungkinan untuk mengabaikan krisi yang terjadi saat ini di dalam misi,
ataupun sia-sia menghindari masalah ini, satu-satunya jalan yang terbuka adalah menghadapi
krisis ini dengan ketulusan yang paling mendalam14. Namun tanpa membiarkan misi itu
menyerak kepada krisis tersebut. Sekali lagi, krisis adalah titik temu tantangan dan juga
kesempatan. Sebagian oranghanya melihat kesempatannya dan melangkah terburu-buru,
tanpa peduli akan jebakan-jebakan di segala sisinya. Yang lainnya hanya menyadari
bahayanya dan oleh karena itu menjadi lumpuh sehingga mereka menundurkan diri.
Hal yang harus diingat bahwa misi mencangkup penginjilan sebagai salah satu
dimensinya yang esensial. Penginjilan merupakan pemberitaan keselamatan di dalam Kristus
kepada mereka yang tidak percaya kepada-Nya. Memanggil mereka untuk bertobat dan
meninggalkan hidup yang lama, memberitakan pengampunan dosa dan mengundang mereka
untuk memulai kehidupan pelayanan kepada orang lain di dalam kuasa Roh Kudus.

14. David. J. Bosh, Op.cit., 413


Misi adalah juga jawaban tidak oleh Allah kepada dunia, hal ni dikemukakan dalam
keyakinan bahwa ada kesinambungan antara pemerintahan Allah, Misi gereja dan keadilan,
perdamaian dan keutuhan masyarakat dan bahwa kesempatan juga berhubungan dengan apa
yang terjadi dengan manusia di dalam dunia ini. Naum apa yang telah Allah berikan kepada
manusia di dalam Yesus Kristus dan apa yang diberitakan gereja dan diwujudkanya di dalam
misi dan penginjilannya tidaklah semata-mata suatu pengesahan tentang hal terbaik yang
dapat diharapkan orang di dalam dunia ini dalam pengertian kesehatan, kebebasan,
perdamaian dan kelepasan dari kekurangan15. Pemerintahan Allah itu lebih daripada
kemajuan manusia pada daratan horizontal. Jadi, bila pada satu pihak, gereja menegaskan
jawaban “ya” oleh Allah kepada dunia sebagai ungkapan solidaritas Kristen dengan
masyarakat, gerejapun harus menegaskan misi dan penginjilan sebagai jawaban “tidak” oleh
Allah sebagai ungkapan perlawanan gereja terhadap dunia dan keterlibatan gereja dengannya.
Bila kekristenan bercampur dengan gerakan-gerakan sosial dan politik hingga
menjadi sepenunya diidentifikasi dengan mereka, “gereja akan kembali dengan apa yang
disebut agama masyarakat”. Namun, jawaban “tidak” oleh Allah kepada dunia tidak
menunjukan dualisme seperti halnya jawaban “ya” oleh Allah tidak menyiratkan
kesinambungan yang tidak terputus antara dunia ini dan pemerintahan Allah. Karena itu, baik
gereja yang menjadi sekular (artinya gereja yang memusatkan perhatiannya dengan kegiatan-
kegiatan dan kepentingan-kepentingan dunia ini) ataupun gereja yang separatis (artinya
gereja yang melibatkan diri hanya dalam memenangkan jiwa dan mempersiapkan para
mualaf untuk kehidupan sesudah kematian16) dapat dengan setia mengungkapkan Misio Dei.
Gereja-gereja di dalam misi seperti yang akan diperdebatkan secara terinci kelak
dapat dilukiskan dalam pengetian sakramen dan tanda. Ia merupakan sebuah tanda dalam
pengertian sebuah petunjuk, lambang, contoh atau model, ia merupakan sakramen dalam
pengertian perantara, representasi atau antisipasi. Ia tidak identik dengan pemerintahan Allah
, namun bukannya tidak berhubungan denganNya. Gereja adalah satu “cicipan bagi
kedatanganNya” sakramen bagi antisipasiNya di dalam sejarah. Hidup17 di dalam ketegangan
yang kreatif, dan pada saat yang bersamaan, dipanggil keluar dari dunia dan diutus ke
dalamnya, gereja ditantang untuk menjadi taman percobaan Allah di bumi. Sebuah fragmen
dari pemerintahan Allah, karena Ia mempunyai “buah-buah sulung Roh” sebagai janji dari
apa yang akan datang.
15. Ajith Fernando, Allah Tritunggal dan Misi, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008) 41
16. Ronald W. Leight, Melayani Dengan Efektif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991) 188-189
17. Ron Sider, “Bagaimana Jika Injil Adalah Kabar Baik?” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab, (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007) 113
Berdasarkan pada esensi misi Allah yang melibatkan gereja-Nya, gereja harus dapat
menghadirkan kerajaan Allah dibumi. Di mana setiap orng, apapun agama yang dipeluknya
dimungkinkan untuk membebaskan umat manusia dari belenggu yang menyengsarakannya
sebagai tanda kerajaan Allah menampak; maka gereja Indonesia patut melakukan
rekonstruksi misinya dengan merubah model misi yang gereja Eropa18 terapkan pada masa
lalu, dan membangun kembali model misi yang kontekstual di Indonesia.
Misi gereja kontekstual di Indonesia adalah misi gereja yang mengekspresikan dan
mengakomodasi kenyataan-kenyataan sosial dari kemasyarakatan Indonesia seperti
kemajemukan agama, sebagai jalan terciptanya transformasi sosial. Dan sekaligus
mengaktualisasikan nilai-nilai keindonesiaan sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila.
Dalam rangka mengkontruksi misi gereja dalam konteks kemajemukan agama. Memikirkan
cara bermisi tidak berarti bahwa misi itu harus dilumpuhkan. Pemikiran tentang cara bermisi
itu harus merunjuk kepada pemikiran yang serius tentang hakikat misi dan rekonstruksi misi,
tentang apa yang harus diberitakan dalam misi itu dan bagaimana hal itu harus diberitakan
dalam suatu konteks masyarakat yang majemuk.
Agama itu dalam dirinya memiliki sisi ilahi dan juga sisi manusiawi yang sosial
sifatnya. Penghayatan terhadap yang ilahi itu terjadi dalam konteks sosial, historik dan
budaya dari manusia penerimanya, sehingga faktor sosial, historik dan budaya dari manusia
turut membentuk pemahaman terhadap yang ilahi itu19. dalam proses yang demikian,
bukannya tidak mungkin terjadi bahwa pada suatu saat tertentu, pengaruh dari faktor sosial
budaya itu sedemikian kuatnya, sehingga keinginan manusia lalu dirumuskan dengan bahasa
ilahi. Akibat dari keadaan ini, atas nama agama tertentu, sekelompok manusia tertentu bis
jadi lalu bertindak tidak adil terhadap kelompok manusia yang lainnya.
Faktor sosial, historik dan budaya yang manusiawi sifatnya tidak boleh diabaikan
dalam penghayatan terhadap agama itu. ketidaksadaran terhadap faktor ini dapat
mengakibatkan tumbuhnya fanatisme buta dalam kehidupan beragama yang tidak menolong
umat beragama untuk mengagungkan kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan.

18. C. Peter Wanger, Gempa Gereja, (Jakarta: Nafiri Gabriel, 1999) 257
19. Arie de Kuiper, Op.cit., 112
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah melihat uraian mengenai “Misi Allah di Tengah-Tengah Masyarakat
Majemuk” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penginjilan sebagai salah satu esensial gereja adalah salah satu tugas yang
dimandatkan oleh Allah dan tidak mungkin ditiadakan dari kehidupan gereja, sebab
untuk itulah gereja dipanggil oleh Allah dari dunia ini.
2. Gereja janganlah menjadi gereja yang eksklusif, tetapi gereja dapat membuka diri di
tengah-tengah kemajemukan masyarakat dan memberikan kesempatan kepada mereka
untuk mendengarkan Injil sama seperti gereja juga telah diberikan kesempatan oleh
Allah untuk mendengarkannya.
3. Misi Allah sekarang menjadi tugas gereja, gereja tidak mungkin dipisahkan dari
masyarakat di sekitarnya, sebab Allah menempatkan gereja di tengah masyarakat
untuk memberitakan Injil keselamatan kepada masyarakat.
4. Gereja harus mengenali masyarakat di sekitarnya secara objektif sehingga dapat
melihat dan menghadapi tantangan kemajemukan masyarakat melalui metode-metode
yang lebih efektif.
5. menjalankan misi Allah dengan kuasa bukanlah satu pilihan, melainkan satu
keharusan dan hanya gereja yang dipenuhi oleh Roh Kudus yang dapat
melakukannya.

3.2 Saran
1. Gereja tidak mungkin bertumbuh dan cenderung menjadi gereja yang mati apabila
tidak menekankan betapa pentingnya misi Allah bagi kehidupan gereja. Misi Allah itu
sendiri tidak akan dapat dilaksanakan dengan efektif apabila pendeta-pendeta dan
hamba-hamba Tuhan yang lainnya merasa bahwa itu hanyalah tugasnya. Untuk itu,
para pendeta dan hamba-hamba Tuhan yang lainnya perlu melibatkan semua anggota
gereja.
2. Allah telah menyediakan Roh Kudus untuk menolong gereja-Nya yang akan
menjalankan misi Allah. Untuk itu, gereja tidak perlu ragu untuk mengahadapi
banyaknya tantangan-tantangan dari kemajemukan masyarakat. Dia sendiri yang
mempunyai tugas ini, untuk itu Dia juga sendiri yang akan menyerti gereja-Nya
DAFTAR PUSTAKA

Kuiper, Arie. 1996. Missiologia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Artanto, Widi. 2008. Menjadi Gereja Yang Misioner. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.

Bosh, David. 2008. Trasformasi Misi Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Yahya, Wijaya. 2004. Iman atau Fanatisme?. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

E, Shaw. 2006. Indonesian Religions. Overview of World Religions.

Nainggolan, Cathryne. 2003. Masalah Kemiskinan dan Kepedulian Gereja. Jakarta: YT

Leadership Foundation.

Leslie, Newbigin. 1993. Injil Dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

William, Hocking. 2001. Re-thingking Mission. Dikutip dari Netland, Harold. Encountering

Religious Pluralism: The Challenge to Christian Faith&Missions. Downer Grove,

III:IVP Academic.

Stott, Jhon. 2007. Allah Yang Hidup Adalah Allah Yang Misioner. Jakarta: Yayasan

Komunikasi Bina Kasih.

Fernando, Ajith. 2008. Allah Tritunggal dan Misi. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

Leight, Ronald. 1991. Melayani Dengan Efektif. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Sider, Ron. 2007. “Bagaimana Jika Injil Adalah Kabar Baik?” dalam Misi Menurut Perspektif

Alkitab. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

Wanger, Peter. 1999. Gempa Gereja. Jakarta: Nafiri Gabriel.

Anda mungkin juga menyukai