o iinntt
weerr P
P o
PPoow
Oleh:
2
DEFINISI HUKUM PIDANA
SUBYEKTIF
hak negara menurut hukum untuk
mengancam, menjatuhkan serta
(ius puniendi)
melaksanakan pidana.
5
Macam-macam Hukum Pidana
1.Norma, Sanksi,
Tindakan,
Pidana
bersifat melindungi dan
berupa derita atau siksa (leed),
memperbaiki pelaku
Pokok: 1.mengembalikan kepada orang tua,
1. pidana mati wali, atau orang tua asuh;
2. pidana penjara 2.menyerahkan kepada negara untuk
3. pidana kurungan mengikuti pendidikan, pembinaan,
4. pidana denda. dan latihan kerja; atau
Tambahan: 3.menyerahkan kepada Departemen
1. Pencabutan hak-hak tertentu Sosial, atau Organisasi Sosial
2. Perampasan barang-barang Kemasyarakatan yang bergerak di
tertentu bidang pendidikan, pembinaan, dan
3. Pengumuman keputusan hakim latihan kerja. 7
CARA MERUMUSKAN NORMA DAN SANKSI
HUKUMPIDANA
8
POLA PERUMUSAN ANCAMAN PIDANA
diancamamkan dua atau lebih
jenis pidana, tapi hanya satu jenis
ALTERNATIF pidana yang dijatuhkan. Dengan
kata hubung “atau”
9
POLA MAKSUMUM DAN MINIMUM ACAMANAN PIDANA
MAKSIMUM MINIMUM
10
DAFTAR PERTANYAAN
1. Sebutkan definisi hukum Pidana menurut Prof .
Mulyatno, dan jelaskan unsur-unsur yang terkandung
dalam definsi tersebut!
2. Jelasakan dengan contoh, apakah yang dimaksud
dengan hukum Pidana materil dan hukum pidana formil?
Jelaskan pula hubungan kedua bindang hukum pidana
tersebut!
3. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan hukum pidana
hukum pidana umum dan hukum pidana khusus ?
Berikan contohnya!
4. Sebutkan dua unsur pokok hukum pidana! Jelaskan apa
perbedaan antara pidana dengan tindakan?
5. Ada beberapa cara/metode dalam merumuskan norma
hukum pidana sebutkan dan berikan contohnya!
6. Ada beberapa cara /metode merumuskan sanksi hukum
pidana, sebutkan dan berikan contohnya!
7. Jelaskan batas maksimum dan minimum umum pidana
penjara dan kurungan yang boleh ancamkan/dijatuhkan.
11
Pokok Bahasan 2
12
TUJUAN HUKUM PIDANA
• KUHP (WvS)
• Peraturan hukum pidana di luar KUHP,
seperti UU Tentang Pemberatasan Tindak
Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana
Ekonomi.
• Hukum adat yang masih hidup berdasar
UU No 1 Tahun 1951 Paal 5.
15
SISTEMATIKA KUHP
• KUHP Indonesia berasal dari Wetboek van
Strafrecht voor Indonesie (WvS) peninggalan
Pemerintahan Kolonial Belanda.
• KUHP disusun denga sitematika sebagai
berikut:
Buku I Peraturan-peraturan Umum (algemene
bepalingen), Pasal 1 – 103.
Buku II Kejahatan (Misdrijven), Pasal 104 – 488.
Buku III Pelanggaran (Overtredingen) Pasal 489–569.
16
BEDA KEJAHATAN DENGAN PELANGGARAN
KEJAHATAN PELANGGARAN
(Rechtsdelicten) (Wetdelicten)
• Peraturan yang diaggap
bertentangan dengan • Perbuatan- perbuatan
perikeadilan. yang jika tidak dilarang
• sungguhpun andaikata dengan UU tidak akan
perbuatan itu tidak dirasakan oleh umum
diancam dengan hukuman, sebagai perbuatan yang
perbuatan itu oleh umum salah dan patut dilarang.
tetap diasakan sebagai • Mis: pelanggaran lalu
sesuatu yang lintas, dll.
bertentangan dengan
perikeadilan.
• Mis: Membunuh, menipu,
memperkosa, dll
17
ILMU PENGETAHUAN HUKUM PIDANA
Aturan hukum pidana yang
berlaku pada suatu negara
OBYEK (hukum pdiana positif)
INTERPRESTASI
Untuk mengetahui pegneertian
obyektif dari aturan hukum
METODE KONTRUKSI
Bentukan yuridis yang terdiri dari
unsur-unsur yang tertentu
SISTEMATIK
Sistimatisasi terhadap keseluruhan
18
bagian-bagain hukum pidana.
