Anda di halaman 1dari 19

Reformasi gereja abad ke-16 adalah salah satu tahap penting dalam seja- rah liturgi.

Setidaknya bagi
pembentukan liturgi gereja-gereja Reformasi kemudian. Para Reformator tidak hanya mengguncang
tata gereja. Me- reka juga membarui praktik liturgi Abad-abad Pertengahan, terutama Abad-abad
Pertengahan kedua. Paus yang memiliki kuasa dalam urusan sekuler dan pajak yang dikenakan
kepada umat ditentang. Gerakan anti- Paus dan antiklerus muncul. Gerakan tersebut terutama
dipelopori oleh kamn humanis.

Akan timbulnya sebuah reformasi telah tampak menjelang Abad- abad Pertengahan. Pembaruan
tersebut menyangkut pembaruan negara dan gereja. Masyarakat, yaitu kaum terpelajar dan warga
negara, telah dikecewakan oleh dua lembaga tersebut, terutama oleh gereja.1

Gereja menetapkan bahwa sarana keselamatan hanya terdapat di dalam gereja. Ajaran tersebut
terwujud melalui ajaran resmi gereja, oiganisasi gereja, liturgi dan sakramen-sakramen yang
dilayankannya. Namun, ada saja beberapa kelompok yang menentang praktik dogma gereja tersebut
dengan berbagai cara.

Ada orang yang mencari Tuhan dengan jalan mistik, seperti yang dija- lankan oleh beberapa mistikus.
Ada yang mencari Dia dengan mende- ngarkan firman Tuhan dan mengkritik teologi dan kepercayaan
yang resmi

bertolak belakang dari firman, yang kemudian menjadi Reformator. Ada yang ingin kembali kepada
suasana gereja Patristik dan mengkritik teologi dan kepercayaan yang resmi bertolak belakang dari
suasana itu, seperti yang dipelopori oleh kaum humanis.2

Semula Reformasi tidak mengkritik liturgi Abad-abad Pertengahan. Re- formasi adalah gerakan untuk
membarui praktik gereja Roma. Bahkan praktik tersebut berangkat dari makna memperoleh
keselamatan seba- gaimana dialami oleh Luther secara pribadi. Ada semangat untuk men- dapatkan
nilai-nilai luhur Gereja Mula-mula dan pengajaran "kembali ke Alkitab”. Namun, sebagai
konsekuensi logis yang kemudian timbul juga ialah termasuk membarui liturgi.3 Oleh karena itulah
Reformasi tidak memulai pembaruan hturgi dengan konsep yang jelas. Hanya, dalam perkembangan
kemudian ada beberapa yang istimewa dalam liturgi Reformasi. Ini disadari setelah studi tentang
hturgi Reformasi di- lakukan.

Untuk membatasi pemaparan dari peran besar para Reformator, di sini hanya diuraikan sebatas hturgi
sinaksis dan hanya pada dua reformator, yaitu Luther dan Calvin. Sebagian uraian hturgi Reformasi
akan dipaparkan dalam beberapa bagian lain. Uraian berikut hanya me- nyangkut beberapa hal yang
dinilai relevan dan tidak tumpang tindih dengan materi-materi lain yang telah ada.

Martin Luther (1483-1546)

Luther adalah seorang pembaru gereja yang sabar dan hati-hati dalam hal Hturgi. Ia melakukan
perubahan dan pembaruan secara bertahap, dan tentu saja memakan waktu. Ia memulainya dari hturgi
Roma. Luther tidak memaksakan dan tidak tiba-tiba dalam membarui sehingga tidak menimbulkan
kegelisahan karena terusiknya ’’konservatisme” umat Disadarinya bahwa masih ada beberapa orang
yang lemah di

dalam iman maka unsur-unsur lama mnsih dapal digunUNAkan, kECuali unsur-unsur yang
melecehkan Injil.
Awal Pembaruan

Semula, sebagaimana di dalam buku Formula Lulb«r mwmbe-

rtkan beberapa contoh bahwa umat berhak monerima okaristi dungan dua elemen, yaitu roti dan
auggur, molalui tangannva wndiri Akan tetapi, jika hal itu masih sulit berterima. Luther bersikap
toleran apabila diterimakan langsimg ke mulut. Khotbah ~ terutama jwmbfirilaan firman dan
pengajaran - menjadi unsur hakiki dalam kebaktian. terutama kebaktian Minggu. Liturgi adalah
|w>mberitaan firman. Seiuruh aktrvita* di gereja dinilai men unit ukuran tersebut. Oleh karena itu,
pembacaan Alkitab dan khotbah disampaikan dalam bahasa pribumi. sedangkan yang lain masih
boleh disampaikan dalam bahasa Latin. Doa-doa privst di ofiaiiorium yang mengingatkan akan
korban dihapuskan sama sekali Pengakuan dosa secara pribadi kepada imam diperbolehkan asal tidak
diwajibkan. Imam bebas memilih dan mengenakan pakaian lituips. asal tidak menonjolkan
kemewahan dan kemegahan.4 Yang dimakiud adalah busana mewah dan megah para imam sepanjang
Abed-abed Br tengahan yang berasal dari pengaruh busana kaisar. Busana seperti itu diganti oleh
Luther dengan jubah kesarjanaannya. Ia adalah doktor alau pengajar Alkitab.

Dalam pembaruan selanjutnya, sebagaimana dalam buku Dm&d* Messe atau Misa Jerman, lebih
terlihat Luther makin barbed* dari 1C»* tolik Roma. Nyanyian jemaat dinyanyikan dalam bahasa
jorman. Baptu pula dengan unsur-unsur introitus. graduate, credo, sanctm, Agm» Semua nyanyian
berbahasa Latin tersebut diganti denpm hahae* Nt-

dalam iman maka unsur-unsur lama masih dapat digunakan, kecuali unsur-imsur yang melecehkan
Injil.

Awal Pembaruan

Semula, sebagaimana di dalam buku Formula Missae, Luther membe- rlkan beberapa contoh bahwa
umat berhak menerima ekaristi dengan dua elemen, yaitu roti dan anggur, melalui tangannya sendiri.
Akan tetapi, jika hal itu masih sulit berterima, Luther bersikap toleran apabila diterimakan langsung
ke mulut. Khotbah - terutama pemberitaan firman dan pengajaran - menjadi unsur hakiki dalam
kebaktian, terutama kebaktian Minggu. Liturgi adalah pemberitaan firman. Seluruh aktivitas di gereja
dinilai menurut ukuran tersebut. Oleh karena itu, pembacaan Alkitab dan khotbah disampaikan dalam
bahasa pribumi, sedangkan yang lain masih boleh disampaikan dalam bahasa Latin. Doa-doa privat di
offertorium yang mengingatkan akan korban dihapuskan sama sekali. Pengakuan dosa secara pribadi
kepada imam diperbolehkan asal tidak diwajibkan. Imam bebas memilih dan mengenakan pakaian
liturgis, asal tidak menonjolkan kemewahan dan kemegahan.4 Yang dimaksud adalah busana mewah
dan megah para imam sepanjang Abad-abad Pertengahan yang berasal dari pengaruh busana kaisar.
Busana seperti itu diganti oleh Luther dengan jubah kesarjanaannya. Ia adalah doktor atau pengajar
Alkitab.

Dalam pembaruan selanjutnya, sebagaimana dalam buku Deutsche Messe atau Misa Jerman, lebih
terlihat Luther makin berbeda dari Ka- tolik Roma. Nyanyian jemaat dinyanyikan dalam bahasa
Jerman. Begitu pula dengan unsur-unsur introitus, graduale, credo, sanctus, Agnus Dei. Semua
nyanyian berbahasa Latin tersebut diganti dengan bahasa Jer
man dan menunit istilah Luther sendiri, semisal Agnus Dei diganti dengan judul Christe, du Lamm
Gottes (KJ 312 ”Anak Domba Allah”).

Sebagai pembaru, Luther (dan kemudian Calvin juga) mengadakan reformasi liturgi dengan berangkat
dari akamya, yaitu Alkitab, Gereja Mula-mula, dan struktur mis a Roma yang terutama liturgi dari
zaman Patristik. Alkitab mendapat peran dominan dalam perayaan iman gereja dengan selalu
dibacakannya Perjanjian Lama, surat rasuli, dan Injil. Dalam pengaruh zaman skolastik, penelitian
liturgi secara historis - sebagaimana ilmu teologi pada umumnya - mendapat porsi dalam reforma-
sinya tersebut. Sebab, dengan memahami betul sejarah terbentuk dan penggunaan unsur-unsur ibadah,
gereja akan lebih tepat untuk menda- patkan tafsiran yang relevan. Oleh karena itu, salah satu usaha
pembaruan liturgi adalah mempelajari sejarah liturgi. Akan tetapi, dalam praktik mula-mula dan untuk
sementara Luther masih berpatokan pada misa Roma yang telah ada.

