PENDAHULUAN
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari,
pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran,
pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati
preaurikular.1
Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada
konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal.1 Cara penularannya dapat
melalui kontak langsung dengan penderita atau melalui udara. Jika tidak diobati sesuai
dengan penyebabnya bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi atau bahkan kebutaan
walaupun biasanya konjungtivitis virus akut dapat sembuh sendiri tanpa pemberian obat-
obatan khusus.
SKENARIO 1
Seorang laki-laki usia 41 tahun datang ke poli umum dengan keluhan utama kedua
mata gatal dan berair sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan disertai mata merah dan keluar sekret yang jernih dan kental. Pasien
menderita batuk dan pilek satu minggu sebelumnya. Anak pasien diketahui sedang pilek dan
rekan kerja pasien ada yang menderita sakit mata yang sama.
Hasil pemeriksaan:
- Visus OD 6/12, OS 6/10
- Segmen anterior ODS: palpebral ODS – edema ringan | konj. tarsalis – reaksi
folikular | konj. bulbi – inj. silier, chemosis, sekret mukopurulen
- Segmen posterior ODS: reflex fundus (+)
PEMBAHASAN
ANATOMI MATA
Secara garis besar, mata memiliki 2 bagian utama, yaitu bagian dalam bola mata dan
bagian luar bola mata.
Bola mata bisa bergerak berkat bantuan beberapa otot mata, seperti:
1. Rektus eksternus berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke arah luar.
2. Rektus internus berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke arah dalam.
3. Rektus inferior berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke bawah dan ke dalam.
4. Obliquus inferior berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke bawah dan ke luar.
5. Rektus superior berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke atas dan ke dalam.
6. Obliquus superior berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke atas dan ke luar
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dengan
pasien/keluarganya/orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan
lingkungan pasien, selain itu juga tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan
dokter pasien yang profesional dan optimal.
Hal-hal penting yang biasanya ditanyakan kepada pasien adalah sebagai berikut:1
1) Identitas pasien, seperti nama, alamat, umur, pekerjaan dan sebagainya.
2) Keluhan utama pasien, hal utama yang membuat pasien datang menemui dokter. Keluhan
utama digolongkan menurut lama, frekuensi, lokasi, berat dan keadaan lingkungan saat
timbul juga sangat penting, demikian pula dengan gejala tambahan seperti gangguan
penglihatan, fotofobia, demam dan radang tenggorokan. Tanyakan juga apakah ada cairan
atau air mata yang keluar.
3) Riwayat penyakit dahulu, apakah pasien memiliki penyakit sistemik tertentu seperti
diabetes dan hipertensi. Tanyakan apakah ada riwayat alergi, juga penglihatan buruk pada
satu mata sejak lahir atau rekurensi penyakit sebelumnya.
4) Riwayat pengobatan, apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obat yang toksik
terhadap mata seperti isoniazid, klorokuin atau ethambutol.
5) Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami gangguan
pada mata seperti strabismus, ambliopia, glaukoma, katarak, dan masalah retina seperti
ablatio retina atau degenerasi makula. Penyakit sistemik diabetes juga perlu ditanyakan.
6) Riwayat pribadi, seperti konsumsi alkohol, merokok dan lingkungan tempat tinggal atau
kerjanya.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi mata2
Adakah kelainan yang terlihat jelas (misal: proptosis, mata merah, asimetris,
nistagmus yang jelas atau ptosis)?
Lihat konjungtiva, kornea, iris, pupil, dan kelopak mata.
Apakah pupil simetris? Bagaimana ukurannya? Apakah keduanya merespon normal
atau seimbang pada cahaya dan akomodasi?
Adakah ptosis? Periksa menutup kelopak mata.
2. Tajam penglihatan atau visus
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Biasanya
pemeriksaam tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca
huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Untuk mengetahui tajam
penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang
maka tajam penglihatan diukur dengan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi
sinar. Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15
atau 20/20 kaki). Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan
atau kemampuan melihat seseorang.2
4. Tonometri
Tonometri schiotz merupakan salah satu pemeriksaan yang ditujukan untuk
menghitung tekanan intraocular. Pemeriksaan ini menghitung sejauh mana kornea dapat
diindentasi pada pasien yang sedang terletang. Semakin rendah tekanan intraocular,
semakin dalam tenggelam pin tonometer dan semakin besar jarak pergerakan jarum. Bila
tekanan bola mata lebih rendah maka beban akan mengindentasi lebih dalam permukaan
kornea dibanding tekanan bola mata lebih tinggi. Tekanan bola mata normal adalah 10-20
mmHg.3
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan viral pada pengecatan dengan giemsa
akan didapatkan sel-sel monosit dan limfosit. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya
hiperemia konjungtiva/ injeksi konjungtiva, ada juga pendarahan pada konjungtiva, sekret
serus, bisa ditemukan pembesaran KGB preaurikular.2,3
Gejala Mata merah, berair Kelopak mata lengket, mata Mata sebentar-sebentar
berat, conj. bengkak, berpasir merah, musim tertentu,
pilek, fotofobia riwayat alergi
Kemosis +- ++ ++
Merah + + +
1. Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap
serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau
obat (atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat
kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga
berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di
udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.4
Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi
musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing). Dapat juga terjadi karena
reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat, atau reaksi antibodi humoral terhadap
alergen. Pada keadaan yang berat mempakan bagian dari sindrom Steven Johnson,
suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan
predisposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga
dapat terjadi reaksi alergi.