ILMU HUKUM PIDANA, KRIMINOLOGI DAN
VIKTIMOLOGI
• Kriminologi
Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
dan menelaah tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan dan
bagaimana penanggulangannya.
• Viktimologi
Viktimologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahatan dari sudut korban kejahatan dengan segala
aspeknya, baik dalam proses interaksi korban dengan pelaku
dalam terjadinya tindak pidana, maupun dalam kaitannya
dengan viktimisasi yaitu mengapa seseorang atau masyarakat
menjadi korban kejahatan, dan juga bagaimana perlindungan
hukum terhadap para korban kejahatan.
• Hubungan Kriminologi dan Viktimologi dengan hukum
pidana adalah bahwa kedua ilmu inimemberikan sumbangan
bagi hukum pidana dalam melakukan kebijakan hukum pidana
sehingga upaya penggunaan hukum pidana untuk
menanggulangi kejahatan dan melindungi masyarakat akan
lebih efektif.
19
DAFTAR PERTANYAAN
20
Pokok Bahasan 3
21
ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
22
ASAS BERALKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU
Azas legalitas:
1. Asas teritorialitas
Berlakunya hukum pidana didasarkan pada tempat
dimana orang melakukan tindak pidana di mana hukum
pidana itu berlaku.(Ps. 2, 3 KUHP)
2. Asas nasionalitas aktif
Berlakunya hukum pidana didasarkan pada kebangsaan
dari orang yang melakukan tindak pidana (Ps. 5 dan 6
KUHP).
3. Asas nasionalitas pasif
Berlakunya hukum pidana didasarkan pada kepentingan
hukum suatu negara, yang hukumnya dilanggar oleh
seseorang (Ps. 4 ke 1e, 2e, 3e Pasal 7 dan 8 KUHP).
4. Asas universalitas
Berlakunya hukum pidana didasarkan pada kepentingan
hukum seluruh dunia (Ps. 4 ke 4e dan 2e kalimat
pertama, dan Pasal 9 KUHP) 24
DAFTAR PERTANYAAN
25
POKOK BAHASAN 3
26
ISITILAH TINDAK PIDANA
• Tindak pidana merupakan terjemahan dari “Strafbaarfeit”
27
PENGERTIAN TINDAK PIDANA
Menurut Van Hamel :
Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang
bertentangan dengan hukum, perbuatan mana
dilakukan oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan dan disalahkan kepada
sipembuat, perbuatan itu harus mengandung sifat yang
patut dihukum.
6 syarat Tindak Pidana Menurut Van Hamel, yaitu :
1. Harus ada suatu perbuatan, tentunya perbuatan manusia;
2. Perbuatan manusia itu harus bertentangan dengan hukum;
3. Perbuatan itu harus dilarang oleh undang-undang, dan
diancam dengan hukuman;
4. Perbuatan itu harus dilakukan oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan;
5. Perbuatan itu harus dipersalahkan kepada sipembuatnya;
6. Perbuatan itu harus mengandung sifat yang patut dihukum 28
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
29
PENGERTIAN TINDAK PIDANA
Menurut Prof. Moeljatno
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana,
perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum
pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.
Unsur perbuatan pidana, terdiri dari:
o Kelakuan dan akibat,
o Hal ikhwal keadaaan yang menyertai tindak pidana
o Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
o Unsur melawan hukum obyektif
o Unsur melawan hukum subyekti
• Catatan:
• Dalam pengertian yang diberikan Van Hamel, tindak pidana sudah
termasuk di dalamnya pertanggungjawaban pidana.
• Moeljatno memisahkan pengertian perbuatan pidana dari
pertanggungjawaban pidana.
30
PENGERTIAN TINDAK PIDANA MENURUT RUU KUHP
(Pasal 11)
31
Jenis Tindak pidana
1. Misdrijven (Kejahatan) dan Overtredingen (Pelanggaran ).
2. Dolus/Opzet delicten (Sengaja ) Culpose delicten (Kelalaian).
3. Comissie Delicten (Pelanggaran terhadap larangan) dan Omnissie
Delicten (pelenggaran terhadap keharusan).
4. Formele Delicten (perbuatan yang dilarang) dan Meteriale Delicten
(Akibatnya yang dilarang).
