Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN GAGAL NAFAS

SEKUNDER TERHADAP SYOK HIPOVOLEMIK DENGAN CAUSA DIARE AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pelatihan Klinik Di Ruang PICU NICU

RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH : HENY KASIYANTI

DIKLAT PELATIHAN KLINIK KEPERAWATAN PICU-NICU

RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

2019

i
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GAGAL NAFAS
SEKUNDER TERHADAP SYOK HIPOVOLEMIK

henykasiyanti@gmail.com

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal nafas akut masih merupakan penyebab utama kematian atau
kesakitan baik pada anak maupun dewasa. Bayi dan anak-anak terutama anak
usia kurang lima tahun lebih mudah mengalami gagal nafas akut karena faktor -
faktor anatomis dan system fungsional pernafasan yang masih belum matang
(Bahtiar, 2013; Herdman, 2014). Penatalaksanaan untuk anak yang mengalami
gagal nafas memerlukan suatu keterampilan dan pengetahuan khusus serta
penafsiran dan perencanaan maupun melakukan tindakan harus cepat dan
sistematis. Oleh sebab itu diperlukannya peningkatan keterampilan dan
pengetahuan perawat terkait permasalahan gagal nafas pada anak agar dapat
mencegah terjadinya kematian mendadak akibat keterlambatan penanganan
(Kumar, 2015).

Gagal napas akut merupakan diagnosis primer hampir 50% pasien yang
masuk ruang pelayanan intensif anak dan menjadi sebab terjadinya mortalitas
pada pasien. Insiden di Amerika Serikat sekitar 360.000 kasus per tahun, 36%
meninggal selama perawatan. Morbiditas dan mortalitas meningkat seiring
dengan meningkatnya usia terutama pada kasus anak dan bayi maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang cermat dan tepat agar tidak menambah
perburukan pasien sehingga resiko kematian cukup tinggi (Moorhead, 2014).

Penyebab terjadinya gagal nafas akut antara lain dikarenakan rusaknya


system control pernafasan oleh susunan saraf pusat, penyakit neuromuscular,
sumbatan jalan naafs, penyakit pada paru-paru dan sistem kardiovaskular.
Gejala klinis sangat bervariasi dan tergantung dari umur penderita, penyakit
primer dan tingkat kegagalan pertukaran gas (Ranjit, 2010). Pengenalan dini
dan tatalaksana yang tepat merupakan hal yang harus diperhatikan karena
prognosisnya buruk apabila telah mengalami henti jantung. Tatalaksana
tersebut meliputi perbaikan ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap
penyakit primer penyebab gagal nafas, tatalaksana terhadap komplikasi yang
terjadi (Stenklyft, 2014).

1
Diperlukan ketrampilan yang baik dan pengetahuan yang cukup bagi petugas
terutama dilayanan khusus seperti unit intensive anak dalam melakukan
asuhan keperawatan terutama pada kasus anak dengan gagal nafas yang
sangat membutuhkan live saving yang terstruktur dan sesuai standar asuhan
keperawatan gagal naafas (Nitu, 2010). Dibutuhkan pelatihan khusus untuk
meningkatkan ketrampilan petugas terutama perawat yang bertugas dilayanan
khusus seperti intensive anak. sangat diperlukan untuk menjaga mutu
pelayanan dan kompetensi perawat dalam pengelolaan pasien yang serius dan
beresiko tinggi terhadap kematian (Carlo, 2011).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tata cara pengelolaan pasien dengan gagal nafas di Unit
Intensive Pediatric RSUP Dr. Kariadi Semarang.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tatalaksana pada pasien gagal nafas : Asuhan
keperawatan, dokumentasi dan manajemen kasus gagal nafas.
b. Untuk menegetahui alur pasien : tata cara penerimaan awal dan
persiapan pasien ruangan pada pasien dengan gagal nafs.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Gagal nafas adalah suatu ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan
tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah (Azis, 2005).
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh (Herdman, 2014).
Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi
kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah,
sehingga terjadi gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida,
keadaan ini ditandai dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2 (Dewi, 2016)
Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress)
merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan
tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan.
Terminologi respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien
masih dapat menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan
pertukaran gas yang adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan
keadaan klinis yang lanjut akibat kegagalan mekanisme kompensasi dalam
mempertahankan pertukaran gas atau tercukupinya aliran oksigen (Bahtiar,
2013).

