Anda di halaman 1dari 28

REFERAT JUNI 2019

ANTROPOLOGI FORENSIK

DI SUSUN OLEH :
FIRYAL AMYRAH DELICIA N 111 17 037
MUH. FADEL SESARIO N 111 17 096
NALTO MENTARA N 111 17 115

PEMBIMBING :
Dr. dr. Hj. ANNISA ANWAR MUTHAHER, S.H., M.Kes., Sp. F

BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


PROFESI PENDIDIKAN DOKTER RSUD UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang


bersangkutan sebagai berikut:

Nama:
FIRYAL AMYRAH DELICIA N 111 17 037
MUH. FADEL SESARIO N 111 17 096
NALTO MENTARA N 111 17 115

Judul Referat: ANTROPOLOGI FORENSIK

Telah menyelesaikan tugas referat ini sebagai tugas kepaniteraan klinik


pada Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Juni 2019


Mengetahui
Pembimbing

(Dr. dr. Hj. Annisa Anwar Muthaher., SH, M.Kes, Sp.F)

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Melalui proses
identifikasi dari kerangka, kita masih dapat memperoleh informasi yang
berkaitan dengan identitas seseorang seperti ras, jenis kelamin, umur, dan
perkiraan tinggi badan.1
Dalam bidang kedokteran forensik peranan pemeriksaan identifikasi
sangatlah penting pada korban yang telah meninggal. Identifikasi bisa menjadi
semakin kompleks ketika mayat yang didatangkan ke dokter forensik dalam
keadaan rusak berat, termutilasi atau berupa tulang belulang. Identifikasi
merupakan kegiatan untuk mengenali seseorang. Untuk mengidentifikasi
mayat dapat digunakan beberapa kriteria, yaitu kriteria primer dan sekunder.
Pemeriksaan antropologi, khususnya analisis kerangka termasuk kedalam
kriteria identifikasi sekunder, namun odontologi yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari antropologi merupakan kriteria identifikasi primer.2
Identifikasi adalah penentuan atau penetapan identitas orang hidup
ataupun mati, berdasarkan ciri-ciri yang khas yang terdapat pada orang
tersebut. Identifikasi pada antropologi forensik meliputi penentuan ras, jenis
kelamin, umur dan tinggi badan. Bila ditinjau dari segi aspek medikolegal
penentuan identitas melalui penentuan jenis kelamin dan tinggi badan
seseorang memegang peranan yang sangat penting.3
Antropologi forensik berkembang menjadi cabang ilmu forensik yang
bertujuan untuk individuasi rangka. Saat ini antropologi sangat berkembang
dalam banyak bidang seperti pediatrik, ortopedik, kedokteran gigi, kedokteran
olahraga, serta kedokteran forensik. Antropologi forensik berfokus pada
morfologi, struktur, dan variabilitas jaringan keras untuk membantu proses
identifikasi. Proses identifikasi yang dimaksud adalah pengukuran berat dan
tinggi badan, panjang dan lebar kepala, panjang lengan maupun tungkai,

3
panjang telapak kaki, jarak antara kedua ujung jari tengah dari tangan yang
direntangkan serta panjang bahu dengan tujuan menentukan jati diri seseorang
atau mayat. Data hasil antropometri inilah yang diolah oleh kedokteran
forensik untuk membantu penyidik dalam menentukan saat kematian, usia,
jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh yang
ditemukan.4
Beberapa tahun terakhir, pemeriksaan antropologi forensik makin
berkembang seiring dengan pemeriksaan kejahatan yang menjadi lebih
kompleks. Identifikasi dari rangka dan sisa tubuh yang membusuk lainnya
penting untuk alasan hukum maupun alasan kemanusiaan.5
Bagi antropologis forensik, analisis terhadap tulang manusia telah
membuka jalan kebenaran dalam pengadilan. Berdasarkan hasil temuan di TKP
dan di laboratorium, dapat diketahui identitas korban, penyebab kematian,
bahkan rekonstruksi tindakan kriminal pun dapat dilaksanakan.4

