Anda di halaman 1dari 10

makalah Identifikasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini membawa kesejahteraan bagi umat
manusia di segala bidang kehidupan tetapi juga menimbulkan akibat yang tidak diharapkan.
Salah satu akibat yang tidak diharapkan tersebut adalah meningkatnya kuantitas maupun kualitas
mengenai cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana, khusunya yang berkaitan dengan upaya pelaku tindak
pidana dalam usaha meniadakan sarana bukti, sehingga tidak jarang dijumpai kesulitan bagi para petugas
hukum untuk mengetahui identitas korban.
Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, mengetahui identitas korban merupakan
hal yang sangat penting. Dengan mengetahui identitas korban merupakan sebagai langkah awal
penyidikan sehingga dapat dilakukan langkah-langkah selanjutnya. Apabila identitas korban
tidak dapat diketahui, maka sebenarnya penyidikan menjadi tidak mungkin dilakukan.
Selanjutnya apabila penyidikan tidak sampai menemukan identitasnya identitas korban, maka
dapat dihindari adanya kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal. Selain itu
mengetaui identitas korban untuk berbagai kehidupan sosial misalnya asuransi, pembagian dan
penentuan ahli waris, akte kelahiran, pernikahan dansebagainya keterangan identitas mempunyai
arti penting pula, yaitu untuk mengetahui bahwa keterangan itu benar-benar keterangan yang
dimaksud untuk memperoleh yang menjadi haknya maupun untuk memenuhi kewajibannya.
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan tidak terencana atau
secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal atau
kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan darurat dan menyelamatkan korban yaitu
manusia beserta lingkungannya. Bencana yang terjadi secara akut atau mendadak dapat berupa
rusaknya rumah serta bangunan, rusaknya saluran air, terputusnya aliran listrik, jalan raya,
bencana akibat tindakan manusia, dan lain sebagainya. Sedangkan bencana yang terjadi secara
perlahan-lahan atau slow onset disaster , misalnya perubahan kehidupan masyarakat akibat menurunnya
kemampuan memperoleh kebutuhan pokok, atau akibat dari kekeringan yang berkepanjangan,
kebakaran hutan dengan akibat asap atau haze yang menimbulkan masalah kesehatan.
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang merupakan
bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Identifikasi adalah suatu usaha untuk
mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah cirri yang ada pada orang tak dikenal,
sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang
hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Disitulah semua,
identifikasi mempunyai arti penting baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensic maupun
non-forensik.
Makalah ini bertujuan membahas berbagai hal mengenai identifikasi forensik ataupun
identifkasi secara umum meliputi: pengertian, arti penting, macam-macam pemeriksaan dan cara
atau metode serta sistem identifikasi. Hal-hal demikian diperlukan untuk memperoleh
pemahaman pemahaman dalam penanganan dan pemeriksaan identifikasi yang komprehensif.

1.
2.
3.
4.
5.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dalam penulisan makalah t ini
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Apakah pengertian dari identifikasi forensik?
Apa saja dasar - dasar dari pemeriksaan pada identifikasi forensik?
.Metode apa yang dipakai dalam identifikasi forensik?
Ada berapa jenis pemeriksaan identifikasi foresik?
Menyadari betapa pentingnya peran dokter dalam proses identifikasi forensik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi Identifikasi
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan sebagai suatu
usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak
dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang
yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasiforensik merupakan
usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu
kepentingan proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang
mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu
identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak,
bayitertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit
dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.
Dengan diketahuinya jati diri korban, penyidik akan lebih mudah membuat satu daftar
dari orang-orang yang patut dicurigai. Daftar tersebut akan lebih diperkecil lagi bila diketahui
saat kematian korban serta alat yang dipakai oleh tersangka pelaku kejahatan