Tanda: mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering
berulang dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat
atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada
konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat
menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis
berat.4
Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti konjuntivitis
flikten, konjungtivitis vermal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri,
konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Steven-Johnson,
pemfigoid okuli dan sindrom Syogren.
Prinsip terapi yang dapat diberikan adalah tetes mata anti histamin, Na
chromoglycat, pemirolast, dsb. Bila sudah sangat berat gejalanya yaitu saat korena
terkena imbas misalnya terjadi keratitis atau ulkus berikan tetes mata steroid, tetapi
harus diingat akan efek samping pemakaian steroid jangka panjang.
2. Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat
menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau
dengan objek yang terkontaminasi. Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut (dapat
sembuh ±14 hari) dan biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra/ obstruksi duktus
nasolakrimalis.2
Gejala umumnya: mata merah, konjungtiva hiperemis, injeksi konjungtiva,
visus normal, sekret purulent (putih, kuning, hijau).5
Bila sudah terasa silau, sakit, fotofobia (sakit bila melihat cahaya) artinya
sudah terdapat komplikasi keratitis (radang kornea) atau terjadi peradangan
konjungtiva dan kornea sekaligus (keratokonjungtivitis).
Pengobatan dapat diberikan antibiotika tetes mata dan atau salep mata. Dosis
pemberian: bila ringan berikan 4 kali 2 tetes per hari, bila berat 6 kali 2 tetes perhari
atau lebih/ bisa 2 jam sekali diluar waktu tidur. Contohnya: kloramfenikol, tetrasiklin,
gentamisin, tobramisin, ciprofloksasin, ofloxasin, dsb.2,5
WORKING DIAGNOSIS
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi
ringan.6
ETIOLOGI
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan
dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.5
EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis virus adalah penyakit mata umum di seluruh dunia. 6 Karena begitu
umum dan banyak kasus yang tidak dibawa ke klinik atau rumah sakit, statistik yang akurat
pada frekuensi penyakit ini tidak tersedia. Infeksi virus sering terjadi pada epidemi dalam
keluarga, sekolah, kantor dan organisasi militer. Konjungtivitis virus dapat terjadi sama pada
pria dan wanita dan dapat terkena pada semua usia.
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang dapat ditemukan dari konjungtivitis viral akut antara lain:3,4
PENATALAKSANAAN
o Konjungtivitis virus tidak memerlukan terapi yang definitif arena penyakit ini merupakan
penyakit yang self-limited (biasanya akan membaik dalam 7-14 hari).4
o Pengobatan suportif dan simptomatik seperti obat untuk demam dan pegal-pegal.
o Obat antivirus topikal dan sistemik.5
o Antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder, contohnya Erythromycin 5mg/gr (0.5%) eye
ointment 6x sehari selama 7-10 hari.
o Steroid topikal.
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Prognosis dari konjungtivitis viral akut ini biasanya baik karena konjungtivitis
viral akut umumnya bisa sembuh sendiri, tetapi untuk menghindari terjadinya infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik.5
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari anamnesis dan hasil pemeriksaan terkait, dapat disimpulkan bahwa laki-
laki 41 tahun yang datang ke poli umum dengan keluhan utama kedua mata gatal dan
berair sejak 3 hari yang lalu tersebut menderita konjungtivitis viral ODS, dimana
dijelaskan bahwa anak pasien menderita batuk pilek dan rekan kerjanya juga
mengalami sakit mata yang sama. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis
viral dapat berupa hiperemia, banyak air mata, kelopak mata bengkak, mata merasa
seperti kelilipan, dan sebagainya. Penanganan konjungtivitis viral ini juga tidak
spesifik, karena pada umumnya konjungtivitis ini bisa sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Voughan D.G., Asbury T., Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC;
2009.h.30-121.
2. Ilyas, H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI;
2005.h.121-140.
3. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2003.h.44-5.
4. James B., Chew C., Bron A. Lecture Note Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga; 2005.
5. Morosidi S.A., Paliyama M.F. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UKRIDA; 2011.h.38-45.
6. Scott IU. Viral conjunctivitis. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview. 18 Maret 2017.