Anda di halaman 1dari 55

JOURNAL READING

ANTROPOLOGI FORENSIK DAN IDENTIFIKASI TULANG

DISUSUN OLEH:
Bepriyana Yunitaningrum G99172005
Propana Yuananti G99172134
Maulidi Izzati G991903034
Merina Rachmadina G991903035
Luthfi Adijaya Laksana G991905034

PERIODE:
12-25 AGUSTUS 2019

PEMBIMBING:
dr. Adji Suwandono, Sp.FM, S.H.

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan journal reading dengan judul
“Hair Analysis in Forensic Toxicology” dan “Forensic Toxicological Analysis in
Cyanide Poisoning: Two Case Reports”. Journal reading ini dibuat sebagai salah
satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, RSUD Dr. Moewardi, Surakarta.
Tidak lupa penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak atas bantuan-bantuan yang diberikan sehingga journal reading ini dapat selesai
tepat waktu, terutama kepada dr. Adji Suwandono, Sp.F, S.H. selaku staff
pembimbing journal reading di SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal,
RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah dengan sabar memberikan bimbingan,
kritik, serta saran yang membangun. Tidak lupa rasa terima kasih juga kami ucapkan
kepada para tenaga medis dan karyawan yang telah membantu selama mengikuti
kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, RSUD
Moewardi Surakarta dan juga berbagai pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari journal reading ini masih jauh dari sempurna, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
kekurangan dari journal reading ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat
kesalahan penulisan atau perkataan yang tidak berkenan kepada pembaca.
Akhir kata, penulis berharap isi journal reading ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sehingga dapat menginspirasi berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Surakarta, 17 Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4

1.1. Latar Belakang ............................................................................... 4

1.2. Tujuan ............................................................................................ 5

1.3. Manfaat .......................................................................................... 5

BAB II JURNAL .............................................................................................. 6

2.1. Jurnal I ........................................................................................... 6

2.2. Jurnal II .......................................................................................... 18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 29

BAB IV KESIMPULAN .................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bidang kedokteran forensik peranan pemeriksaan identifikasi


sangat penting terutama pada manusia yang telah meninggal. Identifikasi bisa
menjadi semakin kompleks ketika mayat yang didatangkan ke dokter forensik
dalam keadaan rusak berat, termutilasi atau berupa tulang belulang. Identifikasi
merupakan kegiatan untuk mengenali seseorang. Untuk mengidentifikasi mayat
dapat digunakan beberapa kriteria, yaitu kriteria primer dan sekunder.
Pemeriksaan antropologi, khususnya analisis kerangka termasuk kedalam kriteria
identifikasi sekunder, namun odontologi yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari antropologi merupakan kriteria identifikasi primer.
Antropologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang
manusia, khususnya tentang asal usul, perilaku dan perkembangan manusia dari
segi fisik, budaya dan sosial. Antropologi forensik merupakan cabang antropologi
yang secara khusus mempelajari kerangka jasad manusia dalam rangka
identifikasi. Antropologi forensik membantu mengidentifikasi orang yang
meninggal dalam bencana massal, perang, atau karena pembunuhan, bunuh diri,
atau kematian karena kecelakaan. Pelaksanaan antropologi forensik meliputi
menentukan identitas jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan tinggi
badan, jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh dan pertalian ras.
Pada kasus penemuan mayat, identifikasi forensik pada sisa-sisa tubuh
manusia sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses
identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah sisa-sisa tubuh berasal dari
manusia atau bukan, jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu
kematian berdasarkan data sebelum seseorang meninggal/hilang (antemortem
data/AMD) untuk dibandingkan dengan temuan pada mayat (postmortem
data/PMD). Identifikasi akan menjadi lebih sulit jika mayat sudah tidak dapat
dikenali lagi, misalnya pada korban bencana alam, kecelakaan yang menewaskan
banyak orang serta pada kasus mutilasi, dimana potongan-potongan yang
ditemukan mungkin tidak lengkap. Pada kasus seperti ini, dokter diharapkan dapat
memberikan penjelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan saat kematian, usia,

4
jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh. Dalam
mengidentifikasi suatu mayat, ada beberapa sumber dan data yang dapat
dipergunakan, yaitu salah satunya dengan mengidentifikasi tulang belulang.
Tulang belulang ini dibedakan berdasarkan penilaian persamaan atau perbedaan
bentuk tulang, ukuran tulang, warna tulang, kepadatan (kompak) tulang, jumlah
keseluruhan tulang, kiri dan kanan tulang serta penilaian terhadap bagian-bagian
dari tulang belulang tersebut. Dari hasil pengamatan ini, maka dapat dinyatakan
bahwa tulang belulang tersebut berasal dari tulang manusia atau bukan.

B. Tujuan
Untuk mengidentifikasi rangka sebagai penentuan kepastian identitas
koban yang meliputi sejumlah pertanyaan seperti apakah temuan berupa rangka
manusia atau hewan, berapa jumlah individu, apa rasnya, apa jenis kelaminnya,
berapa umur dan tinggi badannya, apakah ada bekas trauma perimortemnya,
berapakah perkiraan saat kematian korban dan lain sebagainya.

C. Manfaat
Menjadi salah satu referensi untuk memahami lebih dalam mengenai
antropologi forensik dan identifikasi tulang.

5
BAB II

JURNAL I

CONTRIBUTIONS OF FORENSIC ANTHROPOLOGY TO POSITIVE


SCIENTIFIC IDENTIFICATION: A CRITICAL REVIEW

Douglas H. Ubelaker, Austin Shamlou and Amanda Kunkle


Department of Anthropology, Smithsonian Institution, Washington, DC, USA

Abstrak

Tinjauan ini mencakup literatur sebelumnya dan saat ini tentang pengaruh antropolog
forensik pada identifikasi ilmiah positif dari sisa-sisa jenazah manusia dan bertujuan
untuk memberikan pemahaman tentang informasi apa yang dapat berkontribusi bagi
antropolog forensik untuk penyelidikan. Antropolog forensik mengidentifikasi sisa-sisa
jenazah manusia mempelajari ciri-ciri kerangka dan setiap perangkat ortopedi yang ada.
Untuk mendapatkan identifikasi ilmiah yang positif, bukti yang cukup unik untuk
individu dan dapat dibandingkan dengan data antemortem yang tersedia dari individu
tersebut harus ditemukan. Meningkatnya ketersediaan radiografi, pemindaian dan
implan dalam beberapa dekade terakhir telah memfasilitasi proses identifikasi. Ketika
peralatan tersebut tidak tersedia, teknik lain, seperti superimposisi kraniofasial dan
pendekatan wajah, dapat digunakan. Meskipun metode ini dapat membantu proses
identifikasi, metode ini paling berguna untuk mengeklusi individu tertentu dan
mengumpulkan petunjuk dari publik. Para antropolog forensik sangat bergantung pada
tengkorak dan kompleksitasnya untuk identifikasi - biasanya berfokus pada sinus frontal
dan ciri-ciri unik lainnya. Sisa-sisa postkranial dapat memberikan informasi penting
tentang kepadatan tulang, kemungkinan penyakit dan karakteristik lain yang juga dapat
dimanfaatkan. Teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi secara positif individu
tidak terbatas pada investigasi kematian medikolegal, dan telah berguna dalam konteks
hukum lainnya. Di masa depan, pendekatan tim, memanfaatkan semua informasi yang
dikumpulkan oleh banyak ilmuwan forensik - termasuk antropolog forensik -
kemungkinan besar akan menjadi lebih umum.

6
Pendahuluan

Identifikasi ilmiah positif dari sisa-sisa jenazah manusia yang ditemukan dalam konteks
medikolegal merupakan tujuan utama dari analisis antropologi forensik. Banyak aspek
antropologis, termasuk pencarian dan penemuan, menentukan spesies, estimasi jenis
kelamin, usia saat meninggal, status, waktu sejak kematian, dan terkait serta deteksi fitur
anatomi yang unik menghasilkan informasi yang digunakan untuk mempersempit
pencarian orang yang hilang. Pada akhirnya, antropolog forensik berkontribusi pada
pengumpulan ilmiah positif baik secara langsung, atau melalui kekayaan informasi
tambahan yang disediakan. Kontribusi langsung diambil dari berbagai fitur anatomi dan
dibandingkan dengan informasi antemortem, biasanya diungkapkan melalui radiografi
dan citra terkait.

Tipe identifikasi termasuk tipe sementara, tidak langsung, dan dugaan. Tiga jenis
pertama yang terkait menunjukkan identifikasi aktual yang tidak dapat dikecualikan dan
dengan demikian sisa-sisa, atau bukti lain yang dikumpulkan, mungkin mewakili
individu tertentu. Penelitian membuktikan bahwa pengenalan wajah pada umumnya
tidak dapat diandalkan dalam identifikasi, terutama dengan dekomposisi canggih.

Identifikasi positif menggambarkan kemungkinan yang tinggi dan melibatkan proses


dua langkah. Pertama, fitur anatomi harus ditemukan kemudian dibandingkan antara
yang dikumpulkan dan informasi antemortem terkait yang diakui dengan individu
tertentu. Kedua, analisis harus memastikan fitur yang cukup unik untuk memungkinkan
identifikasi. Selain itu, perbedaan apa pun harus dicatat dan dijelaskan dengan cara yang
memuaskan. Ketika terdapat kesalahan dalam identifikasi, biasanya dibagi dalam dua
kategori (1) perbedaan diakui sebagai bukti untuk mengeklusi yang benar-benar
mewakili faktor-faktor lain, dan (2) fitur yang disediakan untuk mendukung identifikasi
kurang unik. Kehati-hatian yang besar sangat dibutuhkn dalam interpretasi karena
kesalahan identifikasi dapat menyebabkan yang konsekuensi yang tragis.

Kontribusi antropolog forensik untuk identifikasi sangat diperlukan dalam analisis sisa-
sisa kerangka atau dekomposisi jenazah manusia. Penelitian eksperimental yang
dilaporkan oleh Sauerwein et al. menunjukkan bahwa proses dekomposisi dapat dengan
cepat menghancurkan banyak indikator yang biasa digunakan dalam identifikasi,
meskipun tingkat kerusakan tergantung pada banyak variabel. Dalam penelitian mereka,
sidik jari bertahan 4 hari postmortem dengan suhu hangat tetapi lebih dari 50 hari

7
dengan suhu dingin. Pengenalan iris postmortem berkisar 2 hingga 34 hari, tergantung
pada variabel yang terlibat. Tentu saja, penelitian ini bersifat khusus pada lokasi dan
tarif sehingga dapat bervariasi di wilayah lain.

Penemuan, dokumentasi dan penilaian profil biologis sisa-sisa manusia adalah elemen
penting yang mengarah ke identifikasi positif. Rincian metodologi tersebut berada di
luar cakupan artikel ini. Namun, kekurangan dari aspek manapun dari prosedur ini dapat
mencegah identifikasi dan / atau menggagalkan investigasi. Untuk memfokuskan pada
kelompok orang hilang untuk kemungkinan identifikasi, harus memiliki informasi yang
bermakna tentang usia saat kematian, jenis kelamin, keturunan, status dan waktu sejak
kematian. Semua bukti harus dikumpulkan dengan dokumentasi terperinci. Baik
penemuan dan analisis harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan proses hokum.

Fitur unik yang diperlukan untuk identifikasi dapat disebabkan oleh prosedur bedah,
terutama perangkat yang tersisa di jaringan kerangka. Misalnya, Hogge et al. mampu
mengidentifikasi secara positif sisa-sisa jenazah melalui deteksi cacat pasca-bedah yang
terkait dengan sinostektomi lambdoid unilateral. Sisa-sisa jenazah diidentifikasi sebagai
individu yang telah menjalani bedah saraf untuk kelainan bawaan langka ini.

Banyak perangkat ortopedi yang ditemukan pada sisa-sisa jenazah manusia yang dapat
memberikan informasi. Beberapa perangkat, mengikuti hukum saat ini, mungkin
termasuk informasi numerik yang dapat dilacak ke kantor bedah tertentu atau bahkan
pasien individu.

Antropolog forensik telah menemukan bahan-bahan organik penting dalam kasus


mereka. Sebagai contoh, Bennett dan Benedix melaporkan identifikasi sisa-sisa yang
terbakar dari sebuah mobil melalui deteksi perangkat fiksasi internal. Pemeriksaan
radiografi dari sisa-sisa yang ditemukan mengungkapkan kompleks kawat yang
ditentukan untuk menggambarkan osteostimulator. Tidak ada nomor seri yang dicatat,
tetapi bahan logam yang terkait dengan osteostimulator yang didokumentasikan secara
operasi digunakan untuk merangsang produksi tulang dalam pengobatan cedera
punggung pasien.

Ketika modifikasi bedah kurang, antropolog harus mencari anomali organik atau ciri
unik pada sisa kerangka. Teks klasik Stewart membahas identifikasi positif dalam bab
yang berjudul "Ciri-ciri yang Khas pada Individu." Stewart mencatat nilai fitur anatomi
yang unik dan sangat bervariasi dalam identifikasi. Dia juga mengakui pentingnya
8
membersihkan sisa-sisa untuk memudahkan pengamatan fitur-fitur tersebut. Hogge et al.
kemudian disebut perhatian pada nilai pengalaman dalam pengakuan dan interpretasi
fitur anatomi yang digunakan dalam identifikasi.

Gambaran gigi sering memberikan informasi yang diperlukan untuk identifikasi.


Odontolog forensik memiliki kualifikasi unik untuk menginterpretasikan restorasi gigi
dan fitur-fitur lain yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi. Namun, antropolog
berbagi dengan odontologis ketertarikan dan keahlian dalam aspek morfologi gigi yang
dapat memberikan bukti untuk identifikasi ilmiah yang positif. Fitur yang berguna
termasuk jumlah gigi yang ada, kehilangan gigi antemortem, pola perpindahan gigi dan
pola rotasi yang tidak biasa.

Perbandingan informasi antemortem biasanya tersedia melalui radiografi dan citra


terkait. Murphy dan Spruill melaporkan bahwa dalam periode 15 bulan dari April 1978
hingga Juli 1979 di wilayah St. Louis Amerika Serikat, 60% dari identifikasi ilmiah
dihasilkan dari penilaian radiografi. Varian anatomi, modifikasi penyakit dan fitur pasca
bedah memberikan sebagian besar data unik yang digunakan dalam identifikasi ilmiah.
Seperti dicatat oleh Fitzpatrick dan Macaluso, teknik penentuan posisi, pembesaran,
pemusatan sinar, angulasi dan orientasi tulang harus digunakan dengan benar untuk
memfasilitasi perbandingan.

Superimposisi kraniofasial

Superimposisi kraniofasial membandingkan gambaran tengkorak yang ditemukan


dengan foto-foto antemortem dari orang yang hilang yang mungkin menggambarkan
sisa-sisa jenazah. Teknik ini dapat digunakan ketika identifikasi belum dilakukan
melalui analisis molekuler, perbandingan rekonstruksi gigi atau penilaian radiografi
antropologis. Biasanya, metode ini digunakan ketika cranium atau tengkorak lengkap
tersedia untuk dibandingkan. Setelah gambar yang jernih ditemukan yang dapat
digunakan untuk membandingkan cranium yang ditemukan, antropolog forensik harus
meluangkan waktu untuk mengarahkan tengkorak, sering menggunakan Q-tips sebagai
penanda tempat, agar dapat meletakkan gambar dengan benar satu sama lain. Gambar
sering diambil dari catatan polisi, pengawasan atau langsung dari kerabat dari individu.
Kualitas gambar ini biasanya sesuai dengan keakuratan proses pengecualian.

Dorion mencatat bahwa posisi fotografi dapat menyebabkan kesalahan identifikasi jika
tidak digunakan dengan benar. Dia memperingatkan bahwa teknik ini tidak boleh
9
digunakan sebagai satu-satunya cara identifikasi. Penelitian yang dilaporkan oleh
Austin-Smith dan Maples mendukung pernyataan keprihatinan ini. Mereka
membandingkan pandangan frontal dan lateral dari tiga tengkorak dengan foto-foto 98
orang yang berbeda. Mereka melaporkan perbandingan positif dengan 9,6% dari
pandangan lateral dan 8,5% dari pandangan frontal. Namun, persentase konsistensi
berkurang menjadi 0,6% ketika pandangan frontal dan lateral digunakan.

Memperkirakan Wajah

Memperkirakan wajah merupakan usaha untuk memperkirakan kemiripan wajah dari


seorang individu dari tengkorak. Meskipun metode ini tidak bisa digunakan untuk
identifikasi secara langsung, hasil gambaran yang dihasilkan bisa digunakan untuk
berkomunikasi dengan publik dalam usaha untuk mengumpulkan informasi atas orang
hilang yang mungkin dapat ditunjukkan dengan sisa mayat. Kemajuan pesat dalam
metodologinya meliputi data populasi baru mengenai kedalaman jaringan lunak,
guideline baru dalam menilai fitur wajah dan pendekatan menggunakan komputer.
Meskipun beberapa studi mengenai kedalaman jaringan lunak sudah dipublikasi, Stephan
dan Simpson mengatakan bahwa data mengindikasikan bahwa terdapat variasi yang
sangat luas. Mereka memperkirakan bahwa data yang ada dikumpulkan berfungsi
terhadap orang dewasa. Stephan dan Simpson juga menemukan hasil yang mirip antara
data pemuda dan merekomendasikan mengkategorikan data menjadi dua kelompok usia
(0-11 tahun dan 12-18 tahun).

Meski perkiraan wajah sudah dilaporkan berguna untuk mengumpulkan informasi


berkaitan dengan identifikasi. Stephan dan Cicolini melaporkan adanya tingkat
kemiripan. Stephan dan Henneberg mempublikasikan sebuah pendekatan experimental
untuk menilai nilai pengenalan dan mempertanyakan nilai dari identifikasi.

Teknik dari perkiraan wajah sudah mengalami kemajuan dengan hubungan antara
jaringan lunak dan keras serta teknologi komputerisasi. Meski sudah mengalami
kemajuan, perkiraan wajah tidak merepresentasikan metode untuk identifikasi secara
saintifik. Namun hasil gambaran terbukti membantu untuk membantu publik
mengkomunikasikan bahwa sisa-sisa dari seseorang dengan gambaran wajah tertentu dan
karakteristik demografi sudah ditemukan.

10
Bukti Cranium yang Unik

Meski metode lain sudah mengarah kepada identifikasi, fitur yang nampak pada tulang
dapat memberikan perbedaan yang dapat diklasifikasikan pada syarat tertentu. Terkadang
tengkorak memberikan informasi unik yang dibutuhkan untuk identifikasi positif di
bidang analisis anthropologik untuk dua alasan utama 1) historikal, riset yang dapat
dipertimbangkan berkaitan dengan tengkorak menunjukkan banyak variasi yang dapat
didapatkan mengenai fitur anatomis, dan 2) radiografi antemortem dan gambaran lainy
ang berkaitan sering didapatkan untuk kepala dan termasuk beberapa sudut pandang.
Seperti yang dikatakan Smith et al, gambaran tengkorak dapat menunjukkan beberapa
fitur unik yang berguna untuk identifikasi. Dalam case report mereka, Smith et al,
mengindikasikan bahwa identifikasi dapat menggunakan CT scan dari sinus frontal, sinus
sphenoidea, mastoid dan ethmodiea, sutura sagitalis, dan protuberentia occipital interna.
Culbert dan Law menggunakan referensi mengenai pemeriksaan radiographi dari sinus
nasal dan procesus mastoidea untuk mengidentifikasi pasien yang meninggal di India.
Rhine dan Sperry menyediakan sampel tambahan untuk identifikasi menggunakan sinus
frontal dan pola arteri di endocranial. Rogers dan Allard juga menggunakan pola dari
suttura di cranial (lokasi, panjangm dan kemiringan garisnya) dan berpendapat bahwa
pendekatan mereka mengenai hal ini sudah secara legal memenuhi syarat di US dan
Kanada.

Variasi Sinus Frontalis

Meski banyak fitur di tengkorak yang menunjukkan berbagai variasi dan berguna untuk
identifikasi individual, banyak investigator berfokus kepada sinus frontalis. Sinus ini
terletak di superior dari nasal di area supraorbital menunjukkan variasi berkisar antara
yang minimal hingga bentuk labirin yang luas. Yang ternyata variasi ini menunjukkan
pengaruh dari lingkungan dan masa pertumbuhan, bahkan kembar identik menunjukkan
perbedaan secara morfologi dari sinus frontalis.

Pada awal 1921, Schuller memberikan atensi kepada nilai dari sinus frontal untuk
identifikasi. Kemudian Asherson mengembangkan sistem yang berdasarkan batas-batas
tertentu untuk menilai gambaran sinus untuk tujuan membandingkan. Pada 1984,
Ubelaker mendeskripsikan bagaimana perbandingan sinus frontal, dihubungkan dengan
morfologi sella turcica dan fitur kranial lain digunakan untuk identifikasi pada kasus
pembunuhan. Ubelaker juga menggunakan kumpulan gambaran radiologi kranium dari

11
koleksi Institut Smithsonian untuk mendemonstrasikan variasi dari sinus frontal. Angyal
dan Derzy memberikan kasus dari Hungaria yang menunjukkan bagaimana gambaran
radiologi dari sinus frontal, bersama dengan variasi pelvis, humerus, dan vertebrae lumbal
yang mampu menunjang proses identifikasi.

Studi komparasi dari morfologi sinus frontal yang digunakan di medikolegal berkaitan
dengan pola, volume dan perhitungan yang lebih rumit sudah diperkenalkan. Kirk et al
mengenalkan pendekatan melalui dimensi vertikal dan horisontal dari sinus. Mereka
dikatakan cocok jika pengukuran pembandingnya berkisar antara 5 mm. Di studi
retrospektive lain dari 39 kasus dari Kantor Koroner Ontario, Kirk et al melaporkan
menggunakan kedua pengenalan pola dan analisis metrik untuk identifikasi. Lebih lanjut
mereka melaporkan bahwa usia dewasa, gender dan penyebab kematian tidak
menunjukan efek pada identifikasi menggunakan fitur ini.

Sisa tulang non kranial

Sisa tulang dari tulang non kranium juga menunjukan fitur anatomis yang banyak dan
berguna untuk identifikasi radiografi antemortem didapatkan. Tulang non kranial dapat
lebih tidak dijarah oleh hewan dan faktor post mortem lain. Pola dari trabekular tulang
seperti kontur tulang, anomali, dan radiodensiti dapat menunjukan infromasi yang
berguna untuk identifikasi. Pendekatan tulang no kranial berfokus kepada klavikula,
thorax, tangan dan lengan, lutut dan anomali kaki. Kondisi medis yang tidak normal
penting mengingat mereka dapat dikaitkan dengan radiografi yang menunjukkan tulang
secara anatomis.