Luther membersihkan gereja dari unsur-unsur kafir dan embel- embel zaman. Patung-patung dan
gambar-gambar orang kudus dalam gereja hams dihilangkan. Dengan kata lain, di dalam ’’Bait Allah”
tidak boleh ada sesuatu pun yang menggambarkan atau mengimajinasikan Baal dan dewa-dewa.
Secara bertahap dan dengan penuh toleransi ia hanya mengizinkan tiga meja di dalam gereja,5 yaitu
meja untuk pem- bacaan Alkitab, meja untuk pembacaan Injil dan pemberitaan firman, dan meja
untuk peijamuan kudus. Sejauh ini, Luther tidak menying- gung arsitektur gereja, Pada awal
Reformasi, Luther belum jelas benar dalam pembaruannya. Bahkan dalam pola liturgi, ia masih
berpaut pada misa Abad-abad Pertengahan. Pada mulanya, pembaruannya hanya menyangkut hal-hal
praktis yang dibuat bervariasi.

Pemberitaan Firman Tuhan

Pemberitaan firman mempunyai arti lebih luas daripada hanya khotbah monoton atau pidato.
Sebagaimana ciri sejati dari persekutuan Gereja Mula-mula, homih sebagai pengajaran iman kepada
umat menjadi segi terpenting dalam pemberitaan finnan. Luther tidak mendukung praktik pemberitaan
finnan yang melulu pada khotbah, tetapi homili, yakni homileo (berbicara, bercakap-cakap dalam
rangka mengajar). Makanya, jika di dalam praktik kemudian pengertian pemberitaan firman dibatasi
melulu pada khotbah, hal tersebut hanya disebabkan oleh beberapa penghujat.

Ada tiga kesewenang-wenangan yang mengakibatkan terjadinya penyelewengan dalam memberitakan


firman dalam ibadah, yaitu:

Firman Allah telah dibisukan. Akibatnya, hanya ada pembacaan Alkitab dan nyanyian yang tersisa
dalam gereja.

Pada waktu firman Allah dibisukan, muncullah fabel-fabel dan ke- bohongan non-Kristen melalui
cerita legenda, himne, dan khotbah yang sia-sia.

Peribadahan tidak dilayankan sebagai karya anugerah dan kesela- matan Allah, tetapi telah menjadi
bebas bagi umat untuk terpaksa mendengar

Oleh karena itu, setiap kah umat berkumpul hams ada pemberitaan firman dan doa. Tanpa
pemberitaan firman lebih baik tidak ada nyanyian, pembacaan Alkitab, sakramen peijamuan kudus,
atau bahkan persekutuan itu sendiri. Sakramen menjadi nyata dan sah hanya jika melalui pemberitaan
firman.8 Tiada kebaktian tanpa homili atau pesan mimbar. Namun, sayangnya, pembaman Luther
yang menekankan pemberitaan firman disalahpahami sehingga menjadi sebatas khotbah. Padahal,
mak- sudnya ialah pemberitaan firman melalui khotbah yang bemas. Juga sering kah' disalahpahami
bahwa bukan maksud Luther menempatkan

pemberitaan firman sebagai pengganti perjamuan kudus karena jarang- nya perjamuan kudus
dirayakan di gereja. Bagi Luther, perjamuan kudus mempunyai peran penting dalam hidup umat.
Baginya, perjamuan kudus menjadi sia-sia tanpa pemberitaan firman, vice versa.

Di samping itu, Luther adalah seorang pengkhotbah yang kuat, ber- tenaga, dan yang senang
didengarkan oleh banyak telinga.

Ketika ia tiba di Wittenberg, ia memulainya dengan berkhotbah. Ia tampil di depan orang banyak
yang mengalir berduyun-duyun. Selama delapan hari ia berkhotbah setiap pagi di gereja kota dan
memberitakan tentang rahmat Allah di dalam Kristus.9

Ibadah Harian

Selain pemberitaan firman pada hari Minggu, Luther - yang adalah mantan biarawan yang bergabung
pada ordo Augustin pada usia 22 ta- hun (1505Wj menerapkan ibadah harian atau ofisi. Ada tiga
waktu doa komunal setiap hari, yaitu ibadah pagi, ibadah siang, dan ibadah senja. Ibadah siang
dilakukan setelah makan siang. Ibadah siang ini wajib dilakukan terutama bagi mereka yang tidak
melakukan ibadah pagi atau senja.

Pembacaan Perjanjian Lama memegang peran penting dalam ibadah pagi. Ibadah pagi dalam pola
ibadah harian disarankan untuk dila- yankan pada sekitar pukul 04.00 atau 05.00 setiap hari. Pastor
atau pengkhotbah memilih salah satu Kitab Perjanjian Lama dan membaca- kannya. Siapa pun boleh
membacakan Alkitab sejumlah setengah atau satu-dua pasal hingga selesai. Hal ini bertujuan agar
umat tetap melatih diri terampil dan pandai dalam memahami Alkitab.

Setelah nas Alkitab ditafsirkan, umat mengucap syukur kepada Allah, memuji Dia, dan berdoa.
Mazmur-mazmur, responsoria, dan be- berapa antifon yang baik dari Katolik Roma tetap digunakan.
Keselu-

6 pemikahan Gereja

palam hal pemikahan gerejawi - juga dalam setiap liturgi - Luther ber- hadapan dengan keberbagaian
praktik gereja Jerman waktu itu. Luther niengatakan, "Lain negara, banyak cara.” Oleh karena itu,
Luther mene- rapkan sikap pragmatisnya secara bijaksana berdasarkan ’lain ladang lain belalang, lain
lubuk lain ikannya”. Ia tidak menekankan keseragaman dalam hal penyelenggaraan hturgi nikah.

Luther menghargai perbedaan ritus masing-masing. Bahkan dikatakarmya bahwa agar setiap orang
tidak menghakimi orang lain yang ber- beda (Rm. 14:5 dan 1 Kor. 8:8 sebagaimana ditafsirkan oleh
Luther). Baginya yang penting adalah ’’berpikir dan merasa secara bersama, wa- laupun bertindak
secara berbeda”.12 Sampai di sini kita menyaksikan sebuah pola pikir ekumenis pada abad ke-16.
Memaksakan keseragam- an dalam hal ritus nikah dan liturgi-liturgi lain akan membuat ketidak-
sesuaian dan tidak oikumenis. Imanlah yang menyatukan umat, bukan tindak-tanduk dan selera
manusiawi. Sekalipun pola hturgi Luther adalah misa Roma, ia memberikan keleluasaan dalam
melayankan ritus- ritus secara berbeda.
Pemikahan adalah umsan duniawi dan bukan sakramen, tetapi hams dilangsungkan di gereja. Peran
gereja sebagai penyalur anugerah Allah ialah melindungi pemikahan dari perzinaan. Moral adalah
dasar pemikahan bagi Luther. Pola pikir ini mempakan warisan Abad-abad Pertengahan.

Menumt Luther, ada dua bagian dalam pemikahan di gereja:13 Ritus di pintu gereja

Pendeta bertanya kepada laki-laki dahulu kemudian kepada perem- puan, "Apakah Saudara ingin
menikahkan (menikah dengan) Sau- dara... (nama calon istri/suami) sebagai suami dan istri?”

Setelah mempelai menjawab, ”Ya,” mereka saling menukar cincin masing-masing tanpa pemberkatan
cincin sebagaimana praktik Abad-abad Pertengahan.

Pendeta memegang tangan mempelai, dan mengucapkan Matius 19:6, ”Apa yang telah dipersatukan
Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

Kemudian pendeta memberitakan perkawinan mereka kepada umat.

Ritus di altar

it Pendeta membacakan dengan khidmat Kejadian 2:18 dan 21-24. ’’Tuhan Allah berfirman: Tidak
baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan
dengan dia.’ Lalu TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya, lalu menutup tempat itu
dengan daging. Dan dari rusuk yang di- ambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah
seorang pe- rempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: ’Inilah dia,
tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-
laki.’ Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Kedua nas tersebut adalah hakiki dalam liturgi pemikahan bagi Luther. Setelah nas ini, pendeta dapat
membacakan beberapa nas lain yang dipilihnya dan berhubungan (misalnya Efesus).