B. metode identifikasi
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaandapat digunakan
sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka
sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan:
1.Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang biasanya
sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik antara lain:
Metode visual, dengan memperhatikan dengan cermat atas korban, terutama wajahnya oleh pihak
keluarga atau rekan dekatnya, maka jati diri korban dapat diketahui. Walaupun metoda ini
sederhana, untuk mendapat hasil yang diharapkan perlu diketahui bahwa metode ini baru dapat
dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama wajah korban masih dalam keadaan baik dan belum
terjadi pembusukan yang lanjut. Selain itu perlu diperhatikan factor psikologis, emosi serta latar
belakang pendidikan; oleh karena faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Juga perlu diingat bahwa manusia itu mudah terpengaruh oleh sugesti, khususnya dari pihak
penyidik.
Perhiasan, anting-antign, kalung, gelang serta cincin yang ada pada tubuh korban, khususnya bila
pada perhisan itu terdapat inisial nama seseorang yang biasanya terdapat pada bagian dalam dari
gelang atau cincin; akan membantu dokter atau pihak penyidik didalam menentukan identitas
korban. Mengingat kepentingan tersebut maka penyimpanan dari perhisan haruslah dilakukan
dengan baik.
Dokumen, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartugolongan darah, tanda
pembayaran dan lain sebagainya yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat menunjukkan jati
diri korban. Khusus pada kecelakaan masal, perlu diingat akan kebiasaan seseorang di dalam
menaruh dompet atau tasnya. Pada pria dompet biasanya terdapat dalam saku baju atau celana,
sedangkan pada wanita tas biasanya dipegang; sehingga pada kecelakaan masal tas seseorang
dapat terlempar dan sampai pada orang lain yang bukan pemiliknya, jika hal ini tidak
diperhatikan kekeliruan identitas dapat terjadi, khususnya bila kondisi korban sudah busuk atau
rusak.
Jari, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang sama, walaupun
kedua orang tersebut kembar satu telur. Atas dasar ini, sidik jari merupakan sarana yang
terpenting khususnya bagi kepolisian didalam mengetahui jati diri seseorang, oleh karena selain
kekhususannya, juga mudah dilakukan secara masal dan murah pembiayaanya. Walaupun
pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan dokter, dokter masih mempunyai kewajiban, yaitu untuk
mengambilkan (mencetak) sidik jari, khususnya sidik jari pada korban yang tewas dan keadaan
mayatnya telah membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada jari telah mengelupas dan
memasangnya pada jari yang sesuai pada jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan
sidik jari, merupakan prosedur yang harus dikatahui dokter.

Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang


diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak
dapat menggunakan sarana identidikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil identifikasi
yang meyakinkan, antara lain:
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secaramedis melalui
pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa cirri yang spesifik, misalnya cacat
bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpig
mentasi daerah kulit tertentu, tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi
tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa contoh cirinon-spesifik
antara lain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, warna serta bentuk rambut dan
mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis, antroposkopi dan
antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel, Duffy, HLA dan
sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.

Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara komparatif


(membandingkan) dan secara rekonstruksi. Yang dimaksud dengan identifikasi membandingkan
data adalah identifikasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri hasil
pemeriksaan hasil orang tak dikenal dengan data ciri orang yang hilang yang diperkirakan yang pernah
dibuat sebelumnya. Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal,
maka kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem dan data antemortem.
Data ante mortem yang baik adalah berupa medical record dan dental record.
Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang menentukan identitas
sampai pada tingkat individual, yaitu dapat menunjukan siapa jenazah yang tidak dikenal
tersebut. Hal ini karena pada identifikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada
dua alternatif: identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila kedua data yang
dibandingkan adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenazah yang tidak dikenali itu adalah sama
dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif yaitu apabila data yang
dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum dapat ditentukan siapa jenasah tak
dienal tersebut. Untuk itu masih harus dicarikan data pembanding antemortem dari orang hilang
lain yang diperkirakan lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan
data, diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante mortem berupa
medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta up-to-date, memenuhi kriteria untuk
dapat dibandingkan dengan data post mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut,
maka identifikasi dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan.
Apabila identifikasi dengan cara membandingkan data tidak dapat diterapkan, bukan
berarti kita tidak dapat mengidentifikasi. Apabila demikian halnya, kita masih dapat mencoba
mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan post-mortem ke dalam
perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik
badan.
Sebagaicontoh:
a. Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap kriteria dan ukuran laki-laki dan
perempuan, dapat diperkirakan jenis kelaminnya.
b. Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu erupsi gigi, dapat
diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan mengukur tinggi badan ( kepala-tumit atau
kepala-tulang ekor) dapat diperkirakan umur bayi dalam bulan.
c. Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi badan individu dari ukuran
barang bukti tulang-tulang panjangnya.
d. Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau kraniometri, dapat
diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka individu.
e. Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu yang
memilikinya.Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan dapat
menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun demikian perkiraan-perkiraan
identitas yang dihasilkan dapat mempersempit dan memberikan arah penyidikan.
Terhadap pola permasalahan kasusnya, dikenal ada tiga macam sistem identifikasi, yaitu :
1. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka kepada siapapun
dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan kasusnya biasanya : kriminal,
korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem, identifikasinya biasanya dilakukan dengan cara
rekonstruksi, contoh: identifikasi korban pembunuhan tidak dikenal.

2. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah dan daftar korban tak
dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus biasanya: non-kriminal, korban massal,
dimungkinkan diperoleh data antemortem, identifikasi dapat dilakukan dengan cara
membandingkan data, contoh: identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang menabrak gunung.
3. Identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup adalah identifikasi pada suatu kasus yang
sebagian korban tidak dikenalnya sudah diketahui dan sebagian lainnya belum diketahui sama
sekali atau belum diektahui tetapi sudah tertentu, contoh : identifikasi korban kecelakaan
pesawat terbang di Malioboro (semi terbuka) atau di suatu perumahan (semi tertutup).
C.Dasar-Dasar Identifikasi Forensik
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengaturidentifikasi jenazah adalah :
A.Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHAP pasal 133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menanganiseorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang di duga karenaperistiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokterdan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diilekatkan pada ibu jari
kaki atau bagian lain badan mayat.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

B. Undang-Undang Kesehatan Pasal 791.


Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepadapejabat pegawai
negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam UU No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk
melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
Meminta keteragan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan dengan tindak pidana di
bidang kesehatan.
D.Jenis-Jenis Pemeriksaan Identifikasi Forensik
Menentukan identitas atau jati diri atas seorang korban tindak pidana yang berakibat
fatal,relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan penentuan jati diri tersangka pelaku
kejahatan. Hal tersebut oleh karena pada penentuan jati diritersangka pelaku kejahatan semata-