5. Zelstandige Delicten (terdiri atas satu perbutan) dan Voorgezette
Delicten (terdiri dari rangkaian perbuatan sebagai kesatuan).
6. Aflonpendie (Ogenlijke) (terdiri atas satu perbutan) Delicten dan
Voordurendie Delicten (perbuatan yang dilakukan untuk melakukan
perbuatan terlarang).
7. Eenkelvoudige delicten (terdiri atas satu perbutan) dan
Samengestelde delicten (terdiri atas beberapa perbutan).
8. Eeenvoudige Delicten (sederhana) dan Gequalifecende Delicten
(dengan kualifikasi).
9. klacht Delicten (pengaduan) dan Commune Delicten (biasa).
10. Delicta Propria (dilakukan oleh orang-orang tetentu saja) dan
Commune Delicten (dilakukan oleh umum) .
32
AJARAN SEBAB-AKIBAT
36
Pokok Bahasan 4
37
ASAS PERTANGGUNGJWABAN PIDANA
38
PENGERTIAN KESALAHAN
• Ada kesalahan jika perbuatan yang dilakukan oleh
terdakwa dapat dicela (verwijtbaar) dan dapat
dihindari (vermijdbaar) (Pompe).
• Kesalahan adanya keadaan fisikhis yang tertentu
pada orang yangmelakukan perbuatan pidana dan
adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan
perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa hingga
orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan
tadi.(Simon, Mulyatno).
• Untuk adanya kesalahan harus memenuhi:
– Melakukan tindak pidana (sifat melawan hukum)
– Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab)
– Mempunyai satu bentuk kesalahan berupa
kesengajaan atau kealpaan.
– Tidak adanya alasan pemaaf ( Moelljatno).
39
PENGERTIAN KESENGAJAAN
(Opzet, Dolus)
43
KESALAHPAHAMAN DIBIDANG HUKUM
(Rechtdwaling)
44
KESENGAJAAN DAN KEALPAAN
MENURUT RUU KUHP TAHUN 2005
Pasal 39
(1) Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan jika
orang tersebut melakukan tindak pidana dengan
sengaja atau karena kealpaan.
(2) Perbuatan yang dapat dipidana adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, kecuali peraturan
perundang‑undangan menentukan secara tegas bahwa
suatu tindak pidana yang dilakukan dengan kealpaan
dapat dipidana.
(3) Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan
terhadap akibat tindak pidana tertentu yang oleh
Undang-Undang diperberat ancaman pidananya, jika ia
sepatutnya mengetahui kemungkinan terjadinya akibat
tersebut atau sekurang-kurangnya ada kealpaan.
45
KEMAMPUAN BERTANGGUNGJAWAB
• Seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya
apabila orang tersebut mempunyai kesalahan (Schuld) dan
mempunyai jiwa yang sehat serta kesadaran jiwa atas
perbuatannya itu.
• Pasal 44 KUHP, ada 2 hal yang dasar untuk menentukan dapat
dipertanggungjawabkan atau tidak, yaitu :
1) Bila keadaan jiwa seseorang diganggu oleh suatu penyakit;
2) Bila jiwa seseorang tidak tumbuh dengan sempurna, dan
perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya
• Menurut doktrin untuk menentukan orang mampu atau tidak
bertanggungjawab dengan cara :
– mengambil sebab keadaan jiwa yang sakit (De biologische
Methode)
– Dengan menunjukkan hubungan antara jiwa seseorang dengan
orangnya (De Psychologische Methode)
• Seseorang yang melakukan tindak pidana, tapi kesehatan (jiwanya)
berkurang, tidak dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya, tetapi
dikurangi, keadaan ini dinamakan “Vermindende
Toerelekeningsvaat bearheid”
46
ORANG YANG PERTANGGUNGJAWABANNYA AGAK
BERKURANG
47
KEMAMPUAN BERTANGGUNGJAWAB ANAK
• Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang
Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun
tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dan belum pernah kawin (Pasal 4 ayat (1) UU No. 3
Tahun 1997)
• Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun
melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut
dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik. Apabila
menurut hasil pemeriksaan masih dapat dibina oleh
orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, Penyidik
menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua,
wali, atau orang tua asuhnya. (3) Apabila tidak dapat
dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya,
menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial
setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing
Kemasyarakatan (Pasal 5 ayat (1,2,3) UU No. 3 Tahun
1997)
48
KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB
MENURUT RUU KUHP
• Pasal 40
Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak
pidana menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa
atau retardasi mental, tidak dapat diper
tanggungjawabkan dan dijatuhi pidana, tetapi
dapat dikenakan tindakan.
