Anda di halaman 1dari 21

Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi

Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024


Reza Timothy Dengah
NOODWEER EXCES SEBAGAI SALAH SATU
ALASAN PENIADAAN PIDANA1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Reza Timothy Dengah2 Pembunuhan merupakan salah satu perbuatan
Jolly Ken Pongoh3 yang dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Rony Sepang4 Pidana (KUHP) dan diancam dengan pidana, sehingga
menjadi suatu tindak pidana. Pembunuhan disebutkan
ABSTRAK dalam Pasal 338 KUHP yang menentukan bahwa,
Pembunuhan merupakan salah satu perbuatan yang “barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang
dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
Pidana (KUHP) dan diancam dengan pidana, sehingga penjara paling lama lima belas tahun”;5 atau yang
menjadi suatu tindak pidana. Pembunuhan diatur dalam menurut terjemahan R. Soesilo berbunyi, “barangsiapa
Pasal 338 KUHP. yang menurut terjemahan R. Soesilo dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
berbunyi, “barangsiapa dengan sengaja menghilangkan dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara
jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan selama-lamanya lima belas tahun”.6 Pembunuhan atau
hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”. makar mati ini dalam teks bahasa Belanda dari KUHP
Pembunuhan atau makar mati ini dalam teks bahasa disebut sebagai “doodslag”.7 Pembunuhan menjadi
Belanda dari KUHP disebut sebagai “doodslag”. salah satu kejahatan terhadap nyawa selain kejahatan
Pembunuhan menjadi salah satu kejahatan terhadap lainnya terhadap nyawa seperti pembunuhan berencana
nyawa selain kejahatan lainnya terhadap nyawa seperti (moord)8 yang dirumuskan dalam Pasal 340 KUHP.
pembunuhan berencana (moord) yang dirumuskan dalam Tetapi yang menjadi perhatian di sini yaitu pembunuhan
Pasal 340 KUHP. Tetapi yang menjadi perhatian di sini (doodslag) sebagaimana yang drumuskan dalam Pasal
yaitu pembunuhan (doodslag) sebagaimana yang 338 KUHP.
drumuskan dalam Pasal 338 KUHP. Pembelaan terpaksa Pembunuhan termasuk salah satu tindak pidana
yang melampaui batas (noodweer exces) yang diatur berat karena menyangkut nyawa/jiwa seseorang yang
dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP memiliki kaitan erat pada umumnya merupakan kepentingan hukum
dengan pembelaan terpaksa (noodweer) yang diatur terpenting bagi setiap individu. Kehilangan nyawa/jiwa
dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP. Oleh karena itu, berarti berakhirnya kehidupan dan aktivitas yang
pembahasan noodweer exces tidak dapat dilepaskan dari bersangkutan di dunia ini. Tetapi, dalam hukum pidana,
pembahasan noodweer, sehingga perlu diketahui bunyi dilakukannya pembunuhan atau perbuatan merampas
selengkapnya dari Pasal 49 KUHP. Alasan penghapus nyawa orang lain, tidaklah selalu berarti pelaku akan
pidana yang diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP dijatuhi pidana. KUHP mengakui adanya perbuatan-
dikenal dalam bahasa Belanda dikenal sebagai perbuatan tertentu yang dilakukan dalam upaya
“noodweer exces”, atau “noodweer ekses”, yang pertahanan diri atau pembelaan diri sehingga pelaku
biasanya diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai perampas nyawa orang lain akhirnya tidak dapat
“pembelaan terpaksa yang melampaui batas”; sekalipun dipidana. KUHP mengatur adanya upaya pembelaan
ada juga yang menerjemahkannya secara lain, seperti terpaksa (noodweer) dalam Pasal 49 ayat (1) dan
Teguh Prasetyo yang menerjemahkan noodweer exces pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer
sebagai “pelampauan batas pembelaan darurat”, exces) dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP, di mana yang
sedangkan noodweer diterjemahkannya sebagai menjadi perhatian di sini yaitu pembelaan terpaksa yang
“pembelaan darurat”. Penerjemah yang juga melampaui batas (noodweer exces) sebagaimana
menerjemahkan noodweer sebagai pembelaan darurat ditentukan dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP, “pembelaan
yaitu R. Soesilo. Tetapi dalam tulisan ini akan digunakan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung
istilah pembelaan terpaksa yang melampaui batas atau disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena
noodweer exces sebagai istilah-istilah yang lebih umum serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”.9
digunakan. Merampas nyawa orang lain ditinjau dari sudut
pembedaan macam-macam delik/tindak pidana, maka
Kata Kunci: Noodweer Exces Sebagai Salah Satu Alasan pembunuhan ini merupakan suatu delik material. Delik
Peniadaan Pidana material adalah delik yang nanti dianggap selesai

1 6
Artikel Skripsi R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2 Mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, NIM 19071101504 (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi
3
Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Pasal, Politeia, Bogor, 1991, hlm. 240.
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum 7
Ibid.
5
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum 8
Ibid., hlm. 241.
Nasional (BPHN), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 9
Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 32.
Sinar Harapan, Jakarta, 1983, hlm. 135.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
(vooltooid) dengan timbulnya akibat yang dilarang. tidak dapat menuntut apabila perbuatan
Menurut Teguh Prasetyo, “delik material titik beratnya tersebut dilakukan disuatu tempat dimana
pada akibat yang dilarang, delik itu dianggap selesai jika KUHPidana tidak berlaku. …
akibatnya sudah terjadi”.10 Pembunuhan merupakan Akhirnya, Pompe (hal.489) membicarakan
delik material karena nanti ada pembunuhan sebagai pasal-pasal 2 sampai dengan pasal 9
suatu delik selesai setelah ada orang yang KUHPidana dalam suatu bab yang diberi
mati/meninggal. Jika ada orang menjadi sasaran nama “Vervolgbaarheid en Uitvoerbaarheid”
pembunuhan, tetapi ternyata hanya luka parah, tidak (dapat dituntut dan dapat dijalankan). 12
sampai mati, maka peristiwa itu baru merupakan suatu
percobaan pembunuhan. Jadi, delik pembunuhan bukan Ketentuan-ketentuan mengenai asas-asas
suatu delik formal, yaitu “delik yang dianggap selesai berlakunya hukum pidana dalam Buku Kesatu
dengan dilakukannya perbuatan itu, atau dengan (Aturan Umum), Bab I (Batas-batas Berlakunya
perkataan lain titik beratgnya berada pada perbuatan itu Aturan Pidana dalam Perundang-undangan)
seniri”.11 Delik formal adalah perbuatan yang sudah menyebabkan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat
menjadi delik selesai (voltooid delict) dengan melakukan penuntutan sehingga merupakan alasan
dilakukannya perbuatan semata-mata. Contohnya yaitu penghapus penuntutan.
Pasal 362 KUHP tentang pencurian, di mana hanya 2. Di dalam Buku Kesatu (Aturan Umum), Bab V
dengan melakukan perbuatan “mengambil” saja, maka (Penyertaan dalam Tindak Pidana), pada Pasal 61
perbuatan itu sudah menjadi delik selesai. dan 62, yang menentukan bahwa penerbit (Pasal 61)
Pembunuhan (doodslag) merupakan suatu dan pencetak (Pasal 62) tidak dapat dituntut apabila
tindak pidana terhadap nyawa. Selain pembunuhan pada cetakan itu tercantum nama serta alamat dan
(doodslag) masih ada sejumlah tindak pidana lainnya pelaku ataupun orang yang menyuruh mencetakkan
terhadap nyawa. Dapat disebutkan, yaitu pembunuhan itu diketahui atau setelah sekali mendapat teguran
dengan rencana (moord) (Pasal 340 KUHP) dan kemudian telah diberitahukan.
pembunuhan anak oleh ibunya karena takut akan 3. Di dalam Buku Kesatu (Aturan Umum), Bab VII
ketahuan melahirkan (Pasal 341 KUHP).. Selain itu ada (Mengajukan dan Menarik Kembali Pengaduan
tindak-tindak pidana yang sebenarnya sasaran pelaku dalam hal Kejahatan-kejahatan yang Hanya
bukan nyawa pelaku, tetapi perbuatan pelaku telah Dituntut Atas Pengaduan), pada Pasal 72 dan
berakibat pada hilangnya nyawa orang lain. Dapat seterusnya, yang menentukan bahwa tidak dapat
disebut misalnya: penganiayaan mengakibatkan mati dilakukan penuntutan apabila tidak ada suatu
(Pasal 351 ayat (3) KUHP) dan karena kealpaan pengaduan.
menyebabkan orang mati (Pasal 359 KUHP). Tetapi 4. Di dalam Buku Kesatu (Aturan Umum), Bab VIII
yang menjadi perhatian di sini hanyalah tindak pidana (Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan
pembunuhan (doodslag) saja dalam kaitannya dengan Menjalankan Pidana), yaitu Pasal 76 (ne bis in
pembelaaan terpaksa melampaui batas (noodweer idem), pasal 77 (matinya tersangka), Pasal 78
exces). (daluwarsa) dan Pasal 82.
Ketentuan-ketentuan yang pada umumnya Apa yang menjadi alasan-alasan penghapus
dipandang sebagai termasuk ke dalam alasan-alasan pidana beraneka ragam sehingga baik pembentuk KUHP
penghapus penuntutan (vervolgingsuitsluitingsgronden), sendiri maupun dalam ilmu hukum pidana (doktrin) telah
yaitu: dilakukan pembedaan-pembedaan yang dimaksudkan
1. Di dalam Buku Kesatu (Aturan Umum), Bab I untuk mempermudah penerapan ketebntuan-ketentuan
(Batas-batas Berlakunya Aturan Pidana dalam tersebut. Pembedaan yang umum dikenal, yaitu:
Perundang-undangan), pada Pasal 2 – 5 dan Pasal 7- 1. Pembedaan menurut Memorie van Toelichting
9. (M.v.T)
Mengenai pasal-pasal ini sebagai alasan Dalam M.v.T. (Memorie van Toelichting,
penghapus penuntutan, dikemukakan oleh E. Risalah Penjelasan) terhadap KUHP Belanda, jadi
Utrecht bahwa: pembedaan oleh pembentuk undang-undang itu sendiri,
Walaupun suatu perbuatan yang telah alasan-alasan penghapus pidana dibedakan atas:
dilakukan mengandung semua anasir sesuatu a. dasar segi luar tidak dapat dipertanggungjawabkan,
delik, walaupun delik itu tercantum dalam yaitu semuanya dari Pasal 48-51 KUHP; dan
KUHPidana (Pasal 1 ayat 1), walaupun tiada
alasan yang dapat menghapuskan hukuman
(strafuitsluitingsgronden), masih juga jaksa

10 12
Teguh Prasetyo, Op.cit., hlm. 59. E. Utrecht, Hukum Pidana 1, cet.2, Penerbitan
11
Teguh Prasetyo, Op.cit., hlm. 59. Universitas, Bandung, 1960, hlm. 219.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
b. dasar segi dalam tidak dapat penghapus pidana ini dalam KUHP diletakkan pada
dipertanggungjawabkan, yaitu Pasal 44 KUHP.13 Buku Kesatu (Aturan Umum), yaitu dalam Pasal-pasal
Moeljatno memberikan komentar mengenai 44, 48, 49, 50 dan 51. Pasal-pasal KUHP yang
pembagian menurut M.v.T. ini bahwa, “di dalam teori disebutkan di atas tadi berlaku baik terhadap tindak-
pembagian secara dilakukan oleh M.v.T. ini dalam teori tindak pidana yang diatur dalam KUHP maupun
tak ada yang memakainya, sebab tidak tepat, yaitu di terhadap tindak-tindak pidana di luar KUHP.
antara alasan-alasana yang di luar ada yang lebih tepat Berlakunya pasal-pasal tersebut terhadap tindak-tindak
jika dimasukkan dalam alasan-alasan yang terdapat pidana di luar KUHP adalah berdasarkan Pasal 103
dalam bathin terdakwa. 14 Jadi, Moeljatno tidak KUHP yang menentukan bahwa ketentuan-ketentuan
menyetujui pembagian alasan-alasan penghapus pidana dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi
sebagaimana yang dikemukakan dalam M.v.T. tersebut perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-
karena dipandangnya sebagai tidak tepat. undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika
2. Alasan penghapus pidana di dalam dan di luar oleh undang-undang ditentukan lain. Pembelaan
undang-undang. terpaksa melampaui batas (noodweer exces), Pasal 49
Alasan-alasan penghapus pidana di dalam ayat (2) KUHP, merupakan salah satu alasan penghapus
undang-undang adalah alasan penghapus pidana yang pidana umum.
telah diatur dalam undang-undang, yaitu alasan-alasan Alasan-alasan penghapus pidana khusus ialah
penghapus pidana yang dapat ditemukan dalam Buku alasan-alasan penghapus pidana yang “hanya berlaku
Kesatu (Aturan Umum), Bab III KUHP, dan alasan- terhadap beberapa delik tertentu”.17 Oleh karenanya
alasan penghapus pidana yang diatur dalam pasal-pasal maka pasal yang mengaturnya tidak ditempatkan dalam
tertentu dari Buku Kedua KUHP, yaitu Pasal-pasal 166, Buku Kesatu (Aturan Umum), melainkan diletakkan
221 ayat (2) dan 310 ayat (3) KUHP. Alasan-alasan dalam Buku Kedua. Termasuk di sini adalah Pasal 166,
penghapus pidana di dalam undang-undang ini juga Pasal 221 ayat (2) dan Pasal 310 ayat (3) KUHP.
dinamakan alasan penghapus pidana tertulis. Pembelaan 4. Alasan pembenar dan alasan pemaaf.
terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces) Menurut Moeljatno, alasan pembenar adalah,
merupakan suatu alasan penghapus pidana di dalam “alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya
undang-undang karena diatur dalam Pasal 49 ayat (2) perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa
yang terletak dalam Buku Kesatu (Aturan Umum), Bab lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar”. 18 Menurut
III. Teguh Prasetyo, alasasn pembenar adalah “bersifat
Alasan penghapus pidana di luar undang-undang menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan
ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh yurisprudensi yang di dalam KUHP dinyatakan dilarang”.19 Dilain
dan doktrin. Menurut J.M. van Bemmelen, alasan-alasan pihak, menurut Moeljatno alasan pemaaf adalah alasan
penghapus pidana di luar undang-undang yang dimana, “perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap
terpenting adalah : bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan
a. hak mendidik dari orang tua, wali, guru; pidana, tetapi dia tidak dipidana, karena tidak ada
b. hak jabatan dari dokter (gigi), dokter hewan, kesalahan”,20 atau yang oleh Teguh Prasetyo dikatakan
juru obat dan bidang; “alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang
c. dalam beberapa peristiwa izin dari orang yang melakukan delik”.21
dirugikan; Alasan-alasan mana yang merupakan alasan
d. mewakili urusan orang lain; pembenar dan alasan-alasan mana yang merupakan
e. tidak adanya pelanggaran hukum material; alasan pemaaf dalam Buku Kesatu (Aturan Umum), Bab
f. tidak adanya kesalahan sama sekali; III KUHP dikatakan oleh Moeljatno bahwa, biasanya
g. dasar penghapusan pidana putatif. 15 dalam Bab III dari Buku Kesatu (Aturan Umum) yang
dipandang sebagai alasan pembenar yaitu: 1. Pasal 49
3. Alasan penghapus pidana umum dan khusus. ayat (1) mengenai pembelaan terpaksa (noodweer), 2.
Yang dimaksud dengan alasan-alasan penghapus Pasal 50 mengenai melaksanakan ketentuan undang-
pidana umum ialah alasan-alasan penghapus pidana yang undang, dan 3. Pasal 51 ayat (1) tentang melaksanakan
“berlaku untuk tiap-tiap delik”.16 Oleh karena berlaku perintah dari pihak atasan. Sedangkan yang dipandang
untuk tiap-tiap delik (tindak pidana) maka jenis alasan sebagai alasan pemaaf yaitu: 1. Pasal 44 ayat (1) tentang

13 16
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali
Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 153. Pers, Jakarta, 2013, hlm. 129.
14 17
Moeljatno, Op.cit., hlm. 138. Ibid., hlm. 130.
15 18
J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana 1. Hukum Moeljatno, Op.cit., hal.137.
19
Pidana Material Bagian Umum, terjemahan Hasnan, Teguh Prasetyo, Op.cit., hlm. 126.
20
Binacipta, Jakarta, 1984, hlm.175. Moeljatno, Loc.cit.
21
Teguh Prasetyo, Op.cit., hlm. 126-127.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
gangguan jiwa, 2. Pasal 49 ayat (2) tentang pembelaan menikam dada kanan korban berakibat korban
yang melampaui batas, dan 3. Pasal 51 ayat (2) tentang meninggal karenanya, juga terdakwa menikam
perintah jabatan tanpa wenang. Tentang Pasal 48, yang punggung saksi korban yang turut mengejar terdakwa.
dinamakan daya paksa (overmacht) hingga sekarang Pengadilan Negeri Muara Enim dalam
belum ada kesatuan pendapat. Ada yang mengatakan putusannya menimbang terdakwa melakukan
daya paksa ini sebagai alasan pembenar ada pula yang pembunuhan karena pembelaan terpaksa yang
mengatakan bahwa ini adalah alasan pemaag. Di melampaui atas (noodweer exces). Di tingkat banding,
samping ini ada pendapat yang ketiga, yaitu yang Pengadilan Tinggi Palembang memutuskan bahwa
mengatakan bahwa dalam pasal 48 itu mungkin ada sekalipun terdakwa terbukti melakukan delik merampas
alasan pembenar dan mungkin pula alasan pemaaf.22 nyawa orang lain terhadap korban dan melakukan
Alasan-alasan penghapus pidana yang diatur penganiayaan yang menyebabkan luka berat terhadap
dalam Buku Kesatu (Aturan Umum), Bab III KUHP, saksi korban, namun perbuatan-perbuatan tersebut tidak
hanya berkenaan dengan daya paksa (overmacht) saja di dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa,
mana para penulis hukum pidana tidak sepakat apakah karenanya Pengadilan Tinggi Palembang melepaskan
alasan pembenar atau alasan pemaaf. Alasan-alasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle
penghapus pidana lainnya dapat dikatakan telah ada rechtsvervolging).
sepakat di antara para ahli hukum pidana, termasuk di Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Palembang
dalamnya Pasal 49 ayat (2) KUHP tentang pembelaan ini, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan
terpaksa melampaui batas (noodweer exces), sudah permohonan kasasi, tetapi Mahkamah Agung
umum dipandang sebagai suatu alasan pemaaf. memutuskan menolak permohonan kasasi Jaksa
Dalam kenyataan, sekalipun telah ada pasal Penuntut Umum.25 Jadi, alasan terdakwa tentang adanya
seperti Pasal 338 KUHP yang mengancamkan pidana noodweer exces berkenaan dengan kasus pembunuhan
terhadap pembunuhan, tetapi peristiwa-peristiwa Pasal 338 KUHP, sekalipun sering diajukan tetapi dapat
pembunuhan masih saja terjadi. Merupakan kenyataan dikatakan amat jarang dikabulkan.
juga bahwa guna menghadapi dakwaan pembunuhan, Pertanyaan-pertanyaan ini sekaligus
banyak kali terdakwa mengajukan pembelaan bahwa menunjukkan adanya urgensi untuk dilakukannya
terdakwa melakukan perbuatan pembunuhan karena pembahasan lebih lanjut terhadap pokok tersebut
melakukan suatu pembelaan terpaksa atau pembelaan sehingga dalam menjalankan kewajiban menulis skripsi
terpaksa melampaui batas. pokok tersebut telah dipilih untuk dibahas di bawah judul
Berdasarkan penelusuran dalam laman situs “Noodweer Exces Sebagai Salah Satu Alasan
internet Mahkamah Agung, yaitu Direktori Putusan Peniadaan Pidana”.
Mahkamah Agung,23 dapat diketahui bahwa ada B. Perumusan Masalah
sejumlah kasus pembunuhan terhadap mana terdakwa 1. Bagaimana Pengaturan Noodweer Exces Dalam
mengajukan alasan pembelaan terpaksa melampaui Pasal 49 Ayat (2) KUHP?
batas. Tetapi amat jarang alasan pembelaan terpaksa 2. Bagaimana Pemberlakuan Noodweer Exces
melampaui batas (noodweer exces) itu diterima oleh Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan
pengadilan, di mana putusan yang menerima alasan Dalam Proses Peradilan?
pembelaan terpaksa melampaui batas yang dapat C. Metode Penelitian
ditemukan hanyalah kasus yang berakhir dengan putusan Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan
Mahkamah Agung Nomor 103 K/Pid/2012,24 tanggal 26- ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika
6-2012. dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
Kasus ini berkenaan dengan korban dan
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
kawannya (saksi korban) yang menghadang terdakwa
yang untuk itu terdakwa telah melarikan diri dengan tertentu dengan jalan menganalisanya dan juga
tetap dikejar korban dan saksi korban, sehingga terdakwa diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap
bersembunyi di WC/kamar mandi, tetapi pintu fakta hukum tersebut, untuk kemudian
WC/kamar mandi didobrak oleh korban yang lalu mengusahakan suatu pemecahan atas
menyerang terdakwa dengan pedang tetapi meleset dan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
mengenai tiang derek timba sumur sehingga pedang
terjatuh, yang selanjutnya dipungut terdakwa dan

22
Ibid., hal.138. https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/download_fi
23
Mahkamah Agung RI, “Direktori Putusan”, le/11eaff3c54ff8380ba0b323133353137/zip/29dae9a76003fa
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori.html, b0016bec0ac3ab2878, diakses 04/03/2023.
25
diakses 04/03/2023. Ibid.
24
Direktori Putusan Mahkamah Agung, “Putusan
Nomor 103 K/Pid/2012”,
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
gejala hukum terkait Noodweer Exces Sebagai serangan yang secara melawan hak
Alasan Peniadaan Pidana. mengancam secara langsung pada ketgika
itu juga.
PEMBAHASAN (2) Tidaklah dapat dihukum suatu perbuatan
A. Pengaturan Noodweer Exces Dalam Pasal 49 yang melampaui batas pembelaan
Ayat (2) KUHP seperlunya, apabila itu merupakan akibat
Pembelaan terpaksa yang melampaui batas langsung dari kegoyahan hati yang
(noodweer exces) yang diatur dalam Pasal 49 ayat (2) demikian rupa, yang disebabkan oleh
KUHP memiliki kaitan erat dengan pembelaan terpaksa serangan tersebut.28
(noodweer) yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP. 3. Terjemahan Pasal 49 KUHP oleh R. Soesilo:
Oleh karena itu, pembahasan noodweer exces tidak dapat (1) Barang siapa melakukan perbuatan, yang
dilepaskan dari pembahasan noodweer, sehingga perlu terpaksa dilakukannya untuk
diketahui bunyi selengkapnya dari Pasal 49 KUHP yang mempertahankan dirinya atau diri orang
dalam teks bahasa Belanda menentukan bahwa: lain, mempertahankan kehormatan atau
(1) Niet strafbaar is hij die een feit begaat, geboden harta benda sendiri atau kepunyaan orang
door de noodzakeilijke verdediging van eigen lain, dari pada serangan yang melawan hak
of eens anders lijf, eerbaarheid of goed tegen dan mengancam dengan segera pada saat itu
oogenblikkelijke of onmiddellijk dreigende, juga, tidak boleh dihukum.
wederrechtelijke aanranding. (2) Melampaui batas pertahanan yang sangat
(2) Niet strafbaar is de overschrijding van de perlu, jika perbuatan itu dengan sekonyong-
grenzen van noodzakelijke verdediging, indien konyong dilakukan karena perasaan
zij het onmiddellijk gevolg is geweest van een tergoncang dengan segera pada saat itu
hevige gemoedsbeweging, door de aanranding juga, tidak boleh dihukum.29
veroorzaakt.26 Alasan penghapus pidana yang diatur dalam
Beberapa terjemahan terhadap Pasal 49 KUHP Pasal 49 ayat (2) KUHP dikenal dalam bahasa Belanda
dapat dikemukakan sebagaimana berikut ini: dikenal sebagai “noodweer exces”,30 atau “noodweer
1. Terjemahan Pasal 49 KUHP oleh Tim Penerjemah ekses”,31 yang biasanya diterjemahkan ke bahasa
BPHN: Indonesia sebagai “pembelaan terpaksa yang melampaui
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan batas”;32 sekalipun ada juga yang menerjemahkannya
perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri secara lain, seperti Teguh Prasetyo yang menerjemahkan
sendiri, maupun orang lain, kehormatan noodweer exces sebagai “pelampauan batas pembelaan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun darurat”,33 sedangkan noodweer diterjemahkannya
orang lain, karena ada serangan atau sebagai “pembelaan darurat”.34 Penerjemah yang juga
ancaman serangan yang sangat dekat pada menerjemahkan noodweer sebagai pembelaan darurat
saat itu yang melawan hukum. yaitu R. Soesilo.35 Tetapi dalam tulisan ini akan
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, digunakan istilah pembelaan terpaksa yang melampaui
yang langsung disebabkan oleh batas atau noodweer exces sebagai istilah-istilah yang
keguncangan jiwa yang hebat karena lebih umum digunakan.
serangan atau ancaman serangan itu, tidak Kaitan erat antara noodweer exces dengan
dipidana.27 noodweer karena untuk adanya noodwer exces perlu ada
2. Terjemahan Pasal 49 KUHP oleh P.A.F. Lamintang juga hal-hal tertentu sebagaimana dalam noordweer,
dan C.D. Samosir: yaitu ada serangan atau ancaman serangan terhadap diri,
(1) Tidaklah dapat dihukum,barangsiapa kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau
melakukan sesuatu perbuatan, yang orang lain; serangan/ancaman serangan itu bersifat
diberikan untuk pembelaan seperlunya dari melawan hukum; dan serangan/ancaman serangan itu
tubuh, kehormatan atau benda kepunyaan sangat dekat pada saat itu. Tetapi berkenaan dengan
sendiri atau kepunyaan orang lain, terhadap asas/syarat proporsionalitas dan asas/syarat subsidaritas
dalam noodweer - akan dibahas nanti – ada perbedaan