4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Identifikasi forensik merupakan upaya menentukan identitas seseorang
berdasarkan ras, jenis kelamin, umur, tinggi badan dan prinsip identifikasi
rangka yang tidak diketahui identitasnya, dengan tujuan membantu penyidik.6
Antropologi forensik merupakan aplikasi dari ilmu fisik atau biologi
antropologi dalam proses hukum. Merupakan pemeriksaan pada sisa – sisa
rangka untuk membantu menentukan identitas dari jasad. Pemeriksaan ini
dapat dilakukan sebagai langkah pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa
tersebut berasal dari manusia dan selanjutnya dapat menentukan jenis kelamin,
perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras. Pemeriksaan dapat juga
memperkirakan waktu kematian, penyebab kematian dan riwayat penyakit
dahulu atau luka yang saat hidup menimbulkan jejas pada struktur tulang.5
Antropologi forensik merupakan aplikasi cabang spesifik antropologi
biologi yang berbasis pada osteologi dan anatomi manusia dengan tujuan
mengidentifikasi individu untuk kepentingan hukum dan peradilan . Tujuan
utama pemeriksaan antropologi forensik adalah untuk mengidentifikasi rangka
untuk penentuan kepastian identitas koban yang meliputi sejumlah pertanyaan
seperti apakah temuan berupa rangka manusia atau hewan, berapa jumlah
individu, apa rasnya, apa jenis kelaminnya, berapa umur dan tinggi badannya,
apakah ada bekas trauma perimortemnya, berapakah perkiraan saat kematian
korban dan lain sebagainya.2
Antropologi forensik menggunakan metode ilmiah melalui penggunaan
rangka dan gigi untuk merekonstruksi kembali identitas pribadi pada manusia
yang telah meninggal, baik terfragmentasi atau utuh, membusuk atau sebagian
membusuk, dibakar, atau skeletonized. 7

5
2.2 Sejarah Singkat Antropologi Forensik
Antropologi adalah studi tentang asal-usul dan keanekaragaman biologi
dan budaya manusia. Para antropolog mempelajari evolusi dan adaptasi spesies
manusia melalui empat subdivisi utama dari disiplin: arkeologi, antropologi
biologis, linguistik, dan antropologi budaya.8
Ilmu antropologi forensik termasuk ilmu yang relatif baru. Walaupun
pada awal abad ke-19 terdapat pemecahan kasus pembunuhan dengan
menggunakan data pemeriksaan tulang dan bagian – bagian tubuh, namun
keterkaitan antara antropologi dan penyelidikan polisi baru terjadi di tahun
1930-an. Pembunuhan antar geng pada tahun 1930-an membuat FBI mulai
menyelidiki berdasarkan antropologi fisik.5
Perang dunia kedua dan Perang saudara di Korea membantu
menyediakan data dasar mengenai informasi yang akan menjadi dasar
identifikasi yang digunakan oleh antropologis saat ini. Dimulai dari penugasan
identifikasi pada tentara yang mati. Para tentara yang akan bertempur membuat
data kesehatan (catatan medis) sebelum diberangkatkan ke medan
pertempuran, meliputi data usia, tinggi badan, riwayat penyakit terdahulu dan
catatan dental, sehingga para penyelidik mampu untuk menentukan identitas
para tentara dan membuat data statistik mengenai tulang dan tengkorak.5

2.3 Manfaat Pemeriksaan Antropologi Forensik


Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur,
tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat
dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang.
Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan kekeringan
tulang.9
Tujuan utama pemeriksaan antropologi forensik adalah untuk
mengidentifikasi rangka untuk penentuan kepastian identitas koban yang
meliputi sejumlah pertanyaan seperti apakah temuan berupa rangka manusia
atau hewan, berapa jumlah individu, apa rasnya, apa jenis kelaminnya, berapa

6
umur dan tinggi badannya, apakah ada bekas trauma perimortemnya,
berapakah perkiraan saat kematian korban dan lain sebagainya.2

2.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Antropologi Forensik

Gambar 1 : Ruang lingkup pemeriksaan Antropologi Forensik

Faktor utama yang digunakan pada pemeriksaan forensik adalah:

1. Osteologi
Osteologi, merupakan satu dari teknik yang paling bermakna pada
pemeriksaan antropologi forensik, karena antropologi forensik
berhubungan dengan pemeriksaan sisa – sisa tulang maupun tulang yang
utuh. Pemeriksa dapat menentukan perkiraan usia, jenis kelamin,
pertalian ras, tampilan fisik saat hidup. Tengkorak merupakan bagian
dari rangka manusia yang paling informatif. Namun, jarang sekali
tengkorak ditemukan dalam keadaan utuh ataupun baik. Oleh karena itu
osteologis harus dapat memanfaatkan apapun tulang yang tersedia.5
Osteologi harus mengerti mengenai kerangka manusia. Langkah
pertama pertama dari osteologi menentukan sisa rangka yang ditemukan
apakah dari manusia atau bukan. Walaupun banyak sekali variasi yang
terdapat pada manusia atau hewan, namun terdapat persamaan-