Pendeta memberkati dan berdoa bagi mempelai, ”Ya Allah yang menciptakan laki-laki dan
perempuan dan meneguhkan mereka da- lam pemikahan, memberkati pula dengan buah rahim, dan
dilam- bangkan padanya kesatuan sakramental antara Tuhan Yesus Kristus, Anak-Mu dan gereja-Mu,
sang mempelai perempuan. Kami memo- hon dengan tulus agar Engkau tidak mengizinkan ciptaan,
peneguh- an dan anugerah-Mu, dirusak dan dihancurkan, tetapi memelihara dengan anugerah
kebaikan; melalui Yesus Kristus Tuhan kami. Amin.”

Setelah mempelai menjawab, ”Ya,” mereka saling menukar cincin masing-masing tanpa pemberkatan
cincin sebagaimana praktik Abad-abad Pertengahan.

Pendeta memegang tangan mempelai, dan mengucapkan Matius 19:6, ”Apa yang telah dipersatukan
Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

Kemudian pendeta memberitakan perkawinan mereka kepada umat.

Ritus di altar
Pendeta membacakan dengan khidmat Kejadian 2:18 dan 21-24. ’’Tuhan Allah berfirman: Tidak baik
kalau manusia itu seorang din saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan
dia.’ Lalu Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya, lalu menutup tempat itu dengan
daging. Dan dari rusuk yang di- ambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang pe-
rempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: ’Inilah dia, tulang dari
tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.’
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Kedua nas tersebut adalah hakiki dalam liturgi pemikahan bagi Luther. Setelah nas ini, pendeta dapat
membacakan beberapa nas lain yang dipilihnya dan berhubungan (misalnya Efesus).

Pendeta memberkati dan berdoa bagi mempelai, ”Ya Allah yang menciptakan laki-laki dan
perempuan dan meneguhkan mereka da- lam pemikahan, memberkati pula dengan buah rahim, dan
dilam- bangkan padanya kesatuan sakramental antara Tuhan Yesus Kristus, Anak-Mu dan gereja-Mu,
sang mempelai perempuan. Kami memo- hon dengan tulus agar Engkau tidak mengizinkan ciptaan,
peneguh- an dan anugerah-Mu, dimsak dan dihancurkan, tetapi memelihara dengan anugerah
kebaikan; melalui Yesus Kristus Tuhan kami. Amin.”

Johannes Calvin (1509-1564)

Berbeda dari Luther, Calvin memberi sumbangan besar dalam perkem- bangan hturgi. Di Strassburg,
ia dan teman-temannya memulai suatu pekerjaan yang kini menjadi warisan bagi gereja Reformasi,
yaitu pe- nyusunan tata hturgi dan nyanyian jemaat. Walaupun Calvin bukan orang pertama yang
membuat buku hturgi, ia lebih dikenal oleh gereja saat ini daripada pendahulunya. Ia sendiri bam
menjadi pendeta di Je- newa pada tahun 1536. Tentang garis besar hturgi dirangkumkan dalam materi
lain.

Hingga tahun 1526, Strassburg belum memiliki buku hturgi sendiri sebagaimana telah Hignnakan
oleh Luther di Jerman. Beberapa pastor Reformasi mulai gelisah dan terdorong untuk membuat buku
hturgi sendiri. Di antara mereka adalah Diobald Schwarz atau Theobald Schwarz. Ia mendasari
hturginya pada misa Roma yang diadaptasi secara konservatif. Pada tanggal 16 Febmari 1524,
Schwarz membacakan

Teutsche Messe, yakni misa dalam bahasa Jerman. Buku misa tersebut kemudian menjadi awal tradisi
liturgis di kota Strassburg.

Segala unsur yang mempunyai hubungan dengan dogma Katolik Roma tentang korban dihilangkan
dalam Teutsche Messe. Namun, sebenamya Schwarz tetap tradisional sehingga roh injilinya tetap ber-
fonnula Katolik Roma. Bahkan ibadah harian di Strassburg tahun 1525- 1530 tetap menggunakan
struktur Katolik Roma dengan menghilangkan psalmody lectio continual Pengakuan dosa imam
diubah menjadi pengakuan dosa umat pada awal ibadah. Pengakuan dosa diikuti dengan absolusi,
yakni berita pengampunan (1 Tim. 1:15). Dalam praktik- nya, absolusi adalah sebagai berikut:1S

Pendeta: Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.

Umat: Allah, ampunilah dan berkatilah kami. Amin.


Dasar persembahan syukur ialah pada persembahan diri sebagai ibadah yang sejati (Rm. 12:1).
Komuni dilakukan dengan dua elemen, yaitu roti dan anggur. ”Sursum corda”, yakni "Angkatlah
hatimu” diterjemahkan dengan ’’Erhebt uere Herzen”. Pada perkembangan kemudian, tata liturgi
Schwarz adalah akar bagi Book of Common Prayer dari Gereja Anglican.16

Selain Schwarz, Martin Bucer atau Martin Butzer (1491-1551) membuat beberapa penyederhanaan
dari liturgi Katolik Roma. Kata misa diganti dengan perjamuan malam atau perjamuan Tuhan [Lord's
Supper). Istilah altar diganti dengan kata meja perjamuan. Istilah imam tidak lagi digunakan, tetapi
pendeta {parson) atau pelayan [minister). Pendeta mengenakan jubah hitam sebagaimana yang
dikenakan oleh

kebanyakan pendeta Protestan masa kini, yakni pakaian para akademisi seperti masih dikenakan oleh
pejabat pengadilan masa kini.

Ketika melayankan liturgi dan perjamuan kudus, pendeta berdiri di belakang meja, kecuali ketika
membacakan Injil barulah pendeta tetap membelakangi umat. Pada waktu itu, posisi menghadap umat
ketika melayankan perjamuan kudus merupakan posisi yang tidak la- zim. Pembacaan surat rasuli
dibatasi, bahkan dapat diganti dengan Mazmur sebab hanya Injil yang patut ditempatkan sebagai
"mahkota Kitab Suci”. Pembacaan Injil dilakukan menyeluruh sehingga dibaca- kan setiap pasal
setiap hari Minggu secara berurutan (lectio continua). Sedangkan pembacaan surat rasuli berdasarkan
pembacaan Injil. Ke- baktian dibuka dengan pengakuan dosa umat. Penyederhanaan liturgi tersebut
dimaksudkan imtuk membersihkan misa Roma yang telah ditumpangi dengan embel-embel.

Jika liturgi Schwarz bersifat konservatif, liturgi Bucer bersifat injili. Dibandingkan dengan pola
Luther, segi personalitas liturgi Bucer begitu ditonjolkan. Hal tersebut terlihat dalam prinsip-
prinsipnya. Menurut Bucer, liturgi berisi empat hal:17

Pemberitaan firman Tuhan dan tanggapan umat kepada-Nya dalam bentuk mazmur-mazmur
responsoris, doa, dan nyanyian.

Peran Roh Kudus ditonjolkan secara aktif dan terlihat melalui khot- bah yang mengena sehingga
mendorong pertobatan.

Kecuali pada waktu khotbah, umat bebas berdoa dan memuji tanpa dikekang oleh tata cara yang kaku.

Dengan demikian, gereja menjadi persekutuan kasih. Kasih harus mendasari segenap hidup dan kerja
orang percaya.

Perjamuan kudus dirayakan seminggu sekali di gereja pusat, dan se- bulan sekali di jemaat-jemaat
lain. Nyanyian jemaat utama adalah

kebanyakan pendeta Protestan masa kini, yakni pakaian para akademisi seperti masih dikenakan oleh
pejabat pengadilan masa kini.

Ketika melayankan liturgi dan perjamuan kudus, pendeta berdiri di belakang meja, kecuali ketika
membacakan Injil barulah pendeta tetap membelakangi umat. Pada waktu itu, posisi menghadap umat
ketika melayankan perjamuan kudus merupakan posisi yang tidak la- zim. Pembacaan surat rasuli
dibatasi, bahkan dapat diganti dengan Mazmur sebab hanya Injil yang patut ditempatkan sebagai
"mahkota Kitab Suci”. Pembacaan Injil dilakukan menyeluruh sehingga dibaca- kan setiap pasal
setiap hari Minggu secara berurutan (lectio continua). Sedangkan pembacaan surat rasuli berdasarkan
pembacaan Injil. Ke- baktian dibuka dengan pengakuan dosa umat. Penyederhanaan liturgi tersebut
dimaksudkan untuk membersihkan misa Roma yang telah ditumpangi dengan embel-embel.