• Pasal 41
Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak
pidana kurang dapat dipertanggungjawabkan
karena menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa,
atau retardasi mental, pidananya dapat diku
rangi atau dikenakan tindakan.
49
KEMAMPUAN BERTANGGUNGJAWAB ANAK
MENURUT RUU KUHP
Pasal 113
(1) Anak yang belum mencapai umur 12 (dua
belas) tahun melakukan tindak pidana tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya berlaku
bagi orang yang berumur antara 12 (dua
belas) tahun dan 18 (delapan belas) tahun
yang melakukan tindak pidana.
50
DAFTAR PERTANYAAN
52
HAL-HAL YANG MENIADAKAN PIDANA
53
HAL-HAL YANG MENIADAKAN PIDANA
54
Overmacht
• Pasal 48 KUHP “Barangsiapa melakukan perbuatan pidana karena
pengaruh daya paksa tidak dipidana”. “overmacht”, yang artinya
kekuatan atau daya yang lebih besar.
• Menurut M.v.T, “Overmacht” adalah tiap-tiap
kekuatan/paksaan/tekanan yang sedemikian rupa, sehingga
kekuatan/paksaan/tekanan tersebut tidak dapat dielakan.
• Overmacht merupakan Physhische dwang/Vis Compulsiva.
• Physhische dwang/Vis Compulsiva terdiri dari:
– overmacht dalam arti sepit ( Paksaan berasal dari orang lain)
– Keadaan Daerurat (Notoestand) (Paksaan berasal dari suatu
keadaan)
• Noodtoestand, adalah keadaan dimana suatu kepentingan hukum
dalam keadaan bahaya, dan untuk menghindarkan bahaya tersebut,
terpaksa dilanggar kepentingan hukum yang lain.
• Noodtoestand (keadaan darurat) dapat berupa :
– Konflik dalam kepentingan hukum;
– Konflik antar kepentingan hukum dan keharusan hukum;
– konflik antara dua keharusan hukum.
55
Noodweer
• Pasal 49 KUHP (1)
• Barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta
benda sendiri atau orang lain, karena serangan atau ancaman
serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
• Syarat pokok Noodweer terdiri atas 2 hal, yaitu;
1. harus ada serangan; dan
2. terhadap serangan itu perlu diadakan pembelaan;
Sifat syarat-syarat pokok tersebut adalah :
serangan harus timbul secara mendadak atau serangan
itu harus mengancam secara langsung;
serangan itu harus bersifat bertentangan dengan hukum;
sifat pembelaan itu harus benar-benar diperlukan
(noodzakelijke);
Disamping noodzakelijke, pembelaan itu harus ada
kesinambungan antara kepentingan hukum yang
dilanggar dan dibela.
Kepentingan yang dibela itu hanya mengenai
badan/tubuh seseorang (lijf), kessilaan atau sentuhan
badan berkaitan dengan kelamin (Eee baar heid). 56
Noodweer Exes
Pasal 49 ayat (2) KUHP, orang yang melampaui batas
pembelaan yang perlu, jika perbuatan itu dilakukan
karena sangat panas hatinya yang disebabkan oleh
serangan itu, maka orang itu tidak dipidana. J
Noodweer Exes, adalah cara pembelaan diri yang
melampaui batas-batas keperluan pembelaan
(Noodzakelijke Verdedingin).
Pembelaan melampaui batas, harus memenuhi syarat-
syarat :
Pembelaan tidak perlu noodzakelijke, artinya tidak ada jalan lain
yang mungkin untuk menghindarkan serangan itu;
Pembelaan itu tidak perlu geboden, artinya tidak harus ada
keseimbangan antara kepentingan hukum yang diancam
dengan kepentingan hukum yang dilanggar karena pembelaan.
Serangan itu harus melawan hukum (wederrechtelijke) dan tiba-
tiba langsung mengancam.
Tekanan jiwa dan serangan itu harus ada hubungan causal
(Causal verband). 57
MELAKSANAKAN PERINTAH JABATAN
59
Pokok Bahasan 6
60
PENGERTIAN PIDANA
Prof. Sudarto, SH :
Yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja
dibebankan kepada orang yang melalakukan perbuatan yang
memenuhi syarat-syarat tertentu.