7
persamaan umum pada setiap spesies. Jika tengkorak tidak ditemukan,
tulang manusia dapat dibedakan dari hewan berdasarkan bentuk, ukuran
dan perbedaan densitas tulang. Penentuan spesies akan sangat sulit jika
tulang yang ditemukan berupa pecahan – pecahan. Ada dua tipe sifat
yang dapat ditemukan dari sisa – sisa rangka yaitu metrik dan nonmetrik.
Tipe metrik adalah variasi ukuran tulang. Contohnya panjang dari
humerus pada seseorang dapat lebih panjang dari orang lain yang
mempunyai tinggi badan yang sama. Sifat nonmetrik adalah perbedaan
antara tulang – tulang seseorang yang tidak dapat diukur. Contohnya
penyatuan pada tulang seseorang dapat berbeda dengan orang lainnya.5

Gambar 2 : Osteologi pada Manusia

8
2. Dentisi
Dentisi merupakan ilmu yang mempelajari sisa – sisa gigi. Analisa
dari sisa – sisa gigi dapat digunakan untuk menentukan beberapa aspek
pada antropologi forensik. Digunakan bersama dengan osteologi untuk
menentukan usia, jenis kelamin dan diet. Pada orang dewasa terdapat 32
gigi yang pada masing – masing sisinya, pada rahang atas dan bawah
terdapat dua insisivus, satu kaninus, dan dua atau tiga molar. Pada anak
– anak terdapat dua puluh gigi dengan dua insisivus dan satu kaninus
serta dua molar pada masing – masing kuadran.5

Gambar 3 : Erupsi Gigi Permanen dan Gigi Susu

3. Etnobotani
Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang serbuk sari
dan tanaman dari masa lalu. Ini berguna untuk menentukan waktu sejak
kematian dan menentukan diet dari sisi arkeologi.5

9
2.4.1 Anatomi dan Fisiologi
A. Anatomi
a. Tengkorak (Calva)

 Tengkorak kepala (Neurocranium):


1 tulang kepala belakang — tulang oksipital (Os occipitale)
2 tulang ubun-ubun — tulang parietal (Ossa parietalia /Os
parietale)
1 tulang dahi — tulang frontal (Os frontale)
2 tulang pelipis — tulang temporal (Ossa temporalia /Os
temporale)
1 tulang baji — tulang sfenoid (Os sphenoidale)
1 tulang tapis — tulang etmoid (Os ethmoidale)
 Tengkorak wajah (Viscerocranium):
2 tulang rahang atas — tulang maksila (Maxillae Maxilla)
1 tulang rahang bawah — tulang mandibula (Mandibula)
2 tulang pipi — tulang zigomatik (Ossa zygomatica /Os
zygomaticum)
2 tulang langit-langit — tulang palatina (Ossa palatina /Os
palatinum)
2 tulang hidung — tulang nasal (Ossa nasalia /Os nasale)
2 tulang air mata — tulang lakrimal (Ossa lacrimalia /Os
lacrimale)
2 tulang kerang hidung dalam — tulang konka nasal inferior
(Conchae nasales inferiores /Concha nasalis inferior)
1 tulang pisau luku — Tulang vomer (Vomer)
 Lidah (Lingua):
1 tulang lidah — Tulang hyoid (Os hyoideum)
 Tulang pendengaran (Ossicula auditus):
2 tulang martil — tulang maleus (Mallei Malleus)
2 tulang landasan — tulang inkus (Incudes Incus)

10
2 tulang sanggurdi — tulang stapes (Stapedes Stapes)

Gambar 4 : Tengkorak

b. Batang tubuh (Truncus)


 Tulang belakang (Columna vertebralis):
7 ruas tulang leher — tulang vertebra serviks (Vertebrae
cervicales /Vertebra cervicalis)
12 ruas tulang punggung — tulang vertebra toraks (Vertebrae
thoracicae /Vertebra thoracica)
5 ruas tulang pinggang — tulang vertebra lumbar(Vertebrae
lumbales /Vertebra lumbalis)
1 tulang kelangkang — tulang sakrum (Os sacrum)
1 tulang ekor — tulang koksiks (Os coccygis)

Gambar 5 : Tulang belakang

11
 Toraks (Thorax):
1 tulang dada — tulang sternum (Sternum).
24 tulang rusuk — tulang kosta (Costae Costa).

Gambar 6 : Toraks

c. Rangka anggota gerak (Skeleton appendiculare)


 Tulang anggota gerak atas (Ossa membri superioris)
 Gelang bahu (Cingulum pectorale):
2 tulang belikat — tulang skapula (Scapulae Scapula)
2 tulang selangka — tulang klavikula
(Claviculae Clavicula)
 Lengan (Bracchium):
2 tulang lengan atas — tulang humerus (Humeri Humerus)
2 tulang pengumpil — tulang radius (Radii Radius)
2 tulang hasta — tulang ulna (Ulnae Ulna)
 Tangan (Manus):
16 tulang pergelangan tangan — tulang karpus
(Carpi Carpus)
2 tulang berbentuk perahu — tulang skafoid (Ossa
scaphoidea /Os scaphoideum)
2 tulang bulan — tulang lunatum (Ossa lunata /Os
lunatum)

