Anda di halaman 1dari 5

A.

Latar Belakang

Hukuman mati merupakan salah satu hukuman tertua di dunia yang resmi

diakui bersamaan dengan adanya hukum tertulis yaitu sejak adanya undangundang Raja Hamurabi di
Babilonia pada abad ke-18 sebelum masehi. Hingga

Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan hukuman mati, termasuk

Indonesia dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan

hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan praktek hukuman

mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati

untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara melakukan moratorium (de

facto tidak menerapkan) hukuman mati dan total 129 negara melakukan abolisi

(penghapusan) hukuman mati (Nurwahidah, 2013).

Hukuman mati masih dilaksanakan di banyak negara, termasuk

Indonesia. Mengingat hukuman mati menyangkut nyawa manusia, maka

banyak terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat, namun pemerintah

Indonesia bersama sejumlah elemen masyarakat yang mendukung hukuman

mati tetap pada pendirian, bahwa hukuman mati tetap harus dilaksanakan untuk

melindungi kehidupan. Pemerintah Indonesia sudah beberapa kali

melaksanakan eksekusi hukuman mati mengikuti sistem KUHP peninggalan

kolonial Belanda kepada pelaku tindak pidana tertentu seperti terorisme,

narkoba, pembunuhan dan pemberontakan. Hukuman mati di Indonesia

pertama kali dilaksanakan pada tahun 1980, penjahat kelas kakap Kusni Kasdut

dijatuhi hukuman mati karena melakukan perampokan dan pembunuhan.

Berdasarkan data-data yang dihimpun oleh Kejaksaan Agung selama kurun

waktu 1945 sampai 2015, orang yang menjalani pidana mati ternyata hanya

sedikit. Ada 303 orang yang dijatuhi pidana mati, ternyata hanya 91 orang yang

telah dieksekusi selama kurun waktu 70 tahun.


B. Argumen dan Sumber Pendukung

Ada beberapa pandangan tentang pelaksanaan hukuman mati yaitu: menurut pandangan Islam,
menurut hukum HAM internasional, menurut konstitusi dan peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Didalam hukum positif (yang berlaku) di Indonesia, baik dalam KUHP Nasional maupun
perundang-undangan, hukuman mati ada tercantum dengan jelas, bahkan tata cara pelaksanaannya pun
juga telah diatur dengan jelas. Maka dari sudut hukum (legalistik) tidak ada hal yang harus
diperdebatkan. Dalam menyikapi tentang hukuman mati dikaitkan dengan 3 (tiga) tujuan hukum, yaitu :
keadilan, kepastian hukum dan manfaat/kegunaan. Dari aspek keadilan, maka penjatuhan hukuman
mati seimbang dengan tindak kejahatan yang dilakukannya. Dari aspek kepastian hukum, yaitu
ditegakkannya hukum yang ada dan diberlakukan, menunjukkan adanya konsistensi, ketegasan, bahwa
apa yang tertulis bukan sebuah angan-angan, khayalan tetapi kenyataan yang dapat diwujudkan dengan
tidak pandang bulu. Dari aspek manfaat/kegunaan, hukuman mati akan membuat efek jera kepada
orang lain yang telah dan akan melakukan kejahatan, serta juga dapat memelihara wibawa pemerintah
dan penegak hukum.

a. Pemidanaan dan Pidana Mati

Yang dimaksud hukuman atau pidana ialah “suatu perasaan tidak

enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan suatu vonis

kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”.

(R. Soesilo, 1993, hlm: 35).

Menurut filsafat, tujuan hukuman itu bermacam-macam tergantung

dari sudut mana persoalan tersebut ditinjau:

1). Emmanuel Kant mengatakan bahwa hukuman adalah suatu

pembalasan berdasarkan atas pepatah kuno “siapa membunuh

harus dibunuh”. Pendapat ini biasa disebut “teori pembalasan”

(vergelding-theorie)

2). Feurbach antara lain berpendapat bahwa hukuman harus

dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat. Teori ini

biasa disebut “teori mempertakutkan” (afchrikkings-theorie).


3). Penulis lain berpendapat bahwa hukuman itu dimaksudkan

pula untuk memperbaiki orang yang telah berbuat kejahatan.

Teori ini biasa disebut “teori memperbaiki” (verbeterings theorie).

4). Selain itu ada penulis-penulis yang mengatakan bahwa dasar

dari penjatuhan hukuman itu adalah pembalasan, akan tetapi

maksud-maksud lainnya (mencegah, menakut-nakuti,

mempertahankan tata tertib kehidupan bersama, memperbaiki

orang yang telah berbuat) tidak boleh diabaikan. Mereka adalah

penganut teori yang disebut “teori gabungan” (verenigings theorie).

b. Pengaturan hukuman mati dalam hukum positif di Indonesia

Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membedakan dua

macam pidana: pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:

a. Pidana pokok:

1. Hukuman mati

2. Hukuman penjara

3. Hukuman kurungan

4. Hukuman denda

b. Pidana tambahan:

1. Pencabutan beberapa hak yang tertentu

2. Perampasan barang yang tertentu

3. Pengumuman keputusan Hakim

Dengan demikian, maka pidana mati di dalam hukum positif di

Indonesia merupakan merupakan pidana pokok.


Kejahatan yang dapat dihukum mati menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

1. Makar membunuh kepala negara: Pasal 104 KUHP;

2. Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia: Pasal 111 ayat 2 KUHP;

3. Memberikan pertolongan kepada musuh pada saat Indonesia dalam keadaan perang: Pasal 124 ayat 3
KUHP;

4.Membunuh kepala negara sahabat: Pasal 140 ayat 3 KUHP;

5. Pembunuhan berencana: Pasal 340 KUHP;

6. Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka
berat atau mati: Pasal 365 ayat 4 KUHP;

7. Menganjurkan pemberontakan atau huru hara para buruh terhadap peusahaan pertahanan negara
waktu perang: Pasal 124 bis;

8. Menipu dalam menyerahkan barang keperluan angkatan perang saat perang: Pasal 127 dan Pasal 129;

9. Pemerasan dengan kekerasan: Pasal 368 Ayat 2;

10. Pembajakan di laut, tepi laut, pantai, sungai yang menyebabkan ada orang yang mati: Pasal 444.

C. Kesimpulan

1. Hukuman mati masih diterapkan di Indonesia dan tertuang dalam

hukum positif Indonesia yaitu Pasal 10 KUHP dan termasik sebagai pidana

pokok, hal tersebut juga didukung dengan kualifikasi tindak pidana yang

bisa dikategorikan ataupun diancam dengan pidana mati antara lain

tindakan makar, ataupun mengajak negara asing untuk menyerang

Indonesia begitu juga dalam Rancangan KUHP juga terdapat pengaturan

pidana mati.

2. Hukuman mati atau yang sering disebut dengan pidana mati

bertentangan dengan ketentuan internasional hak asasi manusia


terutama Pasal 3 DUHAM yaitu hak untuk hidup. Namun terdapat

pengecualian dari Pasal tersebut yaityu Pasal 4 ayat (1) ICCPRderogable

right yang pada intinya hukuman mati dapat dilaksanakan dengan

kualifikasi kejahatan tersebut membehayakan publik.

Anda mungkin juga menyukai