Jika liturgi Schwarz bersifat konservatif, liturgi Bucer bersifat injili. Dibandingkan dengan pola
Luther, segi personalitas Hturgi Bucer begitu ditonjolkan. Hal tersebut terlihat dalam prinsip-
prinsipnya. Menurut Bucer, lituigi berisi empat hal:17

Pemberitaan firman Tuhan dan tanggapan umat kepada-Nya dalam bentuk mazmur-mazmur
responsoris, doa, dan nyanyian.

Peran Roh Kudus ditonjolkan secara aktif dan terlihat melalui khot- bah yang mengena sehingga
mendorong pertobatan.

KecuaH pada waktu khotbah, umat bebas berdoa dan memuji tanpa dikekang oleh tata cara yang
kaku.

Dengan demikian, gereja menjadi persekutuan kasih. Kasih harus mendasari segenap hidup dan kerja
orang percaya.

Perjamuan kudus dirayakan seminggu sekali di gereja pusat, dan se- bulan sekali di jemaat-jemaat
lain. Nyanyian jemaat utama adalah

Mazmur metris, yakni mazmur dalam bentuk sajak, sedangkan himne cantice hanya dinyanyikan pada
bagian lituigi pembuka.18

Secara garis besar, buku liturgi Bucer, уакш Grund und Ursach der Neuenmgen an dem Nachtmahl
des Herren (Dasar dan Alasan Pemba- ruan pada Perjamuan Malam Tuhan) yang dipublikasikan pada
tahun 1524, hanya disiapkan untuk hari Minggu. Isi hturgi dalam buku ter- sebut adalah sebagai
berikut:19

9 Ketika umat datang berbakti pada hari Minggu, pendeta menging- atkan mereka untuk mengaku
dosa dan berdoa. Pendeta meman- jatkan doa bersama umat dan memberitakan pengampunan dosa
bagi mereka yang percaya. Setelah pendeta berdoa singkat dan membacakan surat rasuli, umat
menyanyikan mazmur-mazmur pendek atau kidung pujian.

Umat menyanyikan Dasa Titah atau nyanyian lain. Lalu pendeta membacakan Injil dan berkhotbah.

Pengakuan iman dinyanyikan oleh umat, disusul dengan doa syafaat bagi pemerintah, iman, kasih,
dan anugerah untuk selalu menge- nang kematian Kristus.

Pendeta mengingatkan untuk merayakan perjamuan Tuhan dan mengenangkan-Nya. Tuhan telah mati
bagi dosa, memikul salib, dan mengasihi sesama. Dengan demikian, umat diminta tetap beriman teguh
berdasarkan kepercayaan melalui anugerah dan kebaikan yang dinyatakan oleh Kristus. Dia telah
menyerahkan tubuh-Nya dan darah-Nya kepada Bapa-Nya

Pembacaan Injil tentang perjamuan Tuhan sebagaimana Injil si- noptik dan 1 Korintus 11.
Pendeta memecahkan roti dan menuangkan cawan minuman untuk mengenangkan Tuhan. Tuhan ada
bersama umat dan umat berpar-

Mazmur metris, yakni mazmur dalam bentuk sajak, sedangkan himne cantice hanya dinyanyikan pada
bagian liturgi pembuka.18

Secara garis besar, buku liturgi Bucer, yakni Grund und Ursach der Neuerungen an dem Nachtmahl
des Herren (Dasar dan Alasan Pemba- ruan pada Perjamuan Malam Tuhan) yang dipublikasikan pada
tahun 1524, hanya disiapkan untuk hari Minggu. Isi liturgi dalam buku tersebut adalah sebagai
berikut:19

ll Ketika umat datang berbakti pada hari Minggu, pendeta menging- atkan mereka untuk
mengaku dosa dan berdoa. Pendeta meman- jatkan doa bersama umat dan memberitakan
pengampunan dosa bagi mereka yang percaya. Setelah pendeta berdoa singkat dan membacakan surat
rasuli, umat menyanyikan mazmur-mazmur pendek atau kidung pujian.

Umat menyanyikan Dasa Titah atau nyanyian lain. Lalu pendeta membacakan Injil dan berkhotbah.

Pengakuan iman dinyanyikan oleh umat, disusul dengan doa syafaat bagi pemerintah, iman, kasih,
dan anugerah untuk selalu menge- nang kematian Kristus.

Pendeta mengingatkan untuk merayakan perjamuan Tuhan dan mengenangkan-Nya. Tuhan telah mati
bagi dosa, memikul salib, dan mengasihi sesama. Dengan demikian, umat diminta tetap beriman teguh
berdasarkan kepercayaan melalui anugerah dan kebaikan yang dinyatakan oleh Kristus. Dia telah
menyerahkan tubuh-Nya dan darah-Nya kepada Bapa-Nya

Pembacaan Injil tentang perjamuan Tuhan sebagaimana Injil si- noptik dan 1 Korintus 11.

Pendeta memecahkan roti dan menuangkan cawan minuman untuk mengenangkan Tuhan. Tuhan ada
bersama umat dan umat berpar-

tisipasi di dalam tubuh dan darah-Nya. Sementara itu, mnat menya- nyikan nyanyian jemaat.

Pendeta menutup perjamuan dengan doa singkat dan berkat, dan mengutus umat pergi dalam damai
Tuhan.

Besar kemungkinan liturgi Reformasi Bucer dan Schwarz digunakan oleh Ulrich Zwingli (1484-1531)
di kota Zurich. ZwingU membersihkan liturgi Bucer dan Schwarz dari unsur Katolik Roma. Itulah
sebabnya liturgi Zwingli yang lebih kemudian tersebut tidak lagi menggunakan pola dasar liturgi
Katolik Roma Abad-abad Pertengahan.20

Kemudian Johannes Calvin meneruskan dan mengembangkan liturgi berdasarkan beberapa hturgi
yang telah ada dari kedua penda- hulunya tersebut dan berdasarkan pola hturgi tradisional. Liturgi
Calvin diambil dari Martin Bucer yang dikenal dengan Liturgi Strassburg (1545). Dari Calvin lahir
dua liturgi yang sepola, yaitu Liturgi Jenewa (1542) dan Liturgi Strassburg (1545). Liturgi Strassburg
dari Calvin konon telah selesai ditulisnya sejak tahun 1540 edisi pertama, namun naskah aslinya tidak
tersimpan. Edisi kedua, menurut sumber lain, ter- bit tahun 1542 bersama dengan Hturgi Jenewa.
Мака, Hturgi tahun 1545 агЫяЬ edisi penggabungan kedua naskah tersebut: Jenewa dan Strass-
burg.21 Kedua Hturgi Calvin tersebut sepola, namun saling berbeda dalam beberapa ritus. Jadi, saat
Calvin menyusun tata liturgi, telah ada beberapa tata Hturgi Reformasi yang dibuat oleh orang-orang
lain.

Unsur Liturgi Votum

Hal yang perlu dicatat sehubungan dengan sumbangan Calvin bagi Hturgi gereja-gereja Reformasi di
Indonesia ialah unsur yang kemudian disebut ’’votum”. Kalimat votum adalah sebagai berikut:
’’Pertolongan kita ialah di dalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi”

Pernikahan Gereja

Calvin memandang pernikahan gereja secara pastoral dan teologis. Sekalipun tidak berkepentingan
dalam hal pernikahan seseorang, mnat yang menikah dilibatkan dalam liturgi. Dalam buku liturgi
nikah La Forma de Confirmer les Manages davant l’Eglise des Fiddles (Tata Ibadah Peneguhan Nikah
di Gereja) ditekankan bahwa "Kebaktian nikah adalah kebaktian yang berlangsung dalam kebaktian
jemaat, yaitu sebelum khotbah, tetapi bukan pada perayaan perjamuan kudus.”34 Kebaktian nikah
bukan kebaktian lebih istimewa atau lebih remdah kedudukannya daripada kebaktian jomaal. Oleh
karnna itu, kebaktian nikah tidak boleh dilayankan di luar kebaktian jemaat.

Liturgi pernikahan menurut Calvin adalah sebagai berikut:35 1. Pengajaran alkitabiah. Bagian ini
dibuka dengan votum "Pertolongan kita ialah di dalam nama Tuhan”, sesuai dengan ritus Farel
(1533). Lalu pendeta menjelaskan maksud dan tujuan perkawinan, yaitu

penciptaan manusia laki-laki dan perempuan, kelahiran manusia, ketaatan istri kepada suami,
pemikahan abadi atau tak dapat dice- raikan, iman, kesucian tubuh manusia, dan penyesuaian
hubungan suami dan istri.

Persetujuan mempelai. Pendeta bertanya, ’’Apakah engkau berjanji akan hidup bersama dalam
pemikahan sah yang kudus, bersaksi, dan meneguhkan hal nikah ini di hadapan Allah, gereja-Nya dan
jemaat-Nya?”