12
2 tulang segitiga — tulang trikuetrum (Ossa triquetra /Os
triquetrum)
2 tulang kacang — tulang pisiform (Ossa pisiformia /Os
pisiforme)
2 tulang besar segi banyak — tulang trapesium (Ossa
trapezia /Os trapezium)
2 tulang kecil segi banyak — tulang trapezoid (Ossa
trapezoidea /Os trapezoideum)
2 tulang berkepala — tulang kapitatum (Ossa capitata /Os
capitatum)
2 tulang berkait — tulang hamatum (Ossa hamata /Os
hamatum)
10 tulang telapak tangan — tulang metakarpus
(Metacarpi Metacarpus)
28 ruas tulang jari tangan — tulang falang manus
(Phalanges manuum /Phalanx manus)
10 ruas tulang jari tangan belakang — Tulang falang
proksimal manus (Phalanges proximales
manuum /Phalanx proximalis manus)
8 ruas tulang jari tangan tengah — Tulang falang manus
tengah (Phalanges mediae manuum /Phalanx media
manus)
10 ruas tulang jari tangan ujung — Tulang falang distal
manus (Phalanges distales manuum /Phalanx distalis
manus)

Gambar 7 : Anggota gerak atas

13
 Tulang anggota gerak bawah (Ossa membri inferioris)
 Gelang panggul (Pelvis):
2 tulang panggul — tulang koksa (Ossa coxae /Os coxa)
 Tungkai (Crus):
2 tulang paha — tulang femur (Femora Femur)
2 tulang tempurung lutut — tulang patela
(Patellae Pattela)
2 tulang kering — tulang tibia (Tibiae Tibia)
2 tulang betis — tulang fibula (Fibulae Fibula)
 Kaki (Pes)
14 tulang pergelangan kaki — Tulang tarsus
(Tarsi Tarsus)
2 tulang tumit — tulang kalkaneus (Calcanei Calcaneus)
2 tulang loncat — tulang talus (Tali Talus)
2 tulang berbentuk kapal — tulang navikular (Ossa
navicularia /Os naviculare)
2 tulang baji pertama — tulang kuneiform medial (Ossa
cuneiformia medialia /Os cuneiforme mediale)
2 tulang baji kedua — tulang kuneiform intermediat (Ossa
cuneiformia intermedia /Os cuneiforme intermedium)
2 tulang baji ketiga — tulang kuneiform lateral (Ossa
cuneiformia lateralia /Os cuneiforme laterale)
2 tulang dadu — tulang kuboid (Ossa cuboidea /Os
cuboideum)
10 tulang telapak kaki — Tulang metatarsus
(Metatarsi Metatarsus)
28 ruas tulang jari kaki — Tulang falang pedis (Phalanges
pedum /Phalanx pedis)
10 ruas tulang jari kaki belakang — Tulang falang
proksimal pedis (Phalanges proximales pedum /Phalanx
proximalis pedis)

14
8 ruas tulang jari kaki tengah — Tulang falang pedis
tengah (Phalanges mediae pedum /Phalanx media pedis)
10 ruas tulang jari kaki ujung — Tulang falang distal pedis
(Phalanges distales pedum /Phalanx distalis pedis)

Gambar 8 : Anggota gerak bawah

B. Fisiologi
Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal struktur,
ketebalan, ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia
memiliki 206 tulang, dan tulang ini dibedakan menjadi tulang panjang,
pendek, pipih dan tidak teratur. Secara umum, rangka orang dewasa
memiliki dua komponen struktur yang mendasar yaitu tulang spongiosa dan
kompakta/kortikal.1
Pada persendian, tulang kompakta ditutupi oleh kartilago/tulang
rawan sepanjang hidup yang disebut tulang subchondral. Tulang
subchondral pada persendian ini lebih halus dan mengkilap dibanding
tulang kompakta yang tidak terletak pada persendian. 1
Pada tulang vertebra, strukturnya porus dan dinamakan tulang
trabekular atau cancellous. Daerah tulang trabekular pada rangka yang

