Anda di halaman 1dari 8

1.1.

DOKTER SEBAGAI SAKSI AHLI


Berdasarkan pasal 183 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 dinyatakan : “hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukannya”.1 Alat bukti yang sah
berdasarkan pasal 184 adalah 2 :
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
Salah satu alat bukti yang disebutkan dalam pasal 184 KUHAP adalah
keterangan saksi. Berdasarkan Pasal 1 KUHAP Butir 26 saksi adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri.2 Merujuk pada Pasal 1 KUHAP Butir 27, keterangan saksi adalah salah satu
alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya.2
Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan pengalaman
keahliannya tentang fakta atau data suatu kejadian, baik yang ditemukan sendiri
maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan pendapatnya tersebut.3 Saksi ahli
merupakan orang yang memenuhi syarat dalam hal pengetahuan dan pengalamannya
untuk memberikan pendapat tentang isu tertentu ke pengadilan.4 Pengertian
Keterangan Ahli sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP yaitu “ Keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan.“ Berdasarkan pasal 186 KUHAP “ Keterangan ahli ialah apa yang
seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.” Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1), yang
berwenang melakukan pemeiksaan forensic yang menyangkut tubuh manusia dan
membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensic), dokter
dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut
dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh ahli selain ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.2
1.1.1. Dasar Hukum
Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam beberapa
pasal sebagai berikut2 :
a. Pasal 120
1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat seorang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus.
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik
bahwa ia akan member keterangan menurut pengakuannya yang sebaik-
baiknya kecuali bila disebabkan harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya
yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.
b. Pasal 133 ayat (1)
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya”.
c. Pasal 179 ayat 1 KUHAP
“ Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.”
d. Pasal 224 KUHP
Bila dokter atau tenaga kesehatan dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban saat
dipanggil sebagai saksi, atau sebagai ahli dalam suatu kasus yang diduga terkait
dengan suatu kejahatan, maka dalam perkara pidana diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan dan dalam perkara lain, diancam dengan pidana paling
lama enam bulan.
e. Pasal 522 KUHP
Kasus yang terkait dengan pelanggaran, maka dokter atau tenaga kesehatan dapat
didenda sesuai kepantasan menurut persidangan.
f. Pasal 179 KUHAP
Dinyatakan bahwa permintaan bantuan pengadilan pada dokter sebagai ahli sesuai
prosedur hukum, wajib dipenuhi.
1.1.2. Bantuan Dokter Sebagai Saksi Ahli
a. Bantuan dokter di tingkat penyelidikan4
Dokter dapat dimintai bantuannya dalam kapasitasnya sebagai ahli, dengan
tujuan utamanya adalah untuk menentukan fakta-fakta medik yang dapat untuk
menentukan peristiwa itu merupakan tindak pidana atau bukan. Bantuan tersebut dapat
berupa pemeriksaan jenazah di TKP atau Rumah Sakit. Untuk menentukan cara
kematian, yang dapat dilakukan dokter adalah memeriksa kondisi jenazah dan kondisi
sekitarnya jika dokter diajak ke TKP.
b. Bantuan dokter di tingkat penyidikan4
Tindakan penyidikan dilakukan setelah penyelidikan menghasilkan kesimpulan
bahwa peristiwa tersebut merupakan peristiwa pidana. Tujuan adalah mengumpulkan
barang bukti supaya dengan bukti itu perkaranya menjadi jelas dan pelakunya dapat
ditangkap. Jelas artinya mengetahui identitas korban, proses kejadian dan identitas
pelakunya dikenali. Untuk itu, bantuan dokter diperlukan untuk memberikan
keterangan tentang:
a. Keterangan tentang suatu obyek
1. Obyek tersangka/terdakwa
a. Tersangka/tedakwa yang diduga menderita kelainan jiwa yang tidak mampu
bertanggung jawab atas perbuatannya membutuhkan dokter untuk