B. Etiologi
Pada umumnya, gagal nafas pada anak lebih banyak disebabkan oleh
gangguan paru primer, termasuk pneumonia, bronkiolitis, asma serangan akut,
sumbatan benda asing, dan sindrom croup. Penyebab di luar paru dapat
berupa gangguan ventilasi akibat kelainan sistem saraf, misalnya Sindrom
Guillain Barre, Miastenia Gravis. Termasuk kegagalan sirkulasi kronik dan
menurunnya elektrolit dapat menyebabkan cardio output menurun yang akan
diikuti oleh kompensasi paru yang dapat menjadi penyebab kegagalan
pernafasan akut (Levy, 2015).

Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak menurut (Azis, 2005)
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu :
1. Struktur anatomi
a. Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga
yang kurang kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot
interkostal yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding
dada terbatas.
b. Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa.
Besar trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa,
sedangkan ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila
terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan
menurunkan luas saluran pernafasan 75 %.

3
c. Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk
mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif
lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah
alveoli akan bertambah sehingga akan menambah ‘ elastic recoil’.
2. Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak
kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor
predisposisi gagal nafas.
3. Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ
lain yang berhubungan dengan alat pernafasan.
4. Faktor fisiologis dan metabolik
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada
dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan
kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai dengan
menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori
dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena
pada bayi dan anak kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi
penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi
asidosis (Levy, 2015).

Tabel 2.1 Etiologi gagal nafas


Paru-paru Aspirasi, pneumonia, transient tachypnea of the
newborn, persistent pulmonary hypertension,
pneumotoraks, perdarahan paru, edema paru,
displasia bronkopulmonal, hernia diafragma,
tumor, efusi pleura, emfisema lobaris kongenital
Jalan nafas Laringomalasia, trakeomalasia, atresia/stenosis
choana, Pierre Robin Syndrome, tumor dan kista
Otot-otot respirasi Paralisis nervus frenikus, trauma medulla spinalis,
miasthenia gravis
Sistem saraf pusat (SSP) Apnea of prematurity, obat: sedatif, analgesik,
magnesium; kejang, asfiksia, hipoksik
ensefalopati, perdarahan SSP
Lain-lain Penyakit jantung bawaan tipe sianotik, gagal
jantung kongestif, anemia/polisitemia, tetanus
neonatorum, immaturitas, syok, sepsis

C. Klasifikasi Gagal Nafas

Kondisi gagal nafas akut dapat menyebabkan terjadinya ketidakmampuan


sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran gas normal. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya hipoksemia, hiperkapnia atau kombinasi keduanya.
Berdasarkan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2), gagal nafas dibagi
menjadi 2 tipe, yaitu tipe I dan tipe II. Pada kedua tipe tersebut ditemukan
gambaran tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) yang rendah. Sebaliknya,

4
PaCO2 yang berbeda pada kedua tipe tersebut. Terdapat mekanisme yang
berbeda yang mendasari perubahan PaO2 dan PaCO2 baik pada tipe I maupun
II (Ranjit, 2010).

a. Gagal napas tipe I (hipoksemia, gangguan oksigenasi)


Pada tipe I dengan gangguan oksigenasi, didapatkan PaO2 rendah, PaCO2
normal atau rendah terutama disebabkan abnormalitas ventilasi/perfusi.
Gagal napas tipe I disebabkan karenaterjadinya kegagalan oksigenasi dan
terjadi pada tiga keadaan, meliputi:
1) Ventilasi/perfusi yang tidak sepandan atau V/Q mismatch, yang terjadi
bila darah mengalir ke bagian paru yang tidak mengalami ventilasi
adekuat, atau bila area ventilasi paru mendapat perfusi adekuat.
2) Defek difusi, disebabkan penebalan membran alveolar atau
bertambahnyacairan interstisial pada pertemuan alveolus-kapilar.
3) Pirau intrapulmunol, yang terjadi bila kelainan struktur paru
menyebabkan aliran darah melewati paru tanpa berpatisipasi dalam
pertukaran gas.
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain sianosis, kebingungan,
agitasi, sulit tidur, nafas pendek, keringat yang banyak, takikardi, hipertensi
dan disritmia. Contoh penyakit yang dapat menimbulkan kegagalan napas
tipe I yaitu sindrom distress pernapasan aku (SDPA), atelectasis,
pneumonia, emboli paru, edema paru, dll (Azis, 2005).
b. Gagal napas tipe II (Hiperkapnia, gangguan ventilasi)
Pada tipe II dengan gangguan ventilasi, didapatkan PaO2 rendah
(hipoksemia) dan PaCO2 tinggi (hiperkapnia), umumnya terjadi karena
hipoventilasi alveolar, meningkatnya ventilasi ruang mati (dead space) atau
meningkatnya produksi CO2. Gagal napas tipe II ini biasanya terjadi
sekunder terhadap keadaan seperti disfungsi system saraf pusat, sedasi
berlebihan atau gangguan neuromuskular.
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain pusing, sakit kepala,
keringat yang banyak, takikardi, hipertensi, apnea, nafas pendek, terdapat
stridor dan wheezing serta gerakan paradoksikal dinding dada dan
abdomen, udara yang masuk sedikit. Contoh penyakit yang dapat
menimbulkan kegagalan napas tipe II yaitu penyakit neuromuscular (polio,
sindrom Guillan Barre), trauma kepala, disfungsi dinding dada (luka bakar),
kifosis, hipereaktivitas, dll (Azis, 2005)

D. PATOFISIOLOGI

Kegagalan ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan


Ektrapulmoner hiperkapnia yang terjadi karena kelainan ektrapulmoner
disebabkan karena terjadinya penurunan aliran udara antara atmosfer dengan
paru tanpa kelainan pertukaran gas di parenkim paru. Dengan demikian akan
didapatkan peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dan nilai (A-a) DO2 normal.
Awalnya dengan ventilasi rendah dapat dikompesasi dengan daerah terventilai
tinggi sehingga tidak menyebabkan terjadinya peningkatan PaCO2. Tetapi
apabila ketidakseimbangan ventilasi ini sudah semakin beratnya maka
mekanisme kompensasi tersebut gagal sehingga terjadi kegagalan ventilasi
yang ditandai oleh peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dengan peningkatan
(A-a) DO2 yang bermakna (Levy, 2015).