15
sedang tumbuh memiliki tempat-tempat sumsum merah, jaringan pembuat
darah atau hemopoietic yang memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel
darah putih, dan platelet. 1
Bagian-bagian tulang panjang yang panjang dan silindris disebut
diaphysis, sedang ujung proksimal dan distalnya terdapat epiphysis dan
metaphysis. Jadi, diaphysis adalah batang tulang panjang, epiphysis adalah
ujung akhir tulang panjang sedangkan metaphysis adalah ujung tulang
panjang yang melebar ke samping. 1
Osteogenesis atau osifikasi terjadi pada dua lokasi:
intramembraneous (contohnya pada tulang frontal dan parietal) dan
endochondral (contohnya pada tulang iga, vertebra, basis cranii, tulang
tangan dan kaki), di mana osifikasinya melalui fase kartilago. Pertumbuhan
tulang meluas dari lokasi penetrasi awal, yang menjadi foramen nutrisi.
Membrana tipis bemama perichondrium mengelilingi kartilago pada tulang
panjang. 1
Pertumbuhan memanjang tulang panjang terjadi pada bidang
epiphyseal oleh karenanya lokasi ini disebut bidang pertumbuhan yang
terletak diantara metaphysis (pusat osifikasi primer) dan epiphysis (pusat
osifikasi sekunder). Pertumbuhan memanjang ini menjauhi bagian tengah
tulang yakni menuju proksimal dan menuju distal. Pertumbuhan
memanjang tulang panjang berhenti ketika metaphysis menyatu dengan
epiphysis. 1

2.4.2 Penentuan Jenis Kelamin


Jenis kelamin dapat ditentukan dengan beberapa cara dari bagian –
bagian yang berbeda pada rangka. Penentuan jenis kelamin hanya mungkin
pada rangka orang dewasa. Salah satu cara yang umum dilakukan yaitu
dengan mengukur ukuran tulang, dimana pada pria ukuran rangka lebih
besar. Pria juga lebih cenderung memiliki area lebih luas untuk perlekatan
otot.5

16
Pelvis adalah tulang yang paling umum digunakan untuk
menentukan jenis kelamin. Sudut subpubis pada wanita lebih besar,
biasanya lebih dari 900 . Acetabulum, yang merupakan tempat perlekatan
kepala femur dengan os pubis, khasnya lebih besar dan dalam pada pria
dibandingkan wanita. Sakrum lebih lurus pada wanita dan lebih lengkung
pada pria. Pintu atas panggul pada wanita lebih luas daripada pria.5

Gambar 9 : Perbedaan pelvis pria dan wanita

Kranium atau tengkorak merupakan tulang yang juga berguna untuk


menentukan jenis kelamin. Dagu pada pria cendrung lebih petak dan lebih
lancip pada wanita. Dahi pada pria cendrung lebih landai sedangkan pada
wanita dahinya lebih lurus. Pria memiliki lengkungan alis yang lebih tinggi
daripada wanita.5

Gambar 10 : Perbedaan tulang tengkorak pria dan wanita

17
2.4.3 Penentuan Ras
Pertanyaan mengenai pertalian ras sulit untuk dijawab karena
walaupun klasifikasi ras memiliki komponen biologis yang sama, tetap
didasari dari hubungan sosial. Namun, beberapa rincian anatomis, terutama
di wajah, sering menunjukkan ras individual. Pada ras kulit putih memiliki
wajah yang menyempit dengan hidung yang agak meninggi dan dagu yang
menonjol. Ras kulit hitam memiliki hidung yang lebar dan subnasal yang
berlekuk. Indian Amerika dan Asia memilki bentuk tulang pipi yang
menonjol dan tekstur gigi yang khas.5

Gambar 11 : Variasi Rangka Manusia Berdasarkan Ras

2.4.4 Penentuan Perkiraan Umur

Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang,


namun perkiraan umur seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan
dari os pubis, sakroiliac joint, cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan
mikroskopis dari tulang dan gigi memberikan informasi yang mendekati
perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia, bagian yang berbeda dari
rangka lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia pada range usia yang
berbeda. Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil,
usia kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.5

18
.

Gambar 12 : Perbedan sutura yang terbuka dan tertutup

Usia perinatal, yaitu bayi yang belum lahir, dapat ditentukan dari
ukuran tulang. Ini karena faktor luar seperti malnutrisi pada ibu tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan fetus secara berarti. Dalam periode intake
makanan yang kurang, tubuh ibu akan memberi nutrisi pada fetus,
mengambil nutrien ibu.5

Neonatus, bayi yang belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk


menentukan usianya karena pengaruh proses pengembangan yang berbeda
pada masingmasing individu. Bayi dan anak kecil biasanya telah memiliki
gigi. Pembentukan gigi sering kali digunakan untuk memperkirakan usia.
Gigi permanen mulai terbentuk saat kelahiran, dengan demikian
pembentukan dari gigi permanen merupakan indikator yang baik untuk
menentukan usia. Beberapa proses penulangan mulai terbentuk pada usia
ini, ini berarti bagian-bagian yang lunak dari tulang mulai menjadi keras.
Namun, ini bukan faktor penentuan yg baik.5