26 30
W.A. Engelbrecht dan E.M.L. Engelbrecht, Kitab2 P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit.,
Undang2, Undang2 dan Peraturan2 Serta Undang2 Dasar hlm. 507.
Sementara Republik Indonesia, A.W. Sijthoff’s Uitgeversmij 31
Moeljatno, Op.cit., hlm. 147.
32
N.V., Leiden, 1956, hlm. 1307. Ibid.
27 33
Teguh Prasetyo, Op.cit., hlm. 140.
28 34
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm. Ibid., hlm. 137.
35
30. R. Soesilo, Loc.cit.
29
R. Soesilo, Op.cit., hlm. 64.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
pendapat di antara para ahli hukum pidana tentang 1.
Harus ada situasi pembelaan terpaksa,
apakah harus juga dipenuhi dalam noodweer exces atau yang berarti suatu situasi dalam mana
tidak, telah muncul perbedaan pendapat. pembelaan raga, kehormatan kesusilaan,
Menurut Jan Remmelink, tentang apakah untuk atau harta benda terhadap serangan
adanya noodweer exces, harus tetap dipenuhi asas seketika bersifat melawan hukum menjadi
proporsionalitas dan asas subsdiaritas, atau tidak perlu keharusan. Sebelumnya selalu timbul
lagi, ada dua pendapat. Jan Remmelink mengemukakan pertanyaan:
ada dua pendapat berkenaan dengan soal apakah asas - Apakah ada serangan melawan
proporsionalitas dan asas subdiaritas dari noodweer hukum yang sudah dimulai atau
dapat dilanggar atau tidak untuk adanya noodweer exces. mengancam mendadak?
Jan Remmelink menulis: - Apakah untuk pembelaan diri tidak
Bela diri lampau batas yang layak yang dimaksud di ada pilihan lain (asas subsidaritas)?
sini muncul dalam dua bentuk. Bentuk pertama, 2. Pelampauan batas dari keharusan
pihak menghadapi suatu serangan dan mengalami pembelaan, harus merupakan akibat
keguncangan batin yang demikian hebat mengubah langsung dari kegoncangan jiwa yang
pembelaan diri menjadi suatu serangan. Jika ini hebat, yang pada gilirannya disebabkan
yang terjadi, terdakwa – secara teoretis – memiliki oleh serangan.37
dua macam pembelaan; pertama-tama (pada tahap Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli
awal) noodweer dan untuk tahap berikutnya hukum pidana tesebut tampak bahwa untuk adanya
noodweer exces. Bentuk kedua adalah pihak yang noodweer exces harus dipenuhi dua syarat, yaitu: 1)
berhak melakukan bela paksa mengalami Adanya situasi noodweer sebagaimana diatur dalam
goncangan batin yang begitu hebat, sehingga Pasal 49 ayat (1) KUHP. Termasuk juga di sini yaitu
sertamerta menggunakan upaya bela diri yang asas subsidaritas dan tentunya juga asas
berlebihan (excessief), atau setidak-tidaknya proporsionalitas; dan 2) Adanya pelampauan batas
menggunakan upaya drastis untuk membela diri.36 dari keharusan pembelaan yang merupakan akibat
Dua pendapat tentang noodweer exces tersebut langsung dari keguncangan jiwa yang hebat karena
menurut Jan Remmelink yaitu sebagai berikut: serangan atau ancaman serangan itu. Jadi, menurut
1. Bentuk pertama, pihak menghadapi suatu serangan D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius,
dan mengalami keguncangan batin yang demikian dalam noodweer exces harus juga dipenuhi asas
hebat mengubah pembelaan diri menjadi suatu proporsionalitas dan asas subsidaritas. Pelampauan
serangan. Jika ini yang terjadi, terdakwa – secara batas pembelaan yang perlu dalam bentuk ini
teoretis – memiliki dua macam pembelaan; disebut “pelampauan intensif”.38
pertama-tama (pada tahap awal) noodweer dan 2. Bentuk kedua adalah pihak yang berhak melakukan
untuk tahap berikutnya noodweer exces. bela paksa mengalami goncangan batin yang begitu
Termasuk dalam kelompok ini, yaitu ahli hebat, sehingga sertamerta menggunakan upaya
hukum pidana seperti D. Schaffmeister, N. Keijzer bela diri yang berlebihan (excessief), atau setidak-
dan E.Ph. Sutorius yang berpendapat bahwa dalam tidaknya menggunakan upaya drastis untuk
noodweer exces harus juga dipatuhi asas membela diri.
proporsionalitas dan asas subsidaritas sama halnya Bentuk yang kedua ini, untuk adanya
seperti dalam noodweer. D. Schaffmeister, N. noodweer exces tidak perlu memenuhi asas
Keijzer dan E.Ph. Sutorius melihat noodweer exces proporsionalitas dan asas subsidaritas. Menurut Jan
terdiri atas 2 (dua) tahap yang masing-masing Remmelink, dalambentuk yang kedua ini, “tidak
menentukan adanya syarat tertentu. dapat dikatakan bahwa pihak yang dianggap berhak
Tentang noodweer exces yang dirumuskan melakukan bela paksa telah melakukan reaksi yang
dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP tersebut, D. berimbang dengan ancaman yang ada. Meskipun
Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius demikian, ia tetap layak bebas mengingat dia
mengemukakan sebagai berikut: mengalami goncangan batin yang diakibatkan oleh
Kalau ingin berhasil dengan pembelaan atas serangan melawan hukum tersebut”.39 Pelampauan
dasar alasan pembelaan terpaksa melampaui batas pembelaan yang perlu dalam bentuk ini
batas, maka harus dipenuhi dua syarat: disebut “pelampauan ekstensif”.40

36 37
Jan Remmelink, Hukum Pidana. Komentar Atas D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius,
Pasal-pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Hukum Pidana editor penerjemah JE. Sahetpy, Liberty,
Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang- Yogyakarta, 1995, hlm. 62.
38
Undang Hukum Pidana Indonesia terjemahan T.P. Moeliono Jan Remmelink, Loc.cit.
39
el al, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 247. Ibid.
40
Ibid.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
Berikut dilakukan pembahasan terhadap syarat- Berkenaan dengan ancaman serangan,
syarat untuk diterimanya noodweer exces, di mana akan dalam KBBI diberi arti terhadap kata ancam sebagai
dikemukakan kembali tentang perbedaan pendapat 1. Menyatakan maksud (niat, rencana) untuk
tentang kedudukan asas proporsionalitas dan asas melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan,
subsidaritas tersebut. Berdasarkan rumusan Pasal 49 ayat menyusahkan, atau mencelakakan pihak lain; 2.
(2) KUHP, yang menentukan bahwa, “pembelaan Memberi pertanda atau peringatan mengenai
terpaksa yang melampaui batas, yang langsung kemungkinan malapetaka yang bakal terjadi.43
disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena Dengan demikian, ancaman serangan berarti belum
serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”, benar-benar melakukan serangan, tetapi telah
maka syarat-syarat untuk adanya noodweer exces yaitu: menunjukkan sikap akan benar-benar melakukan
1. Ada serangan/ancaman serangan sebagaimana serangan.
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP; Tentang pengertian serangan yang sangat
2. Serangan/ancaman serangan itu menyebabkan dekat pada saat itu, atau yang oleh Moeljatno
keguncangan jiwa yang hebat; disebut ”serangan seketika”,44 diberi penjelasan
3. Keguncangan jiwa yang hebat itu langsung olegh Moeljatno bahwa:
menyebabkan dilakukannya pembelaan terpaksa Apakah arti “menyerang” kiranya tak perlu
yang melampaui batas. dijelaskan. Yang perlu dijelaskan ialah saat
Syarat-syarat tersebut dapat dijelaskan satu dimulainya serangan dan tentunya juga saat
persatu sebagaimana dikemukakan berikut ini. berhentinya serangan. Tentang saat
1. Ada serangan/ancaman serangan sebagaimana dimulainya serangan dalam pasal tadi
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP; ditentukan harus “seketika itu”, yaitu antara
Dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP disebut saat melihatnya ada serangan dan saat
“serangan atau ancaman serangan itu”, terhadap mana mengadakan pembelaan harus tidak ada jarak
yang dimaksudkan yaitu serangan atau ancaman waktu yang lama. 45
serangan sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (1) Serangan atau ancaman serangan yang
dari Pasal 49 KUHP, yakni “ada serangan atau ancaman sangat dekat pada saat itu/seketika, berarti antara
serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan serangan/ancaman serangan dengan pembelaan
hukum” dan serangan atau ancaman serangan itu tidak boleh ada jarak waktu yang lama.
terhadap “diri sendiri maupun untuk orang lain, Serangan/ancaman serangan itu juga merupakan
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun serangan/ancaman serangan yang telah dimulai dan
orang lain”. Adanya serangan atau ancaman serangan belum diakhiri. Oleh P.A. Lamintang dan F.T.
yang demikian harus dibuktikan, di mana harus dapat Lamintang dikatakan bahwa, “untuk dapat disebut
dibuktikan: 1) Ada serangan atau ancaman serangan bersifat seketika, para penulis pada umumnya
yang sangat dekat pada saat itu; 2) serangan atau berpendapat bahwa serangan itu haruslah telah
ancaman serangan itu melawan hukum; dan 3) serangan dimulai, akan tetapi juga belum selesai”.46 Jika
atau ancaman itu terhadap diri sendiri maupun untuk serangan belum dimulai, belum boleh dilakukan
orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda pembelaan. Demikian juga jika serangan telah
sendiri maupun orang lain. Pokok-pokok tersebut dapat diakhiri tidak boleh lagi dilakukan pembelaan.
dijelaskan satu persatu sebagai berikut. Tentang saat dimulainya serangan, Hoge
1) Ada serangan atau ancaman serangan yang sangat Raad, dalam putusan 8 Pebruari 1932, pernah
dekat pada saat itu; memberikan pertimbangan dalam putusannya
Dari sudut pengertian menurut bahasa bahwa, “belum ada serangan, kalau A misalnya
sehari-hari, sebagaimana yang dikemukakan dalam menunggu B yang berada dalam kedai, untuk
KBBI, serangan berarti “perbuatan menyerang menganiayanya kalau B keluar. Menunggu itu
(menyerbu); serbuan”.41 Sedangkan kata “serang” belum merupakan penyerangan. Jika ketakutan saja
dan “menyerang”, sebagaimana dikemukakan bahwa orang akan diserang oleh orang lain yang
dalam KBBI berarti “se.rang, me.nye.rang bersifat mengancam, tidak membenarkan
mendatangi untuk melawan (melukai, memerangi, dimulainya pembelaan lebih dahulu”.47
dsb); menyerbu”.42 Dalam kasus yang diputuskan oleh Hoge
Raad, 8 Pebruari 1932, seseorang berada di luar

41 45
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Ibid.
46
Bahasa Indonesia, ed.3 cet.2, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit.,
hlm. 1046. hlm. 487.
42 47
Ibid., hlm. 1045. D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius,
43
Ibid., hlm. 45. Op.cit., hlm 59.
44
Moeljatno, Op.cit., hlm. 145.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
warung menunggu seorang lain yang masih sedang Pada tembakan yang terakhir itu sudah tidak
berada dalam warung, dengan maksud untuk terdapat “noodweer” ataupun “noodweer
melakukan pemukulan (penganiayaan) terhadap exces” karena serangan itu telah lama
orang itu apabila ia keluar dari warung. Orang yang berhenti”. 50
dalam warung itu begitu keluar dari warung dan Dalam putusan ini Hoge Raad
melihat orang yang menunggunya itu langsung mempertimbangkan bahwa serangan dapat
memukul orang yang menunggunya itu. Hoge Raad dikatakan telah berhenti dengan robohnya
memberikan pertimbangan bahwa “menunggu” penyerang terkena 3 (tiga) kali tembakan dari
belum merupakan “penyerangan”, oleh karenanya yang diserang. Bangkitnya kembali orang
orang belum dapat melakukan pembelaan diri yang telah terkena beberapa kali tembakan itu
terlebih dahulu. Suatu serangan yang terhadapnya tidaklah berarti ia hendak melakukan serangan
dapat dilakukan pembelaan diri, haruslah kembali. Ia sebenarnya tidak mampu lagi
merupakan suatu serangan yang masih berlangsung menyerang karena telah terkena tembakan.
dan belum diakhiri. Jika antara terjadinya serangan Melepaskan tembakan sekali lagi bukanlah
dengan dilakukannya pembelaan telah ada suatu tindakan pembelaan terpaksa, melainkan sudah
jangka waktu yang cukup lama, atau saat merupakan tindakan dengan maksud
dilakukannya pembelaan adalah beberapa saat yang membunuh, yng dengan demikian sudah bukn
relatif cukup lama setelah serangan itu berakhir, lagi merupakan suatu pembelaan terpaksa.
maka apa yang dilakukan itu bukan lagi suatu Tentang apa yang dimaksud dengan
pembelaan terpaksa (noorweer) dalam arti Pasal 49 “ancaman serangan”, itu berarti suatu serangan,
ayat (1) KUHP, melainkan sudah merupakan sekalipun belum dimulai, akan tetapi telah
perbuatan untuk membalas dendam. mengancam secara langsung. Menurut Wirjono
Tentang berakhirnya suatu serangan Prodjodikoro, istilah ancaman serangan
diemukakan oleh P.A.F. Lamintang dan F.T. (onmiddelijk dreigende) tidak ada pada pasal
Lamintang bahwa, tentang bilamana suatu serangan noodweer dalam KUHP Belanda. Tetapi tambahan
itu harus dianggap sebagai telah berakhir, menurut kata-kata “onmiddelijk dreigende” dalam KUHP
D. Simons selesainya suatu serangan itu tidaklah Indonesia (Hindia Belanda) adalah karena
terjadi pada saat yangsama dengan selesainya suatu berkenaan dengan keadaan khusus di Hindia
kejahatan. Menurut D. Simons, selama seorang Belanda, yaitu di Hindia Belanda sering terjadi
pencuri yang menguasai barang hasil curiannya itu beberapa orang perampok bersama-sama dalam
masih berada dalam jangkauan pemilik barang waktu malam melakukan perampokan dalam suatu
tersebut, maka serangan itu dapat dipandang rumah. Apabila dalam hal ini para perampok,
sebagai masih berlangsung.48 sekalipun baru mendekati rumah seseorang yang
Tentang saat berakhirnya suatu serangan, akan dirampok, maka dianggap layak apabila
ada beberapa putusan Hoge Raad yang sering penghuni rumah setelah mereka dari jauh mendekati
dikemukakan, yaitu: rumah, sudah melakukan tembakan kepada para
a. Putusan Hoge Raad, 29 Desember 1913, di perampok yang dalam kasus tersebut sudah
mana dipertimbangkan bahwa, “Kalau A telah merupakan pelaku serangan yang “onmiddelijk
menembak B dan tidak ada kesan bahwa A dreigende” atau “dikhawatirkan segera akan
akan mengulanginya, maka pemukulan menimpa”.51
terhadap A bukan merupakan pembelaan Tindakan untuk melakukan penjagaan
terpaksa lagi, tetapi serangan balasan terhadap terlebih dahulu mengantisipasi datangnya serangan,
serangan yang telah selesai”.49 seperti misalnya memasang senapan yang meledak
b. Putusan Hoge Raad, 22 November 1949, di jika ada yang menyentuh barang yang berada di
mana dipertimbangkan bahwa, tertuduh dekatnya atau memberikan aliran listrik pada
melepaskan tiga buah tembakan terhadap pagarnya, dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro,
seorang penyerang, yang menyebabkan orang kalau di suatu tempat pencurian-pencurian
tersebut jatuh tergeletak sambil mengerang- merajalela, sehingga tindakan-tindakan semacam
ngerang. Tujuh menit kemudian orang tersebut yang dilakukan oleh para pemilik barang tersebut,
bangkit dan tertuduh melepaskan lagi sebuah merupakan satu-satunya jalan untuk
tembakan yang mematikan orang tersebut. memperlindungi barang-barang miliknya, maka