5
Hubungan korelasi pada pasien anak dengan gagal nafas dengan syok
terutama hipovolemik adalah diawali dengan penurunan isi sekuncup (stroke
volume) yang disebabkan oleh berkurangnya preload, meningkatnya afterload,
atau gangguan kontraksi dan laju jantung. Pada populasi anak, biasanya isi
sekuncup dinyatakan sebagai nilai indeks terhadap luas permukaan tubuh yaitu
indeks isi sekuncup (stroke volume index). Takikardia dan vasokonstriksi perifer
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi, perfusi
jaringan dan tekanan darah. Apabila syok berkepanjangan tanpa penanganan
yang baik maka mekanisme kompensasi akan gagal mempertahankan curah
jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan
sirkulasi/perfusi jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ (Moorhead, 2014).
Penanganan syok secara dini dimulai dengan resusitasi cairan secepatnya
untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi jaringan. Makin lambat syok teratasi,
akan memperburuk prognosis pasien. Keberhasilan resusitasi cairan dapat
dilihat pada keadaan penderita yang lebih stabil, laju jantung normal, dan
terdapat peningkatan curah jantung serta isi sekuncup. Apabila syok masih
berlanjut, maka selanjutnya perlu diberikan obat pendukung hemodinamik lain
(vasopresor/ inotropik). Pemantauan hemodinamik pada pasien syok sangat
penting untuk menentukan tindakan koreksi secepatnya sesuai kondisi saat itu.
Namun, hal tersebut sangat sulit dilakukan sehingga diperlukan alat pemantau
hemodinamik yang dapat bersifat invasif atau non-invasif (Somasetia, 2011).
Penatalaksanaan syok hipovolemik tidak terlepas dari penerapan algoritma
ABC, dimana perawat gawat darurat berperan untuk menangani gangguan
airway, breathing dan circulation segera. Masalah paling mendasar pada syok
hipovolemik adalah gangguan sirkulasi yang akan menyebabkan kegagalan
perfusi darah ke jaringan, sehingga metabolisme sel akan terganggu. Dalam
keadaan volume intravaskuler yang berkurang, tubuh berusaha untuk
mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ lain seperti paru-paru, ginjal, hati, dan kulit
(Stenklyft, 2014).
Selain mengakibatkan terjadinya gangguan pada status hemodinamik,
keadaan syok hipovolemik yang berkelanjutan dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, dimana korban mulai tidak berespon oleh rangsang yang diberikan
karena jantung kekurangan darah untuk dipompa ke jaringan sehingga jaringan
tidak mendapat suplai darah yang cukup. Akibat dari perfusi yang menurun
menyebabkan suplai oksigen juga menurun sehingga paru-paru akan
melakukan kompensasi untuk mencukupi kebutuhan oksigenasi. Kegagalan
nafas akan terjadi apabila tidak segera dilakukan perbaikan perfusi dan
mencukupi oksigenasi yang dibutuhkan oleh tubuh (Wratney A, 2016).

E. Manifestasi Klinis

Umum kelelahan, berkeringat


Respirasi wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara
nafas,cuping Hidung retraksi, takipnea, bradipnea
atau apnea, sianosis.

Kardiovaskuler bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi /


hipertensi, pulsus Paroksus 12mmHg, henti

6
jantung
Serebral gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan
mental, kesadaran Menurun, kejang, koma.
(Azis, 2005)

F. Pemeriksaan Penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis (Bahtiar, 2013),
pemeriksaan penunjang sangat dibutuhkan diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis gas darah
Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika
gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisis gas darah harus
dilakukan untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napas akut
atau kronik. Hal ini penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas
dan mempermudahkan pemberian terapi. Analisa gas darah dilakukan
untuk patokan terapi oksigen dan penilaian obyektif dari berat-ringan
gagal nafas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk peningkatan
kesulitan respirasi ialah peningkatan laju pernafasan. Sedangkan
kapasitas vital paru baik digunakan menilai gangguan respirasi akibat
neuromuskular, misalnya pada sindroma Guillain-Barre, dimana
kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan.
Interpretasi hasil analisis gas darah meliputi dua bagian, yaitu gangguan
keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan.
2) Pulse oximetry
Alat ini mengukur perubahan cahaya yang ditransmisikan melalui aliran
darah arteri yang berdenyut. Informasi yang didapatkan berupa saturasi
oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di
lobus bawah telinga atau jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan
perfusi perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi
oksigen dan tekanan oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi
oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%, dibawah level itu maka
penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan saturasi oksigen.
3) Capnography
Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar
karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
konfirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi aparatus serta
gangguan fungsi paru.
4) Pemeriksaan apus darah untuk mendeteksi anemia yang menunjukkan
terjadinya hipoksia jaringan. Adanya polisitemia menunjukkan gagal
napas kronik.
5) Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil
pemeriksaan yang abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab
terjadinya gagal napas. Abnormalitas elektrolit seperti kalium,
magnesium dan fosfat dapat memperberat gejala gagal napas.
6) Pemeriksaan kadar kreatinin serum daan troponin I dapat membedakan
infark miokard dengan gagal napas, Kadar kreatinin serum yang
meningkat dengan kadar troponin I yang normal menunjukkan terjadinya
miositis yang dapat menyebabkan gagal napas.