Dilanjutkan dengan pertanyaan pendeta kepada mempelai, laki-laki dan perempuan, mengenai
halangan-halangan. Pendeta mendoakan mempelai dan memohon Allah untuk meneguhkan
pemikahan tersebut.

Pendeta bertanya kepada mempelai pria, "Apakah engkau mengaku di hadapan Allah dan jemaat-Nya
yang kudus bahwa engkau telah mengambil dan akan menjaga istrimu ini, yang kepadanya engkau
berjanji setia untuk mengasihi dan memperhatikannya sebagaimana seharusnya dilakukan oleh suami
yang benar dan setia kepada istri- nya, yaitu hidup beribadah dengannya, menjaga iman dan ketulusan
dengannya dalam segala sesuatu dengan firman Allah dan Injil-Nya yang kudus?”

Kemudian pendeta bertanya kepada mempelai perempuan, ”Apakah engkau mengaku di hadapan
Allah dan jemaat-Nya yang kudus bahwa engkau telah mengambil dan akan menjaga suamimu yang
sah ini, yang kepadanya engkau berjanji setia untuk melayani dan me- matuhinya, hidup beribadah
dengannya, menjaga iman dan ketulusan dengannya dalam segala sesuatu, sebagaimana seharusnya
dilakukan oleh istri yang benar dan setia kepada suaminya, sesuai dengan firman Allah dan Injil-Nya
yang kudus?”
Setelah mempelai masing-masing menjawab ”Ya”, pendeta memberkati mempelai, ”Bapa yang Maha
Pemurah, yang telah memang- gil kamu dalam kasih karunia-Nya kepada pemikahan yang kudus,
demi kasih Yesus Kristus, anak-Nya, yang oleh kekudusan-Nya telah

penciptaan manusia laki-laki dan perempuan, kelahiran manusia, ketaatan istri kepada suami,
pernikahan abadi atau tak dapat dice- raikan, iman, kesucian tubuh manusia, dan penyesuaian
hubungan suami dan istri.

Persetujuan mempelai. Pendeta bertanya, ’’Apakah engkau berjanji akan hidup bersama dalam
pernikahan sah yang kudus, bersaksi, Нал meneguhkan hal nikab ini di hadapan Allah, gereja-Nya
dan jemaat-Nya?”

Dilanjutkan dengan pertanyaan pendeta kepada mempelai, laki-laki dan perempuan, mengenai
halangan-halangan. Pendeta mendoakan mempelai dan memohon Allah untuk meneguhkan
pemikahan tersebut.

Pendeta bertanya kepada mempelai pria, ’’Apakah engkau mengaku di hadapan Allah dan jemaat-Nya
yang kudus bahwa engkau telah mengambil dan akan menjaga istrimu ini, yang kepadanya engkau
berjanji setia untuk mengasihi dan memperhatikannya sebagaimana seharusnya dilakukan oleh suami
yang benar dan setia kepada istri- nya, yaitu hidup beribadah dengannya, menjaga iman dan ketulusan
dengannya dalam segala sesuatu dengan firman Allah dan Injil-Nya yang kudus?”

Kemudian pendeta bertanya kepada mempelai perempuan, ’’Apakah engkau mengaku di hadapan
Allah dan jemaat-Nya yang kudus bahwa engkau telah mengambil dan akan menjaga suamimu yang
sah ini, yang kepadanya engkau berjanji setia untuk melayani dan me- matuhinya, hidup beribadah
dengannya, menjaga iman dan ketulusan dengannya dalam segala sesuatu, sebagaimana seharusnya
dilakukan oleh istri yang benar dan setia kepada suaminya, sesuai dengan firman Allah dan Injil-Nya
yang kudus?”

Setelah mempelai masing-masing menjawab ”Ya”, pendeta memberkati mempelai, ”Bapa yang Maha
Pemurah, yang telah memang- gil kamu dalam kasih karunia-Nya kepada pemikahan yang kudus,
demi kasih Yesus Kristus, anak-Nya, yang oleh kekudusan-Nya telah

menguduskan pemikahan dengan membuat tanda pertama di hadapan para rasul, mencurahkan Roh
Kudus kepadamu, untuk mela- yani dan menghormati Dia di dalam pemikahan ini.”

Untuk memberitahukan kepada mempelai bahwa Allah memper- satukan mereka dan perkawinan
Kristen adalah tidak terceraikan, pendeta membacakan Matius 19:3-6 demikian, "’Apakah diperbo-
lehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?’ Jawab Yesus: Tidakkah kamu baca,
bahwa Ia yang telah menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.’ Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan
satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh dicerai- kan manusia.”

Doa bagi suami dan istri, yang kemudian disusul dengan berkat. Bagian ini mempakan penutup ritus
pemikahan. Berisi tentang penciptaan manusia, pertanyaan bagi suami dan istri, anugerah Roh Kudus,
dan berkat atas kehidupan mempelai sebagai saksi Injil.
Lalu sebagaimana Luther, Calvin pun menyatukan tangan mempelai dan tidak memberkati cincin.

Uraian tentang sumbangan Calvin dan Luther bagi Hturgi gereja Reformasi dijelaskan pada bagian-
bagian berikut. Hal ini membuktikan bahwa gerakan Reformasi, baik yang dilakukan oleh Luther dan
Calvin maupun orang-orang lain, bermakna bukan hanya pada masa Reformasi abad ke-16 itu,
melainkan juga bagi perjalanan sejarah gereja Reformasi kemudian dan perjalanan gerakan oikumenis
dewasa ini. Bahkan, gerakan Reformasi juga bermakna bagi masa modem empat abad kemu- dian,
termasuk berguna dalam hal Hturgi.

Gerakan Reformasi abad ke-16 melahirkan beberapa unsur barn di dalam pembentukan liturgi.
Sejalan dengan perkembangan gereja-gereja Reformasi di Егора dan pembaruan gereja Inggris, liturgi
Reformasi ber- gulir ke seluruh Егора, Inggris, dan Afrika. Liturgi Lutheran berkem- bang ke
Lituania, Latvia, Estonia, Skandinavia. Liturgi Calvinis atau Reformed berkembang ke Prancis,
Jerman, dan Belanda.

Perkembangan gereja berasal dari perkembangan teologi. Pietisme atau gerakan yang mementingkan
kesalehan personal, dan revivalisme atau gerakan menghidupkan kembali semangat hidup rohani,
muncul dalam rangka menanggapi arus penggerak pemikiran pada zaman itu, yakni Pencerahan.
Perkembangannya begitu cepat dan meluas. Hal tersebut menyebabkan munculnya keberbagaian
corak di dalam tubuh gereja-gereja Reformasi. Demikian pula dalam hal ekspresi hturgi sehingga
muncullah istilah Hturgi Protestan atau Hturgi Reformasi.

Soal Hturgi Protestan, harus disadari sebagai Hturgi gereja-gereja Protestan. Hal ini hendak
menyatakan bahwa di gereja Protestan tidak ada Hturgi yang satu sebab tidak ada satu gereja
Protestan - sebagai- mana halnya Katolik Roma dan AngHcan - terutama sebelum terasa dampak dari
gerakan Hturgis [liturgical movement) dan konvergensi Hturgi dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia
dengan tersusunnya Liturgi Lima-Peru pada tahun 1983.

Gerakan Reformasi abad ke-16 melahirkan beberapa unsur barn di dalam pembentukan liturgi.
Sejalan dengan perkembangan gereja-gereja Reformasi di Егора dan pembaruan gereja Inggris, liturgi
Reformasi ber- gulir ke seluruh Егора, Inggris, dan Afrika. Liturgi Lutheran berkem- bang ke
Lituania, Latvia, Estonia, Skandinavia. Liturgi Calvinis atau Reformed berkembang ke Prancis,
Jerman, dan Belanda.

Perkembangan gereja berasal dari perkembangan teologi. Pietisme atau gerakan yang mementingkan
kesalehan personal, dan revivalisme atau gerakan menghidupkan kembali semangat hidup rohani,
muncul dalam rangka menanggapi arus penggerak pemikiran pada zaman itu, yakni Pencerahan.
Perkembangannya begitu cepat dan meluas. Hal tersebut menyebabkan munculnya keberbagaian
corak di dalam tubuh gereja-gereja Reformasi. Demikian pula dalam hal ekspresi hturgi sehingga
muncullah istilah Hturgi Protestan atau Hturgi Reformasi.