mata didasarkan pada penentuan secara visuil, yang sudah tentu banyak faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga hasil yang dicapai tidak memenuhi harapan.
Dari sembilan metoda identifikasi yang dikenal, hanya metoda penentuan jati diri dengan
sidik jari (daktiloskopi) yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter, melainkan dilakukan oleh pihak
kepolisian. Delapan metoda yang lain, yaitu: metode visual, pakaian, perhiasan, dokumen, medis,
gigi, serologi danmetode eksklusi. Dengan diketahuinya jati diri korban, pihak penyidik dapat
melakukan penyidikan untuk mengungkap kasus menjadi lebih terarah; oleh karena secara
kriminologis pada umumnya ada hubungan antara pelaku dengankorbannya. Daftar tersebut akan lebih
diperkecil lagi bila diketahui saat kematiankorban serta alat yang dipakai oleh tersangka pelaku
kejahatan.
E.Objek Identifikasi
Seperti yang sudah disebutkan di muka bahwa objek identifikasi dapat berupa orang yang
masih hidup atau yang sudah meninggal dunia. Identifikasi terhadap orang tak dikenal yang masih hidup
meliputi:
Penampilan umum (general appearance), yaitu tinggi badan, berat badan, jenis kelamin,
umur, warna kulit, rambut dan mata. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin,
ras, perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
1. Perbedaan Umur Jenis Kelamin Pria Dan Wanita
2.Pakaian
3.Sidik jari
4.Jaringan parut
5.Tato
6.Kondisi mental
7.Antropometri
Tugas melakukan identifikasi pada orang hidup tersebut menjadi tugas pihak kepolisian.
Dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan bantuan dokter, misalnya pada kasus pemalsuan
identitas di bidang keimigrasian atau kasus penyamaran oleh pelaku kejahatan.
Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat dilakukan terhadap:
1.Jenazah yang masih baru dan utuh
2.Jenazah yang sudah membusuk dan utuh
3.Bagian-bagian dari tubuh jenazah
Cara melakukan identifikasi pada jenazah yang masih baru dan utuholeh pihak
kepolisian seperti yang dilakukan terhadap orang hidup. Adapun hal-hal yang ditemukan di
dalam otopsi oleh dokter (misalnya penyakit, cacat tubuh, bekas operasi atau bekas trauma)
dapat digabungkan dengan hasil pemeriksaan pihak kepolisian.
Pada jenazah utuh yang sudah membusuk mungkin dapat diketahui jenis kelamin, tinggi badan dan
umurnya. Tetapi jika tingkat pembusukannya sudah sangat lanjut mungkin sisa pakaian,
perhiasan, jaringan parut, tatto atau kecacatan fisik akan bermanfaat bagi kepentingan
identifikasi. Sedangkan identifikasi yang lebih akurat dapat dilakukan dengan memanfaatkan
gigi geliginya. Sebagaimana diketahui bahwa gigi merupakan bagian tubuh manusia yang paling
tahan terhadap pembusukan, kebakaran dan reaksi kimia.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memilikikeunggulan sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh lingkungan yang
ekstrim.
Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi menyebabkan
identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (
dental record ) dan data radiologis.
Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang mempunyai
letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma
akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia
kemungkinan sama satu banding dua miliar.
Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan
direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh.
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari identifikasi dari mayatyang tidak dikenal
melalui gigi, rahang dan kraniofasial.
Penentuan umur dari gigi.
Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark ).
Penentuan ras dari gigi.
Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
Jika yang ditemukan bukan jenazah yang utuh, melainkan sisa-sisa tubuh manusia maka
pertama-tama yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah sisa-sisa itu benar-benar berasal
dari tubuh manusia. Jika benar makat indakan selanjutnya adalah menentukan jenis kelamin,
umur, tinggi badan dan sebagainya. Sering kali bagian-bagian dari tubuh manusia ditemukan di
berbagai tempat yang terpisah sehingga timbul pertanyaan apakah bagian-bagian itu berasal dari
individu yang sama. Guna memastikannya diperlukan pemeriksaan DNA atau precipitin test.
F.Bantuan Dokter Pada Proses Identifikasi

Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada proses identifikasi meliputi:
1. Menentukan manusia atau bukan
Jika ditemukan tulang-tulang maka kadang-kadang tulang dari beberapa binatang tertentu
mirip tulang manusia. Cakar dari beruang misalnya, hamper mirip bentuknya dengan tangan
manusia. Dengan pemeriksaan yang teliti akan dapat dibedakan apakah tulang yang ditemukan berasal
dari manusia atau binatang.
Yang agak sulit adalah jka ditemukan itu berupa tulang yang tak khas (undentifiable bones)
atau jaringan lunak. Dalam hal ini pemeriksaan yang diperlukan untuk dapat menentukan
manusia atau binatang adalah pemeriksaan imunologik (precipitin test).
2. Menentukan jenis kelamin

