Anda di halaman 1dari 33

HUKUM PIDANA

JENIS-JENIS PIDANA DALAM UNDANG-


UNDANG
JENIS-JENIS PIDANA DI DALAM KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

1 Pidana pokok (Hoofdstraffen) a Pidana mati

b Pidana penjara

c Pidana kurungan

d Pidana denda
Pidana tutupan menurut Undang-
e undang Nomor20 Tahun 1946
2 Pidana Tambahan(BijkomendeStraffen)

Mengenai pencabutan hak-hak tertentu


a Pencabutan hak-hak tertentu yang diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana tersebut hakim
dapat menjatuhkan dengan batasan
waktu tertentu atau bersifat sementara
atau tanpa batas waktu.

Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-undang


b Penyitaan benda-benda tertentu Hukum Pidana “benda-benda kepunyaan
terpidana yang diperoleh dari kejahatan,
atau benda-benda yang diperoleh dari
kejahatan dapat disita”.
c Pengumuman dari keputusan Hakim

Mengenai pengumuman putusan hakim, yang diatur di


dalam pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum
PidanaTambahan, dimaksud agar masyarakat yang
mengetahui putusan hakim mengenai kejahatan si
terpidana, waspada dan hati-hati mengenai sikap dan
tindakan terpidana tersebut.
Ciri-ciri Dari Pidana Pokok

1 Sesama pidana pokok tidak bisa diakumulasi (digabung)

Pidana penjara tidak bisa digabung dengan pidana denda. Akan tetapi, ada
pengecualian jika menyangkut tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika,
tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana lingkungan hidup.

2 Bersifat alternative atau memilih, artinya memilih dari ancaman


pidana yang tercantum dalam pasal yang dilanggar.

3 Berdiri sendiri, artinyadapat dijatuhkan tanpa pidana tambahan.


Ciri-ciri Pidana Tambahan
1 Bersifat fakultatif, artinya bias dijatuhkan hakim bias juga
tidak

2 Tidak boleh berdiri sendiri, artinya tidak boleh dijatuhkan


pidana tambahan tanpa pidana pokok
Pasal-pasal yang mengatur Pidana mati
Pasal 104 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,Pasal 111
ayat (2) Kitab undang-undang Hukum Pidana, Pasal 124 ayat
(1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 140 ayat (3)
Kitab undang-undang Hukum Pidana, Pasal 340 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 444 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, demikian juga dalam Undang-undang
Narkotika, undang-undang teroris, dan undang-undang
tindak pidana korupsi.
Alasan-alasan yang menyetujui pidana mati
1 Pidana mati itu masih dibutuhkan, terutama bagi mereka yang tergolong
sebagai residivis (repeater criminal) dan bagi mereka yang melakukan tindak
pidana yang membahayakan negara, misalnya makar, teroris, atau narkotika.

2 Pidana mati dianggap sebagai sarana yang dapat mencegah seseorang untuk
melakukan kejahatan karena pidana mati dianggap sebagai hal yang
menakutkan atau menjerakan, sehingga ada rasa takut bagi orang untuk
melakukan sesuatu perbuatan yang diancamdengan pidana mati.

3 Pidana mati bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia.
Pada pemerintah Majapahit, bahkan sebelumnya, pidana mati sudah ada di
Indonesia.
4 Secara yuridis, pidana mati itu masih dicantumkan di dalamKitab
Undang-undang Hukum Pidana, yaitu Pasal 104, Pasal 140 ayat
(3),Pasal 340, Pasal 368 ayat (2),dan Pasal 365 ayat (4).
Alasan-alasan untuk menolak pidana mati
1 Dihubungkan dengan sila ke-2 Pancasila yang menetapkan manusia dalam
keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

2 Dikaitkan dengan manusia sebagai ciptaan Tuhan, dimana Tuhan sebagai


causa prima dan causa finalis, artinya jika pidana mati dijatuhkan berarti kita
mengingkari kekuasaan tuhan.
Pidana mati dicantumkan di dalam pasal-pasal Kitab undang-undang Hukum
3 Pidana. Para pengedar narkotika dan pelaku teroris, dan pembunuhan
berencana telah banyak yang dijatuhi pidana mati, tetapi tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati masih tetap saja banyak terjadi. Dengan
demikian patut kita pertanyakan, kegunaan pidana mati tersebut.
Di dalam undang-undang Dasar 1945 yang sudah diamandemen Pasal 28A
4 disebutkan : setiap orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupan.
Dengan demikian seseorang tidak boleh dijatuhi pidana mati.
Apabila hakim dihadapkan pada penjahat kambuhan (repeater criminal)
5 maka yang bersangkutan dapat dijatuhi pidana seumur hidup atau dua puluh
tahun penjara. Sesungguhnya tujuan menghukum seseorang bukanlah untuk
membalas apa yang diperbuatnya, tetapi untuk mendidik yang bersangkutan
agar kembali ke jalan yang benar.
Terkait dengan keberadaan Lembaga Pemasyarakatan yang tugas utamanya
6
adalah membina narapidana. Dijatuhkannya pidana mati, bertentangan
dengan tugas utama Lembaga pemasyarakatan tersebut.

7 Bagaimanapun tidak ada jaminan bahwa putusan hakim didasarkan atas alat
bukti yang kuat. Bisa saja hakim terpengaruh atas hal-hal yang melanggar
hukum atau mungkin ada keberpihakan pada korban tindak pidana.
Beberapa organisasi Internasional mengemukakan
pendapatnya, sehubungan dengan keberadaan pidana mati.

1 Deklarasi Swedia Stockholm tanggal 11 Desember 1977 Melalui Amnesty


Internasional menghimbau semua negara untuk menghapus sepenuhnya
pengenaan pidana mati.

2 Melalui resolusi tanggal 22 April 1980 Majelis Dewan Eropa menghimbau


negara-negara anggota untuk mengupayakan penghapusan pidana mati di
masa damai.

3 Sidang Majelis Umum PBB tanggal 8 Desember 1977, mendorong negara-


negara untuk membatasi penjatuhan pidana mati hanya kasus-kasus khusus
saja.
Menurut Pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pidana
mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan
menjeratkan tali pada leher terpidana, dan mengikatkan tali itu
pada tianggantungan, kemudian menjatuhi papan tempat
terpidana berdiri. Akan tetapi, dengan dikeluarkannya Penetapan
Presiden Nomor 2 Tahun 1964 yang kemudian berdasarkan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969, Penetapan presiden
tersebut ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor
2/PNPS/1969, pelaksanaan pidana mati tidak lagi seperti yang
ditetapkan di dalam pasal 11 Kitab undang-undang Hukum Pidana,
melainkan ditempak sampai mati.
Tata cara pelaksanaan pidana mati tersebut
adalah sebagai berikut
1 Jika tidak ditentukan oleh Menteri Kehakiman maka pidana mati
dilaksanakan disuatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang
menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama.
2 Pidana mati yang dijatuhkan atas bebearapa orang di dalam suatu
putusan, dilaksanakan secara serentak pada waktu dan tempat yang
sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan pelaksanaan
yang demikian itu.

3 Kepada polisi tempat kedudukan pengadilan tersebut,setelah mendengar


nasehat jaksa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya,
menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati.
Tiga kali dua puluh empat jam sebelum pelaksanaan pidana mati, jaksa
4 memberitahukan kepada terpidana mengenai pelaksanaan pidana mati
tersebut.
5 Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana baru dapat dilaksanakan
empat puluh hari setelah melahirkan.