Penerapan kepada orang hidup

Meski biasanya antropologi forensik diterapkan pada identifikasi sisa tulang belulang,
teknik yang sama dapat diterapkan kepada isu medikolegal yang bersangkutan dengan
manusia hidup. Fenger et alm melaporkan bahwa evaluasi radiologi dari tulang dapat
digunakan untuk menilasi kasus dari penipuan kompensasi pekerja. Individu di Colorado
dengan kondisi medis yang sudah lama memalukan sakit mereka didapatkan di
lingkungan kerja dan mengklaim asuransi kerja. Menggunakan identitas yang berbeda
mereka melakukan klaim ganda untuk kasus sakit yang sama. Penilaian radiografi
menunjukkan klaim yang ada di perusahaan yang berbeda berasal dari orang yang sama.

12
Pendekatan Kelompok

Meski antropologis seringkali menerapkan kemampuan mereka ke subyek secara


individu, namun identifikasi tetap membutuhkan usaha bersama. Teripisah dari usaha
identifikasi, laporan dan analisis dari antropologis forensik, semua ini digabungkan
dengan analisis dari DNA, sidik jari, restoreasi gigi dan data lain. Idealnya, identifikasi
harusnya memberikan gambaran holistik, proses komprehensi yang membentuk profis
biologis dan bukti yang akurat.

Pengembangan kedepannya

Evaluasi kritis dari progres yang lalu menuinjukkan hal yang bisa dikembangkan
kedepannya. Pengembangan teknologi sangat jelas merepresentasikan potensial untuk
meningkatkan kapabilitas dari identifikasi. Gambaran yang di lakukan oleh CT
menunjukkan lebih banyak detail pada tengkorak daripada gambaran melalui radiografi.
Perkembangan teknologi yang pesat mengenai imaging akan berkontribusi untuk
perubahan yang besar.

Saat ini kita menyaksikan peningkatan pengawasan untuk ilmu forensik di ranah legalitas.
Kritik yang membangun mendorong riset berfokus pada probabilitas, bias, kesalahan
analisis, dan dasar dari penerapan ilmu forensik. Analisa kedepannya dari fitur yang
berkaitan dengan identifikasi harus berkaitan dengan kemungkinan yang dapat dihasilkan.
Mereka yang bersinggungan dengan proses identifikasi harus menghindari adanya bias
yang bisa memengaruhi penilaian. Riset harus berusaha menilai keunikan dari fitur yang
sering ada di identifikasi tulang. Konsep dari kecocokan dan konsistensi mungkin akan
digantikan dengan kemungkinan eror dan penilaian yang lebih tepat.

Pendekatan kelompok yang didiskusikan diatas juga akan sering menjadi cara identifikasi
yang lebih umum. Teknik individual dan analisis statistik menunjukkan kemungkinan
identifikasi seorang individu. Pendekatan kelompok menawarkan potensial untuk
menggabukan kemungkinan yang meningkatkan keakuratan identifikasi.

Keuntungan identifikasi dapat berasal dari pelatihan dan pengalaman dari antropologis
dalam melakukan analisis. Secara international, murid yang terbaik semakin banyak yang
tertarik mengenai antropologi forensik. Minat mengenai ilmu ini akan menunjang
pemeriksaan antropologi forensik dan proses identifikasi kedepannya.

13
TELAAH KRITIS

A. Deskripsi umum
a) Desain : Critical Review
b) Judul : Judul jelas dan menggambarkan inti
c) Penulis : Penulis dan institusi asal ditulis jelas
d) Abstrak : Jelas, sesuai aturan, memuat tujuan, metode, hasil, dan
kesimpulan

B. Analisis PICO
a) Population : Tidak terdapat subjek pada penelitian ini
b) Intervention : Tidak terdapat intervensi
c) Comparison : Tidak ada perbandingan pada penelitian ini.
d) Outcome : Antropologi forensik berperan dalam melakukan identifikasi
positif

C. Analisis Systematic Review (CEBM, 2018)


Appraisal guide Comments In this Paper

A. Are the results of the review valid?


1. What question did Artikel ini membahas tentang apakah
the systematic antropologi forensik berkontribusi dalam Yes

review address? prosses identifikasi


2. Is it unlikely that Tujuan dari artikel ini adalah untuk
important, relevant memberikan pemahaman tentang informasi Yes
studies were apa yang dapat berkontribusi bagi
missed? antropolog forensik untuk penyelidikan

3. Were the criteria Tidak dicantumkan data inklusi dan eksklusi


used to select pada artikel ini No
articles for inclusion
appropriate?

14
4. Were the included Artikel ini mendokumentasikan aplikasi
studies sufficiently penerapan antropologi forensik dalam Unclear
valid for the type of menentukan identifikasi
question asked?
5. Were the results Ya, peneliti menggunakan penelitian-
similar from study to penelitian tentang penerapan antropologi
study? forensik dengan fokus pada superimposisi Yes

craniofacial, perkiraan wajah, variasi sinus


frontal, dan sisa-sisa post cranial
B. What Were the Result?

1. What were the Pemeriksaan antropologi forensik berperan


result? dalam menentukan identifikasi mayat atau
sisa jasad. Dalam kasus tertentu ketika
keterbatasan pemeriksaan seperti DNA, gigi
maka antropologi berperan sangat penting.
Aspek penting yang diperhatikan adalah
bahwa tidak ada individu yang sama. Fitur
badan yang dipelajari salah satunya
superimposisi craniofacial yang dicocokkan
dengan berita orang hilang. Hal ini cocok
dilakukan jika tidak adanya teknologi
penunjang seperti rekonstruksi gigi atau tes
DNA. Fitur lain yang dapat dilakukan
adalah perkiraan wajah menggunakan sisa
tengkorak. Rekonstruksi wajah ini
menggunakan kumpulan data mengenai fitur
wajah. Sinus Frontal juga dapat digunakan
untuk membantu proses identifikasi. Selain
menggunakan fitur wajah, sisa tulang yang
lain dapat juga memberikan info yang
penting. Penerapan antropologi forensik
kepada orang hidup memberikan gambaran
pasti seperti dala kasus penipuan asuransi.

15
Untuk kedepannya perlu dilakukan evaluasi
lebih lanjut mengenai penerapan antropologi
forensik. Evaluasi ini dalam rangka
menangani apabila ada kasus yang
menyinggung legalitas dari sesuatu kasus.

16
JURNAL II

Differentiating Human Versus Non-Human Bone By Exploring The Nutrient


Foramen: Implications For Forensic Anthropology

Vail Johnson, Sophie Beckett, Nicholas Maquez-Grant

Abstrak

Salah satu aturan pada antropologi forensik adalah investigasi medikolegal dalam
mengidentifikasi tulang manusia. Pada beberapa kasus, hanya fragmen kecil tulang yag
mungkin ada. Pada penelitian ini, teknik non-destructive novel disajikan untuk
membedakan tulang panjang pada manusia dan bukan manusia. Teknik ini berdasarkan
makroskopis dan analisis computed tomography (CT) pada foramen nutrien. Foramen
nutricium pada diafisis tulang panjang dilewati oleh arteri nutrien yang menyalurkan
oksigen dan nutrisi ke tulang. Foramen nutricium dan kanal dianalisis pada 6 (enam) os
femur dan os humerus dari manusia, domba (Ovi aries), dan babi (Sus scrofa). Lokasi,
posisi, dan arah foramen nutricium dinilai secara makroskopis. Panjang kanal, sudut
kanal, keliling, dan daerah kanal diukur dari CT images. Analisis makroskopis
membuktikan bahwa foramen nutricium pada os femur lebih proksimal, sedangkan
foramen nutricium pada os humerus letaknya lebih distal. Tulang humerus manusia dan
domba dapat dibedakan secara langsung, namun tulang femur babi dan domba tidak.
Diantara parameter yang diukur pada analisis CT, sudut kanal merupakan parameter yang
dapat membedakan tulang tersebut. Studi ini menunjukkan potensi teknik ini yang
digunakan secara independen atau komplementer dengan metode lain untuk membedakan
antara tulang mausia dan bukan manusia dalam antropologi forensik.

Pendahuluan

Salah satu peran seorang antropolog forensik adalah membantu penyelidikan medikolegal
dalam identifikasi sisa tulang manusia. Analisis fragmen tulang sering diperlukan dalam
bencana massal atau kebakaran. Dalam arkeologi, perbedaan antara tulang manusia dan
bukan manusia menjadi hal penting dalam interpretasi temuan tulang. Hal ini merupakan
sesuatu yang penting pada awal investigasi, sumber daya, waktu, dan uang.

17
Pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, dan kimiawi dapat dilakukan. Perbandingan
anatomi dapat membedakan tulang manusia dan bukan manusia melalui karakteristik
morfologi. Namun pada kenyataannya, tulang ditemukan tidak lengkap, terfragmentasi,
rusak, atau terbakar sehingga penilaian morfologi memiliki keterbatasan. Analisis
histologi merupakan metode yang telah digunakan tetapi dapat merusak tulang sehingga
muncul interpretasi kuantitatif dan kualitatif yang menyimpang. Uji genetik atau kimiawi
dapat membantu identifikasi pada fragmen tulang. Tetapi seringkali jika tulang tersebut
kurang terpelihara, teknik seperti DNA extraction sulit dilakukan dan tidak menunjukkan
hasil yang baik.

Pengunaan X-ray diffraction untuk mengidentifikasi spesies dengan menggunakan


parameter cortical bone bioapatite. Biasanya banyak metode yang digunakan secara
bersamaan, tetapi pada studi ini menunjukan hasil yang bertentangan. Penelitian ini
mengevaluasi pendekatan baru menggunakan foramen nutrien, khususnya dari analisis
CT 3D untuk membedakan antara manusia dan bukan manusia pada tulang humerus dan
femur.

Foramen nutricium dilewati oleh arteri nutrien pada diafisis tulang untuk memasok 70-
80% nutrisi dan oksigen ke dalam rongga meduler. Panjang tulang, kanal, atau foramen
ini ditemukan pada diafisis. Sulkus yang terbentuk oleh arteri ke arah foramen dan kanal
nutrien melalui korteks tulang ke arah rongga meduler. Vena nutrien keluar dari tulang
melalui foraamen yang sama. Sementara itu umumnya sebagian besar tulang panjang
cenderung memiliki satu foramen nutricium dan beberapa lainnya memiliki dua atau lebih
banyak foramen.

Lokasi dan arteri nutrien pada tulang sudah dipelajari bertahun-tahun namun penggunaan
foramen nutricium belum diterapkan pada antropologi forensik dalam membantu
identifikasi spesies atau tulang. Mayoritas penelitian yang diterbitkan mengacu ada
foramen nutricium manusia dan korelasinya secara klinis, seperti perbaikan fraktur dan
membantu ahli bedah dalam prosedur operasi sehingga tidak mengganggu pasokan
vaskular ke tulang. Penelitia telah diutamakan pada lokasi, posisi, dan jumlah foramen
nutricium di tulang panjang. Foramen Index (FI) digunakan oleh peneliti untuk
memberikan indikator lokasi foramen nutrien. FI mewakili jarak foramen nutricium dari
sisi superior tulang sebagai persentase dari panjang tulang. Pada beberapa kasus forensik
telah menggunakan foramen nutricium untuk membedakan jenis kelamin. Namun belum

18
digunakan sebagai fitur untuk membedakan manusia dan bukan manusia. Pemanfaatan
micro-computed tomography dalam penelitian ini memungkinkan penelitian lebih lanjut
non destrruktif pada foramen nutricium dan kanal nutrien.

Bahan dan Metode

Terdapat 36 tulang yang dianalisis, enam tulang femur dan enam tulang humerus dari tiga
spesies yaitu Homo sapiens (manusia), Ovis aries (domba), dan Sus scrofa (babi). Tiga
tulang kiri dan tiga tulang kanan dari setiap spesies. Spesimen manusia dewasa diperoleh
dari koleksi anatomi Universitas Cardiff. Tulang domba dan babi diperoleh dalam kondisi
segar dari tukang daging. Babi dan domba dipilih karena ukurannya relatif mirip dengan
tulang sisa manusia. Setiap tulang diberi dua huruf. Huruf pertama menandakan H
(human), P (pig), dan S (sheep), dan diikuti dengan huruf kedua H (humerus) dan F
(femur). Misalnya HH merujuk pada humerus manusia. Angka antara 1 hingga 6
digunakan untuk membedakan setiap tulang pada setiap kelompok spesies.

Analisis makroskopis

Studi ini berfokus pada foramina nutrien pada diafisis diidentifikasi dengan 24-gauge
hypodermic needle method. Jika lebih dari satu foramen nutricium maka foramen superior
dianggap sebagai foramen satu dan foramen inferior sebagai foramen dua. Secara anatomi
foramen nutricium terletak di anterior atau posterior, dan medial atau lateral. Penilaian
dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam kanal. Arah jarum dapat dianggap
proksimal, distal, atau tegak lurus. Panjang tulang (total length of the bone/TL) untuk
ketiga spesies diukur dengan menggunakan osteometrik dan mengikuti pengukuran
standar antropometrik yag ditentukan untuk tulang manusia. Jarak antara ujung superior
tulang ke foramen nutricium (PE-F) juga diukur. Setiap pengukuran dilakukan tiga
pengulangan kemudian dihitung mean dan standard deviation. Dilakukan dua
perhitungan untuk niai indeks foramen tiap tulang.

Analisis Tomografi Terkomputasi (Computed Tomography/CT)

19
Penelitian ini melakukan analisis tomografi terkomputasi (CT) foramen nutrisi untuk
membedakan tulang manusia dan tulang bukan manusia. Analisis tomografi terkomputasi
(CT) digunakan untuk mengukur panjang kanal, sudut kanal, keliling dan area pintu
masuk foramen berdasarkan gambar CT. Di antara parameter yang diukur dalam analisis
CT, sudut kanal memiliki kekuatan yang berbeda (diskriminatif).

Metode Analisis CT

Data tomografi terkomputasi mikro diperoleh dengan menggunakan pemindai CT mikro


Nikon XTH225 (target tungsten) dan detektor panel datar Varian 2520. Data
dikumpulkan menggunakan 720 proyeksi dan dua frame per proyeksi, paparan 500 ms.
Pengaturan X-ray sebesar 95 kV dan 55 μA. Semua data pemindaian direkonstruksi
secara manual menggunakan perangkat lunak CT Pro 3D (Metris). Pra-set untuk
pengerasan balok dan tingkat pengurangan kebisingan digunakan, masing-masing 3 dan
2. Perangkat lunak VG Studio Max 2.1 (Volume Graphics) digunakan untuk
memvisualisasikan data yang direkonstruksi, mengekstraksi permukaan tulang dan
wilayah yang diinginkan; untuk memvisualisasikan foramen nutrisi dan kanal (Gambar.
1), dan untuk orientasi gambar dalam adegan perangkat lunak. Gambar yang
direkonstruksi (volume) dari sampel pertama dianalisis untuk setiap set tulang
diorientasikan ke posisi. Ini kemudian digunakan sebagai standar untuk mencatat semua
volume lainnya. Menggunakan berbagai bidang pandan dalam perangkat lunak,
pengukuran berikut diambil (Gambar 2 dan 3):

1. Panjang rata-rata saluran nutrisi: Pengukuran panjang dari setiap sisi saluran
nutrisi diambil dan dirata-rata. Baik pintu masuk tulang kortikal dan keluarnya
tulang trabekuler diukur, dari awal dan akhir dari panjang polyline yang
ditentukan sebelumnya. Alat jarak digunakan pada bidang yang sama untuk
mengukur jarak kanal.
2. Rata-rata diameter saluran nutrisi: Rata-rata mewakili panjang hipotetis di tengah
saluran nutrisi. Rata-rata dihitung dari dua diameter yang diambil di pintu masuk
dan keluar foramen.
3. Sudut saluran nutrisi (dari tulang kortikal luar): Sudut saluran nutrisi di tepi tulang
kortikal diukur. Sudut kanal dari tulang kortikal diambil menggunakan alat sudut.
Gambar 2 menunjukkan di mana sudut diambil dari tulang kortikal ke kanal.
Pengukuran ini diambil dari bidang irisan X-Z.

20
4. Lingkaran foramen saat memasuki tulang: Lingkar pintu masuk foramen diukur
(Gambar 3).
5. Area pintu masuk foramen: Area foramen dihitung menggunakan pengukuran
keliling dan luas persamaan elips.

Hasil Analisis CT

Gambar 1. Ekstraksi permukaan foramen dan kanal nutrisi humerus manusia. Bagian atas
permukaan adalah bagian luar tulang, sedangkan permukaan bagian bawah adalah bagian
dalam.

Gambar 2. Alat pengukur sudut menggunakan PF4

21
Gambar. 3 Foramen nutrisi saat memasuki tulang. Ini berasal dari tulang paha babi (PF1)
dan diklasifikasikan dalam bentuk elips.

Analisis CT

Hasil yang disajikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara spesies dan elemen tulang dalam hal parameter foramen nutrisi
kuantitatif, diukur menggunakan data tomografi terkomputasi. Berdasarkan hasil
penelitian ini, pengukuran panjang saluran nutrisi yang lebih besar dari 20 mm akan
memungkinkan identifikasi fragmen sebagai manusia, bahkan jika elemen tulang tidak
dapat dibedakan.

Diterapkan secara terpisah, diameter, keliling dan area pengukuran pintu masuk tidak
akan menjadi pembeda yang berguna untuk spesies atau elemen tulang karena kurangnya
perbedaan yang signifikan secara statistik. Namun, pengukuran sudut kurang dari 20°
akan memungkinkan identifikasi asal manusia dan sudut kurang dari 10° akan
memungkinkan identifikasi humerus, sebagai lawan dari fragmen femoralis, berdasarkan
hasil penelitian ini. Selanjutnya, karena pengukuran sudut terkait dengan arah,
pengukuran sudut yang lebih besar dari 80° akan menjadi indikasi tulang asal babi.
Analisis CT menjadi lebih sering digunakan dalam kasus-kasus forensik, terutama untuk
sisa-sisa yang terfragmentasi, dan dalam banyak kasus, beberapa fragmen dapat dipindai
secara bersamaan. Ini adalah teknik non-destruktif yang dapat digunakan bersama dengan
metode lain dan juga untuk melakukan triase fragmen tulang dengan teknik destruktif dan
dengan teknik mahal seperti analisis DNA. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat
membuktikan menjadi alat yang berharga untuk antropologi forensik di masa depan.

Diskusi

Analisis makroskopis
22
Penelitian ini menunjukkan bahwa foramen nutricium pada manusia konsisten terletak di
permukaan tertentu, dekat dengan landmark anatomi dan temuan ini sesuai dengan
penelitian-penelitian lain sebelumnya. Foramen nutricium dari spesies lain juga secara
konsisten terletak pada permukaan tertentu tetapi jauh dari landmark anatomi. Penelitian
sebelumnya telah merujuk pada aturan arah yang berkaitan dengan perbedaan foramen
nutricium antara elemen-elemen tulang. Aturan menentukan bahwa foramen nutricium
dan saluran (canal) nutricium mereka di ekstremitas atas tulang panjang bergerak secara
distal (menuju sendi siku); sedangkan arah foramen nutricium ekstremitas bawah secara
proksimal (menjauh dari sendi lutut). Penelitian yang disajikan di sini, menemukan
bahwa tulang manusia mematuhi aturan ini sedangkan tulang babi tidak. Dalam kasus
tulang panjang domba, tungkai atas mematuhi aturan tetapi ekstremitas bawah
tidak. Temuan ini menguatkan peneliti-peneliti lain yang menemukan bahwa penentuan
arah yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan untuk sejumlah tetrapoda yang tidak
ditentukan. Lebih khusus lagi, Ahn juga menemukan ketidaksepakatan aturan ini pada
sejumlah spesies anjing. Perbedaan konsisten antara spesies dan elemen tulang dalam
ketentuan lokasi anatomi dan arah yang memungkinkan adanya perbedaan menggunakan
dua fitur ini. Dalam praktiknya, mungkin sulit untuk menentukan lokasi anatomi dan arah
untuk fragmen kecil; namun, pengamatan fitur-fitur ini berhubungan dengan landmark
khusus seperti linea aspera dan ridge supracondylaris medialis di femur dan humerus,
masing-masing, akan memungkinkan untuk konfirmasi asal tulang manusia. Penelitian
lebih lanjut dapat memungkinkan untuk menggunakan tulang humerus babi untuk
dibedakan, berdasarkan pengakuan arah transversal sendiri dan dalam kasus di mana
fragmen tulang kecil yang memiliki foramen nutricium telah diidentifikasi sebagai
manusia dengan cara lain (seperti analisis DNA), arah akan memungkinkan klasifikasi
oleh elemen tulang. Indeks foramen tidak akan sepenuhnya berguna dalam menentukan
spesies atau elemen tulang dalam konteks forensik yang melibatkan tulang
terfragmentasi, sebagai keseluruhan tulang diperlukan untuk perhitungannya. Pengamatan
seluruh tulang yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat digunakan untuk sisa
kerangka yang telah terfragmentasi. Namun, mereka diaktifkan sebagai analisis
makroskopis secara penuh dan telah berkontribusi untuk meningkatkan pengetahuan
tentang foramen nutricium pada umumnya.

23
Analisis CT
Hasil yang ditampilkan dalam penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan signifikan antara spesies dan tulang elemen dalam hal parameter kuantitatif
foramen nutricium, diukur menggunakan data tomografi komputer. Berdasarkan hasil
penelitian ini, pengukuran panjang canal nutricium lebih besar dari 20 mm akan
memungkinkan identifikasi suatu fragmen sebagai manusia, bahkan jika elemen tulang
tidak dapat dibedakan. Diterapkan dalam isolasi, diameter, keliling dan area pengukuran
pintu masuk canal tidak akan berguna perbedaannya untuk salah satu spesies atau elemen
tulang karena kurangnya perbedaan signifikan secara statistik. Namun, pengukuran sudut
kurang dari 20° akan memungkinkan identifikasi manusia dan sudut kurang dari 10° akan
memungkinkan identifikasi dari sebuah humeral, yang berkebalikan dengan fragmen
femoralis, berdasarkan pada hasil penelitian ini. Selanjutnya, pengukuran sudut terkait
dengan arah, pengukuran sudut lebih besar dari 80° akan menjadi indikasi tulang asal
babi. Perbedaan kekuatan pengukuran panjang canal dan sudut berpotensi ditingkatkan
melalui penggunaan kedua parameter dalam penilaian gabungan. Analisis CT menjadi
lebih sering digunakan dalam kasus forensik, terutama untuk sisa-sisa kerangka yang
terfragmentasi, dan dalam banyak hal kasus, beberapa fragmen dapat dipindai secara
bersamaan. Analisis CT merupakan sebuah teknik non-destruktif yang dapat digunakan
bersamaan metode lain dan juga untuk triase fragmen tulang di depan teknik yang
merusak dan mahal seperti analisis DNA. Oleh karena itu, hasil penelitian ini mungkin
terbukti bahwa alat ini berharga untuk antropologi forensik di masa depan.