48 50
P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm.
hlm. 489. 32.
49 51
Ibid. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di
Indonesia, cet.3, PT Eresco, Jakarta-Bandung, 1981, hlm. 72.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
sekiranya dapat saja dianggap ada “noodweer” atau bersifat melawan hukum (wederrechtelijk); atau ada
“membela diri” dari pihak para pemilik barang.52 yang menerjemahkan wederrechtelijk ini sebagai
Wirjono Prodjodikoro, dengan mengutip melawan hak, sbagaimana P.A.F. Lamintang dan
W.F.C. van Hattum, mengemukakan ada tiga C.D. Samosir54 dan R. Soesilo.55 Jika
putusan yang berkenaan dengan tindakan serangan/ancaman serangan itu tidak melawan
penjagaan/pencegahan ini, yaitu: hukum/melawan hak (wederrechtelijk), maka orang
a. Pada tahun 1892 di Indonesia ada seorang yang melakukan pembelaan diri terhadap serangan
pedagang minyak, di mana pedagang minyak itu juga tidak dapat mengajukan alasan pembelaan
ini dengan tujuan memberantas pencurian, terpaksa (noodweer).
memasang sepucuk senapan sedemikian rupa, Apa yang dimaksud dengan melawan
sehingga apabila ada pencuri menyentuh hukum/melawan hak (wederrechtelijk) ini?
barang berharga di situ, senapan itu otomatis Menurut D. Simons, sebagaimana yang dikutip oleh
ditembakkan. Dan ini benar terjadi dan P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, “menurut
seorang pencuri kena peluru dan mendapat anggapan umum, bahwa wederrechtelijk itu tidak
luka-luka. Si pedagang minyak dinyatakan mempunyai pengertian yang lain daripada ‘tanpa
bersalah dan dihukum dengan pertimbangan hak sendiri’ (zonder eigenrecht)”.56 Jadi, melawan
bahwa pada waktu ia memasang senapan, sama hukum/melawan hak (wederrechtelijk) berarti yang
sekali belum ada permulaan serangan oleh si bersangkutan tidak berhak atau tidak berwenang
pencuri terhadap barang-barang milik si berbuat demikian.
pedagang minyak. Dalam hal ini tidak Menurut kebanyakan penulis hukum pidana
diperdulikan, bahwa pada waktu senapan sekarang ini, pengertian melawan hukum/melawan
berbunyi, pencuri sudah mulai melakukan hak (wederrechtelijk) dalam hukum pidana adalah
pencurian. sama dengan pengertian perbuatan melawan hukum
b. Di Negara Belanda ada seorang nelayan, di (onrechtmatige daad) dalam hukum perdata.
mana nelayan ini untuk mencegah ikan- Khususnya pengertian onrechtmatige daad
ikannya jangan sampai dicuri, menempatkan sebagaaimana tafsiran Hoge Raad dalam putusan
senapan di dekat tempat ikan-ikan itu berada, tanggal 31 Januari 1919 dalam kasus drukkersarrest
senapan mana akan berbunyi, apabila tempat (putusan percetakan), atau yang juga dikenal
ikan-ikan itu disentuh. Kemudian benar sebagai Cohen-Lindenbaum arrest (putusan
seorang pencuri kena peluru dan mendapat perusahaan Cohen lawan perusahaan Lindenbaum).
luka-luka. Si nelayan dinyatakan bersalah dan Kasus dalam drukkers-arrest, yaitu Cohen
dihukum karenanya. dan Lindenbaum merupakan dua perusahaana
c. Pada tahun 1948 di Surabaya, dengan tujuan percetakan, di mana perusahaan Cohen menyuap
mencegah pencurian oleh orang yang pesuruh perusahaan Lindenbaum untuk
memanjat tembok pekarangannya, di atas mendapatkan antara lain penawaran-penawaran dari
tembok itu dipasang kawat-kawat listrik. perusahaan Lindenbaum kepada pihak ketiga.57
Kemudian ada seorang pencuri memanjat Sebelumnya pengadilan memandang melawan
tembok itu dan menyentuh kawat-kawat listrik hukum sama dengan melawan undang-undang. Ini
dan meninggal dunia. Dalam hal ini pun si ternyata dari Zutphense Juffrouw arrest, 1910.
pemasang kawat listrik itu dinyatakan bersalah Kasusnya: Di kota Zutphen, dalam sebuah rumah
dan dihukum karenanya. 53 susun, seorang pedagang kulit tinggal di lantai
Tiga putusan yang dikutipkan sebelumnya bawah dan lantai di atasnya seorang perempuan
menunjukkan bahwa pada dasarnya tindakan (juffrouw). Suatu hari, pipa ledeng di lantai bawah
penjagaan/pencegahan terlebih dahulu tidak dapat pecah dan di malam hari air mulai merembes keluar
dibenarkan karena tindakan-tindakan itu telah dan membasahi barang-barang kulit si pedagang.
dilakukan sebelum ada serangan. Pedagang itu mengetuk pintu tetangga di atasnya
2) Serangan/ancaman serangan itu melawan hukum; dan meminta tetangga itu menutup kran utama yang
Serangan/ancaman serangan itu yang ada di dalam ruangannya, tetapi tetangga itu tidak
terhadapnya dilakukan pembelaan diri haruslah berbuat apapun. Pedagang kulit menggugat
merupakan serangan/sncaman serangan yang tetangganya berdasarkan perbuatan melawan

52 56
Ibid., hlm. 73. P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm.
53
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di 80.
57
Indonesia, Op.cit., hlm.72-73. Donald A. Rumokoy dan Frans Maramis,
54
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm. Pengantar Ilmu Hukum, cet.3, Rajawali Pers, Jakarta, 2016,
30. hlm. 103.
55
R. Soesilo, Op.cit., hlm. 64.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
hukum. Di tingkat kasasi, Hoge Raad memutuskan perbuatan melawan hukum sudah ditafsirkan secara
bahwa tidak ada undang-undang yang mewajibkan luas yang mencakup perbuatan yang bertentangan
orang harus bangun tengah malam dan menutup dengan kepatutan yang seharusnya diperhatikan
kran utama. Karenanya, gugatan berdasarkan dalam pergaulan masyarakat. Pengertian melawan
perbuatan melawan hukum tersebut, ditolak.58 hukum (wederrechtelijk) dalam hukum pidana
Gugatan Lindenbaum terhadap Cohen, sekarang ini umumnya dipandang sama dengan
Hoge Raad dalam putusannya tanggal 31 Januari pengertian perbuatan melawan hukum
1919 memberikan pertimbangan, yang dalam (onrechtmatige daad) menurut pertimbangan Hoge
bahasa Belanda berbunyi antara lainsebagai berikut: Raad, 31 Januari 1919, dalam drukkersarrest (arest
Dat onder onrechtmatige daad is te verstaan percetakan).
een handelen of nalaten, dat of inbreuk maakt Dalam ilmu hukum pidana (doktrin) dan
op eens anders recht, of in strijd is met des yurisprudensi (putusan pengadilan) telah pernah
daders rechsplicht, of indruischt, hetzij tegen dilakukan pertimbangan dan putusan tentang
de goede seden, hetzij tegen de apakah serangan yang dilakukan oleh: 1. Polisi yang
zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk bertugas, 2. Orang gila, 3. Hewan, atau 4. Suatu
verkeer betaamt ten aanzien van eens anders benda/barang, merupakan serangan-serangan yang
persoon of goed, ...59 terhadapnya dapat dilakukan noodweer.
Seorang polisi yang hendak melakukan
Terjemahannya: penangkapan terhadap seseorang berdasarkan
adanya surat perintah penangkapan, pada umumnya
Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan dipandang sebagai tidak melakukan serangan yang
atau sikap tidak berbuat yang: melanggar hak bersifat melawan hukum. Perbuatan untuk
orang lain, atau, bertentangan dengan menangkap itu adalah tindakan yang sah menurut
kewajiban hukum si pelaku, atau, hukum. Oleh karenanya maka orang yang
bertentangan dengan kesusilaan maupun melakukan perlawanan terhadap tindakan
kepatutan yang seharusnya diperhatikan penangkapan oleh polisi tersebut tidak dapat
dalam pergaulan masyarakat, mengenai diri mengajukan alasan pembelaan terpaksa dalam arti
dan barang orang lain.60 Pasal 49 ayat (1) KUHP. Hal tersebut sebagaimana
Putusan tersebut menegaskan bahwa dikemukakan oleh R. Soesilo bahwa, “lain halnya
perbuatan melawan hukum adalah perbuatan atau dengan dengan seorang pegawai polisi yang untuk
sikap tidak berbuat yang: kepentingan pemeriksaan perkara membeslag
- Melanggar hak orang lain; atau barang, sedang pemilik barang itu menyerang
- Bertentangan dengan kewajiban hukum si kepadanya. Penyerang tidak dalam pembelaan
pelaku; atau darurat, karena perbuatan polisi itu tidak melawan
- Bertentangan dengan kesusilaan maupun hak”.62 Hoge Raad, 3 Mei 1915, juga pernah
kepaturtan yang seharusnya diperhatikan memberikan pertimbangan bahwa, “pembelaan atas
dalam pergaulan masyarakat; terhadap diri dan dasar pembelaan terpaksa tidak mungkin dilakukan
barang orang lain. terhadap pejabat polisi yang berwenang menahan
Pengertian perbuatan melawan hukum seseorang”.63
sejak itu bukan lagi hanya ditafsirkan sebagai suatu Serangan yang dilakukan oleh orang
perbuatan yang melanggar undang-undang, yang gila/terganggu jiwanya, sebagian besar dari para
merupakan paham legisme, yaitu pendewaan atau ahli hukum pidana sependapat bahwa pembelaan
pengkultusan pada leiasaan perundang-undangan diri terhadap serangan tersebut dapat dikatakan
khususnya yang timbul setelah berakhirnya revolusi merupakan suatu pembelaan terpaksa.
Perancis dan pendewaan sedemikian rupa sehingga Pertimbangan yuridisnya adalah bahwa seorang gila
menerbitkan suatu gerakan untuk mengatur segala- dapat melakukan perbuatan yang bersifat melawan
galanya dalam undang-undang dan hukum (wederrehctelijk).64
mengkodifikasikan semua itu dalam satu atau Tentang serangan yang dilakukan oleh
beberapa kitab.61 Dengan putusan Hoge Raad hewan, oleh H.B. Vos dikatakan bahwa serangan
drukkersarrest paham legisme ditinggalkan dan hewan itu ada dua macam, yaitu: 1. Hewan itu