19
Masa kanak-kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai tumbuh.
Semakin banyak tulang yang mulai mengeras. Masa remaja menunjukkan
pertumbuhan tulang panjang dan penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini
merupakan teknik yang berguna dalam penentuan usia. Masing-massing
epifisis akan menyatu pada diafisis pada usia-usia tertentu. Dewasa muda
dan dewasa tua mempunyai metode-metode yang berbeda dalam penentuan
usia; penutupan sutura cranium; morfologi dari ujung iga, permukaan
aurikula dan simfisis pubis; struktur mikro dari tulang dan gigi.5

Sutura kranium (persendian non-moveable pada kepala) perlahan-


perlahan menyatu. Walaupun ini sudah diketahui sejak lama, namun
hubungan penyatuan sutura dengan penentuan umur kurang valid.
Morfologi pada ujung iga berubah sesuai dengan umur. Iga berhubungan
dengan sternum melalui tulang rawan. Ujung iga saat mulai terbentuk tulang
rawan awalnya berbentuk datar, namun selama proses penuaan ujung iga
mulai menjadi kasar dan tulang rawan menjadi berbintik-bintik. Iregularitas
dari ujung iga mulai ditemukan saat usia menua.5

Gambar 13 : Perkiraan tengkorak menurut umur

2.6 Mengidentifikasi Tulang Manusia dan Nontulang Manusia

Dalam praktiknya, antropolog mungkin tidak selalu dapat


mengidentifikasi fragmen tulang untuk spesies tertentu, tetapi mereka harus
dapat menentukan apakah mereka manusia melalui evaluasi makroskopis dan

20
/ atau mikroskopis tergantung pada elemen kerangka yang disajikan untuk
identifikasi dan tingkat fragmentasi tulang. Kelompok taksonomi tertentu
mungkin sulit dibedakan karena kesamaan dalam keseluruhan struktur, ukuran,
atau kualitas tulang; secara umum, spesies mamalia yang sangat mirip dengan
manusia dapat ditemukan pada mamalia yang lebih besar seperti beruang, rusa,
sapi, babi, dan anjing besar. Selanjutnya, sisa-sisa kerangka mamalia dan
burung yang lebih kecil dapat salah diidentifikasi sebagai tulang manusia janin
atau remaja karena kesamaan ukuran dan bentuk; mungkin yang lebih penting,
tulang janin manusia dan remaja mungkin salah diidentifikasi sebagai bukan
manusia karena kurangnya pengalaman pengamat dalam bekerja dengan bahan
tersebut.6

Gambar 14 : Perbandingan antara Tulang Ulna Perinatal dengan Tulang


Ayam Kampung

Kebingungan terutama timbul di mana hanya tulang-tulang fragmentaris


yang ada, atau tulang-tulang itu hangus, karena fitur morfologis tidak ada dan
tidak dapat digunakan untuk identifikasi. Dalam kasus di mana tulang telah
sangat terfragmentasi oleh trauma, perubahan postdeposisi, pemotongan atau
pembakaran, maka identifikasi melalui morfologi saja mungkin tidak selalu

21
mungkin. Dalam kasus seperti itu, evaluasi mikroskopis histologi tulang,
analisis DNA, atau studi imunologi memungkinkan untuk diferensiasi
taksonomi. Identifikasi histologis didasarkan pada fakta bahwa spesies yang
berbeda baik meletakkan tulang dan merombaknya dengan cara yang berbeda,
ekspresi yang ditentukan oleh tuntutan fungsional (seperti penggerak atau
ukuran tubuh) dan waktu peristiwa ontogenetik utama diatur terhadap umur.
Sebagai contoh, tulang manusia menampilkan struktur seluler tubular yang
tampak melingkar pada penampang. Struktur-struktur ini, yang dikenal sebagai
sistem Haversian, dihasilkan dari remodeling lapisan-lapisan paralel yang
diendapkan dalam bentuk pipih atau konsentris ke sumbu penampang tulang;
tingkat remodeling sebanding dengan kematangan tulang.6
Banyak hewan, khususnya herbivora, memiliki struktur selular yang
terbuat dari pelat laminar persegi panjang, disebut pola pleksiform, yang hanya
secara bertahap diganti dan dicetak ulang oleh tulang Haversian. Struktur
pleksiformis merupakan kompromi antara persyaratan kekakuan struktural
(khususnya, optimasi untuk gaya puntir) dan perlunya pembentukan tulang
yang cepat dan pematangan awal, menghasilkan penampang berdiameter besar,
berdinding tipis. Banding dari unit-unit osteonic juga dapat digunakan untuk
membedakan manusia dari yang bukan manusia. Walaupun kehadiran tulang
pleksiform merupakan indikasi dari tulang asal bukan manusia, harus diingat
bahwa beberapa hewan menghadirkan kombinasi jenis histologis (seperti
canids liar dan domestik), yang dapat membuat evaluasi mikroskopis sulit.
Dalam kasus seperti itu, penggunaan analisis DNA, immunoassay, atau
seriologi protein mungkin lebih tepat sebagai cara untuk membedakan antara
tulang manusia dan tulang bukan manusia. DNA (khususnya, mitokondria)
dapat bertahan dalam tulang selama berabad-abad, dan penelitian terbaru
menunjukkan bahwa penanda DNA yang sangat berulang dapat diidentifikasi
dan digunakan tidak hanya untuk menentukan asal manusia, tetapi juga untuk
mengidentifikasi jenis individu. Demikian pula, daerah pengkodean spesifik
(seperti gen ct-b mtDNA) dapat digunakan untuk membedakan antara taksa.6