Soal Hturgi Protestan, harus disadari sebagai Hturgi gereja-gereja Protestan. Hal ini hendak
menyatakan bahwa di gereja Protestan tidak ada Hturgi yang satu sebab tidak ada satu gereja
Protestan - sebagai- mana halnya Katolik Roma dan AngHcan - terutama sebelum terasa dampak dari
gerakan Hturgis [liturgical movement) dan konvergensi Hturgi dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia
dengan tersusunnya Liturgi Lima-Peru pada tahun 1983.
Lahimya istilah "liturgi Protestan” bermula dari polemik nntora pimpman Gereja Katolik Roma dan
beberapa orang yang kemudian dl- gebut reforma tor (Jerman, Jenewa, dan Inggris), pada zaman
Reformasi abad ke-16. Sebelum abad ke-16, dunia hanya mengenal satu liturgi Barat, yakni liturgi
Roma - yang memang berbeda dari liturgi Timur (mulai terpisah sejak abad ke-6 hingga ke-10) - dari
Abad-abad Perte- ngahaiL Kemudian, seturut dengan perkembangan atau polemik di dalam tubuh
gereja Protestan sendiri dan ajaran pietisme sorta revi- valisme di dalam sejarah, bermunculan pula
berbagai liturgi di ka- langan Protestan. White menelusuri ada sembilan induk liturgi gereja- gereja
Protestan,1 yang semuanya berasal dari induk tradisional liturgi Barat (Roma), yaitu:

Lutheran dari Wittenberg ke negara-negara Jerman dan Skandinavia abad ke-16;

Reformed atau Calvinis bermula dari Zurich dan Jenewa-Swiss dan Starssbourg-Prancis abad ke-16,
kemudian menyebar ke Belanda, Prancis, Skotlandia, Hongaria, dan Inggris;

Anabaptis di Swis sejak 1520-an;

Anglican untuk Gereja Inggris yang muncul sesaat setelah Lutheran;

Separatis dan Puritan muncul pada abad ke-17 sebagai protes ter- hadap kemapanan gereja negara
atau Gereja Anglican;

Quaker abad ke-17 yang membuat terputusnya tradisi peribadahan sebab beribadah tanpa khotbah,
nyanyian, dan pembacaan Alkitab;

Methodist abad ke-18 merupakan percampuran antara hturgi Roma Abad-abad Pertengahan dan
Anglican dengan Puritan;

Frontier abad ke-19; dan

Pentakostal abad ke-20 merupakan wama khas spiritual Amerika.

Lahirnya istilah "liturgi Protestan” bermula dari polemik antara pimpinan Gereja Katolik Roma dan
beberapa orang yang kemudian di- sebut reformator (Jerman, Jenewa, dan Inggris), pada zaman
Reformasi abad ke-16. Sebelum abad ke-16, dunia hanya mengenal satu liturgi Barat, yakni liturgi
Roma - yang memang berbeda dari liturgi Timur (mulai terpisah sejak abad ke-6 hingga ke-10) - dari
Abad-abad Perte- ngahan. Kemudian, seturut dengan perkembangan atau polemik di dalam tubuh
gereja Protestan sendiri dan ajaran pietisme serta revi- valisme di dalam sejarah, bermunculan pula
berbagai liturgi di ka- langan Protestan. White menelusuri ada sembilan induk liturgi gereja- gereja
Protestan,1 yang semuanya berasal dari induk tradisional liturgi Barat (Roma), yaitu:

Lutheran dari Wittenberg ke negara-negara Jerman dan Skandinavia abad ke-16;

Reformed atau Calvinis bermula dari Zurich dan Jenewa-Swiss dan Starssbourg-Prancis abad ke-16,
kemudian menyebar ke Belanda, Prancis, Skotlandia, Hongaria, dan Inggris;

Anabaptis di Swis sejak 1520-an;

Anghcan untuk Gereja Inggris yang muncul sesaat setelah Lutheran;

Separatis dan Puritan muncul pada abad ke-17 sebagai protes ter- hadap kemapanan gereja negara
atau Gereja Anglican;
Quaker abad ke-17 yang membuat terputusnya tradisi peribadahan sebab beribadah tanpa khotbah,
nyanyian, dan pembacaan Alkitab;

Methodist abad ke-18 merupakan percampuran antara liturgi Roma Abad-abad Pertengahan dan
Anglican dengan Puritan;

8* Frontier abad ke-19; dan

9- Pentakostal abad ke-20 merupakan wama khas spiritual Amerika.

Empal atau lima dari sembilan induk liturgi tersebut mulai melebur di zaman gerakan liturgis ini.
Lutheran, Reformed, sebagian Methodist, dan (berangsur-angsur) Anglican mulai berliturgi sepola
dalam sayap ecumenical. Sebagian Methodist, Frontier, dan Pentakostal menjadi satu warna di sayap
evangelical. Lalu wama ketiga adalah Quaker yang tetap pada jalurnya yang sangat berbeda.

Munculnya teologi liturgi Reformasi akan saya paparkan secara garis besar dalam bab ini.

Hakikat Lilurgi Reformasi

Dalam pemahaman Reformasi, tidak ada hturgi yang ideal dan mapan sehingga wajib diikuti untuk
segala zaman dan tempat. Sebagaimana pemahaman Reformasi tentang gereja, demikian pula
pemahamannya tentang liturgi. Ecclesia reformata semper reformanda dipahami pula sebagai liturgia
reformata semper reformanda. Sebagaimana gereja, liturgi pun senantiasa berada dalam proses
membarui. Bentuk-bentuk pengungkapan iman pada satu generasi membutuhkan penilaian teo- logis
yang segar dari generasi berikut.3 Praksis dan refleksi terhadap lituigi menjadi penting bagi gereja-
gereja Reformasi. Hal ini bertujuan agar keberbagaian liturgi dan ritus di gereja-gereja Reformasi
tetap ter- pelihara.

Refleksi teologis atas praksis liturgis mempunyai peran penting. Agar pembaruan liturgis yang
dihasilkan tidak hanya berdasarkan ke- gemaran sesaat, selera individu semata, atau trend zaman,
refleksi teologis atas Hturgi diperlukan. Jadi, bagi gereja-gereja Reformasi tidak ada hturgi yang
bersifat normatif.4 Tidak ada Hturgi yang bersifat kekal, sempuma, fine, dan tidak dapat diperbarui
sepanjang masa. Bagi gereja- gereja Reformasi, Hturgi mempunyai dua sifat, yaitu:

Kebersamaan yang bersifat oikumenis atau komunal dan katolik atau am.

Bebas di antara umat sebab hanya kebaktian yang sungguh-sungguh bebaslah yang benar-benar
bersifat am.

Yang ditekankan oleh Reformasi dari kedua sifat tersebut adalah bukan pada bebas atau liar sama
sekali, melainkan pada katolik atau am. Oleh karena itu, hturgi wajib berada dalam kaitan dengan
kesadaran tentang keseluruhan Tubuh Kristus, yakni Gereja, dari segala abad dan tempat.8

Liturgi Reformasi berada dalam keterikatan sebagai penerus dari para pendahnlu. Keterikatan ini tidak
berarti hanya mengulangi ritus yang selalu dilayankan secara kaku, itu-itu saja, sejak dahulu kala.
Bentuk-bentuk pelayanan ritus boleh bervariasi di tiap jemaat atau gereja, tetapi pola dan konsepnya
sedapat mungkin bersifat oikumenis. Keseragaman liturgi tidak menjadi norma muUak yang harus
dipatuhi.
Oikumenisitas Ня1ат hturgi adalah salah satu konsep dan pola dalam hturgi Reformasi. Bahkan
Luther dan Calvin tidak bemiat me- rombak misa Roma, kecuali hal-hal praktis yang ditampilkan
melalui ritus-ritus. Bagi para pemimpin gereja-gereja Reformasi, sebelum meng- adakan pembaruan
secara bebas, adalah perlu mempelajari lebih dahulu sumbangan his tons dalam liturgi. Cara ini
dilakukan agar nilai-nilai historis liturgiologis dipahami dan ditafsirkan secara benar. Kaidah tersebut
dipahami betul oleh Luther dan Calvin. Luther meneruskan dan mengembangkan misa Roma di
Jerman. Calvin meneruskan dan mengembangkan liturgi Schwarz dan Bucer di Strassburg dan
Jenewa. Schwarz dan Bucer pun menyusun liturgi berdasarkan misa Roma.

