HUKUM PIDANA
DOSEN PENGAMPU:
NIM : 223020601134
Kelas : C
"Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau
berbuat jahat takutlah akan Dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang
pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas
mereka yang berbuat jahat."
c. Al Maidah QS 5:45
"Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka- luka (pun) ada qishaasnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak qishaas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barang siapa yang tidak memutus perkara menurut apa yang diturunkan
Allah maka mereka itu orang-orang yang zalim".
DUHAM (1948)
DUHAM (1948): Merupakan kependekan dari "Universal Declaration of Human
Rights" atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Dokumen ini disahkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, dan menjadi dasar
hukum internasional mengenai hak asasi manusia. Artikel 3 DUHAM menyatakan
bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan diri.
Article 3: Everyone has the right to life, liberty and security of person
Pasal ini menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, tidak boleh diambil
oleh siapapun tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan oleh hukum. Selain itu,
setiap orang juga berhak atas kebebasan dan keamanan diri, sehingga tindakan
yang mengancam atau menghilangkan kebebasan atau keamanan seseorang juga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
UUD 1945 Pasal 28A; Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Merupakan Pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal ini menjadikan hak untuk hidup
sebagai hak asasi manusia yang paling fundamental di Indonesia.
Artinya, setelah senjata api disiapkan, anggota regu penembak akan mendapatkan
senjata api dengan urutan undian;
Artinya, jika terpidana masih hidup setelah tembakan pertama, maka akan
ditembakkan lagi dengan senjata api yang sama;
Artinya, setelah terpidana dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis, Komandan
Pelaksana membuat laporan dan melaporkan kepada Jaksa Eksekutor tentang
pelaksanaan hukuman mati.
IV. Pidana Mati dalam KUHP Baru (UU 1/2023)
Pada Pasal 64 KUHP terbaru mengatur tentang hukuman pidana khusus. Pidana mati
tidak langsung ditemukan di dalam pasal ini, melainkan hanya diatur dalam huruf C
dari pasal tersebut. Oleh karena itu, dalam pidana pokok KUHP tidak secara langsung
terdapat ketentuan mengenai pidana mati. Hal ini berbeda dengan pidana mati dalam
undang-undang lain seperti UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang secara
tegas mengatur pidana mati sebagai hukuman bagi pelaku tindak pidana tertentu.
Pasal 67 dalam KUHP baru menyatakan bahwa pidana mati merupakan jenis pidana
yang bersifat khusus yang selalu diancamkan secara alternatif. Hal ini mengacu pada
Pasal 64 huruf C yang memuat ketentuan mengenai pidana mati. Dengan demikian,
meskipun tidak secara langsung disebutkan dalam Pidana Pokok, pidana mati tetap
diatur dan dapat dijatuhkan sebagai hukuman dalam kasus-kasus tertentu. Pasal 67 ini
menegaskan bahwa pidana mati merupakan jenis pidana khusus yang diancamkan
sebagai pilihan alternatif dalam kasus-kasus yang telah diatur secara khusus dalam
undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam ketentuan ini, Tindak Pidana yang dapat diancam dengan pidana yang bersifat
khusus adalah Tindak Pidana yang sangat serius atau yang luar biasa, antara lain,
Tindak Pidana narkotika, Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana korupsi, dan
Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia. Untuk itu, pidana mati dicantumkan
dalam bagian tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar
bersifat khusus. Jika dibandingkan dengan jenis pidana yang lain, pidana mati
merupakan jenis pidana yang paling berat. Oleh karena itu, harus selalu diancamkan.
secara alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 98
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah
dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.
Pasal 99
(1) Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak
Presiden.
(2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka
Umum.
(3) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu
tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang
(4) Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang
menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut
melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit
jiwa tersebut sembuh
Pasal 100
(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh)
tahun dengan memperhatikan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah
putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi
pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan
pertimbangan Mahkamah Agung.
(5) Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak
Keputusan Presiden ditetapkan.