7
7) Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum
perlu diperiksa untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat
menyebabkan gagal napas reversibel.
8) Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status nutrisi adalah
pengukuran kadar albumin serum, prealbumin, transferin, total iron-
binding protein, keseimbangan nitrogen, indeks kreatinin dan jumlah
limfosit total (Bahtiar, 2013).
b. Pemeriksaaan Radiologi
1) Radiografi dada.
Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas
tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoiner kardiogenik
dan nonkardiogenik.
2) Ekokardiografi .
Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan
pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit
jantung.Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang
abnormal atau regurgitasi mitral berat menunjukkan edema pulmoner
kardiogenik.Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolic
yang normal pada pasien dengan edema pulmoner menunjukkan
sindrom distress pernapasan akut. Ekokardiografi menilai fungsi
ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner dengan tepat untuk pasien
dengan gagal napas hiperkapni kronik.
3) Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik
Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital
capacity (FVC) yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat
kontrol napas.Penurunan rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi
jalan napas, penurunan nilai FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang
tetap menunjukkan penyakit paru restriktif.Gagal napas karena obstruksi
jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih dari 1 L dan gagal napas
karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai FVC lebih dari 1 L
(Dewi, 2016).

G. Masalah keperawatan
Pengkajian pada anak yang mengalami kegagalan nafas (Dewi, 2016;
Herdman, 2014) meliputi:
a. Riwayat keluarga
1) Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan.
2) Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita,
terkena infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma.

b. Kaji keadaan dada


1) Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan.
2) Kaji adanya pembesaran anterior/ posterior ukuran dada.
3) Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus.
4) Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta/ subkostal.
5) Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi alveoli).
6) Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.

8
c. Observasi pernafasan
1) Frekuensi: kaji adanya takipnue, normal, bradipnea
2) Kedalaman: normal, terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam
(hyperpnea).
3) Kelancaran: kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan
adanya retraksi interkostal / substernal, adanya wheezing, pulsus
paradoxus (tekanan darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik
dengan ekspirasi).
4) Labored breating: terus menerus, intermitten, secara tiba–tiba,
kelelahan dalam usaha pernafasan.
5) Tanda – tanda infeksi: peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus
limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya cairan purulen dari hidung
dan kuping, adanya sputum yang purulen.
6) Batuk: kaji karakteristik batuk (produktif/ kering) kapan waktu terjadinya
batuk (hanya malam hari/ setiap waktu), frekuensi batuk yang berkaitan
dengan aktivitas dan suhu.
7) Wheezing: kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi/ ekspirasi, apakah
memanjang, terjadi secara tiba-tiba/ berlahan-lahan.
8) Sianosis: catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah),
derajat, durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
9) Nyeri dada: terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke leher/
abdomen, dalam/ dangkal.
10) Sputum: pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi
diperlukan section untuk mendapatkan sempel, catat volume, warna,
bau, viskositas.
11) Adanya pernafasan yang buruk berhubungan dengan infeksi
pernafasan.

d. Kaji tanda terjadinya hipoksia


1) Hypotensi/ hypertensi
2) Dyspnea
3) Bradikardi
4) Sianosis : perifer / sentral
5) Kesadaran : Somnolen/ Stupor/ Koma

e. Diagnosa Keperawatan

NO ANALISA DATA ANALISIS KLINIK


1. Faktor Resiko : Hipoksemia, hipoksia, CO2 dalam darah
meningkat
Masalah Keperawatan : Resiko penurunan perfusi jaringan jantung
Diagnosa Keperawatan: Resiko penurunan perfusi jaringan jantung f.r
hipoksemia, hipoksia, CO2 dalam darah
meningkat

2. DO : Dyspnea, penurunan: SaO2; PO2; tidal


volume, peningkatan: penggunaan otot-otot
aksesoris; HR; PCO2

9
Masalah Keperawatan : Gangguan ventilasi spontan
Diagnosa Keperawatan: Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan
metabolisme, kelelahan otot-otot pernafasan
ditandai dengan Dyspnea, penurunan: SaO2;
PO2; tidal volume, peningkatan: penggunaan
otot-otot aksesoris; HR; PCO2