22
Metode diskriminatif lain berkonsentrasi pada deteksi protein spesifik
spesies dengan memanfaatkan pengikatan antara antibodi dan antigennya,
sebuah proses yang dikenal sebagai immunoassay. Albumin biasanya
digunakan untuk mendeteksi asal tulang, karena sangat spesifik terhadap suatu
spesies, mudah membedakan tulang manusia dari tulang bukan manusia, dan
dapat menahan suhu tinggi. Protein radioimmunoassays (pRIA) juga dapat
digunakan, dengan beberapa penelitian mengklaim tingkat keberhasilan 100%
dalam membedakan sampel manusia dari sampel yang bukan manusia.
Tingginya tingkat fragmentasi, pembakaran, dan perubahan diagenik oleh
lingkungan penguburan berdampak buruk pada kemampuan membedakan
metode analitik ini.6

2.7 Pengukuran Taksiran Panjang Tubuh

Tubuh manusia dibangun berdasarkan susunan struktur


tulang/kerangka tubuh manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka dipercaya
bahwa tinggi badan tubuh manusia erat hubungannya dengan ukuran dari
panjang tulang-tulang tersebut. Disebutkan bahwa ukuran tulang-tulang
panjang memiliki hubungan yang signifikan dalam memperkirakan tinggi
badan manusia. 11
Dalam memperkirakan tinggi badan seseorang, maka harus diperhatikan
bahwa pembentukan tinggi badan sudah dimulai sejak masih dalam kandungan
(intra uterin) dan pertumbuhan tinggi badan tersebut akan bertambah
ukurannya hingga usia sekitar 20-21 tahun. Setelah usia tersebut pertumbuhan
tinggi badan menjadi tidak terlalu signifikan dan akan berkurang siring
pertambahan usia.11
Selain itu, perlu diperhatikan tentang tinggi badan yang masih
mengalami perpanjangan pada beberapa hal, yaitu bahwa pertumbuhan
maksimum terjadi pada usia 21-25 tahun usia seseorang, dapat terjadi
pertambahan tinggi badan pada tiap pagi hari, pada posisi berbaring dapat

23
terjadi pertambahan tinggi badan 1-3 cm, dan pada jenazah akan terjadi
pertambahan panjang badan selama fase relaksasi primer.11
Tinggi badan dapat juga mengalami penurunan/ pengurangan dalam hal,
yaitu pertambahan usia setelah 25 tahun akan mengakibatkan terjadinya
pengurangan tinggi badan sekitar 1 mm pertahun, pada saat sore dan malam
hari terjadi pengurangan tinggi badan sekitar 1,5 cm dibandingkan dengan saat
pagi hari, hal ini disebabkan terjadinya penurunan elsatisitas dan peningkatan
kekuatan otot tulang punggung belakang, lalu pada posisi berdiri tinggi badan
mengalami pengurangan dibandingkan pada posisi terlentang/berbaring dan
pada tubuh mayat, dapat terjadi pengurangan panjang badan selama terjadinya
kaku mayat. 11
Pada keadaan tubuh tak lagi utuh, pengukuran tinggi badan secara kasar
dapat diperoleh melalui beberapa perhitungan dibawah ini :11
1) Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat
direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi
badan.
2) Mengukur panjang dari puncak kepala (Vertex) sampai simfisis pubis
dikali 2, ataupun ukuran panjang dari simfisis pubis sampai ke salah
satu tumit, dengan posisi pinggang dan kaki diregang serta tumit
dijinjitkan.
3) Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari
tengah sampai ke acromion di klavicula pada sisi yang sama) dikali dua
(cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah
klavikula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni).
4) Mengukur panjang dari lekuk di atas sternum (sternal notch) sampai
simfisis pubis lalu dikali 3,3.
5) Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olekranon pada satu
sisi yang sama, lalu dikali 3,7.
6) Panjang femur dikali 4.
7) Panjang humerus dikali 6.