(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk
diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung
Pasal 101
Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan
selama 10 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri,
pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan
Presiden
Sementara itu, retentionist adalah orang atau kelompok yang mendukung penggunaan
pidana mati sebagai hukuman dalam sistem peradilan pidana. Retentionist
berkeyakinan bahwa pidana mati dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keadilan kepada korban dan masyarakat, serta sebagai upaya untuk mencegah
kejahatan yang serius.
Namun, perlu diketahui bahwa pandangan terhadap pidana mati tidaklah hitam atau
putih, dan seringkali terdapat posisi yang lebih kompleks dan menengah antara
abolitionist dan retentionist. Beberapa orang mungkin mendukung penggunaan
pidana mati dalam kasus-kasus tertentu, tetapi tidak secara umum, atau mungkin
mendukung penggunaannya dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti dalam kasus-
kasus terorisme atau kejahatan terhadap anak-anak.
Abolitionist:
Hak untuk mematikan hanya milik Tuhan
Uncivilized (tidak beradab)
Tidak memberikan efek jera
Retentionist:
Sifat pidana yang demkian didasarkan pada asumsi dasar yang absolut pada diri
pelaku ada unsur/sifat kemutlakan yaitu:
- sulit menetapkan adanya kesalahan absolut (100% bersalah) pada diri seseorang,
terlebih karena faktor "kausa dan kondisi" yang menyebabkan terjadinya
kejahatan cukup banyak, tidak dapat 100% dibebankan pada kesalahan si pelaku.
- Tidak ada orang yang secara absolut tidak bisa berubah atau tidak bisa
diperbaiki/memperbaiki diri.
- Kurang bijaksana apabila tidak ada pengampunan/kesempata pada pelaku.
VII. Efektivitas Pidana Mati
Murder Rate in US 1940-1955 (per 100,000) Riset Selama 15 Tahun Angka
Pembunuhan Berencana
Midwest
-Michigan 3.5
-Indiana (D) 3.5
-Ohio (D) 3.5
-Minnesota 1.4
-Wisconsin 1.2
- lowa (D) 1.4
-North Dakota 1.0
-South Dakota (D) 1.5
-Nebraska (D) 1.6
New England
-Maine 1.5
-New Hampshire (D) 0.9
-Vermont (D) 0.1
-Connecticut (D) 1.7
- Rhode Island 1.3
-Massachusetts (D) 1.2
-Connecticut (D) 1.7
Sementara itu, New England memiliki angka pembunuhan yang lebih rendah
dibandingkan dengan Midwest. Negara bagian dengan angka pembunuhan tertinggi di
New England adalah Connecticut dengan 1,7 per 100.000 penduduk, sedangkan
negara bagian dengan angka pembunuhan terendah di New England adalah Vermont
dengan 0,1 per 100.000 penduduk.
Efektivitas hukuman pidana mati masih menjadi topik yang kontroversial dan diperselisihkan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa hukuman pidana mati tidak secara signifikan mengurangi
tingkat kejahatan dan pembunuhan, dan bahkan ada bukti bahwa negara-negara yang tidak
memberlakukan hukuman mati cenderung memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah.
Di sisi lain, beberapa orang berpendapat bahwa hukuman pidana mati dapat menjadi deteren bagi
orang lain untuk tidak melakukan kejahatan yang serupa. Namun, argumen ini juga
diperselisihkan, karena tidak semua orang yang melakukan kejahatan memiliki pertimbangan
rasional tentang risiko hukuman pidana mati sebelum melakukan tindakan kriminal.
Selain itu, ada banyak kasus di mana orang yang tidak bersalah telah dihukum mati karena
kesalahan sistematis dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, banyak organisasi hak asasi
manusia mengkritik hukuman pidana mati dan memperjuangkan penghapusan hukuman ini.
Secara keseluruhan, efektivitas hukuman pidana mati masih diperselisihkan, dan ada banyak
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam diskusi ini.