Kesimpulan
Makalah ini adalah penelitian pertama dari jenisnya dan telah mengidentifikasi
pendekatan baru untuk penggunaan foramen nutricium dalam antropologi forensik. Para
penulis mengakui bahwa pencarian lebih lanjut diperlukan untuk menggabungkan hasil
yang disajikan dalam penelitian pendahuluan ini. Karena ketersediaan spesimen dan
kendala waktu, tidak mungkin mengurangi beberapa faktor seperti ukuran sampel dan
perbandingan semua sisa-sisa kerangka manusia dewasa. Oleh karena itu, penelitian
selanjutnya harus mempertimbangkan; jangkauan spesies yang lebih luas, ukuran sampel
yang lebih besar, baik dewasa maupun sisa-sisa kerangka remaja masing-masing spesies,
tulang segar dan kering, berbagai jenis foramina seperti foramen nutricium sekunder atau
foramen metafisis, patologis dan efek diagenetik. Parameter dengan rata-rata standar
deviasi yang besar untuk pengukuran berulang seperti sudut seharusnya ditinjau ulang
24
dengan tujuan meningkatkan pengulangan dalam metode akuisisi pengukuran. Namun
demikian telah jelas ditunjukkan disini bahwa foramen nutricium dapat digunakan untuk
membedakan antara tulang manusia dan bukan tulang manusia. Diusulkan bahwa
perbedaan antara, misalnya, tulang segar dan kering akan memiliki efek yang dapat
diabaikan pada parameter yang diukur dan hasil penelitian ini akan valid sehubungan
dengan pekerjaan lebih lanjut. Sesungguhnya, metode praktis dan non-destruktif ini
sangat berpotensi besar dan bernilai yang dapat membantu dalam kasus forensik dimana
ada sisa-sisa kerangka fragmentaris. Pekerjaan yang lebih jauh juga akan berkontribusi
pada pengetahuan foramen nutricium manusia untuk aplikasi medis.

25
TELAAH KRITIS

B. Deskripsi umum
a) Desain : Cross-sectional design
b) Judul : Judul jelas dan menggambarkan inti
c) Penulis : Penulis dan institusi asal ditulis jelas
d) Abstrak : Jelas, sesuai aturan, memuat tujuan, metode, hasil, dan
kesimpulan

D. Analisis PICO
e) Population : Subjek pada penelitian ini 36 tulang yang terdiri dari tulang femur
dan tulang humerus dari Homo sapiens (manusia), Ovis aries (domba), dan Sus
scrofa (babi).
f) Intervention : Analisis makroskopis dan analisis CT
g) Comparison : Membandingkan lokasi, posisi, dan arah foramen nutricium serta
panjang kanal, sudut kanal, dan keliling kanal pada tulang dari Homo sapiens
(manusia), Ovis aries (domba), dan Sus scrofa (babi).
h) Outcome : Foramen nutricium dapat digunakan untuk membedakan antara
tulang manusia dan bukan tulang manusia sehingga berpotensi dalam
antropologi forensik.
E. Analisis Cross Sectional (CEBM, 2014)

No Appraisal Guide Comments In this


paper
1. Did te study address a Ya, penelitian ini fokus Yes
clearly focused/issue? membahas foramen nutricium
untuk membedakan tulang
manusia dan bukan manusia.
2. Is the research method Ya, desain penelitian yang Yes
(study design) appropriate digunakan telah sesuai untuk
for answering the research menjawab rumusan masalah.
questions?

26
3. Is the method of selection of Tidak, metode dalam No
the subjects (employees, penentuan subjek tidak
teams, divisions, dijelaskan dalam jurnal
organizations) clearly tersebut.
described?
4. Could the ways the sample Tidak, sampel diperoleh dari No
was obtained introduce tempat dan waktu yang sama
(selection) bias? sehingga memperkecil
peluang adanya bias.
5. Was the sample of subjects Ya, subjek dapat Yes
representative with regard to menginterpretasikan populasi
the population tho which the secara umum.
findings will be reffered?
6. Was the sample size based Ya, besar sampel sesuai Yes
on pre-study considerations dengan perhitungan pre-
of statistical power? study.
7. Are the measuements Ya, pengukuran valid dan Yes
(questionnares) likely to be reliable karena menggunakan
valid and reliable? data kuantitatif.
8. Can the results be applied to Ya, dapat diterapkan pada Yes
your organization? praktik lapangan.

27
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Antropologi forensik

Ilmu Antropologi Forensik adalah bidang studi yang berkaitan dengan


analisis sisa rangka manusia dalam aspek hukum dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang rangka manusia yang
diperiksa. Pembahasan mengenai ilmu Antropologi forensik mencakup area
(wilayah) Antropologi Forensik itu sendiri, batasan Antropologi Forensik, Bidang
Keilmuan dalam Antropologi Forensik, serta metode-metode yang digunakan
dalam Antropologi Forensik. (Puspitasari, 2010)
Antropologi forensik meliputi penggalian arkeologis; pemeriksaan rambut,
serangga, plant materials dan jejak kaki; penentuan waktu kematian; facial
reproduction; photographic superimposition; detection of anatomical variants;
dan analisa mengenai cedera masa lalu dan penanganan medis. Namun, pada
pelaksanaannya forensik antropologi terutama untuk menentukan identitas jasad
berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan tinggi badan, jenis kelamin,
perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras. (Wibowo, 2009)

Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya


tubuh dan metros artinya ukuran. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. (Ratna, 2005; Alfikri, 2010)
Penggunaan antropometri dalam bidang ilmu kedokteran forensik pada tahun
1883 ketika Alphonse Bertillon, pakar polisi Perancis menciptakan sistem
identifikasi pidana berdasarkan antropometri. Antropometri forensik adalah
spesialisasi ilmiah yang berasal dari disiplin ilmu antropologi forensik dengan

28
identifikasi manusia dengan bantuan teknik metrik. Tujuannya untuk memperkirakan
saat kematian, jenis kelamin, tinggi badan, ras, dan berat badan. Antropometri dibagi
menjadi somatometri dan osteometri : (Krishan, 2007)
1) Somatometri

Somatometri adalah pengukuran manusia hidup dan mayat termasuk kepala


dan wajah. Somatometri berguna dalam perkiraan usia dari segmen tubuh yang
berbeda dalam individu. (Krishan, 2007)
2) Osteometri

Osteometri mencakup kerangka dan bagian-bagiannya yaitu pengukuran


tulang, termasuk tengkorak. Teknik ini telah berhasil digunakan dalam
memperkirakan tinggi badan, usia, jenis kelamin, dan ras dalam ilmu forensik dan
hukum. (Krishan, 2007)
a) Penentuan Tinggi Badan

Pada masa yang lalu, para ilmuwan telah menggunakan setiap tulang
kerangka manusia dari femur sampai metakarpal dalam menentukan tinggi badan.
Para ilmuwan telah mendapat kesimpulan bahwa tinggi badan dapat ditentukan
bahkan dengan tulang yang kecil, meskipun mereka mendapati sebuah kesalahan
kecil dari perkiraan dalam penelitian mereka. (Krishan, 2007)
Berbagai penelitian yang dilakukan pada penentuan tinggi badan
menunjukkan bahwa setiap bagian kerangka telah digunakan sebagai estimasi.
Salah satu penelitian yang dikenal adalah penentuan tinggi badan yang dilakukan
Trotter & Gleser. Selain itu juga masih terdapat beberapa penelitian mengenai
penentuan tinggi badan dengan pengukuran tulang. (Krishan, 2007)
b) Penentuan Jenis Kelamin

Penentuan jenis kelamin merupakan salah satu penentuan termudah dari


kerangka jika kerangka masih dalam kondisi baik. Tulang yang sering digunakan
adalah tulang pelvis dan tengkorak. (Krishan, 2007)

c) Penentuan Ras

Penentuan ras lebih rumit dibanding yang lain, meskipun beberapa studi
statistik multivariat pengukuran spesifik tulang tengkorak dan beberapa tulang
panjang sudah dilakukan. (Krishan, 2007)

29
B. Identifikasi

Identifikasi adalah metode membedakan individu dengan individu lainnya


berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya untuk dibedakan dengan individu lain.
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal
sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan
identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya
kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah


tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan
masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal,
serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga
berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau
diragukan orangtuanya. Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua
metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).

C. Identifikasi kerangka

Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka


tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan,
ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi
wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan
dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang.
Pada saat petugas kepolisian membawa tulang untuk dilakukan pemeriksaan
medis, hal-hal yang biasanya dipertanyakan pihak kepolisian kepada petugas medis
antara lain:
1. Apakah tulang tersebut adalah tulang manusia atau bukan.
2. Jika ternyata tulang manusia, tulang dari laki-laki atau wanita.
3. Apakah tulang-tulang tersebut merupakan tulamg dari satu individu atau beberapa
individu.
4. Umur dari pemilik tulang tersebut.
5. Waktu kematian.

30
6. Apakah tulang-tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit oleh binatang.
7. Kemungkinan penyebab kematian.

1. Membedakan Tulang Manusia Dan Tulang Hewan


Pengetahuan mengenai anatomi manusia, berperan penting untuk
membedakannya. Jika tulang yang dikirim utuh atau terdapat tulang skeletal akan
sangat mudah untuk membedakannya, tetapi akan menjadi sangat sulit bila hanya
fragmen kecil yang dikirim tanpa adanya penampakan yang khas. Kesalahan
penafsiran dapat timbul bila hanya sepotong tulan saja, dalamhal ini perlu dilakukan
pemeriksaan serologik (reaksi presipitin) dan histologik (jumlah dan diameter kanal-
kanal Havers).

Tes presipitin
Tes presipitin yang dikonduksi dengan serum anti human dan ekstrak dari fragmen
juga dapat dapat digunakan untuk mnegetahui apakah tulang tersebut tulang
manusia. Tulang manusia dan binatang juga dapat dibedakan melalui analisa kimia
debu tulang.
Tes presipitin merupakan uji spesifik untuk menentukan spesies dengan cara terlebih
dahulu harus dibuat serum anti manusia. Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi
antara antigen (bercak darah) dengan antibodi (antiserum) yang dapat merupakan
reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.
Cara pemeriksaan:
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah
ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur
ruangan kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan antibodi akan mulai
berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan.
Hasil pemeriksaan:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau presipitat pada bagian antara dua larutan.
Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan muncul reaksi
apapun.
2. Penentuan tulang dari satu individu atau beberapa individu
Tulang-tulang yang dikirim untuk dilakukan pemeriksaan harus dipisahkan
berdasarkan sisi asalnya, dan selanjutnya dilakukan pencatatan jika terdapat tulang

31
yang berlebih dari yang sebenarnya , atau terdapat jenis tulang yang sama dari sisi
yang sama.
3. Jenis kelamin
Penentuan jenis kelamin dari kerangka manusia dapat ditentukan dengan melihat
morfologi dan ukuran dari kerangka. Bagian tulang yang penting untuk menentukan
jenis kelamin adalah pelvis dan tengkorak karena dapat memberikan hasil yang lebih
akurat. Selain itu dapat pula ditentukan menggunakan tulang lainnya seperti scapula,
klavikula, humerus, ulna, radius, sternum, femur, tibia dan kalkaneus.
a. Identifikasi jenis kelamin dari tulang panggul
Ada beberapa tulang yang dapat dianalisis untuk menentukan jenis kelamin, salah
satunya adalah kerangka pelvis. Wanita umumnya mempunyai tulang pubis yang
lebih lebar dari laki-laki untuk memungkinkan kepala bayi untuk lewat pada saat
proses kelahiran. Ukuran sudut subpubis lebih dari 90 derajat, sedangkan pada
laki-laki <90. Panggul pada wanita lebih lebar, khususnya tulang kemaluan (os
pubis) dan tulang usus (os oschii), sudut pada insisura ischiadika mayor lebih
terbuka, foramen oburatorium mendekati bentuk segitiga. Sangat diagnostik
adalah Arc compose. Di samping itu pada wanita terdapat lengkung pada bagian
ventral tulang kemaluan, yang tidak kentara pada pria. Bagian subpubica dari
ramus ischio-pubicus cekung pada wanita, sedangkan pada pria tulang ini
cembung. Dilihat dari sisi ventral, pada wanita bagian yang sama agak tajam,
pada pria lebih membulat.