24
Bila pengukuran dilakukan pada tulang saja, maka dilakukan
penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak sambungan dari sendi.
Ketika sendi tidak lagi didapat, maka perhitungan sendi badan dapat dilakukan
dengan mengukur tulang-tulang panjang dengan menggunakan beberapa
formula yang ada. 11
Bila yang diukur adalah tulang dalam keadaan kering, maka umumnya
telah tejadi pemendekan sepanjang 2 mm dibandingkan dengan tulang yang
segar, tentunya hal tersebut harus diperhatikan dalam melakukan perhitungan
tinggi badan. Secara spesifik, Glinka menyebutkan bahwa bila ingin
merekonstruksi tinggi badan manusia ketika hidup, namun rekonstruksi
dilakukan dari tulang-tulang saja, karena tulang menjadi kering, sehingga harus
diperhitungkan penyusutan yang terjadi untuk setiap tulang. Pada beberapa
tulang disebutkan penyusutan yang terjadi untuk tiap-tiap tulang. Pada
beberapa tulang disebutkan bahwa penyusutan masing-masing tulang dari
femur sebesar 2,3-2,6 mm, humerus sebesar 1,3 mm tibia sekitar 1,7 mm dan
radius sekitar 0,7 mm. Dalam mencari tinggi badan sebenarnya, perlu diketahui
bahwa rata-rata tinggi badan pria lebih besar dari perempuan, maka perlu ada
rumus yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Apabila tidak dibedakan,
maka perhitungan ratio laki-laki:perempuan adalah 100 : 90.11

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Antropologi forensik adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari


antropologi fisik untuk proses hukum dimana ilmu ini sangat bermanfaat
untuk membantu penyidik dan penegak hukum untuk mengidentifikasi
terutama pada temuan rangka tak dikenal. Sehingga dari identifikasi pada
kerangka (antropologi forensik) dapat dibuktikan bahwa kerangka tersebut
adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan,
ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan
rekonstruksi wajah. Selain itu juga memperkirakan waktu kematian,
penyebab kematian dan riwayat penyakit dahulu atau luka yang saat hidup
menimbulkan jejas pada struktur tulang. Dengan begini ilmu antropologi
forensik memegang peranan penting dan sangat membantu dalam proses
hukum untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Parinduri, AG. Identifikasi Tulang Belulang. Departemen Forensik Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Anatomica
Medical Journal Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara (UMSU) E-ISSN: 2614-5219. Vol 1 No 1. 2018

2. Hidayat, T., Susanti, R. Analisis Antropologi Forensik Pada Kasus


Penemuan Rangka Di Dalam Koper. Perhimpunan Dokter Forensik
Indonesia Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan. I S B N 978-602-50127-0-
9. 2017

3. Aflanie, I. Perbandingan Korelasi Penentuan Tinggi Badan antara Metode


Pengukuran Panjang Tibia Perkutaneus dan Panjang Telapak Kaki. Bagian
Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung
Mangkurat Mutiara Medika Vol. 11 No. 3: 201-206. 2011

4. Tamba, RM. Perbedaan Rasio D2:D4 Antara Laki-Laki Dan Perempuan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU. Karya Tulis Ilmiah, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. 2014

5. Wibowo, BF., Rita,R., Destylya D. Antropologi Forensik. Fakultas


Kedokteran, Universitas Riau, Pekanbaru; Riau. 2009

6. Ohoiwutun, T. Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi


Hukum pada Ilmu Kedokteran). 2017

7. Indriati, E. Peran Antropologi Forensik Dalam Identifikasi Korban Bencana


Ledakan Bom Di Dua Hotel Di Jakarta. Artikel Laporan Kasus. Damianus
Journal of Medicine; Vol.13 No.2 Juni 2014: hlm. 148-157. 2014

27
8. Anderson, JH., et al. Anthropology College of Social & Behavioral
Sciences. Department of Anthropology. 2017

9. Budiyanto, A., dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran


Forensik, Fakulutas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997

10. Randolph, QPS., Mallet, X., dan Black, SM. Forensic Anthropology. In A
Jamieson and A Moenssens (eds). Wiley Encyclopedia of Forensic Science.
London: John Wiley and Son. Pp: 1-27. 2009

11. Glinka J, Artaria M.D., Koesbardiati. Metode Pengukuran Manusia.


Airlangga University Press. 1-66; Parker S. Seri Eyewitness. Kerangka.
Edisi Bahasa Indonesia. Terjemahan Andreas Manalu. PT. Bentara Antar
Asia. Jakarta. 1992. 1-63; Nandy A. Identifcation of An individual.
Principles of Forensic Medicine. New Central Book
Agency. Calcutta.1996 : 47-109. Surabaya. 2008

28

Anda mungkin juga menyukai