3 DO : Abnormal; hasil AGD; pola nafas; warna kulit,


penurunan level CO2, sianosis, dyspnea,
hyperkapnea, hipoksemia, hipoksia,
penurunan kesadaran, takikardi
Masalah Keperawatan : Gangguan pertukaran gas
Diagnosa Keperawatan: Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi-
perfusi tidak seimbang, perubahan membran
alveoli-kapiler ditandai dengan Abnormal;
hasil AGD; pola nafas; warna kulit,
penurunan level CO2, sianosis, dyspnea,
hyperkapnea, hipoksemia, hipoksia,
penurunan kesadaran, takikardi

4 DO : Abnormal pola nafas, bradypnea, penurunan:


expiratory pressure; tekanan inspirasi;
kapasitas vital; ventilasi menit, dsypnea, fase
ekspirasi memanjang, takipnea, penggunaan
otot bantu nafas
Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas
Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi,
sindrome hipoventilasi ditandai dengan
Abnormal pola nafas, bradypnea, penurunan:
expiratory pressure; tekanan inspirasi;
kapasitas vital; ventilasi menit, dsypnea, fase
ekspirasi memanjang, takipnea, penggunaan
otot bantu nafas

5 DO : Batuk/ batuk tidak efektif , suara nafas


tambahan, suara nafas menjauh, dyspnea,
sputum, sianosis
Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d
penumpukan mukus, eksudat di alveoli,
penumpukan sekret ditandai dengan Batuk/
batuk tidak efektif , suara nafas tambahan,
suara nafas menjauh, dyspnea, sputum,
sianosis

6 Faktor Resiko : Penurunan kesadaran,batuk tidak efektif,


penurunan gag refleks
Masalah Keperawatan : Resiko aspirasi

10
Diagnosa Keperawatan: Resiko aspirasi f.r penurunan
kesadaran,batuk tidak efektif, penurunan gag
reflex (Dewi, 2016; Herdman, 2014)

f. Intervensi Keperawatan

NOC : Tissue perfusion: Cardiac, Cardiac pump effectiveness, Respiratory


status: Gas Exchange, Risk control
NIC : Cardiac Care
 Monitor: ECG, vital sign, status kardiovaskular, cardiac dysrhytmias,
catat, tanda dan gejala penurunan cardiac output, status respirasi,
balance cairan, dyspnea, fatigue, takipnea.
 FCC (persiapan EOL, spiritual support)
Resusitation
 Evaluasi respon pasien
 Kaji pernafasan dan nadi karotis/ brakial untuk neonatus
 Aktifkan code blue jika nafas tidak ada/ gasping, AED
 CPR
 Rescue breathing
 Evaluasi tindakan

NOC : Respiratory status: Gas exchange


NIC : Respiratory monitoring
 Monitor: rate, ritme, kedalaman pernafasan
 Catat adanya penggunaan alat bantu nafas
 Monitor suara nafas tambahan dan pola nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Auskultasi pernafasan
 Jika tersedia, monitor: maximal inspiratory force, FEV 1, PFT values
 Catat perubahan SaO2, SvO2, end tidal CO2, nilai ABG
 Monitor: sekresi respirasi, dyspnea
 Buka jalan nafas
 Resusitasi jika diperlukan
Oxygen therapy
 Bersihkan oral, nasal dan trakea dari sekret
 Buka jalan nafas, patenkan
 Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan
 Monitor: aliran oksigen; hasil ABG, tanda dan gejala keracunan oksigen,
peralatan oksigenasi (apakah menghambat pasien bernafas), kulit

NOC : Respiratory status: Ventilation; Airway patency; Energy conservation


NIC : Ventilation assistance
 Patenkan jalan nafas
 Posisi tubuh yang memfasilitasi ventilasi (paru-paru mengarah
kebawah)
 Posisi yang meminimalkan respiratory effort (kepala ditinggikan)