6 Pembela terpidana atas permintaannya sendiri dapat menghadiri pelaksanaan


pidana mati

7 Pidana mati dilaksanakan ditempat tertutup, kecuali ditetapkan lain oleh


presiden
Pelaksanaan pidana mati dilaksanakan regu tembak dari kepolisian yang
8 terdiri dari seorang bintara, dua belas orang tamtama dibawa pimpinan
seorang perwira, semuanya dari brigade mobil.
9 Regu tembak tidak mempergunakan senjata organiknya

10 Terpidana dapat menjalani pidana dengan berdiri, duduk, atau berlutut

11 Pada saat pelaksanaan pidana mati, mata terpidana ditutup


Tata cara pelaksanaan Pidana Mati di berbagai
Negara.
1 Di negara China ditembak di bagian belakang kepala

Di negara Sudan dan Iran dengan menggantung, melempari, atau


2 menembak (hanging, stoning, or shooting)

3 Di negara Saudi Arabia dan Yaman dipenggal dengan pedang

4 Di Oklahoma dengan Lethal Injection

5 Beberapa negara Timur Tengah dilembari dengan batu sampai mati


6 Di beberapa negara bagian amerika serikat dengan electric chair atau
gas chamber (kamar gas).

7 Di negara Arizona dengan gas chamber

Di negara Burundi, comoros, Guinea, dan Lebanon, eksekusi pidana mati


8
di tempat terbuka

9 Di negara Saudi Arabia, China, Gabon, Libia, Kazakhstan, dan Guatemala


disiarkan di Televisi
10 Di negara Tailand dapat dilihat wartaman dan kemeramen saat
ditembak
Menurut P.A.F Lamintang, pidana penjara itu ialah
Suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seseorang
terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah
lembaga pemasyarakatan dengan kewajiban menaati semua peraturan
atau tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan
dengan suatu tindakan jika melanggar peraturan tersebut.
Apa sebabnya penggunaan pidana penjara lebih banyak bila dibandingkan
dengan pidana lain seperti pidana mati, pidana kurungan, dan pidana
denda ?
Tidak ada penjelasan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menurut
hemat saya, karena pidana penjara merupakan satu-satunya pidana pokok
yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang memungkinkan
diadakannya pembinaan secara terencana dan terarah terhadap terpidana.
Didalam buku yang berjudul Tujuh serangkai Tentang Hukum,
Karangan Hazairin, terbitan Bina Aksara tahun 1981, halaman 10 –
11 tertulis, akan tetapi, masyarakat dan negara tanpa penjara,
bukanlah sesuatu hal yang tidak mungkin , bukan sekali-kali suatu
otopia atau angan-angan kosong. Masyarakat tanpa penjara adalah
suatu ideal yang sangat tinggi mutu filsafatnya dan sangat besar
keuntungannya, spiritual dan materiil. Hidup dalam penjara
walaupun dalam penjara yang sangat modern, adalah hidup yang
sangat menekan jiwa, perasaan, pikiran, dan hidup dan
kepribadian.
Secara sederhana tujuan dari pidana penjara itu
adalah sebagai berikut :
1 Sebagai pertanggungjawaban dari pelaku tindak pidana atas perbuatan
melanggar hukum yang telah dia lakukan.

2 Sebagai perhatian atas rasa keadilan korban dan keluarga korban yang
telah dilanggar si pelaku tindak pidana
Agar pelaku tindak pidana mendapat pembinaan di lembaga
3
pemasyarakatan.

4 Dengan dipidana penjaranya seseorang karena telah melakukan


perbuatan melanggar hukum maka masyarakat akan menyadari
apabila mereka melanggar hukum akan dihukum juga

5 Agar masyarakat menyadari bahwa apabila melanggar hukum,


konsekuensinya akan dihukum.
Andaikata penjara tidak ada akan muncul persoalan
sebagai berikut :
1 Bagaimana mengawasi pelaku yang bersangkutan`
Kemungkinan untuk melakukan kejahatan semakin besar, karena 2
mereka bebas bergerak di masyarakat
3 Kesempatan untuk melarikan diri sangat besar
Ada kecenderungan masyarakat untuk melakukan tindak pidana,
karena ada anggapan walaupun melakukan tindak pidana , yang 4
bersangkutan tidak akan dipenjara
5 Pelaku kemungkinan besar akan mempengaruhi masyarakat yang lain
untuk melakukan tindak pidana
Masyarakat yang menjadi korban kejahatan akan merasa kecewa dan
6 mungkin akan melakukan tindakan yang melanggar hukum karena
rasa keadilan mereka tidak diperhatikan.
Yang perlu menjadi perhatian kita secara bersama adalah, bagaimana sikap kita
sebagai warga negara apabila para narapidana tersebut telah selesai menjalani
hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan, apakah masyarakat mau menerima
mereka andaikata mereka melamar pekerjaan, atau apakah masyarakat mau
bersosialisasi ? Pertanyaan ini saya kemukakan, karena pada umumnya
masyarakat menjaga jarak pada mereka dan mereka juga mengalami kesulitan
untuk berbaur dengan masyarakat dan mendapatkan pekerjaan karena
masyarakat menganggap mereka sebagai penjahat.