Ritus-ritus di gereja-gereja Reformasi tidak seragam. Walaupun pola dan konsep hturgi waktu itu
diusahakan oikumenis, usaha itu sekarang kurang terasa sebagaimana terjadi di Indonesia. Secara
umum ada tujuh prinsip dalam hturgi sehingga berwama reformatoris, yaitu:

Liturgi dilayankan dalam bahasa umat. Dalam kehidupan sesehari, adalah hak umat untuk berdoa
secara pribadi dalam bahasa ibu mereka. Oleh karena itu, mereka pun berhak mengerti doa jemaat di
Halam hturgi komunal yang mana dipanjatkan dalam bahasa yang dipahami.

Melalui firman-Nya, Tuhan mengumpulkan, mendirikan, melin- dungi, dan menjaga umat-Nya.
Firman Allah harus dikomunikasi- kan secara terbuka dan mendalam. Oleh karena itu, homih - atau
pengajaran - sebagai unsur kunci adalah sarana utama untuk men- jelaskan firman Allah. Umat
menjadi pasif selama mendengarkan homih, namun Roh Kudus mengisi aktivitas dari umat-Nya.

Jika perjamuan kudus dirayakan sebagaimana perintah Kristus, umat berhak dan wajib menerima
komuni. Berdasarkan alas an pastoral, adalah larangan bagi umat untuk tidak berpartisipasi dalam
komuni. Ada dua hal mengenai frekuensi merayakan perjamuan kudus:

sekadar syarat yang dibuat oleh para reformator untuk tidak merayakan perjamuan kudus pada setiap
hari Tuhan atau hari Minggu;

banyak gereja Reformasi merayakannya lebih dari empat kali se- tahun.

Pembedaan komuni antara imam - menerima dua elemen - dan umat - menerima satu elemen - hams
diakhiri. Umat mempunyai hak untuk menerima cawan minnman, bukan hanya roti.

Umat terhbat aktif dalam hturgi dengan menyanyikan nyanyian je- maaL Oleh karena itu, perlu
diterjemahkan seratus lima puluh nyanyian Mazmur, Dasa Titah, Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa
Kami, Nyanyian Pujian Maria (Magnificat), Nyanyian Pujian Zakharia (Benedictus), dan Nyanyian
Pujian Simeon (Nunc Dimittis) agar umat dapat berpartisipasi

Doa hening oleh pelayan dihilangkan. Sebaliknya, doa dengan suara jelas atau doa dengan suara
nyaring dan khidmat dipanjatkan oleh pelayan Hturgi

Pelayan hturgi tidak mengenakan pakaian liturgis yang hanya mem- bedakannya dari umat. Ia boleh
mengenakan jubah yang menun- jukkan diri sebagai sarjana, tetapi bukan jubah imamat6

Hal pertama tentang bahasa umat, kedua tentang homih atau peng- ajaran, keempat tentang komuni
dengan dua elemen, dan ketujuh tentang pakaian liturgis, telah diterapkan oleh gereja-gereja
Reformasi Bahkan hal kedua tentang homih telah menjadi terlalu ditekankan pada masa Pencerahan
dan Pietisme sebagai pusat ibadah. Kekeliruan tersebut - yang terlalu menekankan hanya khotbah -
menjadikan ibadah dan gereja sebagai tempat kuliah7 dan menjadikannya satu-satunya ukuran dalam
ibadah gereja Protestan. Jadi, arti ’’firman yang ditekankan” oleh para reformator hams dikembalikan
pada proporsinya se- mula, yaitu Alkitab dan homih.

Dampak terlalu menekankan khotbah -tersebut dapat dilihat dari penampilan mimbar yang sering
berukuran raksasa dan tinggi, serta penempatannya yang sangat sentral di banyak gereja Reformasi.
Penampilan mimbar yang melebihi penampilan altar atau meja perjamuan kudus. Dalam beberapa
kasus, khotbah sering membosankan, tidak me- narik, dan tidak menjawab tantangan hidup karena
beberapa hal, misal- nya:

Khotbah yang diperdengarkan dalam ibadah umumnya sukar dipa- hami. Hal ini bukan saja
disebabkan oleh istilah asing dan ungkapan teologis yang banyak Hignnalcan oleh pengkhotbah,
melainkan juga oleh khotbahnya sendiri yang sering berbeht-beht dan tidak teratur.

Khotbah tidak komunikatif. Pengkhotbah tidak bemsaha mene- rapkan firman dalam hidup konkret

Khotbah tidak lagi suatu homiha, yakni suatu sapaan dan perea- kapan persaudaraan (Luk. 24:14; Kis.
20:11; 24:24-26), tetapi suatu pidato yang monoton. Akibatnya, umat menjadi pasif dalam ibadah8

Hal keenam tentang doa hening yang dihilangkan, telah dilakukan. Yang dimaksud adalah secreta
dalam hturgi perjamuan kudus. Untuk hal ini, belum ada kesepakatan di antara para teolog. Namun,
dalam beberapa kesempatan istimewa, doa hening masih dipanjatkan sesekali, baik oleh pelayan
maupun umat, semisal dalam doa pengakuan dosa.

Hal ketiga tentang kewajiban umat ikut serta dalam komuni, belum dilakukan. Masih banyak gereja
berpegang pada keputusan Dewan Kota Jenewa abad ke-16 dalam frekuensi merayakan perjamuan
kudus, yakni empat kali setahun atau sebanyak-banyaknya sekah dalam sebulan. Bahkan masih ada
beberapa gereja merayakannya hanya pada hari raya Jumat Agung, tetapi tidak dilakukan pada hari
raya Paska.

Hal kelima tentang umat terlihat aktif dalam hturgi, belum sepe- nuhnya dilakukan. Peran pendeta di
dalam hturgi masih sangat domi- nan dibandingkan peran umat. Formula liturgis berbentuk dialog
masih sangat sedikit dilakukan dalam Hturgi. Demikian pula dengan mazmur- mazmur responsoris,
tidak banyak dilakukan di gereja-gereja Reformasi. Hal ini terjadi karena khotbah masih dianggap
bobot suatu Hturgi sehingga umat menjadi pasif di hampir seluruh selebrasi Hturgi.

Aspek Pendidikan dalam Liturgi

Bagi gereja-gereja Reformasi, kebaktian tidak melulu beraspek liturgis. Kebaktian juga memiliki sifat
edukatif. Hal itu tidak berarti gereja mengubah suasana Hturgi menjadi suasana kelas sekolah,
sekaHpun aspek pendidikan ditekankan. Salah satu ciri berperannya segi edukasi

dalam liturgi adalah pakaian liturgi yang dikenakan oleh pendeta, yakni jubah hitam. Jubah hturgi
tersebut terdiri dari toga, dasi putih atau bef dan stole. Jubah model tersebut sebelumnya telah
digunakan oleh para guru besar di perguruan tinggi. Nilai yang perlu dicatat di sini ialah:
Kita menemukan kembah praktik gereja purba. Seluruh kebaktian ini ter- masuk banyak partisipasi
umat, drama, bahkan informalitas; secara singkat hal ini adalah baik untuk pendidikan yang
menyentuh bidang kognitif dan afektif.9

Di dalam hturgi, seorang pendeta tidak mengajarkan matematika atau fisika. Seorang guru besar tidak
dipanggil ke dalam ibadah untuk mem- berikan kuhah ilmu-ilmu mentah dari kesenian, sastra, atau
ekonomi. Yang ditekankan ialah berperannya sikap edukatif dalam Hturgi Refor- masi. Sikap edukatif
berjalan bergandengan dengan sikap liturgis.

Luther berpegang pada prinsip "imamat am semua orang percaya” (1 Ptr. 2:9). Setiap pendeta dan
umat mempunyai hak dan tugas yang sama sebagai imam bagi warga seimannya. Oleh karena itu,
seorang pendeta, setelah ditahbiskan untuk melayankan firman Allah dan perjamuan kudus, wajib
membimbing umat untuk memahami Alkitab semaksimal mungkin. Umat, setelah dimerdekakan
dalam Kristus, perlu belajar. Pengetahuan tidak otomatis diperoleh bersama dengan peng- alaman
pembenaran oleh iman.10

Memberitakan, mempelajari, dan mengajarkan Alkitab semaksimal mungkin berarti menyampaikan


penafsiran menurut sumber bahasa asli, yaitu Ibrani dan Yunani. Itu adalah tugas seorang pemimpin
umat. Tafsiran yang saksama dan tehti hanya dapat dicapai jika dimulai de- agan membaca bahasa ash
tersebut. Tentu hal itu tak mudah dilakukan oleh anggota jemaat dalam tingkat sederhana. Mereka
boleh saja membaca dan mempelajari Alkitab dalam bahasa Jerman, Prancis, atau ba-

hasa pribuml lull к Akan ImIhjj!, jmmm ptif iif injiln wajib memperoleh pengetahuan AlkKnli
fflflilUfUt ImIhmh flgji Пинаг penafsiran yang disampaikan oleh pnniliuplh adalali haliaea null
Alkilab.11 Oleh karena itu, bahasa lbranl dan Yniainl rtdrftluli baliawu wajib bagi setiap maha- siswa
teologi hingga iMifl in),