Gambar 1. Perbedaan tulang panggul pada wanita dan laki-laki

32
Pada panggul, indeks isio-pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi panjang
isium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan.
- Nilai laki-laki sekitar 83,6
- Nilai wanita sekitar 99,5
Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks cotulo-
isiadikum, ukuran pintu atas, tengah dan bawah panggul serta morfologi
deskriptif seperti:
- Insisura isiadikum mayor yang sempit dan dalam pada laki-laki.
- Sulkus preaurikularis yang menonjol pada wanita
- Arkus sub-pubis dan krista iliaka
Gambar 2. Perbedaan bentuk pintu atas panggul pada wanita dan laki-laki

Perbedaan pelvis pada laki-laki dan wanita dapat dilihat pada tabel 1. Penggunaan
kerangka pelvis untuk menentukan jenis kelamin memiliki akurasi 95%. Namun,
analisis pada tulang panggul ini tidak dapat menjadi indikator yang berguna pada
anak pra pubertas. Dimorfism antara kedua jenis kelamin susah dibedakan pada
anak pra pubertas.

Tabel 1. Identifikasi jenis kelamin dari tulang panggul


Bob Hyperfemi Hipermaskul
Feminin Netral Maskulin
Ciri ot nin in
-1 0 +1
W -2 +2
Sulcus 3 Mendalam, Lebih Hanya Hampir tak Tidak ada
Praeauricular Batasnya dangkal, bekas kentara
is jelas tapi jelas

33
3 Bentuk U Sempit,jelas
Incisura Sangat Terbuka Bentuk bentuk U
ischiadica terbuka bentuk V peralihan
mayor 2 bentuk V 45-60 <45
90-100 60-100
Angulus 2 >100 Ciri Tinggi,semp
suppubicus Ciri feminin Bentuk maskulin it,relief otot
Os Coxae Rendah,leb kurang jelas peralihan kurang jelas sangat
ar, sayap kentara
luas, relief
2 otot kurang
jelas Dua Dua Satu Satu
Arc 2 lengkung lengkung lengkung lengkung
Compose Dua
2 lengkung Segi tiga Bentuk Oval Oval dengan
Foramen tidak jelas sudut
obturatorium Segi tiga Sempit Sedang Lebar Bulat
Corpus ossis sudut
Ischii runcing
1 Sangat
sempit,tub
er Bentuk S- Sedang Jelas Sangat lebar
Crista illiaca ischiadicus nya dangkal berbentuk S dengan tuber
1 kurang ischidikus
jelas sangat kuat
Rendah dan Tinggi dan Tinggi dan Sangat jelas
Fossa illiaca 1 Bentuk S- lebar lebarnya sempit berbentuk S
nya sangat sedang
dangkal Lebar Sedang Sempit Sangat
Pelvis major 1 tinggi dan
sempit
Sangat Lebar, oval Lebarnya Sempit
Pelvis minor rendah dan sedang, berbentuk Sangat

34
lebar bulat harten sempit
berbentuk
Sangat harten
lebar

Sangat
lebar oval

b. Identifikasi Jenis Kelamin dari Tulang Tengkorak


Dimorfism pada tulang tengkorak dapat digunakan untuk membedakan jenis
kelamin. Terdapat beberapa perbedaan tulang tengkorak pria dan winta terlihat
pada tabel berikut.
Tengkorak pria lebih besar, lebih berat dan tulangnya lebih tebal. Seluruh relief
tengkorak (benjolan,tonjolan dsb.) lebih jelas pada pria.
Tulang dahi dipandang dari norma lateralis kelihatan lebih miring pada pria, pada
wanita hampir tegak lurus; benjolan dahi (tubera frontalla) lebih kentara pada
wanita, pada pria agak menghilang. Arci supercilliaris lebih kuat pada laki-laki;
sering hampir tidak kentara pada wanita. Pinggir lekuk mata (orbita) agak
tajam/tipis pada wanita dan tumpul/tebal pada pria. Bentuk orbita pada pria lebih
bersegi empat (menyerupai layar TV dengan sudut tumpul), pada wanita lebih
oval membulat.
Prossesus mastoideus besar dan takiknya (incisura mastoidea) lebih mendalam
pada pria. Perbedaan tengkorak laki-laki dan wanita dapat dilihat pada tabel 2.

Gambar 3. Perbedaan tengkorak wanita dan laki-laki

35
Tabel 2. Identifikasi jenis kelamin dari tengkorak kepala

No Tanda Pria Wanita


1 Ukuran, volume Besar Kecil
endokranial
2 Arsitektur Kasar Halus
3 Tonjolan supraorbital Sedang-besar Kecil-sedang
4 Prosesus mastoideus Sedang-besar Kecil-sedang
5 Daerah oksipital, Tidak jelas Jelas/menonjol
linea muskulares dan
protuberensia
6 Eminensia frontalis Kecil Besar
7 Eminensia partetalis Kecil Besar
8 Orbita Persegi, rendah relatif kecil Bundar, tinggi relatif besar
tepi tumpul tepi tajam
9 Dahi Curam kurang membundar Membundar, penuh,
infantil
10 Tulang pipi Berat, arkus lebih ke lateral Ringan, lebih memusat
11 Mandibula Besar, simfisisnya tinggi, Kecil, dengan ukuran
ramus asendingnya lebar korpus dan ramus lebih
kecil
12 Palatum Besar dan lebar, cenderung Kecil, cenderung seperti
seperti huruf U parabola
13 Kondilus oksipitalis Besar Kecil
14 Gigi geligi Besar, M1 bawah sering 5 Kecil, molar biasanya 4
kuspid kuspid

36
Sudut yang terbentuk oleh rasmus dan corpus mandibulae lebih kecil pada pria
(mendekati 90º). Benjol dagu (protuberia mentalis) lebih jelas/besar pada pria.
Processus coronoideus lebih besar/panjang pada pria.
Tabel 3. Identifikasi jenis kelamin dari mandibula

No Yang membedakan Laki – laki Perempuan


1 Ukuran Lebih besar Lebih kecil
2 Sudut anatomis Everted Inverted
3 Dagu Berbentuk persegi empat Agak bulat
4 Bentuk tulang Berbentuk seperti huruf Berbentuk seperti huruf
5 Mental tubercle “V” Besar dan menonjol “U”
6 Myelohyoid line Menonjol dan dalam Tidak signifikan
7 Tinggi pada Lebih Kurang menonjol dan
simphisis mentii dangkal
8 Ramus ascending Lebih lebar Kurang
9 Condylar facet Lebih besar
10 Berat dan Lebih berat,permukaannya Lebih sempit
permukaan kasar dengan tempat Lebih kecil
perlengketan otot yang Lebih ringan dengan
11 menonjol permukaan yang halus
Gigi Lebih besar
Lebih kecil

c. Identifikasi jenis kelamin dari tulang femur


Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan dengan
tulang wanita dengan perbandingan 100:90.
Pada tulang-tulang femur, humerus dan ulna terdapat beberapa ciri khas yang
menunjukkan jenis kelamin seperti ukuran kaput dan kondilus, sudut antara kaput
femoris terdapat batangnya yang lebih kecil pada laki-laki, perforasi fosa olekrani
menunjukkan jenis wanita, serta adanya belahan pada sigmoid notch pada laki-
laki.

37
Tabel 4. Identifikasi jenis kelamin dari tulang femur
No Yang membedakan Laki – laki Perempuan
1 Caput Permukaan persendian Lebih Permukaan
dari 2/3 dari bulatan persendian kurang
dari 2/3 dari bulatan
2 Collum dan corpus Membentuk sudut lancip Membentuk sudut
3 Kecenderungan corpus Kurang tumpul
bagian bawah ke arah Lebih
4 dalam Sekitar 4 – 5 cm
5 Diameter vertikal caput Sekitar 45 cm Sekitar 4.15 cm
6 Panjang oblik trochanter Sekitar 14 cm Sekitar39 cm
7 Garis popliteal Sekitar 7 – 5 cm Sekitar 10 cm
8 Lebar bicondylar Berat,permukaan kasar Sekitar 7 cm
Ciri – ciri umum dengan tempat perlekatan otot Ringan dengan
yang nonjol permukaan yang
halus

Gambar 3. Perbedaan tulang femur pada wanita dan laki-laki

d. Identifikasi Jenis kelamin dari tulang-tulang lainnya


Jumlah beberapa ukuran pada tulang dada seperti panjang sternum tanpa xyphoid,
lebar sternum pada segmen I dan II, tebal minimum manubrium dan korpus
sternum segmen I dapat untuk menentukan jenis kelamin.

38
4. Umur
Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang, namun perkiraan
umur seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sakroiliac
joint, cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi
memberikan informasi yang mendekati perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia,
bagian yang berbeda dari rangka lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia
pada range usia yang berbeda. Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan
anak kecil, usia kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.
Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan epifisis tulang
sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan foto radiologis atau dengan
melakukan pemeriksaan langsung terhadap pusat penulangan pada tulang.
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak guna
perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode, namun
pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak akurat dan hanya
dipakai dalam lingkup dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-
45 tahun) saja.