Menurut Hemat saya sebaiknya kita memberikan kesempatan bagi mereka untuk
mendapatkan pekerjaaan. Apabila kita tidak memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mendapatkan pekerjaan atau berbaur dengan masyarakat,
kemungkinan besar mereka akan kembali melakukan perbuatan yang melanggar
hukum.
Menurut Memorie Van Toelichting, pembentukan pidana
kurungan sebagai salah satu pidana pokok didasarkan pada
dua alasan yaitu :
1 Perlu suatu jenis pidana yang sangat sederhana berupa
pembatasan kebebasan bergerak bagi pelaku tindak
pidana yang bersifat ringan.
2 Perlu sautu jenis pidana berupa pembatasan bergerak
bagi pelaku tindak pidana yang tidak begitu jahat
(Custodia Honesta)
Perbedaan orang yang menjalani pidana penjara dengan orang menjalani
pidana kurungan:
Orang yang menjalani pidana penjara, dapat dipindah dari suatu lembaga pemasyarakatan tertentu ke
1
lembaga pemasyarakatan yang lain. Sedangkan orang yang menjalani pidana kurungan tidak bias
dipindah dari satu lembaga pemasyarakatan tertentu ke lembaga pemasyarakatan yang lain.

2 Orang yang menjalani pidana penjara mamakai seragam biru-biru, sedangkan orang yang menjalani
pidana kurungan tidak memaki seragam biru-biru, artinya bebas mempergunakan pakaian

3 Orang yang menjalani pidana penjara, tidak diperkenankan membawa fasilitas tersendiri, seperti
radio, televise atau Kasur, sedangkan orang yang dijatuhi pidana kurungan diperkenankan membawa
fasilitas sendiri, seperti radio, televise maupun Kasur. Akan tetapi bukan rahasia umum lagi bahwa di
lembaga pemasyarakatan tertentu, para narapidana yang mempunyai uang mempunyai
keistimewaan tersendiri, seperti diruangan merka ada televise, kulkas, dan dispenser. Bahkan ada
ruangan khusus menerima tamu untuk yang mengunjungi mereka.

4 Orang yang menjalani pidana penjara digabung dengan orang yang menjalani pidana penjara,
sedangkan orang yang menjalani pidana kurungan tidak bias digabung dengan orang yang menjalani
penjara, tetapi ditempatkan tersendiri.
Pidana Denda (Geldboete/Day Fine)
Menurut pasal 30 kitab undang-undang Hukum Pidana, untuk setiap tindakan
pidana yang diancam dengan pidana denda, jumlah pada minimum adalah tiga
rupiah tujuh puluh 5 sen. Pasal 30 kitab Undang-undang Hukum Pidana tersebut
tidak mengatur maksimum denda karena setiap pasal yang mencantumkan pidana
denda telah mentukan jumlah maksimumnya. Apabila seseorang tidak membayar
pidana dendanya, maka menurut Pasal 30 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum
Pidana. Dapat diganti dengan Pidana kurungan.