58 61
Ibid. R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum,
59
Chidir Ali, Yurisprudensi Indonesia Tentang cet.15, Pradnya Paramita, Jakarta, 2003, hlm.72.
62
Perbuatan Melanggar Hukum (Onrechtmatige Daad), R. Soesilo, Op.cit., hlm. 65.
63
Binacipta, 1978, hlm. xii. D. Schaffmeister, N. Keijzer, dan E.Ph. Sutorius,
60
P.A.F. Lamintang dan F.T. Lamintang, Op.cit., Op.cit., hlm.60.
64
hlm. 356. Jan Remmelink, Op.cit., hlm. 244.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
menyerang karena dihasut orang; dan 2. Hewan itu melawan hukum, yaitu: 1. Serangan oleh sebuah
menyerang tidak dihasut orang. Apabila hewan itu tanggul yang menyebabkan tanah di sekitarnya
menyerang karena dihasut orang, maka hewan itu menjadi masam; dan 2. Serangan seekor hewan
dapat dilihat sebagai alat orang yang menghasutnya. yang tidak dihasut.
Jadi pembelaan diri yang dilakukan melawan 3) Serangan atau ancaman itu terhadap diri sendiri
serangan hewan yang dihasut orang dapat dilihat maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan
sebagai pembelaan terpaksa (noodweer) terhadap atau harta benda sendiri maupun orang lain.
serangan orang yang menghasut hewan yang Dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP telah
menyerang itu di mana orang yang menghasut itu ditentukan secara terbatas (limitatif) kepentingan-
tentunya dapat melakukan perbuatan yang melawan kepentingan apa saja yang dapat dibela dalam
hukum. Tetapi, pembelaan diri terhadap serangan melalui pembelaan terpaksa (noodweer).
hewan yang tidak dihasut orang tidak dapat dilihat Kepentingan-kepentingan yang telah dibatasi oleh
sebagai suatu pembelaan diri dalam rangka Pasal 49 ayat (1) KUHP terdiri atas: 1. Diri (lijf)
pembelaan terpaksa (noodweer). Pertimbangan sendiri atau orang lain; 2. Kehormatan kesusilaan
yuridisnya adalah bahwa hewan tidak dapat (eerbaarheid) sendiri atau orang lain; 3. harta benda
dikatakan telah melakukan sutu perbuatan yang (goed) sendiri atau orang lain. Berikut ini
bersifat melawan hukum. Pembelaan diri terhadap kepentingan-kepentingan tersebut akan dijelaskan
serangan seekor hewan yang tidak dihasut orang satu persatu.
dapat dilihat sebagai suatu daya paksa (overmacht), a. diri (lijf) sendiri atau orang lain;
khususnya bentuk keadaan terpaksa Tentang istilah “diri” (Bld.: lijf)
(noodtoestand).65 Demikian juga dikemukakan oleh diberikan penjelasan oleh E. Utrecht bahwa,
R. Soesilo bahwa, apabila ada seorang yang “Lijf” meliputi hidup dan integritas badan
diserang oleh binatang orang lain dan (awak, lichaam) manusia.69 Lijf, yang
mempertahankan diri dengan membacok binatang diterjemahkan sebagai: diri, mencakup nyawa
itu dengan pedang, tidak dapat dikatakan noodweer, (hidup) dan badan manusia. Serangan terhadap
karena binatang tidak dapat menyerang dengan nyawa (hidup) yaitu serangan untuk merampas
melawan hak/melawan hukum. Orang itu dapat nyawa (pembunuhan), sedangkan serangan
membebaskan diri dengan mengatakan ia dalam terhadap badan, yaitu misalnya serangan
overmacht tersebut dalam Pasal 48.66 dengan tujuan untuk menganiaya.
Berkenaan dengan hewan yang digunakan b. kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) sendiri
oleh petugas polisi, misalnya anjing pelacak, atau orang lain;
serangan oleh anjibng pelacak polisi merupakan Tentang kehormatan kesusilaan
srangan dari polisi sendiri sedangkan anjing pelacak (eerbaarheid) diberikan penjelasan oleh
merupakan alat, sehingga serangan itu tidaklah Utrecht, bahwa, yang dimaksud dengan
bersifat melawan hukum. Demikian dikatakan oleh “eerbaarheid” yaitu integritas badan (awak)
D. Schaffmeister, N. Keijzer, dan E.Ph. Sutorius, manusia dalam hal seksualitas. Seorang wanita
bahwa, “juga anjing pelacak yang digunakan polisi yang mengadakan perlawanan terhadap suatu
untuk melacak kejahatan tidak boleh dibunuh percobaan untuk memperkosanya mengadakan
dengan alasan pembelaan terpaksa”.67 suatu pembelaan atas “eerbaarheid” menurut
Serangan oleh suatu benda/barang, Hoge Pasal 49 ayat (1) KUHP. Jadi, “eerbaarheid”
Raad dalam putusan 11 Mei 1903, memberikan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP bukanlah “eer”
pertimbangan bahwa, “serangan itu harus dalam arti umum. Oleh Jonkers (hal.164)
merupakan suatu tindakan yang melawan hak yang ditegaskan bahwa pendapat ini diperkuat oleh
dilakukan secara langsung oleh manusia. Ia tidak Pasal 310 ayat (3) KUHP, yang menentukan
dapat misalnya disebabkan oleh sebuah tanggul bahwa “tidak dapat dikatakan menista atau
yang menyebabkan tanah di sekitarnya menjadi menista dengan surat, jika nyata perbuatan itu
masam. Juga bukan serangan dari seekor hewan dilakukan untuk mempertahankan kepentingan
yang tidak dihasut". 68 Dalam putusan ini Hoge umum atau karena terpaksa untuk
Raad menyebut dua macam serangan yang tidak mempertahankan diri”. Istilah-istilah dalam
dapat dikatakan sebagai serangan yang bersifat bahasa Belanda untuk “menista” dan

65 68
E. Utrecht, Hukum Pidana 1, cet.2, Penerbitan P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit.,
Universitas, Bandung, 1960, hlm. 367. hlm.31.
66 69
R. Soesilo, Loc.cit. E. Utrecht, Op.cit., hlm. 368.
67
D. Schaffmeister, N. Keijzer, dan E.Ph. Sutorius,
Loc.cit.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
“menista dengan surat” adalah “smaad” dan dikatakan bahwa benda (zaak) adalah barang
“smaadschrift”. 70. (goed) dan hak (recht), maka berarti barang
Jadi yang dimaksudkan dengan (goed) dalam Pasal 499 KUH Perdata dan
“eerbaarheid” adalah kehormatan kesusilaan, Pasal 49 ayat (1) KUH Perdata adalah benda
yaitu kehormatan dalam arti seksual. Sebagai (zaak) dikurangi dengan apa yang merupakan
contoh yaitu serangan dengan tujuan untuk hak (recht).
memperkosa seorang wanita. Jadi, dalam hal Keseluruhan pengertian barang (goed)
serangan terhadap nama baik seseorang, yaitu dengan berpatokan pada ketentuan dalam KUH
penghinaan, tidak termasuk ke dalam cakupan Perdata mencakup:
pembelaan terpaksa dalam arti Pasal 49 ayat I. Barang tak bergerak, yang mencakup
(1) KUHP. Seseorang yang diserang nama A. Barang tak bergerak karena sifatnya:
baiknya tidak dapat melakukan pembelaan 1. tanah;
terpaksa dengan balas menyerang nama baik 2. segala sesuatu yang bersatu
orang ataupun pembelaan dengan cara dengan tanah karena tumbuh
memukul orang yang menyerang nama dan berakar serta bercabang
baiknya. Hoge Raad, 8 Januari 1917, seperti tumbuh-tumbuhan,
memberikan pertimbangan bahwa, “suatu buah-buahan yang masih
penghinaan bukanlah suatu serangan terhadap belum dipetik dan sebagainya.
tubuh, kehormatan atau benda”.71 Putusan 3. segala sesuatu yang bersatu
Hoge Raad ini berkenaan dengan terdakwa dengan tanah karena didirikan
yang menampar seseorang yang mengejeknya di atas tanah itu yaitu tertanam
sebagai pencuri, di mana Hoge Raad atau terpaku.75
memutuskan bahwa ini bukan suatu tindakan B. Barang tak bergerak karena
noodweer.72 Putusan ini menegaskan bahwa peruntukannya/tujuannya, yaitu
kehormatan dalam arti nama baik, bukanlah supaya bersatu dengan barang tidak
kepentingan yang dapat dibela berdasarkan bergerak karena sifatnya, yaitu:
pembelaan terpaksa. 1. Pada pabrik: segala mesin-
c. harta benda (goed) sendiri atau orang lain. mesin, ketel-ketel, dan alat-
Tentang istilah harta benda (goed) alat lain yan dimaksudkan
dijelaskan oleh E. Utrecht bahwa, yang supaya terus menerus berada
dimaksud dengan ‘goed’ adalah ‘stoffelijk di situ untuk dipergunakan
goed’ (barang berwujud).73 Jadi, harta benda dalam menjalankan pabrik;
atau barang (goed) merupakan barang 2. Pada suatgu perkebunan:
berwujud sehingga dapat dibela terhadap suatu segala sesuatu yang
serangan yang dilakukan terhadap harta dipergunakan sebagai rabuk
benda/barang (goed) tersebut. bagi tanah, ikan dalam kolam,
Pengertan barang (goed) dalam Pasal dan lain-lain;
49 ayat (1) KUHP berkitan dengan pengertian 3. Pada rumah kediaman: segala
barang (goed) dalam Kitab Undang-Undang kaca, tulisan-tulisan, dan lain-
Hukum Perdata (KUH Perdata) atau Burgerlijk lain serta alat-alat untuk
Wetboek (BW). Istilah seperti benda (tunggal: menggantungkan barang-
zaak; jamak: zaken) dan benda (tunggal: goed, barang itu sebagai bagian dari
jamak: goederen), diatur dalam Buku II dinding;
(Kedua) KUH Perdata yang berjudul “Van 4. Barang-barang reruntuhan dari
Zaken” (Tentang Benda). Dalam KUH Perdata sesuai bangunan apabila
Buku II (Tentang Benda/Van Zaken), pada dimaksudkan utuk dipakai
Pasal 499 ditentukan bahwa, “menurut paham guna mendirikan lagi
undang-undang yang dinamakan kebendaan bangunan itu.
ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang II. Barang bergerak, yang mencakup
dapat dikuasai oleh hak milik”.74 Jadi, karena barang bergerak karena sifatnya.

70 74
Ibid., hlm. 369. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-
71
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Loc.cit. Undang Hukum Perdata, cet.27, Pradnya Paramita, Jakarrta,
72
Jan Remmelink, Op.cit., hlm. 241. 1995, hlm. 157.
73 75
E. Utrecht, Loc.cit. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas
Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2004, hlm. 109.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
Menurut Pasal 509 KUH Perdata, mengganggu ketenteraman rumah (huisvrede)
“kebendaan bergerak karena sifatnya diancam dengan pidana dalam Pasal 167 ayat
ialah kebendaan yang dapat berpindah (1) KUHP tetapi ketenteraman rumah tangga
atau dipindahkan”.76 Menurut Riduan itu bukanlah suatu kepentingan yang dapat
Syahrani, benda bergerak itu banda yang dibela berdasarkan alasan pembelaan terpaksa.
menurut sifatnya bergerak dalam arti 2. Serangan itu menyebabkan keguncangan jiwa yang
benda itu dapat berpindah atau hebat;
dipindahkan dari suatu tempat ke tempat Serangan itu menyebabkan suatu “hevige
yang lain. Misalnya, sepeda, kursi, meja, gemoedsbeweging” yang diterjemahkan ke bahasa
baku, pena, dan sebagainya”.77 Jadi, Indonesia sebagai: keguncangan jiwa yang hebat,79
barang bergerak karena sifatnya yaitu perasaan tergoncangan hebat,80 atau kegoyahan hati yang
barang tang dapat berpindah atau demikian rupa.81 Jadi, serangan tersebut merupakan
dipindahkan, misalnya: sepeda, kursi, sebab dari keguncangan jiwa yang hebat atau istilah-
meja, baku, pena. istilah terjemahan lainnya itu.
Pernah pula dipersoalkan apakah Keguncangan jiwa (batin) yang hebat tersebut
barang di sini termasuk juga di dalamnya harus disebabkan oleh serangan atau ancaman serangan
ketenteraman rumah (huisvrede). Menurut itu sendiri dan bukan disebabkan oleh hal yang lain.
G.A. van Hamel, sebagaimana dikutip oleh Menurut D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph.
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, kata harta Sutorius, kebencian yang sudah ada terlebih dahulu tidak
benda/barang (goed) meliputi juga ‘huisvrede’ disebabkan oleh serangan, maka tidak dapat dipakai
(perdamaian/ketenteraman rumah tangga), untuk memaafkan. Juga dalam kegoncangan jiwa yang
karena hukum sejak dahulu telah melindungi hebat itu tidak disebabkan oleh serangan, tetapi karena
‘huisrecht’.78 Hal ini berkaitan dengan tindak pengaruh alkohol atau narkotik, maka pembelaan
pidana huisvredebreuk (gangguan terpaksa melampaui batas tidak dapat dipakai sebagai
ketenteraman rumah) dalam Pasal 167 ayat (1) alasan untuk tidak dipidana.82
KUHP yang menentukan, barang siapa Jan Remmelink memberikan penegasan bahwa
memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau serangan tersebut menjadi sebab satu-satunya untuk
pekarangan tertutup yang dipakai orang lain terjadinya kegoncangan jiwa yang hebat dalam
dengan melawan hukum atau berada di situ noodweer exces dengan menulis bahwa:
dengan melawan hukum, dan atas permintaan ... goncangan batin yang hebat itu harus diakibatkan
yang berhak atau suruhannya tidak pergi oleh serangan tersebut dan bukan sekedar oleh
dengan segera, diancam dengan pidana penjara kepekaan emosi pelaku. Serangan tersebut akan
paling lama sembilan bulan atau pidana denda menjadi satu-satunya penyebab goncangan batin
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. jika sifatnya sedemikian rupa sehingga memang
Menurut G.A. van Hamel, gangguan terhadap sangat cenderung menimbulkan reaksi emosional
ketenteraman rumah merupakan seangan yang hebat pada manusia normal. Dapat
terhadap harta benda (goed) sehingga pemakai ditambahkan bahwa ketentuan Pasal 41 (2) Sr.
rumah dapat melakukan pembelaan terpaksa. (Pasal 49 (2) KUHP) ini hanya dapat diterima
Menurut yurisprudensi, ketenteraman sebagai fait d’excuse (pemaaf) bilamana serangan
rumah (huisvrede) bukanlah suatu kepentingan melawan hukum itu sendiri, dan bukan karakter
yang dapat dibela berdasarkan alasan pelaku, yang patut dianggap keterlaluan.83
pembelaan terpaksa (noodweer). Dalam J.E. Jonkers dalam membahas tentang perasaan
putusan Hoge Raad, 2 Pebruari 1965 diberikan kegoncangan jiwa yang hebat menulis, “baik untuk
pertimbangan bahwa, menyelinap dalam diingat, bahwa perasaan ini harus disebabkan oleh
rumah tangga orang lain menyebabkan penyerangan yang melawan hukum”.84
gangguan terhadap ketenteraman rumah Pendapat-pendapat tersebut menunjukkan
tangga, tetapi bukan serangan yang bahwa keguncangan jiwa yang hebat itu harus
membolehkan pembelaan terpaksa. Jadi, disebabkan oleh serangan/ancaman serangan yang
menurut Hoge Raad, sekalipun perbuatan melawan hukum tersebut dan bukan karena kebencian