membuktikan betul menderita gangguan jiwa atau tidak, jenis gangguan jiwa,
apakah jenis gangguan tersebut menyebabkan ketidakmampuan bertanggung
jawab.
b. Menentukan apakah tersangka/terdakwa dewasa/anak karena perlakuannya
berbeda.
c. Tersanga/terdakwa tindak pidana seksual yang mengaku menderita
impotensia, karena orang dengan impotensi tidak akan mampu melakukan
persetubuhan yang menjadi unsur esensial dari tindak pidana seksual tertentu
(perkosaan)
d. Pada tersangka kasus pembunuhan bayi sendiri tetapi menyangkal telah
melahirkan anak, maka dokter menentukan ada tanda bekas melahirkan anak
atau tidak, ada hubungan darah atau tidak antara tersangka dengan jenazah
bayi yang ditemukan.
2. Obyek korban hidup
Dalam hal korban tindak pidana penganiayaan atau kelalaian orang lain masih
hidup maka perlu segera dimintakan bantuan dokter untuk membuktikan adanya luka
atau tidak, benda apa yang menyebabkan luka, bagaimana cara benda tersebut sampai
menimbulkan luka, bagaimana pengaruh luka tersebut/derajat lukanya. Pada korban
tindak pidana seksual, bantuan dokter dibutuhkan untuk mengetahui apakah ada tanda
persetubuhan baru atau tidak, dan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan fisik atau
obat-obatan yang membuat tidak sadar.
c. Bantuan dokter di sidang pengadilan
Keterangan saksi ahli yang dapat disebut sebagai alat bukti yang sah dalam
Pengadilan dapat berupa:
1. Secara Tertulis (Visum Et Repertum)
2. Secara Lisan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa saksi ahli mempunyai
fungsi yang penting dalam proses peradilan, baik itu dalam masa penyidikan sampai
dengan adanya putusan yang divoniskan Hakim dalam suatu Pengadilan. Dalam proses
pembuktian persidangan, keterangan saksi ahli dapat dikelompokan menjadi beberapa
macam, yaitu antara lain:
1. Alat bukti
a. Katagori keterangan ahli, yaitu apabila diberikan dalam bentuk lisan di sidang
pengadilan dengan mengucapkan sumpah/janji sebelum atau jika dianggap
perlu juga sesudah memberikan keterangan.
b. Katagori surat, yaitu apabila diberikan dalam bentuk tertulis dalam mengingat
sumpah waktu menerima jabatan sebagai dokter atau dengan lebih dahulu
mengucapkan sumpah/janji sebagai ahli ketika hendak melakukan
pemeriksaan.
2. keterangan yang disamakan nilainya dengan dengan alat bukti, yaitu apabila
keterangan dokter tersebut pernah diberikan dalam bentuk lisan dalam sumpah/janji
didepan penyidik dan kemudian dibacakan dihadapan sidang pengadilan karena
dokter berhalangan hadir karena adanya alasan yang sah. Yang dimaksud dengan
alsan yang sah ialah meninggal dunia, jauh tempat tinggalnya, atau sebab lain yang
berhubungan dengan kepentingan negara. Hal ini sesuai dengan Pasal 162 KUHAP.
Jika ketidakhadiran dokter tidak disebabkan oleh adanya alasan yang sah maka pasal
tersebut tidak dapat diterapkan.
3. Keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim, yaitu apabila diberikan secara
lisan pengadilan sesudah dokter menjalani penyanderaan maksimal (14 hari) karena
ia menolak mengucapkan sumpah/janji di sidang pengadilan. Sebagaimana bunyi
Pasal 161 KUHAP, apabila ahli menolak bersumpah atau berjanji tanpa alasan yang
syah, maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, tetapi ia dengan surat
penetapan hakim ketua sidang dapa disandera (bukan ditahan) di rumah tahanan
negara paling lama 14 hari. Jika tenggang waktu itu telah usai dan dokter tetap
menolak bersumpah atau berjanji maka keterangan yang telah diberikan hanya dapat
berlaku sebagai keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
Bentuk alat bukti yang berasal dari keterangan ahli, yaitu:
a. Alat bukti surat (visum et repertum)
b. Alat bukti keterangan ahli
Keterangan seorang ahli yang menjadi alat bukti surat (visum et repertum).
Berdasarkan pasal 188 ayat (2) huruf c dinyatakan bahwa surat merupakan sumber
petunjuk, yang mana pada gilirannya, sesuai dengan pasal 184 ayat (1) huruf d,
petunjuk adalah salah satu alat bukti yang sah, sehingga secara materil seharusnya alat
bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat.
Visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat
berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan ditemukan atas bukti hidup, mayat
atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan
pengetahuan yang sebaik-baiknya. Pendapat dari seorang ahli ataupun kesaksian (ahli)
secara tertulis, sebagaimana yang tertuang dalam bagian pemberitaan (hasil
pemeriksaan). Hal ini berbeda dengan kedudukan keterangan ahli yang disampaikan
secara lisan (alat bukti keterangan ahli) dengan keterangan ahli yang diberikan dalam
bentuk surat (sebagai alat bukti surat) di peradilan pidana. Dalam konteks visum et
repertum, kedudukannya dalam proses peradilan pidana adalah sebagai alat bukti surat,
sesuai dengan penegasan pasal 184 ayat (1) huruf c jo. Pasal 187 huruf c KUHAP dan
sebagai alat bukti keterangan ahli, sesuai dengan penegasan pasal 1 Stb. 1937-350 jo.
Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP.7
Bantuan seorang ahli sangat diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan perkara
pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan
lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam membantu aparat yang
berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti
yang memerlukan keahlian khusus, memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai
pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu hakim dalam menjatuhkan
putusan dengan tepat terhadap perkara yang diperiksanya. Pada tahap pemeriksaan
pendahuluan dimana dilakukan proses penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga
sebagai suatu tindak pidana, tahapan ini mempunyai peran yang cukup penting bahkan
menentukan untuk tahap pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan
pidana. Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian bertujuan untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat membuat terang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan hasil yang
didapat dari tindakan penyidikan suatu kasus pidana, hal ini selanjutnya akan diproses
pada tahap penuntutan dan persidangan di pengadilan.
Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses
pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga
mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu
perkara pidana. Dalam kasus - kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung
terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang
sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan
dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik membutuhkan bantuan
tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan
keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi
tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut. Suatu kasus yang
dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan
keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu pada
pengungkapan kasus pembunuhan. Kasus kejahatan terhadap jiwa yaitu dengan
menghilangkan nyawa seseorang baik dengan menggunakan senjata tajam atau benda
tumpul, dibunuh ataupun bunuh diri, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam
penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang
dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah
dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait dengan
pembuktian adanya tanda-tanda telah dilakukannya suatu pembunuhan yang dilakukan
dengan benda tajam atau benda tumpul.
DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.


2. Andi Hamzah,. Hukum Acara Pidana Indonesi. Jakarta: Sinar Grafika; 2002.
3. Ingeten S. Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. Medan; 2008.
4. British Medical Association. Expert Witness Guidance; 2007.
5. Sampuran B, Syamsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu forensik dalam penegakkan
hukum. Jakarta: Ilmu Kedokteran Forensik Univesitas Indonesia. 2008.
6. Dahla, S. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan penegak Hukum.
Semarang: Universitas Diponegoro; 2007.
7. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009

4. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.


5. Ingeten S. Peranan Dokter dalam
Pembuktian Perkara Pidana (Skripsi).
Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara: Medan; 2008.
6. British Medical Association. Expert Witness
Guidance. 2007; 1-6.
7. Kristanto E, Isries AM. Hak Undur Diri dalam

Anda mungkin juga menyukai