Umur dalam tiga tahapan :


1. Bayi baru dilahirkan
Neonatus, bayi yg belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk menentukan usianya
karena pengaruh proses pengembangan yang berbeda pada masing-masing individu.
Bayi dan anak kecil biasanya telah memiliki gigi. Pembentukan gigi sering kali
digunakan untuk memperkirakan usia. Gigi permanen mulai terbentuk saat
kelahiran, dengan demikian pembentukan dari gigi permanen merupakan indikator
yang baik untuk menentukan usia. Beberapa proses penulangan mulai terbentuk
pada usia ini, ini berarti bagian-bagian yang lunak dari tulang mulai menjadi keras.
Namun, ini bukan faktor penentuan yg baik. Pengukuran tinggi badan diukur :
 Streeter : tinggi badan dari puncak kepala sampai tulang ekor
 Haase : tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai tumit
Umur Panjang Umur Panjang
1 bulan 1 cm 6 bulan 30 cm

39
2 bulan 4 cm 7 bulan 35 cm
3 bulan 9 cm 8 bulan 40 cm
4 bulan 16 cm 9 bulan 45 cm
5 bulan 25 cm 10 bulan 50 m

2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun


Masa kanak-kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai tumbuh. Semakin
banyak tulang yang mulai mengeras. Masa remaja menunjukkan pertumbuhan tulang
panjang dan penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini merupakan teknik yang
berguna dalam penentuan usia. Masing-massing epifisis akan menyatu pada diafisis
pada usia-usia tertentu. Dewasa muda dan dewasa tua mempunyai metode-metode
yang berbeda dalam penentuan usia; penutupan sutura cranium; morfologi dari ujung
iga, permukaan aurikula dan simfisis pubis; struktur mikro dari tulang dan gigi.
 Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17 – 25 tahun.
 Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.
 Unifikasi dimulai umur 18 – 25 tahun.
 Unifikasi lengkap 25 – 30 tahun, usia lebih dari 31 tahun sudah lengkap
 Tulang belakang sebelum 30 tahun menunjukkan alur yang dalam dan radier pada
permukaan atas dan bawah.
3. Dewasa > 30 tahun
Sutura kranium (persendian non-moveable pada kepala) perlahan-perlahan menyatu.
Walaupun ini sudah diketahui sejak lama, namun hubungan penyatuan sutura
dengan penentuan umur kurang valid. Morfologi pada ujung iga berubah sesuai
dengan umur. Iga berhubungan dengan sternum melalui tulang rawan. Ujung iga
saat mulai terbentuk tulang rawan awalnya berbentuk datar, namun selama proses
penuaan ujung iga mulai menjadi kasar dan tulang rawan menjadi berbintik-bintik.
Iregularitas dari ujung iga mulai ditemukan saat usia menua.

40
Gambar 4. Perkembangan Tengkorak Berdasar Umur

Pemeriksaan tengkorak :
 Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna mendahului eksterna
 Sutura sagitalis, koronarius dan sutura lambdoideus mulai menutup umur 20 – 30
tahun
 Sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25 – 35 tahun tetapi dapat tetap terbuka
sebagian pada umur 60 tahun.
 Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai umur 70 tahun.

Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 18 tahun
hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan
Stewart. Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang
masing-masing diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan umur berdasarkan
sebuah tabel.Schranz mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna
penentuan umur.
Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang belakang
mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur.Nemeskeri,
Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial,
relief permukan simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimal/epifise
femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55 tahun.
Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan
gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi
campuran 6-12 tahun).Selain itu dapat juga digunakan metode Gustafson yang
memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi, pembentukan dentin sekunder,
semen sekunder, transparasi dentin dan penyempitan/penutupan foramen apikalis.

41
Tabel 5. Usia berdasarkan erupsi gigi
Erupsi gigi susu Erupsi gigi tetap
6 -8 bln --- I 1bawah 6 thn ----- M1
8 bln --- I 1 atas 7 thn ----- I 1
8 - 10 bln --- I 2 atas 8 thn ----- I 2
10 - 12 bln --- I 2 bwh 9 thn ---- PM 1
12 - 14 bln --- M 1 10 thn --- PM 2
18 - 20 bln --- C 11-12 thn -- C
22 - 24 bln --- M 2 12 - 14 thn -- M 2
21 - keatas --- M 3

Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk membedakan
usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat membantu untuk membatasi
korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas korban.
Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi melalui
pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik daripada pemeriksaan
antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali pada
minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 – 16 minggu dan berlanjut
setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress metabolik yang
mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis
tipis yang memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal
line ini akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika
ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah
pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya secara
kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di
atas neonatal line. Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan kalsium,
dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua
yang menjadi lengkap pada usia 14 – 16 tahun. Ini bukan referensi standar yang
dapat digunakan untuk menentukan umur, penentuan secara klinis dan radiografi
juga dapat digunakan untuk penentuan perkembangan gigi.

42
Gambar 5. X-ray gigi pada anak - anak

Gambar diatas memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada anak-anak.


a) Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan perkembangan pada
usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar gigi molar atau gigi 6 tapi
belum tumbuh secara utuh).
b) Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler pada gambar
(b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan gigi molar tiga
yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi
dan perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat dan hal
seperti ini dapat digunakan untuk aplikasi forensik.
5. Ras
Variasi geografi dari rangka manusia digunakan untuk mengidentifikasi ras manusia
atau silsilah seorang individu. Para ahli antropologi forensik membagi ras ke dalam 3
ras yaitu: Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid.
Dibandingkan dengan perhitungan jenis kelamin, usia dan tinggi badan, penentuan ras
lebih sulit, kurang tepat dan kurang dapat dipercaya, karena tidak ada tanda di rangka.
Rangka digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan ras yang bersifat nonmetrik,
yang didokumentasikan melalui metode antrostopik yang sedikit bersifat subjektif dan
bervariasi antara satu peneliti dengan peneliti lain. Bagaimanapun perkiraan ras
merupakan sebuah cara dalam bidang identifikasi forensik sebagaimana dengan

43
penentuan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan yang sangat mempengaruhi ras dari
masing-masing individu.
Rangka yang digunakan sebagai penentu dari ras sangat difokuskan pada ciri
tengkorak dan gigi geligi. Penentu ras dari tengkorak merupakan ciri-ciri metric dan
non-metrik, termasuk panjang dan lebar bentuk tengkorak, kekuatan tengkorak,
bentuk tengkorak dan secara unik spesifik pada bentuk gigi. Beberapa perbedaan yang
ditemukan pada masing-masing ras seperti pada gigi seri, pada ras mongoloid dan
negroid berbentuk sekop sementara pada ras kaukasoid tidak. Selain gigi seri juga
terdapat perbedaan pada bentuk tulang pipi, pada kaukasoid tulang pipi kurang lebar,
negroid lebar datar dan mongoloid terletak di antaranya. Perbedaan morfologi ras
mongoloid, negroid dan kaukasoid dapat dilihat pada tabel 6.
Gambar 6. Ras Kaukasoid Gambar 7. Ras Negroid

Gambar 8. Ras Mongoloid

44
Tabel 6. Karakter tulang pada masing-masing ras

No Karakter Kaukasoid Negroid Mongoloid


1 Indeks 75-80, <75, Dolikokranial >80,
kranial Mesokranial Brakikranial
2 Kontur Melengkung Depresi+cekung ke Melengkung
Sagital dalam
3 Keeling of (-) (-) (+)
skull
4 Total Indeks >90, makin >85, makin lebar 85-90, Rata-
Facial sempit rata
5 Profil Wajah Lurus Menonjol/ prognatik Intermediate
Orthognatik
6 Profil Spina Runcing Sedikit runcing Membulat
Nasal menonjol
7 Korda Panjang Panjang Pendek
Basalis
8 Sutura Simple Simple Kompleks
Palatina
9 Sutura (+) (-) (-)
Metopik
10 Worman (-) (-) (+)
bones
11 Bentuk Sudut miring Persegi Bulat tidak
orbita miring
12 Batas Menjauh Menjauh Mendekat
terbawah
mata
13 Indeks nasal <48, >53, Platyyhinik 48-53,
Lepthorhinik (lebar) Meshorinik
(sempit) (intermediate)
14 Bentuk Tear shaped (air Bulat lebar Oval
kavitas nasal mata)

45
15 Tulang nasal “tower-shaped” “Quonset hut shaped” “tented”
(berbentuk (berbentuk kubah (bentuk
menara), sempit metal/baja), lebar dan tented), sempit
dan parallel dari meluas dari anterior, dan meluas
anterior, agak tidak melengkung dari anterior,
melengkung dalam profilnya melengkung
dalam profilnya dalam
profilnya
16 Pertumbuhan (-) (-) (+)
yang
berlebih di
pangkal
hidung
17 Nasal sill (+) (-) (-)
18 Spina nasalis Besar dan kecil kecil
inferior cenderung tajam
19 Arkus Sempit dan agak Sedang sampai besar Menonjol
zygomatikus mundur ke dan agak mundur ke
belakang belakang
20 Meatus membulat Membulat Oval
acusticus
externus
21 Bentuk Triangular Rectangular Parabola atau
palatum berbentuk
ladam/sepatu
kuda
22 Sutura Irregular (tidak Irregular Lurus
palatine teratur)
23 Oklusi Sedikit overbite Sedikit overbite Edge to edge/
sama rata
24 Insisivus Blade shaped Blade shaped Shovel shaped
sentralis (berbentuk (berbentuk seperti (berbentuk
seperti mata mata pisau) seperti kapak)

46
pisau)
25 Bentuk Terjepit pada Miring pada bagian Lebar dan
ramus bagian belakang vertikal
mandibula pertengahan
ascending
26 Proyeksi Tidak menonjol Menonjol Tidak
ramus menonjol
mandibula
ascending
27 Sudut genital Sedikit melebar Tidak melebar Sedikit
melebar
28 Profil dagu Lebih kemuka Membulat Sedikit
dan menonjol menonjol

6. Tinggi Badan
Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, menggunakan
rumus yang dibuat banyak ahli.
a. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa):
- Tinggi badan = 897 + 1,74 y (femur kanan)
- Tinggi badan = 822 + 1,90 y (femur kiri)
- Tinggi badan = 879 + 2,12 y (tibia kanan)
- Tinggi badan = 847 + 2,22 y (tibia kiri)
- Tinggi badan = 867 + 2,19 y (fibula kanan)
- Tinggi badan = 883 + 2,14 y (fibula kiri)
- Tinggi badan = 847 + 2,60 y (humerus kanan)
- Tinggi badan = 805 + 2,74 y (humerus kiri)
- Tinggi badan = 842 + 3,45 y (radius kanan)
- Tinggi badan = 862 + 3,40 y (radius kiri)
- Tinggi badan = 819 + 3,15 y (ulna kanan)
- Tinggi badan = 847 + 3,06 y (ulna kiri)
b. Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid:
- 1,22 (fem + fib) + 70,24 (± 3,18 cm)
- 1,22 (fem + tib) + 70,37 (± 3,24 cm)

47
- 2,40 (fib) + 80,56 (± 3,24 cm)
- 2,39 (tib) + 81,45 (± 3,27 cm)
- 2,15 (fem) + 72,57 (± 3,80 cm)
- 1,68 (hum + ulna) + 71,18 (± 4,14 cm)
- 1,67 (hum + rad) + 74,83 (± 3,24 cm)
- 2,68 (hum) + 83,19 (± 4,25 cm)
- 3,54 (rad) + 82,00 (± 4,60 cm)
- 3,48 (ulna) + 77,45 (± 3,66 cm)
Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk populasi
dewasa muda di Indonesia:
Pria: TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (± 4,2961 cm)

TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) (± 4,3572 cm)

TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (± 4,6186 cm)

Wanita: TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) (± 4,8684 cm)

TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) (± 4,9526 cm)

TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (± 5,0226 cm)

Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang
yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan.
Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah
antara laki-laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-
laki : wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang dianjurkan.
(khusus untuk rumus Djaja SA, panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang
yang diukur dari luar tubuh, berikut kulit di luarnya).
Ukuran pada tengkorak, tulang dada dan telapak tangan juga dapat digunakan untuk
menilai tinggi badan.
7. Waktu Kematian
Sulit untuk memperkirakan waktu kematian dari pemeriksaan tulang, meskipun begitu
dugaan-dugaan dapat dibuat dengan memperhatikan adanya fraktur, aroma, dan
kondisi jaringan lunak dan ligamen yang melekat dengan pada tulang tersebut. Pada
kasus-kasus fraktur, perkiraan waktu kematian dapat diperkirakan dalam berbagai
tingkatan ketepatan, dengan pemeriksaan callus setelah dibedah sebelumnya secara