76 82
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op.cit., hlm. 159. D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius,
77
Riduan Syahrani, Op.cit., hlm. 110. Op.cit., hlm. 62, 63.
78 83
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Loc.cit. Jan Remmelink, Op.cit., hlm. 247.
79 84
Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 32. J.E. Jonkers, Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia
80
R. Soesilo, Op.cit., hlm. 66. Belanda terjemahan tim penerjemah Bina Aksara dari
81
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm. Handboek van het Nederlandsc-Indische Strafrecht, Bina
30. Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 272.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
yang sudah ada lebih dahulu, pengaruh alkohol atau yang dibawa dan ditembakkan beberapa kali pada
narkotika, dan juga bukan sekedar kepekaan emosi orang itu. Dapat dikatakan ia melampaui batas-batas
pelaku atau karakter pelaku yang terlalu peka. pembelaan terpaksa, karena biasanya dengan tidak
Apa yang dimaksud dengan kegoncangan jiwa perlu menembak beberapa kali orang itu sudah
yang hebat? J.E. Jonkers menulis tentang sejarah menghentikan perbuatannya dan melarikan diri.
penggunaan istilah keguncangan jiwa yang hebat (hevige Apabila dapat diyakinkan pada hakim bahwa
gemoedsbeweging) itu bahwa, “mula-mula rencana di bolehnya melampaui batas-batas itu disebabkan
negeri Belanda menyebut pelbagai macam perasaan hati karena marah yang amat sangat, maka anggota
secara terbatas, seperti kekuatan, kehabisan akal. Ketika polisi itu tidak dapat dihukum atas perbuatannya
diperbincangkan dalam parlemen ketentuan yang tersebut.87
terbatas ini dihapuskan dan diganti dengan ungkapan Berkenaan dengan ini R. Soesilo menulis
yang lebih umum”,85 yaitu istilah keguncangan jiwa yang bahwa, “pelampauan batas-batas ini oleh undang-
hebat. Jadi, semula dalam rancangan KUHP di Belanda, undang diperkenankan, asal saja disebabkan karena
yang menjadi pedoman pembuatan KUHP Hindia perasaan terguncang hebat yang timbul lantaran
Belanda,digunakan istilah yang lebih khusus, yaitu serangan itu; perasaan terguncang hebat misalnya
kehabisan akal; tetapi kemudian diganti dengan istilah jengkel atau marah sekali yang biasa dikatakan
yang lebih umum, yaitu keguncangan jiwa yang hebat ‘mata gelap’.”88 Di sini R. Soesilo menyebut
agar dapat mencakup pelbagai macam keguncangan jengkel atau marah yang amat sangat atau yang
jiwa. biasa disebut mata gelap.
Adanya keguncangan jiwa yang hebat 3) D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius
merupakan karakteristik dari noodweer exces yang mengemukakan bahwa “keguncangan jiwa yang
membedakannya dari alasan-alasan penghapus pidana hebat dapat mencakup berbagai jenis emosi: takut,
yang lain. KUHP tidak memberikan penjelasan atau marah, panik”.89 D. Schaffmeister, N. Keijzer dan
definisi tentang apa yang dimaksud dengan keguncangan E.Ph. Sutorius menyebut beberapa jenis emosi:
jiwa yang hebat. Beberapa pendapat tentang arti takut, marah, panik.
keguncangan jiwa yang hebat dari para ahli hukum 4) Jan Remmelink menulis bahwa, “pengertian
pidana dapat dikemukakan sebagai berikut: goncangan batin berat tidak hanya mencakup
1) J.M. van Bemmelen menulis tentang mengapa emosi/afeksi asthenis (pasif) seperti kecemasan,
noodweer exces diterima sebagai suatu alasan ketakutan, ketidak berdayaan (putus-asa), tetapi
penghapus pidana, sebagai berikut: juga emosi sthenis (aktif), seperti kemarahan,
Tepat sekali pembuat undang-undang kemurkaan, ketersinggungan”.90 Jan Remmelink
menduga, bahwa serangan terhadap diri enyebut keguncangan jiwa yang hebat itu
sendiri, kehormatan kesusilaan atau harta mencakup: 1. Emosi/afeksi asthenis (pasif) seperti
benda akan menimbulkan emosi yang hebat kecemasan, ketakutan, ketidak berdayaan (putus-
pada orang yang diserang. Karena emosi ini asa), dan 2. emosi sthenis (aktif), seperti kemarahan,
tidak mungkin atau setidak-tidaknya sulit kemurkaan, ketersinggungan.
sekali untuk mempertimbangkan dengan 5) G.A. van Hamel, sebagaimana dikutip oleh P.A.F.
objektif, apakah serangan itu akan dapat Lamintang dan F.T. Lamintang, mengemukakan
dibela dengan cara lain. Jika oleh karena itu bahwa dilampauinya batas-batas dari suatu
orang yang diserang itu melampaui batas pembelaan seperlunya itu haruslah disebabkan
pembelaan terpaksa, karena kegoncangan karena pengaruh dari suatu keguncangan jiwa yang
jiwa yang disebabkan oleh serangan itu, ia demikian hebat, yang bukan semata-mata
dapat dimaafkan dan tidak dapat dipidana.86 disebabkan karena adanya suatu vrees, angst yang
J.M. van Bemmelen menyebut adanya kedua-duanya dapat diartikan sebagai “perasaan
emosi yang hebat pada orang yang diserang, takut” atau “ketakutan” dan radeloosheid yang
sehingga orang itu dapat dimaafkan jika melakukan dapat diartikan sebagai “ketidaktahuan tentang apa
pembelaan yang melampaui batas. yang harus dilakukan”, melainkan juga yang
2) R. Soesilo memberikan contoh noodweer exces disebabkan oleh lain-lain hal seperti toorn atau
misalnya seorang anggota polisi yang melihat kemarahan dan medelijden atau perasaan kasihan.91
isterinya diperkosa orang lalu mencabut pistolnya

85 89
Ibid. D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius,
86
J.M. van Bemmelen, Op.cit., hlm. 193. Loc.cit.
87 90
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jan Remmelink, Op.cit., hlm. 247-248.
91
(KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi P.A.F. Lamintan dan F.T. Lamintang, Op.cit., hlm.
Pasal, Politeia, Bogor, 1991, hlm. 66. 508.
88
Ibid.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh memenuhi asas proporsionalitas (seimbang) karena
para ahli hukum pidana tersebut dapat dikatakan bahwa kepentingan orang yang dikorbankan, yaitu nyawa anak-
keguncangan jiwa yang hebat memiliki kemungkinan anak yang mencuri, tidak seimbang dengan kepentingan
disebabkan oleh: yang dilindungi, yaitu hanya beberapa butir apel di atas
1) Emosi yang hebat (J.M. van Bemmelen); pohon di halaman rumah. Terlalu berlebihan untuk
2) Jengkel atau marah yang amat sangat atau yang membenarkan perbuatan merampas nyawa anak-anak
biasa disebut mata gelap (R. Soesilo); karena mencuri beberapa butir apel saja.
3) Emosi seperti takut, marah, panik (D. 2) Asas subsidaritas.
Schaffmeister, N. Keijzer dan E.Ph. Sutorius); Asas subsidaritas berarti “jika ada cara
4) Emosi/afeksi asthenis (pasif) seperti kecemasan, perlawanan yang kurang membahayakan, orang yang
ketakutan, ketidak berdayaan (putus-asa) (Jan diserang tidak boleh memilih yang lebih berat dan
Remmelink); mengakibatkan kerugian yanglebih besar padasi
5) Emosi sthenis (aktif), seperti kemarahan, penyerang”.94 Jadi, asas subsidaritas berarti pembelaan
kemurkaan, ketersinggungan (Jan Remmelink); harus dilakukan dengan cara yang paling ringan
6) Perasaan takut (vrees), ketakutan (angst), (subsider).
ketidaktahuan tentang apa yang harus dilakukan Hoge Raad dalam putusan tanggal 14 Maret
(radeloosheid), kemarahan (toorn) atau perasaan 1904, memberikan pertimbangan bahwa, “apabila
kasihan (medelijden) (G.A. van Hamel); terhadap suatu serangan secara melawan hak yang terjadi
3. Keguncangan jiwa yang hebat itu langsung seketika itu, masih tersedia lain-lain upaya pembelaan
menyebabkan dilakukannya pembelaan terpaksa yang diizinkan bagi orang yang diserang, maka
yang melampaui batas. perbuatan yang telah dilakukan itu bukanlah upaya
Menurut rumusan Pasal 49 ayat (2) KUHP, pembelaan yang diperlukan”.95 Menurut putusan ini,
“pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang jika masih ada cara-cara lain yang dapat diizinkan untuk
langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang digunakan oleh orang yang diserang, maka perbuatan
hebat”, dengan kata lain keguncangan jiwa yang hebat yang dilakukan, bukan upaya pembelaan yang terpaksa
itu menjadi sebab dari dilakukan pembelaan terpaksa (diperlukan). Jadi, jika ada cara lain yang lebih ringan,
yang melampaui batas. maka cara lebih ringan itu yang harus digunakan.
Untuk noodweeer dalam Pasal 49 ayat (1) Kebanayakan dari para ahli hukum pidana
KUHP, adanya pembelaan terpaksa harus memenuhi dua berpendapat bahwa dalam noodweer exces karena
syarat, yang merupakan dua asas untuk pembelaan adanya keguncangan jiwa yang hebat, maka asas
terpaksa, yaitu asas proporsionalitas dan asas proporsionalitas dan asas subsidaritas dapat dilampaui
subsidaritas. Dua asas tersebut dibahas dalam bagian atau dilanggar. Beberapa pendapat ahli hukum pidana
berikut. tentang hal ini, yaitu:
1) Asas proporsionalitas (seimbang). 1) J.E. Jonkers menulis tentang dapat dilampauinya
Asas proporsionalitas berarti “kepentingan yang asas proporsionalitas dan asas subdiaritas dalam
dilanggar oleh si pembela tidak boleh lebih besar noodweer exces bahwa:
daripada kepentingan yang dibelanya”.92 J.M. van Yang aneh daripada hal yang melampaui batas
Bemmelen memberi contoh, seorang petani yang ialah, bahwa batas-batas daripada pembelaan
menderita sakit encok dansulit bangun dari kursinya yang perlu itu telah dilampaui dan biarpun
tidak boleh menembak anak-anak yang mencuri buah demikian pembentuk undang-undang memberi
apel di kebunnya. Jiwa seorang anak jauh lebih berharga maaf pada si pembela. Melampaui batas-batas
daripada beberapa buah apel, sehingga kepentingan yang itu baik ada dalam hal, bahwa pembelaan itu
pertama tiak boleh dikorbankan demi kepentingan yang tidak perlu dilakukan maupun dalam hal,
kedua.93 bahwa pembelaan dapat dilakukan dengan
Asas proporsionalitas (keseimbangan) berarti daya upaya yang kurang berbahaya. Misalnya
kepentingan orang lain yang dikorbankan dalam dengan sebuah pistol dilepas tembakan, sedang
pembelaan terpaksa harus seimbang dengan kepentingan melawan dengan tongkat sudah cukup.96
yang dilindungi. Seseorang yang misalnya, dalam
contoh J.M. van Bemmelen, untuk melindungi beberapa Jadi, menurut pendapat yang dikemukakan
butir apel di halaman rumahnya telah menembak mati oleh J.E. Jonkers, dalam noodweer exces batas-
anak-anak yang mencurinya dapat dikatakan tidak batas berupa asas proporsionalitas dan asas