Prof. Roeslan Saleh:
Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa
yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.
Menurut Muladi dan Barda Nawawi:
pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut :
pidana itu pada,hakekatnya merupakan suatu pengenaan
penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak
menyenangkan;
pidana itu diberikan dengan sengaia oleh orang atau badan
yang mempurix-al kekuasaan (oleh yang berwenang);
pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan
tindak pidana menurut undang-undang;
61
PENGERTIAN PEMIDANAAN
Prof. Sudarto
• "penghukuman" berasal dari kata dasar
"hukum", sehingga dapat diartikan sebagai
"menetapkan hukum" atau "memutuskan
tentang hukumnya" ("berechten"). "menetapkan
hukum" untuk suatu peristiwa.
• penghukuman dalam perkara pidana, yang
kerap kali sinonim dengan "pemidanaan" atau
"pemberian/penjatuhan pidana" oleh Hakim.
"Penghukuman" dalam arti yang demikian
menurut Prof. Sudarto mempunyai makna sama
dengan "sentence" atau "veroordeling",
62
Jenis-jenis pidana
KUHP DI LUAR RUU
(Ps. 10)
Pokok: Pokok:
• pidana mati • pidana mati
• pidana penjara • pidana penjara
• pidana kurungan • pidana tutupan
• pidana denda. • pidana kurungan
Tambahan: • pidana pengawasan
• Pencabutan hak-hak tertentu • pidana denda.
• Perampasan barang-barang Tambahan:
tertentu • Pencabutan hak-hak tertentu
• Pengumuman keputusan • Perampasan barang-barang
hakim tertentu
• Pengumuman keputusan
hakim
• Pembayaran ganti rugi
63
JENIS PIDANA MENURUT RUU KUHP
Teori gabungan
(Vergelding theorieen).
66
CIRI-CIRI POKOK TEORI RETRIBUTIVE DAN TEORI UTILITARIAN
Menurut Karl. O. Christiansen
69
Pokok Bahasan 7
70
BENTUK-BENTUK PENAFSIRAN HUKUM PIDANA
71
BENTUK-BENTUK PENAFSIRAN HUKUM
PIDANA
5. Penafsiran Sejarah (Historische Interpretatie)
Penafsiran yang didasarkan pada riwayat dari pembentukan
undang-undang tersebut:
A. Rechtshistorische Interpretatie,
penafsiran dengan cara mempelajari riwayat dari perkembangan
tentang hal yang diatur dalam undang-undang.
B. Wetshistorische Interpretatie,
penafsiran dengan cara mempelajari riwayat proses
pembentukan undang-undang.
6. Penafsiran Analogis (Analogische Interpretatie)
Penafsiran yang disandarkan pada alam pikiran secara analogi,
dimana bila dalam ketentuan undang-undang itu kita kenal hal lain
yang sejenis, dalam artian bahwa sifat hal itu adalah sama dengan
sifat hal yang diatur oleh undang-undang itu, maka peraturan yang
tegas itu diperlakukan terhadap perbuatan yang tidak diatur dengan
tegas. Penafsiran ini tidak diperbolehkan dalam hukum pidana
karean bertentangan dengan asas legalitas.
72
BENTUK-BENTUK PENAFSIRAN HUKUM
PIDANA
7. Penafsiran Teologis (Teologische Interpretatie)
penafsiran yang disandarkan pada maksud dari pembentuk undang-
undang. dengan menyelidiki ketika pembentukan undang-undang tersebut,
apakah maksud pembentuk undang-undang itu. Karena harus menyelidiki
ketika pembentukan undang-undang tersebut, apakah maksud pembentuk
undang-undang untuk mengadakan undang tersebut.
8. Penafsiran Ekstensif (Ectencive Interpretatie)
penafsiran secara memperluas peraturan yang termaktub dalam suatu
undang-undang.
9. Penafsiran Restrictif (Restrictive Interpretatie)
penafsiran undang-undang dengan cara mempersempit arti peraturan-
peraturan yang terdapat dalam undang-undang.
10. Penafsiran Secara Tegas (Redemering Acontracio)
penafsiran untuk undang-undang yang pada hakekatnya sama dengan
penafsiran Restrictive. Apabilila dalam peraturan undang-undang itu diatur
suatu hal, peraturan itu hanya berlaku bagi hal-hal yang diatur secara tegas,
tidak dapat diperlakukan terhadap hal-hal yang lain
73
DAFTAR PERTANYAAN
74