48
longutidunal. Aroma yang dikeluarkan tulang pada beberapa kematian sangat khas
dan menyengat. Harus diingat bahwa anjing, serigala dan pemakan daging lainnya
akan menggunduli tulang tanpa sedikit pun jaringan lunak dan ligamen, meskipun
dalam waktu yang sangat singkat, tetapi aroma yang ditinggalkanya masih merupakan
bukti dan tetap berbeda dari tulang yang telah mengalami penguraian di tanah.
Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat pada tendon
dan ligamen, khususnya di sekitar ujung sendi. Periosteum kelihatan berserat, melekat
erat pada permukaan batang tulang. Tulang rawan mungkin masih ada dijumpai pada
permukaan sendi. Melekatnya sisa jaringan lunak pada tulang adalah berbeda-beda
tergantung kondisi lingkungan, dimana tulang terletak. Mikroba mungkin dengan
cepat merubah seluruh jaringan lunak dan tulang rawan, kadang dalam beberapa hari
atau pun beberapa minggu. Jika mayat dikubur pada tempat atau bangunan yang
tertutup, jaringan yang kering dapat bertahan sampai beberapa tahun. Pada iklim
panas mayat yang terletak pada tempat yang terbuka biasanya menjadi tinggal rangka
pada tahun-tahun pertama, walaupun tendon dan periosteumnya mungkin masih
bertahan sampai lima tahun atau lebih.
Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang seperti :
1. Dari Bau Tulang
Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang dari 5 bulan.
Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5 bulan.
2. Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan kematian kurang dari
7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan diperkirakan kematian lebih
dari 7 bulan.
3. Kekompakan Kepadatan Tulang
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin masih dapat
dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan dan keadaan
permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori, diperkirakan kematian
kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah mempunyai pori-pori yang merata dan rapuh
diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.
Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah. Kondisi
penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka waktu tertentu
misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa tahun bahkan sampai
puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.

49
Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang lebih tua. Tulang-
tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya tulang- tulang panjang seperti
femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen yang hilang akan memudahkan tulang
tersebut untuk dipotong. Korteks sebelah luar seperti pada daerah sekitar rongga
sumsum tulang, pertama sekali akan kehilangan stroma, maka gambaran efek
sandwich akan kelihatan pada sentral lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh.
Hal ini tidak akan terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad,
kecuali jika tulang terpapar cahaya matahari dan elemen lain. Merapuhnya tulang-
tulang yang tua, biasanya kelihatan pertama sekali pada ujung tulang-tulang panjang,
tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti tibia atau trochanter mayor dari tulang
paha. Hal ini sering karena lapisan luar dari tulang pipih lebih tipis pada bagian ujung
tulang dibandingkan dengan di bagian batang, sehingga lebih mudah mendapat
paparan dari luar. Kejadian ini terjadi dalam beberapa puluh tahun jika tulang tidak
terlindung, tetapi jika tulang tersebut terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi
setelah satu abad. Korteks tulang yang sudah berumur, akan terasa kasar dan keropos,
yang benar-benar sudah tua mudah diremukkan ataupun dapat dilobangi dengan kuku
jari.
Jadi banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya tulang, disamping
jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang-tulang yang tebal dan padat seperti
tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai berabad-abad, sementara itu tulang-
tulang yang kecil dan tipis akan hancur lebih cepat. Lempengan tulang tengkorak,
tulang-tulang kaki dan tulang-tulang tangan, jari-jari dan tulang tipis dari wajah akan
membusuk lebih cepat, seperti juga yang dialami tulang-tulang kecil dari janin dan
bayi.
Pemeriksaan Penentuan Umur Tulang
a. Tes Fisika
Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, fluoresensi cahaya ultra violet dapat
menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika batang tulang dipotong
melintang, kemudian diamati ditempat gelap, dibawah cahaya ultra violet, tulang-
tulang yang masih baru akan memancarkan warna perak kebiruan pada tempat
pemotongan. Sementara yang sudah tua, lingkaran bagian luar tidak berfluorosensi
sampai ke bagian tengah.
Dengan pengamatan yang baik akan terlihat bahwa daerah tersebut akan membentuk
jalan keluar dari rongga sumsum tulang. Jalan ini kemudian pecah dan bahkan lenyap,

50
maka semua permukaan pemotongan menjadi tidak berfluoresensi. Waktu untuk
terjadinya proses ini berubah-ubah, tetapi diperkirakan efek fluoresensi ultra violet
akan hilang dengan sempurna kira-kira 100 -150 tahun.
Tes Fisika yang lain adalah pengukuran kepadatan dan berat tulang, pemanasan secara
ultra sonik dan pengamatan terhadap sifat-sifat yang timbul akibat pemanasan pada
kondisi tertentu. Semua kriteria ini bergantung pada berkurangnya stroma organik dan
pembentukan dari kalsifikasi tulang seperti pengoroposannya.

Gambar 9. Perbedaan tes fisika tulang pada berbagai umur

Pada gambar 9 tampak (a) Tulang berumur 3 -80 tahun. Kelihatan permukaan
pemotongan tulang meman carkan warna perak kebiruan pada seluruh pemotongan.
(b) Setelah satu abad atau lebih sisa fluoresensi mengerut ke pusat sumsum tulang.
(c) Sebelum fluoresensi menghilang dengan sempurna pada abad berikutnya.
b. Tes Serologi
Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada
pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan
memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung pada
kepekaan dari tehnik yang dilakukan. penggunaan metode cairan peroksida yang
hasilnya positif, diperkirakan lamanya kematian sekitar 100 tahun. Aktifitas serologi
pada tulang akan berakhir dengan cepat pada tulang yang terdapat di daerah berhawa
panas.
Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai campuran
Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif penilaian akan lebih berarti. Jika reaksi positif
menyingkirkan bahwa tulang masih baru. Reaksi positif, diperkirakan umur tulang
saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi ini dapat dipakai pada tulang yang masih
utuh ataupun pada tulang yang telah menjadi serbuk.

51
Aktifitas Immunologik ditentukan dengan metode gel difusion technique
dengan anti human serum. Serbuk tulang yang diolesi dengan amoniak yang
konsentrasinnya rendah, mungkin akan memberi reaksi yang positif dengan serum
anti human seperti reagen coombs, lama kematian kira-kira 5–10 tahun, dan ini
dipengaruhi kondisi lingkungan.
c. Tes Kimia
Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara mengukur
pengurangan jumlah protein dan Nitrogen tulang. Tulang-tulang yang baru
mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen, yang akan berkurang dengan cepat. Jika pada
pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4 % Nitrogen, diperkirakan bahwa lama
kematian tidak lebih dari 100 tahun, tetapi jika tulang mengandung kurang dari 2,4 %,
diperkirakan tidak lebih dari 350 tahun. Penulis lain menyatakan jika nitrogen lebih
besar dari 3,5 gram percentimeter berarti umur tulang saat kematian kurang dari 50
tahun, jika Nitrogen lebih besar dari 2,5 per centimeter berarti umur tulang atau saat
kematian kurang dari 350 tahun.
` Inti protein dapat dianalisa, dengan metode Autoanalisa ataupun dengan
Cromatografi dua dimensi. Tulang segar mengandung kira-kira 15 asam amino,
terutama jika yang diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin dan Alanin adalah
yang terutama. Tetapi Fralin dan Hidroksiprolin merupakan tanda yang spesifik jika
yang diperiksa kolagen tulang. Jika pada pemeriksaan Fralin dan Hidroksiprolin tidak
dijumpai, diperkirakan lamanya kematian sekitar 50 tahun. Bila hanya didapatkan
Fralin dan Hidroksiprolin maka perkiraan umur saat kematian kurang dari 500 tahun.
Asam amino yang lain akan lenyap setelah beratus tahun, sehingga jika diamati
tulang-tulang dari jaman purbakala akan hanya mengandung 4 atau 5 asam amino
saja. Sementara itu ditemukan bahwa Glisin akan tetap bertahan sampai masa 1000
tahun. Bila umur saat kematian kurang dari 70 -100 tahun, akan didapatkan 7 jenis
asam amino atau lebih.
8. Rekonstruksi Wajah
Penggunaan rekonstruksi wajah forensik telah membantu mengidentifikasi mayat
yang ditemukan dalam keadaan dekomposisi. Dengan merekonstruksi wajah, dengan
menggunakan komputer, peneliti forensik dapat menggunakan struktur tulang untuk
menambah mata, rambut dan kulit untuk mengembangkan faksimili dekat orang yang
mereka butuhkan untuk mengidentifikasi. Gambar ini kemudian dibandingkan dengan

52
database orang hilang untuk melihat apakah ada kecocokan ditemukan. Jika database
telah tidak cocok, polisi kemudian dapat mengirim foto ke media untuk distribusi.

Gambar 10. Contoh rekonstruksi wajah

Setelah rekonstruksi wajah forensik dan menemukan kecocokan yang dekat dalam
database, ilmu pengetahuan forensik yang lebih diperlukan untuk menyelesaikan
proses. Mereka dapat menggunakan DNA forensik dari orang yang hilang dan tulang-
tulang yang ditemukan untuk mengkonfirmasi apakah orang tersebut memang yang
mereka temukan. Mereka juga dapat menggunakan ilmu gigi forensik untuk
mengetahui apakah seseorang adalah orang tertentu.

53
BAB IV

KESIMPULAN

Antropologi forensik merupakan cabang antropologi yang secara khusus mempelajari


kerangka jasad manusia dalam rangka identifikasi. Antropologi forensik membantu
mengidentifikasi orang yang meninggal dalam bencana massal, perang, atau karena
pembunuhan, bunuh diri, atau kematian karena kecelakaan. Pelaksanaan antropologi forensik
meliputi menentukan identitas jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan tinggi
badan, jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh dan pertalian ras.

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan


membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Selain itu identifikasi forensik
juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau
diragukan orangtuanya.

Metode dari hasil penelitian pada jurnal Differentiating Human Versus Non-Human
Bone By Exploring The Nutrient Foramen: Implications For Forensic Anthropology
menunjukkan hasil yang sangat berpotensi besar dan bernilai yang dapat membantu dalam
kasus forensik dimana ada sisa-sisa kerangka fragmentaris. Foramen nutricium dapat
digunakan untuk membedakan antara tulang manusia dan bukan tulang manusia. Pekerjaan
yang lebih jauh juga akan berkontribusi pada pengetahuan foramen nutricium manusia untuk
aplikasi medis.

54
DAFTAR PUSTAKA

Amir, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Forensik. 1st ed. Medan: USU Press

Boer, Ardiyan. Osteologi Umum. 10th ed. Padang: Percetakan Angkasa Raya

Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Atmaja, D. S., 1999. Identifikasi Forensik. Dalam: Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Halaman 197-202

Fauzan M, Siagian B.2017.Kamus Hukum dan Yurisprudensi Edisi Pertama.Depok:Kencana.

Glinka, J. 1990. Antopometri & Antroskopi.3rd ed. Surabaya

Krogman, W.M., Iscan M.Y., 1986. The Human Skeleton in Forensic Medicine. Illinois:
Thomas Publisers

Nandy, A. 1996. Principles of Forensic Medicine. 1st ed. Calcutta: New Central Book
Agency (P) Ltd

Nielsen, S.K. 1980. Person Identification by Means of the Teeth. Bristol: John Wright & Sons
Ltd

55

Anda mungkin juga menyukai