Anda di halaman 1dari 4

Tinjauan medikolegal pada kasus penjeratan seorang anak perempuan

umur 12 tahun dengan Down Syndrom oleh ayah kandung


Heryadi Bawono Putro**, dr. Julia Ike Haryanto., M.H., Sp.FM*, Saebani., SKM., Mkes*.,
dr. Sigid Kirana Lintang Bhima., Sp. FM(K)*., dr. Intarniati Nur Rohmah., Sp.FM(K).,
Msi.Med*
*Staf Pengajar Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang.
**Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang.

ABSTRAK
Latar Belakang : Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban serta
perlindungan yang sama dengan masyarakat normal lainnya. Pada Undang-undang Nomor 8
Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas menjadi salah satu bentuk payung perlindungan
hukum dan pemenuhan hak-hak yang diberikan terhadap penyandang disabilitas. Namun
pada kenyataannya dalam upaya penanganan hukum sering kali terjadi ketidaksetaraan
sehingga tidak sesuai dengan Equality Before The Law (Persamaan di hadapan hukum),
karena pelaku pada kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas sering ditemukan sanksi
yang ringan yang dijatuhkan kepada pelaku.
Metode : Tinjauan medikolegal pada kasus penjeratan seorang anak perempuan umur 12
tahun dengan Down Sindrom oleh ayah kandung.

Hasil : Dari hasil laporan kasus dan pembahasan Didapatkan luka akibat kekerasan tumpul
berupa luka memar pada bahu kanan; luka lecet pada leher; Jejas jerat pada leher.
Didapatkan tanda-tanda mati lemas. Sebab kematian adalah jejas pada leher yang
menyebabkan penekanan dinding saluran nafas bagian atas yang menyebabkan mati lemas.
Pada kasus ini tersangka yang merupakan ayah kandungnya dikaitkan dengan tindak pidana
yang diatur pada Pasal 80 Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak
pasal 3: “Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

Kesimpulan : Pada kehidupan masyarakat muncul persepsi yang menyatakan bahwa apabila
korban tindak pidana adalah anak disabilitas sanksi yang dijatuhkan hakim akan lebih berat.

1
Namun hingga saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang
kekerasan yang dialami oleh anak disabilitas.
Kata kunci : anak penyandang disabilitas, down sindrom, medicolegal

2
LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah negara hukum dimana hukum dijadikan panglima tertinggi
untuk mewujudkan suatu kebenaran dan keadilan di Indonesia. Berdasarkan Undang –
Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban bagi warga negaranya
untuk ,menegakkan dan menjamin kepastian hukum. Hukum adalah suatu rangkaian teguran
atau peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari hidup manusia dalam
hidup bermasyarakat.1
Perlindungan hukum di Indonesia diberikan kepada setiap warga negaranya karena
setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kewajiban serta kedudukan yang sama di
dalam hukum. Terkhusus kepada anak dan perempuan yang diberikan perlindungan hukum
secara ekstra mengingat anak dan perempuan rentan sekali menjadi korban kejahatan.
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk
memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan
sebagai bagian dariperlindungan masyarakat, dapat diwijudkan dalam berbaagai bentuk,
seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.2
Anak merupakan generasi penerus bangsa indonesia yang mempunyai hak dan
kewajiban ikut serta membangun negara dan bangsa indonesia. Anak juga merupakan modal
pembangunan yang akan memelihara dan mempertahankan serta mengembangkan hasil
pembangunan bangsa.3 Mengingat pentingnya peran anak dalam negara ini, hak anak secara
tegas diatur dalam undang – undang, bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.4
Pada kehidupan bermasyarakat dapat dilihat bahwa tidak semua orang dilahirkan
sempurna banyak sekali yang dilahirkan dengan kekurangan dimana sering kita kenal dengan
istilah difabel atau disabilitas. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Hak-hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan
yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.5
Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan
masyarakat Non disabilitas. Keberadaan penyandang disabilitas haruslah mendapatkan
tempat dan perlindungan secara khusus, dalam lingkungan terdekat seperti orang tua,
keluarga, dan masyarakat sekitar agar penyandang disabilitas tetap merasa memiliki tempat
dan kedudukan yang sama sebagai warga negara Indonesia.

3
Pada Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak menyatakan Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.6
Pada Pasal 1 ayat (16) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak menyatakan kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum.7
Pada Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas menyatakan anak penyandang disabilitas memiliki hak mendapatkan
perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan
seksual.8
Sindrom down adalah suatu kelainan genetik yang dimasukan di dalam kriteria
disabilitas. Sindrom down sering dikenal dengan kelainan trisomi dimana ada tambahan pada
kromosom 21.9 Kelainan ini sering menyebabkan adanya gangguan pada pertumbuhan dan
perkembangan anak, kelainan strukutur anatomi, keidakmampuan dalam belajar, hingga
sampai menyebabkan penyakit keganasan.10 Kelainan ini sama sekali tidak berhubungan
dengan ras, negara, agama, maupun status sosial ekonomi sehingga ketika berada di hadapan
hukum diharapkan semua mendapatkan perlakuan yang sama.
Dalam upaya penanganan hukum sering kali terjadi ketidaksetaraan sehingga tidak
sesuai dengan Equality Before The Law (Persamaan di hadapan hukum), karena pelaku pada
kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas sering ditemukan sanksi yang ringan yang
dijatuhkan kepada pelaku.

LAPORAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai