KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul
“Kekerasan terhadap Anak” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai
tugas untuk mata kuliah Sistem Hukum Indonesia.
Penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua. Anak jugalah yang akan menjadi penerus bangsa ini.
Sedianya, wajib dilindungi maupun diberikan kasih sayang. Namun fakta berbicara lain. Maraknya kasus
kekerasan pada anak sejak beberapa tahun ini seolah membalikkan pendapat bahwa anak perlu
dilindungi. Begitu banyak anak yang menjadi korban kekerasan keluarga, lingkungan maupun masyarakat
dewasa ini.
Pasal 28b ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminas”. Namun apakah pasal
tersebut sudah dilaksanakan dengan benar? Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia masih jauh dari
kondisi yang disebutkan dalam pasal tersebut.
Berbagai jenis kekerasan diterima oleh anak-anak, seperti kekerasan verbal, fisik, mental maupun
pelecehan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap anak biasanya adalah orang yang memiliki
hubungan dekat dengan si anak, seperti keluarga, guru maupun teman sepermainannya sendiri.
Tentunya ini juga memicu trauma pada anak, misalnya menolak pergi ke sekolah setelah tubuhnya
dihajar ole gurunya sendiri.
Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada penyelesaiannya. Perlu koordinasi
yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada lingkungan keluarga untuk mendidik anak tanpa
menggunakan kekerasan, menyeleksi tayangan televisi maupun memberikan perlindungan serta kasih
sayang agar anak tersebut tidak menjadi anak yang suka melakukan kekerasan nantinya. Tentunya kita
semua tidak ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin bangsa yang tidak menyelesaikan kekerasan
terhadap rakyatnya.
BAB II
PERMASALAHAN
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Dalam Pasal 1 nomor 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak disebutkan
bahwa :
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin”.
“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun, tetapi belum
mencapai umur 18 tahun danbelum pernah kawin”.
Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tercantum dalam Pasal I
butir I UU No. 23/2002 berbunyi:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam
kandungan”.
Dalam pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam pasal I butir I UU
No.23/2002 ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur definisi anak, yakni:
Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Dengan demikian, setiap orang yang
telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang yang secara mental tidak cakap, dikualifikasi sebagai
bukan anak, yakni orang dewasa. Dalam hal ini, tidak dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin
atau tidak.
Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002 ini bukan hanya melindungi anak yang
sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam kandungan.
Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan dimaksudkan untuk menentukan siapa
yang telah dewasa, dan siapa yang masih anak-anak. Sebaliknya, dengan pendekatan perlindungan,
maka setiap orang (every human being) yang berusia di bawah 18 tahun – selaku subyek hukum dari UU
No. 23/2002 – mempunyai hak atas perlindungan dari Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum
dalam UU No. 23/2002.
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang
tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Hak-hak anak yang tercantum dalam UU No. 23
Tahun 2002 di antaranya adalah:
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 6
Setiap anak berhak untuk bribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Pasal 7
(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri.
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau
dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak
angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,
mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga
berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak
mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan
informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan
nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan.
Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya,
bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri.
Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan
taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
c. penelantaran;
e. ketidakadilan; dan
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan /atau aturan
hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15
Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai hukum
yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 17
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum
yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerassan seksual atau yang berhadapan dengan
hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum atau
bantuan lainnya.
Kewajiban berasal dari kata dasar “wajib” yang artinya harus melakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan
(ditinggalkan). Mendapat awalan ke- dan akhiran -an, menjadi kewajiban yang artinya sesuatu yang
harus dilaksanakan. Jadi, kewajiban anak adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh seorang anak.
Di antara kewajiban yang harus dilakukan oleh anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 adalah:
Pasal 19
Orangtua sebagai orang terdekat anak berkewajiban melaksanakan kewajibannya. Orangtua tidak boleh
hanya menuntut hak terhadap anak saja tetapi juga memiliki kewajiban yang harus ia laksanakan. Dalam
UU No. 23 Tahun 2002 terdapat kewajiban orangtua yaitu tercantum dalam pasal 26 yang berbunyi:
(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak
dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Sutanto (2006) kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua
dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi
tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan,
cacat/kematian. Kekerasan pada anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan
terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan anak sebagai bentuk penganiayaan baik fiisk maupun psikis.
Penganiayaan fisik adalah tindakan kasar yang mencelakakan anak dan segala bentuk kekerasan fisik
pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan
merendahkan/meremehkan anak.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan anak sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak
dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga untuk mencegahnya dapat dilakukan oleh
para petugas hukum.
Sedangkan Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah dari orangtua.
Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang
akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik,
psikologi sosial maupun mental.
· Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton tv, bermain dll. Hal ini bukan berarti
orang tua menjadi diktator/over protective, namun maraknya kriminalitas di negeri ini membuat
perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
· Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu
· Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak, anak yang tidak
diinginkan (Unwanted Child)atau anak lahir diluar nikah.
· Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola
yang sama
· Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu kekerasan terhadap anak
Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban Kasus
physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%).
Kekerasan biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan lain-
lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbuBlkan luka dan trauma pada korban, juga
seringkali membuat korban meninggal
Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau bahkan dianggap sebagai
candaan. Kekerasaan seperti ini biasanya meliputi hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari
kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati
orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.
Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak terlihat, namun dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan
secara verbal. Kasus emotional abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28.8%) dan terendah usia
16-18 tahun (0.9%) Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian orang tua terhadap anak yang
membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak
tersebut dengan yang lain, bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan seperti ini
yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu untuk
bangkit.
4.Pelecehan Seksual
Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal anak, seperti keluarga,
tetangga, guru maupun teman sepermainannya sendiri. Kasus pelecehan eksual: persentase tertinggi
usia 6-12 tahun (33%) dan
terendah usia 0-5 tahun (7,7%).Bentuk kekerasan seperti ini yaitu pelecehan, pencabulan maupun
pemerkosaan. Dampak kekerasan seperti ini selain menimbulkan trauma mendalam, juga seringkali
menimbulkan luka secara fisik.
Berikutnya hendak dikemukakan berbagai bentuk kekerasan terhadap anak yang ditetapkan sebagai
tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Seperti dikemukakan di atas, bahwa
ada beberapa bentuk kekerasan terhadap anak, yaitu kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Bentuk bentuk
kekerasan terhadap anak tersebut dijabarkan ke dalam berbagai tindak pidana, seperti diatur dalam
Pasal 77 s/d Pasal 89. Berbagai bentuk tindak pidana kekerasan pada anak dalam UU Perlindungan Anak
adalah sebagai berikut:
(2)penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan fisk,
mental, maupun social (Pasal 77);
(3) membiarkan anak dalam situasi darurat, seperti dalam pengusian, kerusuhan, bencana alam,
dan/atau dalam situasi konflik bersengjata (Pasal 78);
(4) membiarkan anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anakyang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkhohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya (napza), anak korban
penculikan, anak korban perdagangan, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus
dibantu (Pasal 78);
(5) pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan Pasal 39 (Pasal 79);
(7) melakukan kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan (Pasal 81)
(8) melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul (Pasal 82);
(9) memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual (Pasal 83);
(10) melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum(Pasal 84);
(11) melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak(Pasal 85);
(12) melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak, tanpa memperhatikan
kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objeknya tanpa
mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, secara melawan hukum (Pasal 85);
(13) membujuk anak untuk memilih agama lain dengan menggunakan tipu muslihat atau serangkaian
kebohongan (Pasal 86);
(14) mengeksploitasi ekonomi dan seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain (Pasal 88);
(15) menempatkan, membiarkan, melibatkan,menuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan
produksi atau distribusi narkotika, psikotropika, alkhohol, dan/atau zat adiktif lainya (napza) (Pasal89).
Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh orangtuanya sendiri atau orang lain sangatlah buruk
antara lain:
1. Agresif.
Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya ditujukan saat anak merasa tidak ada
orang yang bisa melindungi dirinya. Saat orang yang dianggap tidka bisa melindunginya itu ada
disekitarnya, anak akan langsung memukul datau melakukan tindak agresif terhadap si pelaku. Tetapi
tidak semua sikap agresif anak muncul karena telah mengalami tindak kekerasan.
2. Murung/Depresi
Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak yang memiliki gangguan tidur
dan makan, bahkan bisa disertai penurunan berat badan. Ia akan menjadi anak yang pemurung,
pendiam, dan terlihat kurang ekspresif.
3. Memudah menangis
Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidka nyaman dan aman dengan lingkungan sekitarnya. Karena
dia kehilangan figur yang bisa melindunginya, kemungkinan besar pada saat dia besar, dia tidak akan
mudah percaya pada orang lain.
Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa memperlakukannya dulu. Ia belajar dari
pengalamannya, kemudian bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami.
Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan
pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. Ini berarti dilindunginya anak untuk
memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh
kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para
pelindungnya. (Arief Gosita, 1996:14).
Menurut pasal 1 nomor 2 , Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
disebutkan bahwa:
“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Pada umumnya, upaya perlindungan anak dapat dibagi menjadi perlindungan langsung dan tidak
langsung, dan perlindungan yuridis dan non-yuridis. Upaya-upaya perlindungan secara langsung di
antaranya meliputi: pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan diselamatkan dari sesuatu yang
membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan anak,
pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya atau dari luar dirinya, pembinaan
(mental, fisik, sosial), pemasyarakatan pendidikan formal dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh),
pengganjaran (reward), pengaturan dalam peraturan perundang-undangan.(Arief Gosita, 1996:6)
Sedangkan, upaya perlindungan tidak langsung antara lain meliputi: pencegahan orang lain merugikan,
mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan perundang-undangan, peningkatan
pengertian yang tepat mengenai manusia anak serta hak dan kewajiban, penyuluhan mengenai
pembinaan anak dan keluarga, pengadaaan sesuatu yang menguntungkan anak, pembinaan (mental,
fisik dan sosial) para partisipan selain anak yang bersangkutan dalam pelaksanaan perlindungan anak,
penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak.(Arief Gosita, 1996:7)
Kedua upaya perlindungan di atas sekilas nampak sama dalam hal bentuk upaya perlindungannya.
Perbedaan antara keduanya terletak pada objek dari perlindungan itu sendiri. Objek dalam upaya
perlindungan langsung tentunya adalah anak secara langsung. Sedangkan upaya perlindungan tidak
langsung, lebih pada para partisipan yang berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan anak,
yaitu orang tua, petugas dan pembina.
Demi menimbulkan hasil yang optimal, seyogyanya upaya perlindungan ini ditempuh dari dua jalur, yaitu
dari jalur pembinaan para partisipan yang berkepentingan dalam perlindungan anak, kemudian
selanjutnya pembinaan anak secara langsung oleh para partisipan tersebut.
Upaya-upaya ini lebih merupakan upaya yang integral, karena bagaimana mungkin pelaksanaan
perlindungan terhadap anak dapat berhasil, apabila para partisipan yang terkait seperti orang tua, para
petugas dan pembina, tidak terlebih dahulu dibina dan dibimbing serta diberikan pemahaman mengenai
cara melindungi anak dengan baik.
Ditinjau dari sifat perlindungannya, perlindungan anak juga dapat dibedakan dari menjadi: perlindungan
yang bersifat yuridis, meliputi perlindungan dalam bidang hukum perdata dan dalam hukum pidana;
perlindungan yang bersifat non-yuridis, meliputi perlindungan di bidang sosial, bidang kesehatan dan
bidang pendidikan. (Maulana Hassan Waddong, 2000:40)
Upaya perlindungan anak korban kekerasan baru mulai mendapat perhatian penguasa, secara lebih
komprehensif, sejak ditetapkannya UU Perlindungan Anak, meski perlindungan itu masih memerlukan
instrumen hukum lainnya guna mengoperasionalkan perlidunngan tersebut.
Di samping adanya perlindungan yang bersifat abstrak (secara tidak langsung) melalui pemberian sanksi
pidana kepada pelaku kekerasan terhadap anak, UU Perlindungan Anak juga menetapkan beberapa
bentuk perlindungan yang lain terhadap anak korban kekerasan. Pasal 17 ayat (2) yang berbunyi:
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum
berhak dirahasiakan”.
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak memperoleh bantuan hukum dan
bantuan lainnya”.
Bentuk perlindungan yang diberikan oleh UU (Pasal 17 ayat 2 dan Pasal 18) hanya berupa kerahasiaan si
anak, bantuan hukum dan bantuan lain. Hanya sayang, bahwa makna kerahasiaan tersebut tidak ada
penjelasan lebih lanjut.
Kemudian perlindungan yang berupa bantuan lainnya, dalam penjelasann Pasal 18, hanya disebutkan
bahwa: “bantuan lainnya dalam ketentuan ini termasuk bantuan medik,, sosial, rehabilitasi, vokasional,
dan pendidikan”.
Dalam Bab IX tentang Penyelenggaraan Perlindungan ditetapkan beberapa bentuk perlidungan anak
yang mencakup perlindungan agama, kesehatan, sosial, dan pendidikan. Dalam perlindungan tersebut
tidak disebutkan secara khusus tentang perlindungan bagi anak korban kekerasan. Baru dalam bagian
kelima (Pasal 59-71) diatur tentang perlindungan khusus, namun sayangnya dalam ketentuan ini juga
ditegaskan tentang bentuk perlidungan
(2) upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan menghindari labelisasi;
(3) pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosial;
dan
Kemudian juga dalam hal terjadi kekerasan yang berupa eksploitasi anak secara ekonomi dan/atau
seksual (Pasal 66), perlindungan dilakukan melalui:
yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
(3) pelibatan pemerintah dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi anak secara ekonomi dan/atau
seksual.
Pihak yang bertanggung jawab dalam perlindungan tersebut, semuanya hanya ditentukan, yaitu
pemerintah dan masyarakat. Perlindungan yang diberikan oleh UU ini pada dasarnya juga masih bersifat
abstrak, tidak secara langsung dapat dinikmati oleh korban kekerasan. Artinya, bahwa korban kekerasan
tidak memperoleh perlindungan yang berupa pemenuhan atas kerugian yang dideritanya.
Adanya ketentuan tentang Komisi Perlindungan Anak (Pasal 74-76) juga belum menunjukkan adanya
upaya pemberian perlindungan terhadap anak korban kekerasan, sebab komisi ini tentunya juga hanya
tergantung dari ada tidaknya perlindungan yang yang berupa pemenuhan atas kerugian atau
penderiataan anak korban kekerasan.Pemberian perlindungan terhadap anak korban kekerasan,
khususnya yang berupa pemenuhan ganti kerugian, baik melalui pemberian kompensasi dan/atau
restitusi seharusnya memperoleh perhatian dari pembuat kebijakan.
Berbagai bentuk ganti rugi tersebut bukan semata-mata diberikan untuk perlindunagn korban.
Oleh karena itu perlu ada perhatian dari pembuat UU tentang pemberian perlindungan korban kejahatan
(kekerasan) secara langsung.Pelindungan ini sangat diperlukan bagi korban kekerasan yang memang
sangat memerlukan pemulihan kerugian, baik ekonomi maupun fisik, sementara korban tidak mampu.
Seperti dikemukakan di atas, meski kedua UU tersebut sudah menetapkan berbagai bentuk
perlindungan anak korban kekerasan, namun bentuk perlindungan yang bersifat langsung, baik dari
negara ataupun dari pelaku kekerasan belum nampak secara jelas. Oleh karenanya perlu ditetapkan
model pemberian perlindungan anak korban kekerasan baik dalam UU Perlindungan Anak secara jelas
dan tegas , sehingga dalam kehidupan selanjutnya anak koban kekerasan benar-benar mendapat jaminan
hukum yang jelas.
Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu adanya pengawasan dari orang tua, dan
perlu diadakannya langkah-langkah sebagai berikut:
· Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan terhadap anak adalah
kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.
· Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada anak agar berbuat
baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.
· Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara apa
adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan
memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp anak, karena banyak sekali kekerasan pada anak
terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
· Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan orang yang kurang dikenal
dan lain-lain.
· Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa seorang anak tetaplah seorang
anak yang masih perlu banyak belajar tentang kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua
banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendirI
BAB IV
PENUTUP
1. Simpulan
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Dalam
penyelenggaraan perlindungan anak yang tercantum dalam UU No. 23 Tahun 2002 maka semua pihak
mempunyai kewajiban untuk melindungi anak dan mempertahankan hak-hak anak. Pemberlakuan
Undang-undang ini juga di sempurnakan dengan adanya pemberian tindak pidana bagi setiap orang yang
sengaja maupun tidak sengaja melakukan tindakan yang melanggar hak anak. Dalam undang-undang ini
juga dijelaskan bahwa semua anak mendapat perlakuan yang sama dan jaminan perlindungan yang sama
pula, dalam hal ini tidak ada diskriminasi ras, etnis, agama, suku dsb. Anak yang menderita cacat baik fisk
maupun mental juga memiliki hak yang sama dan wajib dilindungi seperti hak memperoleh pendidikan,
kesehatan, dsb.
Undang-undang No.23 tahun 2002 juga menjelaskan mengenai hak asuh anak yang terkait dengan
pengalihan hak asuh anak, perwalian yang diperlukan karena ketidakmampuan orang tua berhubungan
dengan hukum, pengangkatan anak yang sangat memperhatikan kepentingan anak, serta
penyelenggaraan perlindungan dalam hal agama, kesehatan, pendidikan, sosial dan perlindungan
khusus.
2. Saran
Undang-undang ini telah dibuat dengan baik dan memperhatikan atau peduli terhadap hak-hak anak
namun pemerintah kurang mensosialisasikan dan merealisasikan isi undang-undang ini. Pemerintah dan
masyarakat kurang berperan dalam menjalankan undang-undang ini sebab anak masih dalam
pengawasan dan pengasuhan keluarga jadi pihak lain belum menjalankan tanggung jawab seperti yang
telah tercatum diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Wadong, Maulana Hassan, (2000) Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: PT.
Gramedia Indonesia, Jakarta 2000
KUHP
Share
7 comments:
Reply
obat pembesar penis ★ vimax ★ vacum payudara ★ vakum penis ★ obat kuat viagra ★ vigrx plus ★
alat pembesar penis ★ oil pembesar penis ★ obat kuat sex pria ★ obat pelangsing badan ★ pembesar
penis ★ obat penggemuk badan ★ cobra oil super ★ obat peninggi badan ★ vibrator penis tempel ★
alat penggetar vagina ★ alat bantu sex pria ★ alat bantu sex wanita
Reply
Reply
Reply
I think child abuse is not humane , and if want to torture the child then do not do do for you as you
pass lust after your child is born you all to torture your children are innocent and do not know what's
what
Reply
Buruan Gabung Sekarang Juga dan Dapatkan Bonus Hingga Jutaan Rupiah disetiap Harinya Hanya di
raja poker
Reply
Broker Terbaik – Dapatkan Banyak Kelebihan Trading Bersama FBS,bergabung sekarang juga dengan
kami
-----------------
3. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANK LOKAL Indonesia dan banyak lagi yang lainya
-----------------
Tlp : 085365566333
BBM : d2e26405
Reply
Add comment
Load more...
‹
Home
About Me
My photo
shelvia handayani
Powered by Blogger.
kumpulan tugas-tugas
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan pertolongan-Nya
yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun makalah ini sehingga makalah ini boleh
selesai pada waktunya.
Kekerasan terhadap anak bukanlah hal yang asing bagi kita. Dewasa ini, kita sering kali menemui
berbagai contoh kekerasan terhadap anak dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak anak- anak yang
mengalami kekerasan karena perilaku orang tua bahkan ada yang sampai harus menghembuskan napas
terakhirnya karena tindakan kekerasan yang mereka alami. Makalah ini akan membahas tentang
kekerasan terhadap anak dan juga akan membahas tentang undang- undang yang mengatur tentang
perlindungan anak. Semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca agar tidak
melakukan kekerasan terhadap anak- anak dimasa yang akan datang karena anak- anak adalah generasi
penerus bangsa ini oleh sebab itu kita harus menjauhkan mereka dari kekerasan
Akhir kata, penulis mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis
sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi kessempurnaan makalah
ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………..….1
BAB I Pendahuluan………………………………………………………….......3
a) Latar belakang…………………………………………………….………....3
b) Rumusan masalah……………………………………………………………3
BAB II Pembahasan……………………………………………………………...4
a) Kesimpulan………………………………………………………………….11
b) Saran………………………………………………………………………...11
Daftar pustaka……………………………………………………………………12
BAB I PENDAHULUAN
a) Latar belakang
Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak kriminal
terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya
yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi,
serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi karena Banyak
orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan
adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling
bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan
hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak
belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kekerasan terhadap anak
dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai
atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.
b) Rumusan masalah
· Faktor- faktor apa saja yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak?
· Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak?
BAB II PEMBAHASAN
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang
dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar
hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Ø Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan
menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi
tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan,
cacat/kematian.
Ø Menurut Patilima, kekerasan merupakan perlakuan yang salah dari orangtua. Patilima mendefinisikan
perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat dari kekerasannya
mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental
Kekerasan pada anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah ‘Semua bentuk perlakuan
menyakitkan baik secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi
komersial/eksploitasi lain yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap
kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau mertabat anak yang dilakukan
dalam konteks hubungan tanggung jawab kepercayaan atau kekuasaan.
Ø Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,ancaman atau tindakan
terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang ataumasyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak pemicu
kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan
ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi
baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian
(the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan
kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan
kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi
tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta
dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit
d. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan
kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan
melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain
itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat
keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil,
kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang
kekerasan fisik (Physical abuse) adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak,dengan
atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada
anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul,
seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin
panas atau berpola akibat sundutan rokok atau
setrika.
Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada,
perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik
umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak
nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah
basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia
boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan
konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terusmenerus
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah
tangga).
Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa
pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan
atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau
tujuan tertentu.
Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian
yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan
dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.
terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak
untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa
perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja
rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu:
Tindakan kekerasan terhadap anak, sangat berpengaruh terhadap perkembangannya baik psikis maupun
fisik mereka. Oleh karena itu, perlu kita hentikan tindak kekerasan tersebut. Dengan pendidikan yang
lebih tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang tua mampu mendidik anaknya kearah
perkembangan yang memuaskan tanpa adanya tindak kekerasan.
Dalam sebuah study terbukti bahwa IQ anak yang tinggal di rumah yang orangtuanya acuh tak acuh,
bermusuhan dan keras, atau broken home, perkembangan IQ anak mengalami penurunan dalam masa
tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal di rumah yang orang tuanya penuh pengertian, bersikap hangat
penuh kasih sayang dan menyisihkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan
tindakanya, memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan, berdialog dan diskusi, hasilnya
rata-rata IQ ( bahkan Kecerdasan Emosi ) anak mengalami kenaikan sekitar 8 point. Hasil penelitian R.
Study juga membuktikan bahwa 63 % dari anak nakal pada suatu lembaga pendidikan anak-anak
dilenkuen ( nakal ), berasal dari keluarga yang tidak utuh ( broken home ). Kemudian hasil penelitian K.
Gottschaldt di Leipzig ( Jerman ) menyatakan bahwa 70, 8 persen dari anak-anak yang sulit di didik
ternyata berasal dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan hidup yang
terlampau berat.
c. Membangun Komunikasi Yang Efektif
Kunci persoalan kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang efektif dalam
sebuah keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping (stigma) dan predijuce (prasangka). Dua hal
itu kemudian mengalami proses akumulasi yang kadang dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk
menghindari kekerasan terhadap anak maka diperlukan anggota keluarga yang saling berinteraksi
dengan komunikasi yang efektif
d. Mengintegrasikan isuh hak anak kedalam peraturan perundang- undangan, kebijakan,program dan
kegiatan sampai dengan penganggaran sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi sehingga menjadi responsive terhadap hak anak.
Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur
perlindungan anak yang terdiri dari:
v Undang- undang nomor 11 tahun 2012 tentang system peradilan pidana anak
v Peraturan presiden nomor 18 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan pemberdayaan anak dan
perempuan dalam konflik sosial
I. Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang
dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar
hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Beberapa
faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak pemicu kekerasan
terhadap anak yang terjadi diantaranya: struktur keluarga, pewarisan kekerasan dari generasi ke
generasi, stress sosial dan isolasi sosial, serta keterlibatan masyarakat bawah. Bentuk- bentuk kekerasan
terhadap anak yaitu: kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan
kekerasan secara sosial. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap
anak yaitu: pendidikan dan pengetahuan orang tua yang cukup, keluarga yang hangat dan demokratis,
adanya komunikasi yang efektif, dan mengintegrasikan isu mengenai hak anak kedalam peraturan
perundang- undangan. Peraturan perundang- undangan yang mengatur perlindungan anak yaitu
Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan aAnak, Undang- Undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang System Peradilan Pidana Anak, dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak Dan Pemberdayaan Anak dan Perempuan Dalam Konflik Sosial.
II. saran
sebagai warga negara yang berpengetahuan wajiblah kita menghargai pribadi seorang anak dengan
menghindarkan mereka dari tindakan kekerasan yang dapat merusak masa depan mereka, sehingga
mereka kelak tumbuh dan berkembang dengan bebas dan bertanggung jawab karena mereka semua
adalah generasi penerus bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://anawechildhealth.blogspot.com/
http://kumplanartikel.blogspot.com/
http://pemulihankeluargaku.blogspot.com/2008_08_01_archive.html
September 2007.http://www.setneg.go.id
Berbagi
5 komentar:
Nur Sallama Husna15 April 2016 20.58
terimakasih untuk adanya laporan ini,karena dengan adanya laporan ini bisa sebagai bahan bantu saya
membuat laporan penelitian sosial..
Balas
Balas
Masukkan komentar Anda...makasih atas bantuan saudara dengan membuat karya ilmiah ini. bisa
membantu saya dalam tugas
Balas
Masukkan komentar Anda...makasih atas bantuan saudara dengan membuat karya ilmiah ini. bisa
membantu saya dalam tugas
Balas
Broker Terbaik – Dapatkan Banyak Kelebihan Trading Bersama FBS,bergabung sekarang juga dengan
kami
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
3. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANK LOKAL Indonesia dan banyak lagi yang lainya
-----------------
Tlp : 085365566333
BBM : d2e26405
Balas
Tambahkan komentar
Beranda