92 94
J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana 1. Hukum Ibid.
95
Pidana Material Bagian Umum, terjemahan Hasnan, P.A.F. Lamintang dan C.D, Samosir, Loc.cit.
96
Binacipta, Jakarta, 1984, hlm. 190. J.E. Jonkers, Loc.cit.
93
Ibid.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
subsidaritas dapat dilampaui. keharusan pembelaan itu dapat dimaafkan, jadi bukan
2) J.M. van Bemmelen menulis tentang kedudukan dibenarkan, karena pada dirinya terjadi kegoncangan
asas proporsionaliutas dan asas asas subsidaritas jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan
dalam noodweer exces bahwa: itu. Jadi, noodweer exces merupakan suatu alasan
... merupakan pertanyaan apakah hanya soal pemaaf dan bukan alasan pembenar.
melampaui asas subsidaritas ataukah juga asas Apakah konsekuensi dari kedudukan sebagai
proporsionalitas dapat dimaafkan karena alasan pemaaf dan bukan alasan pemaaf? Dalam alasan
kegoncangan jiwa yang hebat itu. Saya sendiri pembenar, alasan ini “menghapuskan sidat melawan
tidak dapat mengerti, mengapa kegoncangan hukumnya perbuatan, sehingga apa ya dilakukan oleh
jiwa tidak akan mengakibatkan dilampauinya terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan
kedua asas ini, dan dapat merupakan dasar benar”,100 karenanya semua orang yang turut serta dalam
penghapusan kesalahan dalam kedua peristiwa perbuatan itu, tidak dapat dipidana. Berbeda dengan
itu.97 alasan pemaaf, di mana suatu alasan pemaaf hanya
berlaku untuk diri orang itu sendiri, sedangkan perbuatan
Menurut maksud dari J.M. van Bemmelen, “tetap bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan
sudah seharusnya kegoncangan jiwa yang hebat perbuatan pidana”,101 sehingga orang-orang lain yang
mengakibatkan dilampauinya dua asas tersebut turut serta tetap dapat dipidana.
(asas proporsionalitas dan asas subsidaritas) dan Dalam KUHP baru (2023), yang nanti mulai
merupakan dasar penghapusan kesalahan. berlaku 2 Januari 2026, masih dipertahankan adanya
3) Seorang ahli hukum pidana lainnya yaitu Jan noodwer exces, yaitu dalam Pasal 43 yangmenentukan
Remmelink juga menulis bahwa: bahwa, “setiap Orang yang melakukan pembelaan
... pihak yang berhak melakukan bela paksa terpaksa yang melampaui batas yang langsung
mengalami goncangan batin yang begitu hebat, disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena
sehingga serta merta menggunakan upaya bela serangan atau ancaman serarngan seketika yang
diri yan berlebihan (excessief), atau setidak- melawan hukum, tidak dipidana”,102 sedangkan dalam
tidaknya menggunakan upaya drastis untuk bagian penjelasan pasal demi pasal terhadap pasal ini
membela diri. Dalam hal ini benar-benar ada diebrikan keterangan bahwa,
situasi yang layak memunculkan noodweer, Ketentuan ini mengatur pembelaan terpaksa yang
namun tiak dapat dikatakan bahwa pihak yang melampaui batas, dengan syarat:
dianggap berhak melalukan bela paksa telah a. pembelaan melampaui batas atau tidak
melakukan reaksi yang berimbang dengan proporsional dengan serangan atau ancaman
ancaman yang ada.98 serangan seketika; dan
Menurut Jan Remmelink, dalam noodweer b. yang disebabkan oleh keguncangan jiwa yang
exces tidak dapat dikatakan bahwa orang masih hebat karena adanya serangan atau ancaman
melakukan reaksi yang berimbang dengan ancaman serangan seketika.103
yang ada, dengan kata lain dalam noodweer exces Dalam penjelasan diberikan keterangan antara
orang telah melanggar asas proporsionalitas lain “pembelaan melampaui batas atau tidak
dan/atau asas subsidaritas. proporsional dengan serangan atau ancaman serangan
4) Andi Hamzah menulis tentang noodweer exces seketika”, yang menunjukkan bahwa melampaui batas
bahwa, “pada pembelaan terpaksa yang melampaui dalam pasal tersebut berarti pembelaan tidak
batas, batas pembelaan yang perlu dilampaui, jadi proporsional, yaitu tidak sesuai dengan proporsi, tidak
tidak proporsional”.99 sebanding, tidak seimbang, atau tidak berimbang,104
Beberapa pendapat dari ahli hukum pidana yang dengan serangan/ancaman serangan seketika. Ini berarti
dikutipkan sebelumnya menunjukkan bahwa dalam dalam noodweer exces menurut KUHP baru (2023)
noodweer exces ini pelaku tidak dapat dikatakan masih seseorang dapat melanggar asas proporsionalitas dan
melakukan reaksi yang berimbang dengan ancaman. asas subsidaritas yang berlaku untuk noodweer.
Pelaku telah melampaui asas proporsionalitas dan asas
subsidaritas. Sekalipun demikian, pelampauan batas dari

97
J.M. van Bemmelen, Op.cit., hlm. 193. Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 1, Tambahan
98
Jan Remmelink, Op.cit., hlm. 247. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6842).
99 103
Andi Hamzah, Op.cit., hlm. 168. Ibid.
100 104
Moeljatno, Op.cit., hlm. 137. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op.cit., hlm.
101
Ibid. 898.
102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
B. Pemberlakuan Noodweer Exces Terhadap arah Terdakwa namun tidak mengenai terdakwa
Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Dalam melainkan mengenai tiang derek timba sumur
Proses Peradilan sehingga membuat pedang tersebut terlepas dari
Pengaturan noodweer exces (Pasal 49 ayat (2) tangan korban;
KUHP) ditempatkan dalam Buku Kesatu (Aturan - selanjutnya melihat pedang tersebut terlepas dari
Umum) KUHP yang dengan demikian berarti noodweer tangan korban, Terdakwa langsung mengambil
exes merupakan suatu alasan penghapus pidana umum pedang yang terjatuh itu dan langsung
yaitu alasan penghapus pidana yang “berlaku untuk tiap- menghunuskan pedang ke arah dada sebelah kanan
tiap delik”.105 Jadi, secara yuridis noodweer exces korban, korban berusaha berlari sambil memegang
berlaku untuk setiap tindak pidana, baik tindak pidana dada sebelah kanannya dengan tangan kirinya;
yang ada dalam Buku Kedua (Kejahatan) dan Buku - di tempat yang sama teman korban (saksi) hanya
Ketiga (Pelanggaran) KUHP, maupun untuk tindak bisa melihat kejadian tersebut dan berusaha untuk
pidana yang ada di luar KUHP. Konsekuensinya, berlari namun terpeleset sehingga saksi terjatuh, dan
noodweer exces berlaku juga untuk tindak pidana pada saat saksi mau bangun terdakwa langsung
pembunuhan yang diatur dalam Pasal 338 KUHP yaitu membacok bagian punggung sebelah kanan saksi
salah satu pasal dari Buku Kedua (Kejahatan) KUHP, ZAHROBI MARTA dengan pedang lalu Terdakwa
Bab XIX (Kejahatan terhadap Nyawa). langsung melarikan diri.
Dalam pemeriksaan terhdap putusan-putusan Fakta-fakta tersebut dipandang oleh pengadilan
pengadilan yang dipublikasi dalam situs Direktori sebagai sudah cukup menimbulkan keguncangan jiwa
Putusan Mahkamah Agung, dapat ditemukan sejumlah yang hebat pada pelaku.
kasus di mana terhadap kasus pembunuhan ada diajukan Pengadilan Negeri Muara Enim dalam
alasan noodweer exces, tetapi amat jarang alasan putusannya menimbang terdakwa melakukan
noodweer exces itu diterima oleh pengadilan. Putusan pembunuhan karena noodweer exces, tetapi masih
yang dapat diperoleh yang berkenaan dengan dapat terbukti melakukan penganiayaan berakibat luka berat
diterimanya alasan noodweer exces dalam kasus pada saksi sehingga dijatuhkan pidana penjara selama 6
dakwaan pembunuhan yaitu kasus yang di tingkat kasasi (enam) bulan. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi
diputuskan oleh Mahkamah Agung dengan putusan Palembang memutuskan bahwa sekalipun terdakwa
Nomor 103 K/Pid/2012,106 tanggal 26-6-2012. terbukti melakukan delik merampas nyawa orang lain
Kasus ini terdakwa didakwa atas Pasal 338 terhadap korban dan melakukan penganiayaan yang
KUHP (pembunuhan) atas meninggalnya korban dan menyebabkan luka berat terhadap saksi korban, namun
Pasal 351 ayat (2) KUHP (penganiayaan mengakibatkan perbuatan-perbuatan tersebut tidak dapat
luka berat) atas luka dari teman korban. Terdakwa telah dipertanggungjawabkan kepada terdakwa, karenanya
mengajukan alasan noodweer exces, di mana di Pengadilan Tinggi Palembang melepaskan terdakwa dari
pengadilan terbukti fakta-fakta sebagai berikut: segala tuntutan hukum (ontslag van alle
- korban dan temannya (saksi korban) mencegat rechtsvervolging). Terhadap putusan Pengadilan Tinggi
terdakwa di jalan; Palembang ini, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan
- terdakwa telah melarikan diri dengan tetap dikejar permohonan kasasi, tetapi Mahkamah Agung
korban yang membawa pedang dan saksi korban; memutuskan menolak permohonan kasasi Jaksa
- setelah berlari terdakwa bersembunyi di WC/kamar Penuntut Umum dengan petimbangan bahwa, “judex
mandi; facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah
- korban mendorong pintu WC/kamar mandi tempat mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis
Terdakwa bersembunyi sehingga terjadi saling dengan benar, yaitu perbuatan Terdakwa dilakukan
dorong pintu WC/kamar mandi antara Terdakwa karena ada serangan mendadak dari korban, sehingga
dengan korban; tidak ada pilihan bagi Terdakwa untuk membela diri
- kemudian pintu WC/kamar mandi terbuka lalu dengan mempergunakan alat milik korban sendiri”.107
korban yang sudah membawa sebilah pedang Kasus ini menunjukkan bahwa alasan noodweer
langsung mengayunkan pedang tersebut ke arah exces dapat diterima jika berdasarkan fakta-fakta
Terdakwa; serangan yang dilakukan benar-benar dapat
- namun ayunan pedang tidak mengenai terdakwa; menimbulkan guncangan jiwa yang hebat sehingga
- kemudian terdakwa ke luar dari dalam WC/kamar terdakwa tidak dapat lagi berpikir secara jernih. Hal-hal
mandi lalu korban mengayunkan pedangnya lagi ke yang membuat terdakwa lebih mudah dimaafkan, yaitu:

105
Teguh Prasetyo, Op.cit., hlm. 129. le/11eaff3c54ff8380ba0b323133353137/zip/29dae9a76003fa
106
Direktori Putusan Mahkamah Agung, “Putusan b0016bec0ac3ab2878, diakses 04/03/2023.
107
Nomor 103 K/Pid/2012”, Ibid.
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/download_fi
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
1. Terdakwa sudah berusaha melarikan diri dan menikam dengan sangkur. Jadi, Pengadilan Tinggi
bersembunyi; 2. Terdakwa telah terhindar dari beberapa Palembang menilai berdasarkan bukti-bukti di
tebasan pedang; 3. Pedang adalah milik korban sendiri. depan pengadilan, serangan oleh korban, sekalipun
Beberapa kasus di mana alasan noodweer exces menggunakan sangkur, tidak cukup menimbulkan
telah tidak dapat diterima pengadilan, antara lain: guncangan jiwa yang hebat pada terdakwa.
1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 201 Alasan Pengadilan Tinggi menurunkan
K/Pid/2017,108 20 Maret 2017, dalam kasus beratnya pidana, yaitu “Menimbang, bahwa selain
terdakwa didakwa kasus pembunuhan (Pasal 338 hal-hal yang meringankan sebagaimana dalam
KUHP) sunsidaer penganiayan berakibat mati putusan Hakim Tingkat Pertama, Pengadilan Tinggi
(Pasal 351 ayat (3) KUHP), dalam peristiwa berpendapat bahwa masih terdapat alasan
terdakwa yang didatangi oleh yang langsung masuk meringankan lainnya yaitu bahwa sesungguhnya
kedalam rumah kemudian Terdakwa langsung kesalahan tersebut tidak hanya dari pihak Terdakwa
bertanya kepada korban “mengapa masuk kedalam semata, tetapi juga dari korban yang lebih dahulu
rumah dengan tanpa izin saya”, jawab korban melakukan penikaman yang mengakibatkan luka
bahwa ia sudah kenal dengan orang tua saya, pada Terdakwa dan pisau sangkur yang dipakai oleh
dikarena kesal Terdakwa memukul korban lalu pada Terdakwa untuk melakukan penikaman kepada
saat korban dipukul oleh Terdakwa kemudian korban adalah milik dari korban, …;”109 Jadi,
korban mengeluarkan pisau yang terselip di Pengadilan Tinggi Palembang tidak menerima
pinggangnya kemudian ditusukannya kearah alasan noodweer exces terdakwa, melainkan
terdakwa dan mengenai lengan kanan Terdakwa serangan itu dipandang sebagai salah satu hal yang
lalu Terdakwa menangkap tangan korban dan semata-mata meringankan terdakwa. Terdakwa
mengambil senjata korban lalu menusukan senjata memohon kasasi, tetapi Mahkamah Agung
tersebut ke bagian dada sebanyak 2 (dua) lubang menimbang bahwa Pengadilan Tinggi Palembang
yaitu jantung dan paru-paru. tidak salah menerapkan hukum dan menolak
Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa permohonan kasasi terdakwa.
berdasarkan pembunuhn dengan pidana penjara 15 2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1733
(lima belas) tahun. Pengadilan Negeri Palembang K/Pid/2015, tanggal 28 Januari 2016, dalam kasus
memutuskan terdakwa terbukti melakukan di mana 2 (dua) orang korban mendatangi seorang
pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan dipidana (Hartoyo bin Rusdi) yang sedang bermain
penjara 11 (sebelas) tahun, yang di tingkat banding handphone dan minta handphone itu, tetapi ditolak
oleh Pengadilan Tinggi Palembang hanya merubah sehingga terjadi keributan yang didengar saksi yang
beratnya pidana menjadi 9 (sembilan) tahun. langsung berlari memberitahu terdakwa II “Ada
Pengadilan Tinggi Palembang tidak Anak mau meminta HP-nya Toyo, ayo ambil
menerima alasan noodweer exces terdakwa dengan senjata” lalu Terdakwa II mengambil 1 (satu) bilah
pertimbangan, “Menimbang, bahwa dari rangkaian sabit yang berada di dapur, sedangkan saksi
kejadian tersebut diatas, yang mana Terdakwa mengambil 1 (satu) batang kayu berbentuk seperti
mengejar korban dan sewaktu Terdakwa diserang pedang di kamar rumahnya kemudian bersama-
korban, Terdakwa dapat menangkis tusukan korban sama Terdakwa tempat keributan, yang sebelumnya
meski Terdakwa mengalami luka sayat pada lengan sudah ada Terdakwa I yang berusaha melerai
bawah kanannya, Dalam kejadian tersebut karena keributan tersebut, tetapi malah diancam oleh
pisau sangkur telah dapat direbut oleh Terdakwa korban (Angga) sambil tangan kanannya berusaha
maka menurut hemat Majelis Hakim serangan yang mengambil sesuatu benda di pinggang sebelah
membahayakan jiwa Terdakwa boleh dikatakan kirinya, tetapi Terdakwa I langsung memegang
tidak ada lagi apalagi jika Terdakwa langsung lari tangan kanan Korban (Angga) dengan tangan kiri
pergi menjauhi korban dan kalaupun Terdakwa Terdakwa I, lalu tangan kanan Terdakwa I
merasa emosi dan menganggap masih ada keadaan mengambil 1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau
yang membahayakan jiwa Terdakwa, tentu cukup laduk dari balik pinggangnya selanjutnya
dengan hanya memukul”. Pengadilan Tinggi menusukkan pisaunya ke arah perut Korban
menilai bahwa setelah terdakwa dapat merebut (Angga) sebanyak 2 (dua) kali lalu menarik tangan
sangkut seharusnya terdakwa lari pergi menjauhi korban (Angga) sampai terjatuh tertelungkup di
korban atau jika terdakwa merasa emosi cukup tanah. Kemudian Terdakwa I menyeret tubuh
dengan memukul korbn saja tiak perlu sampai Korban (Angga) yang berteriak-teriak kesakitan ke

108
Direktori Putusan Mahkamah Agung, “Putusan https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/559
Mahkamah Agung Nomor 201 K/Pid/2017 Tanggal 20 Maret 8671f64f3d325a03d045cedf10aba.html, diakses 14/03/2023.
109
2017”, Ibid.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
depan rumah Korban (Tukiran), lalu Terdakwa I mengambil karung besar berwarna putih dan lalu
menggorok/memotong leher Korban (Angga bersama dengan Terdakwa I memasukkan tubuh
dengan menggunakan 1 (satu) bilah senjata tajam Korban (Angga) ke dalam karung dengan posisi
jenis pisau laduk dan selanjutnya Terdakwa I tertekuk dan mengikat karung tersebut selanjutnya
menyeret tubuh Korban (Angga) ke arah belakang Terdakwa I menyeret tubuh Korban (Angga) yang
yaitu kebun kopi coklat di belakang rumah berada di dalam karung tersebut dan Saksi menyeret
Terdakwa II dan meletakkan Korban di tanah, dan memanggul tubuh Korban (Kurnia) sampai ke
sedangkan Saksi yang melihat Korban (Kurnia) pinggiran rawa pemandian, dan diletakkan di
sedang tarik menarik memperebutkan 1 (satu) unit semak-semak yang ditutupi rerumputan. Untuk itu
handphone milik Hartoyo bin Rusdi, kemudian Terdakwa I dan Terdakwa didakwa primer dengan
Saksi langsung memukul tangan kiri Korban pasal pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) Jo.
(Kurnia) dengan menggunakan 1 (satu) bilah kayu Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP subsider
berbentuk pedang sehingga tangan Korban (Kurnia) pembunuhan (Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1)
melepaskan handphone tersebut dan Korban KUHP).
(Kurnia) dengan menggunakan tangan kanannya Jaksa Penuntutan Umum dalam tuntutannya
mengayunkan 1 (satu) bilah senjata tajam jenis menyatakan terbukti pasal pembunuhan berencana
pisau laduk ke arah Saksi namun Saksi berhasil (Pasal 340 KUHP) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1
menghindar, lalu langsung memegang tangan kanan KUHP subsider pembunuhan (Pasal 338 KUHP jo
Korban (Kurnia) kemudian memukulkan 1 (satu) Pasal 55 ayat (1) KUHP) serta menuntut Terdakwa
bilah kayu berbentuk pedang sebanyak 1 (satu) kali I pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan Terdakwa
ke arah tangan kanan Korban sampai senjata tajam II pidana penjara 13 (tiga belas) tahun. Pengdilan
yang dipegang Korban (Kurnia) terjatuh, negeri Tanjungkarang memutus bahwa Terdakwa I
selanjutnya Saksi memukulkan 1 (satu) bilah kayu dan Terdakwa II terbukti atas dakwaan subsider
berbentuk pedang yang dipegangnya tersebut ke turut serta melakukan pembunuhan (Pasal 338 jo
arah leher, kepala dan kaki Korban (Kurnia) secara Pasal 55 ayat (1) KUHP) dan menjatuhkan pidana
berulang-ulang kali, kemudian Saksi menarik untuk Tedakwa I, 15 (lima belas) tahun penjara dan
tangan kanan Korban (Kurnia) ke arah belakang Terdakwa II, 12 (dua belas) tahun penjara.
badan Korban ketika itu datang Terdakwa II yang Pengadilan Tinggi Tanjungkarang telah
tangannya langsung memukuli leher, kepala dan menguatkan putusan pengadilan negeri
kaki Korban Kurnia Jaya bin Hasanudin dengan Tanjungkarang. Terdakwa I telah mengajukan
menggunakan punggung sabit bersama-sama kasasi dengan alasan noodweer exces bahwa,
dengan Saksi melakukannya secara berulang-ulang “berdasarkan fakta ini terlihat jelas bahwa tindakan
sampai Korban (Kurnia) terjatuh ke tanah, Terdakwa WAGINO bin SUWITO membunuh
selanjutnya Terdakwa II Saksi menyeret tubuh korban Angga Wirayuda adalah karena terdorong
Korban (Kurnia) ke arah Kebun Kopi di belakang oleh emosi yang sangat kuat sehingga terguncang
rumah Terdakwa II dan meletakkan tubuh Korban jiwanya. Dengan demikian unsur dari ke-2 dari
(Kurnia) di samping tubuh Korban (Angga) yang Pasal 338 KUHP menurut hemat kami tidak
pada saat itu Terdakwa I menunggui tubuh Korban terpenuhi pada diri Terdakwa WAGINO bin
(Angga) lalu Terdakwa I dan Saksi membalikkan SUWITO”. Tetapi Mahkamah Agung dalam
badan Korban (Kurnia) kedengaran berteriak putusan Nomor 1733 K/Pid/2015, tanggal 28
kesakitan, kemudian Terdakwa I langsung Januari 2016, telah menolak alasan kasasi dengan
memegang rambut Korban (Kurnia) dan Terdakwa pertimbangan bahwa, “alasan kasasi Pemohon
I berusaha menggorok/memotong leher Korban Kasasi/para Terdakwa tidak dapat dibenarkan,
(Kurnia) akan tetapi Korban berusaha melindungi karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum
lehernya dengan menyilangkan kedua tangannya dalam mengadili perkara a quo”.
pada lehernya dan pada saat Korban (Kurnia) Kasus-kasus pembunuhan yang coba dibela
berusaha berdiri dan akan berlari Terdakwa I dengan alasan noodweer exces yang dikemukakan
menarik tangan Korban dengan menggunakan sebelumya bahwa, menunjukkan bahwa untuk dapat
tangan kiri Terdakwa I dan Terdakwa I yang dalam diterimanya suatu noodweer exces hakim akan menilai
keadaan masih memegang 1 (satu) bilah senjata dengan bukti-bukti di depan sidang pengadilan jika
tajam jenis pisau laduk dan langsung menusukkan serangan yang dilakukan demikian kuat sehingga benar-
laduknya ke arah perut Korban (Kurnia) hingga benar menimbulkan keguncangan jiwa yang hebat pada
terjatuh tertelungkup dan tidak bergerak lagi, orang yang bersangkutan. Penilaian itu sepenuhnya
kemudian Saksi menyuruh Terdakwa II untuk menjadi wewenang majelis hakim yang mengadili.
membersihkan bekas-bekas darah di tempat Dalam hal ini sebaiknya jika ada panduan dari
kejadian dimana Korban dibunuh sedangkan Saksi Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi di
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
Indonesia untuk 4 (empat) lingkungan peradilan tentang Jonkers, J.E., Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia
ukuran-ukuran yang dapat digunakan sebagai patokan Belanda terjemahan tim penerjemah Bina Aksara
untuk menilai apakah ada serangan demikian kuat dari Handboek van het Nederlandsc-Indische
sehingga benar-benar menimbulkan keguncangan jiwa Strafrecht, Bina Aksara, Jakarta.
yang hebat. Lamintang, P.A.F. dan C.D. Samosir, Hukum Pidana
Indonesia, Sinar Baru, Bandung.
PENUTUP Lamintang, P.A.F. dan F.T. Lamintang, Dasar-dasar
A. Kesimpulan Hukum Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
1. Pengaturan noodweer exces dalam Pasal 49 ayat (2) Mahmud, Peter Marzuki, Penelitian Hukum, cet.2,
KUHP yaitu sebagai suatu alasan pemaaf dalam hal Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
seseorang melakukan perbuatan yang melampaui Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di
pembelaan yang diperlukan sebab pada dirinya Indonesia, cet.2, Rajawali Pers, Jakarta.
terjadi kegoncangan jiwa yang hebat karena Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, cet.2, Bina
serangan melawan hukum terhadap diri, Aksara, Jakarta.
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri atau Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali Pers,
orang lain. Jakarta.
2. Pemberlakuan noodweer exces terhadap pelaku Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana di
tindak pidana pembunuhan dalam praktik proses Indonesia, cet.3, Eresco, Jakarta-Bandung.
peradilan menunjukkan bahwa untuk dapat _______, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,
diterimanya suatu noodweer exces hakim akan ed.3 cet.4, Refika Aditama, Bandung.
menilai dengan bukti-bukti di depan sidang Rumokoy, Donald A. dan Frans Maramis, Pengantar
pengadilan jika serangan yang dilakukan demikian Ilmu Hukum, cet.3, Rajawali Pers, Jakarta.
kuat sehingga benar-benar menimbulkan Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut
keguncangan jiwa yang hebat pada orang yang Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta.
bersangkutan. Penilaian itu sepenuhnya menjadi Soekanto, S. dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
wewenang majelis hakim yang mengadili. Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet.16, Rajawali
Pers, Jakarta.
B. Saran Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
1. Dalam penjelasan undang-undang perlu ditegaskan (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap
bahwa melampaui pembelaan yang diperlukan Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.
berarti melampaui baik asas proporsionalitas Subekti, R. dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, cet.15,
(keseimbangan antara serangan dan kepentingan Pradnya Paramita, Jakarta.
yang dibela) maupun asas subsidaritas (penggunaan Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang
cara yang lebih ringan). Hukum Perdata, cet.27, Pradnya Paramita,
2. Sebaiknya ada panduan dari Mahkamah Agung Jakarta.
sebagai pengadilan tertinggi di Indonesia untuk Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian
4 (empat) lingkungan peradilan tentang ukuran- Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik), Rajawali
ukuran yang dapat digunakan sebagai patokan Pers, Depok.
Syahrani, Riduan, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum
untuk menilai apakah ada serangan demikian
Perdata, Alumni, Bandung
kuat sehingga benar-benar menimbulkan Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar
keguncangan jiwa yang hebat. Bahasa Indonesia, ed.3 cet.2, Balai Pustaka,
Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Tresna, R., Azas-azas Hukum Pidana, Tiara, Jakarta
Buku-Buku Utrecht, E., Hukum Pidana 1, cet.2, Penerbitan
Ali, Chidir, Yurisprudensi Indonesia Tentang Perbuatan Universitas, Bandung
Melanggar Hukum (Onrechtmatige Daad), Widnyana, I Made, Asas-asas Hukum Pidana. Buku
Binacipta. Panduan Mahasiswa, Fikahati Aneska, Jakarta
Ali, Mahrus, Dasar-dasar Hukum Pidana, cet.2, Sinar
Grafika, Jakarta. Jurnal
Bemmelen, J.M. van, Hukum Pidana 1. Hukum Pidana Engelbrecht, W.A. dan E.M.L. Engelbrecht, Kitab2
Material Bagian Umum, terjemahan Hasnan, Undang2, Undang2 dan Peraturan2 Serta
Binacipta, Jakarta. Undang2 Dasar Sementara Republik Indonesia,
Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, A.W. Sijthoff’s Uitgeversmij N.V., Leiden, 1956.
Jakarta.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.13 No 3 Mar 2024
Reza Timothy Dengah
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Sinar Harapan, Jakarta, 1983.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana (Berita
Negara Republik Indonesia lI Nomor 9).
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6842)

Media Internet:
Direktori Putusan Mahkamah Agung, “Putusan Nomor
103 K/Pid/2012”,
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/
download_file/11eaff3c54ff8380ba0b323133353
137/zip/29dae9a76003fab0016bec0ac3ab2878,
diakses 04/03/2023.
Direktori Putusan Mahkamah Agung, “Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1104
K/PID.SUS/2016 Tanggal 1 Desember 2016”,
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/
putusan/1aa513158ebf892b0bcb0e3c5cbd3276.ht
ml, diakses tanggal 14/03/2023.
Direktori Putusan Mahkamah Agung, “Putusan
Mahkamah Agung Nomor 201 K/Pid/2017
Tanggal 20 Maret 2017”,
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/
putusan/5598671f64f3d325a03d045cedf10aba.ht
ml, diakses 14/03/2023.
Mahkamah Agung RI, “Direktori Putusan”,
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori.
html, diakses 04/03/2023.

Anda mungkin juga menyukai