Sehubungan dengan masalah pidana denda kiranya perlu juga


diperhatikan Pasal 82 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
yang mengatur mengenai penyelesaian perkara di luar persidangan.
Pidana denda dengan pidana penjara atau pidana kurungan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1 Pidana denda tidak atau hamper tidak mengakibatkan stigmatisasi bagi
pelaku tindak pidana
2 Pelaku tindak pidana tidak dipisahkan dari keluarga atau lingkungan
masyarakat, karena tidak masuk penjara
3 Pelaku tindak pidana tetap dapat bekerja seperti semula

4 Kebebasan untuk bergerak tetap terjamin


Beberapa pasal yang mencantumkan pidana denda sebagai pidana
alternatif, yaitu antara lain:
1 Pasal 114 kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur tentang
kesalahan seseorang sehingga surat-surat yang ada kerahasiaannya
tentang negara diketahui orang lain dan yang berslah didenda
maksimum empat ribu lima ratus rupiah
2 Pasal 134 Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur tentang
kesengajaan menghina Presiden dan Wakil Presiden, dengan jumlah
denda empat ribu lima ratus rupiah.

3 Pasal 137 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur


tentang kesengajaan menyebarluaskan, mempertunjukan
Berdasarkan Pasal 14b Kitab undang-undng Hukum Pidana, ditetapkan
mengenai syarat-syarat masa percobaan yaitu sebagai berikut:
a Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam Pasal-pasal
492, 504, 505, 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, paling lama
tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.

b Masa percobaan itu dimulai setelah putusan mempunyai kekuatan


hukum tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana sesuai
peraturan perundang-undangan.
c Masa percobaan tersebut tidak hitung selama terpidana ditahan
secara sah.
Adapun manfaat dari pidana bersyarat itu antara lain adalah :
a Terpidana tidak kehilangan pekerjaan

b Terpidana bias berkumpul dengan keluarga seperti sediakan

c Terpidana tidak merasakan stigma, seperti stigma yang dialami yang


seorang yang dipidana penjara
d
Tidak akan mengalami hal-hal yang tidak baik yang terjadi dipenjara
Peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 1948
tentang Rumah Tutupan.
a
Urusan umum dan pengawasan tertinggi atas Rumah Tutupan dipegang
oleh Menteri Pertahanan, sedangkan urusan dan pengawasan sehari-
hari dipegang oleh Kepala bagian Kehakiman Tentara dan Menteri
Pertahanan

a orang-orang hukuman tutupan tidak boleh dipekerjakan diluar tembok


Rumah Tutupan

c Pada hari minggu dan hari raya, orang-orang hukuman tutupan tidak
boleh dipekerjakan, melainkan dengan sukanya sendiri dan dalam hal
yang amat perlu menurut pertimbangan Menteri Pertahanan
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tahun
2012, pidana tutupan diatur di dalam Pasal 76 yang
rumusan sebagai berikut:
a Orang yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara, mengingatkan keadaan pribadi dan perbuatannya dapat
dijatuhkan pidana tutupan.

b
Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan
kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh
maksud yang patut dihormati

c Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku, jika cara
melakukan atau akibat dari perbuatan tersebut sedemikian rupa
sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara.
Apabila kita perhatikan Pasal 76 Rancangan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana Tahun 2012, apa yang diatur di dalam ayat (1) dan ayat
(2) adalah syarat menjatuhkan pidana tertutup.

a Hukuman tertutup sunyi, harus dijalankan dengan menetapkan orang-


orang sendiri dalam sel buat seorang yang tertutup, dengan tidak boleh
berbicara dengan siapapun melainkan dengan seorang guru agama atau
pegawai Rumah Tutupan.

b Orang yang dihukum tutupan diperkenankan memakai pakaian sendiri.


Adapaun banyaknya yang dapat dipakai ditetapkan oleh Kepala Rumah
Tutupan.
c orang-orang hukuman tutupan, kalua mau dan mungkin boleh menerima
dari luar atau mengadakan makanan minuman dan sedap-sedapan dan
membeli segala apa yang sekiranya bias meringanka nasibnya sendiri.
TUGAS PERTEMUAN 6
JELASKAN PERBEDAAN ANTARA JENIS-JENIS HUKUMAN PIDANA DALAM
KUHP DAN SIAPA SAJA YANG DAPAT DIBERIKAN HUKUMAN SESUAI
DENGAN JENIS PIDANA TERSEBUT?

Anda mungkin juga menyukai