Pada korban atau pada mayat yang sudah membusuk dimana penentuan jenis kelamin tidak
mungkin dilakukan dengan pemeriksaan luar maka penentuan jenis kelamin dapat dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan pada:
a.Jaringan lunak tertentu:
Uterus dan prostat merupakan jaringan lunak yang lebih tahan terhadap pembusukan dan
dapat digunaan untuk menentukan jenis kelamin. Dari jaringan lunak juga dapat dilakukan
pemeriksaan sex chromatin untuk menetukan jenis kelamin, terutama jaringan kulit dan tulang
rawan. Metode ini juga berguna bagi penentuan jenis kelamin pada mayat yang terpotongpotong.
b.Tulang-tulang tertentu
Pada orang dewasa, beberapa tulang tertentu bentuknya berbeda antara laki-laki dan
wanita. Tulang-tulang itu antara lain tengkorak, pelvis, tulang panjang,rahang dan gigi. Tulang
panjang pada laki-laki lebih masive (terutama disekitar sendi) dan rigi perlekatan otot lebih
nyata. Bentuk rahang dan gigi antara laki-laki dan wanita juga berbeda sehingga dapat
dimanfaatan untuk kepentingan identifikasi jenis kelamin. Rahang pada laki-laki umumnya
seperti huruf V sedangkan pada wanita seperti huruf U. Gigi dan akar gigi permanen pada lakilaki lebih besar dari pada wanita.
3.Menentukan umur
Tulang manusia dan gigi juga dapat memberikan informasi penting bagi perkiraan umur
manusia. Namun signifikan dari pemeriksaan tulang bergantung pada besarnya penyebaran
kelompok umur sehingga perlu dikelompokan secara terpisah menjadi kelompok fetus, neonatus,
anak-anak, adolescen dan dewasa.
Pada fetus dan neonatus, perkiran didasarkan pada inti penulangan yang dapat dilihat
melalui pemeriksaan ronsenologik atau otopsi. Oleh para ahli telah disusun tabel pembentuan inti
penulangan dari berbagai tulang, mulai dari kehidupan intrauterin sampai pada kehidupan di luar
kandungan. Pada anak-anak dan adolesen sampai umur 20 tahun, yang paling berguna bagi
penentuan umuradalah penutupan epifise. Seperti diketahui bahwa penutupan epifise juga
mengikuti uruta kronologi. Memang tingkat ketelitiannya rendah sehingga perlu dikombinasi
dengan pemeriksaan lain.
Pada kelompok dewasa (yaitu sesudah berumur 20 tahun), perkiraan umur dengan
menggunakan tulang menjadi lebih sulit. Beberapa petunjuk yang dapatdipakai antara lain,
penutupan sutura, perubahan sudut rahang dan adanya prosespenyakit.
Penentuan umur dengan menganalisis jaringan yang akan tumbuh menjadi gigi pada bayi
di dalam kandungan mempunyai derajat kecermatan yang tinggi.Sesudah dilahirkan penentuan
umur dapat dilakukan dengan mendasarkan padmineralisasi, pembentukan mahkota gigi, erupsi
gigi dan resobsi apicalis. Dengancmenggunakan formula matematik, Gustafson telah menyusun rumus
yang dapat digunakan untuk membantu menentukan umur melalui pemeriksaan gigi.
4.Menentukan tinggi badan
Salah satu informasi penting yang dapat digunakan untuk melacak identitas seseorang
adalah informasi tentang tinggi badan. Oleh sebab itu pada pemeriksaan jenazah yang tak
diketahui identitasnya perlu diperiksa tinggi badannya. Memang tidak mudah mendapatkan
tinggi badan yang tepat dari pemeriksaan yang dilakukan sesudah mati, meskipun yang diperiksa

itu jenazah yang utuh. Perlu diketahui bahwa ukuran orang yang sudah mati biasanya sedikit
lebih panjang (sekitar 2,5 cm) dari pada tinggi badan waktu hidup.
Jika yang diperiksa jenazah yang tidak utuh maka penentuan tinggi badandapat dilakukan
dengan menggunakan tulng-tulang panjang. Hanya dengan sepotong tulang panjang yang utuh umur
pemiliknya dapat diperkirakan, tetapi hasil yang lebih akurat dapat diperoleh jika tersedia
beberapa jenis dari tulang panjang. Untuk kepentingan perhitungan tersebut ada banyak rumus
yang dapat dipakai dan salah satunya adalah rumus Karl Pearson.
G.Identitas Personal
Jika identifikasi terhadap jenazah tak dikenal dilakukan dengan menggunakan data
pembanding maka identitas personalnya akan dapat dikenali.Data pembanding tersebut ialah
contoh sidik jari, medical record gigi geligi sertacontoh DNA. Kehandalan sidik jari (fingerprint)
sebagai sarana identifikasi personal disebabkan karena hampir tak pernah ditemukan dua orang
dengan sidik jari yang sama, bahkan pada orang kembar sekalipun. Secara teoritis, kemungkinan
terjadinya dua orang dengan sidik jari sama adalah sebesar sepersepuluh ribu Trilyun. Selain itu
sidik jari tak mengalami perubahan karena umur. Oleh sebab itu sidik jari yang diambil beberapa
tahun sebelumnya masih dapat dipakai sebagai pembanding.
Jika kulit jari sudah keriput maka pengambilan sidik jari dapat dilkukan sesudah jaringan
dibwah kulit disuntik lebih dahulu dengan cairan parafin, formalin atau air. Sedang pada mayat
yang epidermisnya sudah mengelupas, pengambilan sidik jari dapat dilakukan dengan hati-hati
danberulang-ulang mengingat gambaran sidik jari pada dermis tidak sejelas gambaransidik jari
pada epidermis.
Dalam hal sidik jari tidak mungkin lagi diambil maka pemeriksaan gigi-geligi menjadi
penting. Pada peristiwa kecelakaan pesawat terbang misalnya dimana daftar manifes penumpang
diketahui, identifikasi positif akan mudah dilakukan dengan membandingkan hasil pemeriksaan
itu dengan file dari semua penumpang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yanghidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.Identifikasi juga diartikan sebagai suatu
usaha untuk mengetahui identitasseseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak
dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang
yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi forensik merupakan
usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu
kepentingan proses peradilan. Dikenal ada tiga macam sistem identifikasi
Saran
Identifikasi system terbuka, identifikasi sistem tertutup dan identifikasi sistem semi
terbuka atau semi tertutup. Dari sembilan metoda identifikasi yang dikenal, hanya metoda
penentuan jati diri dengan sidik jari (dakti loskopi) yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter,
melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian. Delapan metoda yang lain, yaitu: metode visual,
pakaian, perhiasan, dokumen, medis, gigi, serologi dan metode eksklusi
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Identifikasi dalam Minds Forensic 1th Edition. Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin 2012
Gani, M.Husni, dr. DSF. Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Padang, Indonesia 2002
Idries, Abdul Munim. Identifikasi dalam Ilmu Kedokteran Forensik.Binarupa Aksara, Jakarta.
1997.
Kusuma, Soekry Erfan, Identifikasi Medikolegal dalam Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga,Surabaya 2007
Launtz, LL. Handbook For Dental Identification. JB Lippincott Company, Philadelphia and
Toronto 1973.
Reichs, KJ. Forensic Osteology Advances In The Identification of Human Remain Charles C
Thomas Publisher, Springfield Illinois USA 1986.
Krogman WM and Iscan MY. The Human Skeleton In Forensic Medicine.Charles C Thomas
Publisher, Springfield Illinois, USA 1985.
Dahlan, Sofwan, Identifikasi dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang 2000
Depkes.2010.Peraturan bersama menteri dalam negeri dan menteri kesehatan nomor 15 tahun
2010 N 2009, nomor 162/MENKES/PB/I/2010 tentang pelaporan kematian dan penyebab
kematian.
ILUNI FK83. Undang undang republik indonesia no. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:VRZRhHMNK2EJ:www.ilun
ifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/uu-ri-no-36-tahun-2009-tentang-kesehatant262.htm+UU+RI+36+no+119&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses tanggal 29 Agustus 2010
Wikipedia. 2010. Otopsi. http://id.wikipedia.org/wiki/Otopsi diakses tanggal 14 Agustus 2010.
Nelsonsihombing.blogspot.com
http://www.amjmed.com/article/0002-9343(85)90470-X/abstract. diakses tanggal 12 Agustus
2010.
Shibuya, Kenji. 2007. What is the best way to improve the information on levels and causes of
deaths in the next couple of years?http://www.searo.who.int/LinkFiles/2007_Shibuya.pdf.
diakses tanggal 15 Agustus 2010
Ruzicka LT, Lopez AD: The use of cause-of-death statistics for health situation assessment:
national and international experiences. World Health Stat Q 1990 , 43(4):249-58.

Anda mungkin juga menyukai