Luther Udak mewajlbkaii lollup orang iinliik hanya mempelajari Alkitab. Namun, lu Juga
fflWiekflilkflil |H»nllngn.ya Alkitab dipelajari dan dipahami dl eamplng flinn ilittu lain <11 wikolali.
flmu musik, tata bahasa, sastru, lltnu hilling, Wwflii htlln, dan Ihuii pengetahuan pada imiumnya
wajlb dlpnlnjnrl ololi мпПмр anggnla jumaat. Setiap orangtua wajib memberlkun poluang kepflde
anak anaknya bersekolah. Namun, mempelajari Alkitab dan bnhijrir ШШ'И шиши adalah awal dari
segala pengetahuan. Tidak ada pokok juilajaran yang lobih penting daripada Alkitab. Vak-vak lalu
adalah pelflngkap. Dengan belajar secara teratur dan tertib orang akan ntakln Md'HLP akan dona dan
keberadaan mereka (Ams. 1:7 "Takut akan TUHAN adalali parmulaan pengetahuan, tetapi orang
bodoh menghina hlkinat dan dldlkan").

Usaha pendidikan uguaiu Krlnlnn parlu iiHincakup pengetahuan danpeng- erUan Firman Allah, yiiknl
Yoeuf KrUlun, juga khueusnya melalui Alkitab, yakni firman yang lerlull*. Knlau Alkllah lidak
dipahami, maka semua macam ketokhyulan dlapiii шимик ka dalain kelildupan para warga Kristen.
Tetapi dengan mempelujarl Alkilob, kalakhyulan dan maksud iblis yang buruk selalu dapat
dilsikhkftn.11

Menurut Calvin, demikian pula Lullior, pendidikan untuk seluruh umat berlangsung juga di sekoluh
don dl knlaa kateklsasi. Oleh karena itu, menurut Calvin, liturgi adalah мпгпил pondldlkan bagi umat
dan khotbah adalah wadah untuk mondidik orang-urang dewasa. Tiada ibadah dan sakramen tanpa
pemborltaan firman Alluh. Walaupun firman Allah tidak terbatas hanya pada Alkitab, firman yang
tertulis itu adalah akar
dari firman vang diberitakan. Di dalam Alkitab terdapat sumber penge- tahuan, Dengan demikian,
’’Alkitab menjadi isi pokok pendidikan apma Kristen dan tolok ukur yang dipakai untuk pembinaan
warga Kristen,"13

Alkitab mempunyai wibawa dan peran kuat, baik sebagai acuan dogma maupun sebagai simiber
pengajaran dan pedoman hidup. Oleh karena itu, Alkitab harus digah isinya dan dipelajari maknanya
(Yoh. 7:52: "Selidikilah Kitab Sud”) oleh anggota jemaat. Tugas orang percaya ialah mengutamakan
kepentingan belajar-mengajar terus-menerus dan berproses.14

Dalam praktiknya di Jenewa, Calvin menguraikan isi Alkitab pe- rikop per perikop melalui khotbah.
’’Perikop atau ayat-ayat yang akan dibahas hari ini dibaca secara lisan dalam bahasa aslinya dan
diterje- mahkan langsung ke dalam bahasa pribumi”. Ia berkhotbah dan menaf- sirkan Alkitab seperti
seorang guru besar memberikan kuhah di se- minari. Nletode khotbah mengikuti metode homiletika
seperti itu mung- kin tidak lazim dilakukan kebanyakan pendeta Indonesia dewasa ini dari mimbar,
tetapi Calvin melakukannya secara konsisten. Nas pa- danan dari Perjanjian Lama atau komentar
teolog pendahulunya dije- laskan secara ilmiah oleh Calvin.

Pertama-tama, perlu ditentukan maksud pengarang. Sementara itu keadaan historis dan geografis si
pengarang, salah satu perikop harus dipertimbang- kan, di samping lingkungan luas perikop tersebut...
(lalu) mesti ada usaha tambahan untuk menentukan gaya menulis pengarang termasuk berbagai
Viasum yang dipakainya untuk menyampaikan gagasan-gagasan nya.

Dia bend terhadap pendekatan alegoris (meskipun amat disukai oleh para penafsir Kitab Sud sejak
waktu lama) karena dengan pendekatan itu

dari firman yang diberitakan. Di dalam Alkitab terdapat sumber penge- tahuan. Dengan demikian,
’’Alkitab menjadi isi pokok pendidikan agama Kristen dan tolok ukur yang dipakai untuk pembinaan
warga Kristen.”13

Alkitab mempunyai wibawa dan peran kuat, baik sebagai acuan dogma maupun sebagai sumber
pengajaran dan pedoman hidup. Oleh karena itu, Alkitab harus digali isinya dan dipelajari maknanya
(Yoh. 7:52: ’’Selidikilah Kitab Suci”) oleh anggota jemaat. Tugas orang percaya ialah mengutamakan
kepentingan belajar-mengajar terus-menerus dan berproses.14

Dalam praktiknya di Jenewa, Calvin menguraikan isi Alkitab perikop per perikop melalui khotbah.
’’Perikop atau ayat-ayat yang akan dibahas hari ini dibaca secara lisan dalam bahasa aslinya dan
diterje- mahkan langsung ke dalam bahasa pribumi”. Ia berkhotbah dan menaf- sirkan Alkitab seperti
seorang guru besar memberikan kuhah di seminar!. Metode khotbah mengikuti metode homiletika
seperti itu mung- kin tidak la?im dilakukan kebanyakan pendeta Indonesia dewasa ini dari mimbar,
tetapi Calvin melakukannya secara konsisten. Nas pa- danan dari Perjanjian Lama atau komentar
teolog pendahulunya dije- laskan secara ilmiah oleh Calvin.

Pertama-tama, perlu ditentukan maksud pengarang. Sementara itu keadaan historis dan geografis si
pengarang, salah satu perikop hams dipertimbang- kan, di snmpmg lingkungan luas perikop tersebut...
(lalu) mesti ada usaha tamhnhnn untuk menentukan gaya menulis pengarang termasuk berbagai
kiasan yang dipakainya untuk menyampaikan gagasan-gagasannya.
Dia benci terhadap pendekatan alegoris (meskipun amat disukai oleh para penafsir Kitab Suci sejak
waktu lama) karena dengan pendekatan itu

uas-nas tertontu dengan gam pang dapat dipaksakan melayani maksud pe- nafsir dan bukan
sebaliknya.15

Sikap edukatif Calvin ialah tidak mengikuti selera umat atau kebiasaan para pendeta di zamannya.
Lagi pula, ia berpegang pada metode ilmiah di kala metode tersebut diperlukan dalam menafsirkan
nas. Metode eksegese atau penafsiran, - bukan eisegese atau penaksiran - diterapkan oleh Calvin dari
mimbar.

Namun. peneUtian Alkitab bukan tujuan khotbah Calvin. Bahkan khotbah pun bukan tujuan
peribadahan atau tugas sa tu-satunya seorang pelayan firman, walaupun batas tugas antara berkhotbah
dan mengajar adalah tipis. Calvin pasti menyesalkan jika ada gereja-gereja Reformasi yang
menjadikan khotbah sebagai tujuan. Khotbah ialah sarana untuk mendidik umat agar mereka
memahami betul isi Alkitab secara lugas dan mengerti iman Kristen secara kognitif.16 Sumbangan
Reformasi yang berarti bagi pembinaan anggota jemaat adalah penekanan pada segi kognitif ten tang
pengetahuan dan nalar, untuk mengimbangi segi afektif, yaitu apresiasi dan perasaan.

Secara umurn, ada dua hal dalam pendidikan liturgi Reformasi:

Tujuan khotbah ialah mendidik umat. Dengan demikian, isi khotbah mutlak bersifat edukatif, bukan
uraian dogmatis belaka. Isi khotbah ialah menyadarkan orang percaya bahwa mereka berdosa, namun
telah diselamatkan, dan gereja memberikan bimbingan pada hidup baru.

Pendidikan anggota jemaat tak hanya berlangsung di dalam khotbah. Pendidikan umat berlangsung di
segenap kebaktian gereja. Anggota jemaat mengambil bagian dalam doa, nyanyian jemaat, mazmur-
mazmur, Pengakuan Iman Rasuli, sakramen-sakramen, dan pemba-

Anda mungkin juga menyukai