11
 Monitor efek perubahan posisi (SaO2, SvO2, end tidal CO2)
Airway management
 Buka jalan nafas
 Posisi memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi kebutuhan pasien menggunakan alat bantu paten jalan
nafas
 Chest physical therapy jika diperlukan
 Auskultasi suara nafas
 Monitor rate, ritme dan kedalaman pernafasan
Oxygen therapy
 Bersihkan oral, nasal dan trakea dari sekret
 Buka jalan nafas, patenkan
 Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan
 Monitor: aliran oksigen, tanda vital

NOC : Respiratory status: Airway patency; Ventilation; Gas exchange


NIC : Airway management
 Buka jalan nafas
 Posisi memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi kebutuhan pasien menggunakan alat bantu paten jalan nafas
 Chest physical therapy jika diperlukan
 Auskultasi suara nafas
 Monitor rate, ritme dan kedalaman pernafasan
Airway suctioning
 Gunakan prinsip hygiene dan steril
 Gunakan universal precautions dan peralatan personal protektif
 Tentukan kebutuhan dilakukannya suction
 Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
 Monitor: SaO2 dan level SvO2
 Perhatikan tekanan suction
 Penuhi kebutuhan oksigen pasien
 Monitor rate, ritme dan kedalaman pernafasan
Ventilation assistance
 Patenkan jalan nafas
 Posisi tubuh yang memfasilitasi ventilasi (paru-paru mengarah
kebawah)
 Posisi yang meminimalkan respiratory effort (kepala ditinggikan)
 Monitor efek perubahan posisi (SaO2, SvO2, end tidal CO2)
Oxygen therapy
 Bersihkan oral, nasal dan trakea dari sekret
 Buka jalan nafas, patenkan
 Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan
 Monitor: aliran oksigen, tanda vital

NOC : Nausea & Vomiting control, Risk control, Aspiration prevention


NIC : Aspiration precautions

12
 Monitor level kesadaran, reflek batuk, reflek gag, dan kemampuan
menelan
 Patenkan jalan nafas
 Monitor status pulmonal
 Posisikan bagian atas peralatan (NGT) 30-900
 Posisikan kepala 30-450 setelah feeding via NGT
 Monitor posisi NGT dan kepala, sebelum dan sesudah feeding
 Miringkan bagian kepala jika diperlukan

NOC : Tissue perfusion: Cardiac, Cardiac pump effectiveness, Respiratory status:


Gas Exchange, Risk control
NIC : Cardiac Care
 Monitor: ECG, vital sign, status kardiovaskular, cardiac dysrhytmias,
catat, tanda dan gejala penurunan cardiac output, status respirasi,
balance cairan, dyspnea, fatigue, takipnea.
 FCC (persiapan EOL, spiritual support)
Resusitation
 Evaluasi respon pasien
 Kaji pernafasan dan nadi karotis/ brakial untuk neonatus
 Aktifkan code blue jika nafas tidak ada/ gasping, AED
 CPR
 Rescue breathing
 Evaluasi tindakan

g. Pathway
Lihat halaman berikut

13
ETIOLOGI GAGAL NAFAS

Penururnan respon pernafasan


Ketidak seimbangan ventilasi dan
Kegagalan pernafasan : ventilasi perfusi

Hipoventilasi alveoli Gangguan difusi dan retensi CO2

Hipoksia jaringan

Hipoksia otak Hipoksia cardiovaskuler Hipoksia paru-paru

Depresi cerebral Mekanisme Peningkatan RR Peningkatan sekret


kompensasicardiovaskuler
Penurunan RR akumulasi sekret
TIK meningkat Peningkatan HR dan TD

Perubahan pola nafas Obstrukstif airway


Penurunan kesadaran Kelemahan otot jantung

inefektif pola nafas Inefektif bersihan jalan


Depresi cardio Penurunan HR dan TD nafas
pulmonal
Penurunan COP

KEMATIAN
Sumber referensi : (Azis, 2005; Bulechek, 2013; Dewi, 2016; Herdman, 2014;
Levy, 2015; Nitu, 2010)

14
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. Data Anak :

IDENTITAS PASIEN
Nama An.G
Jenis kelamin Laki-laki
Tanggal lahir/usia 1 th, 0 bln, 24 hari
Tanggal dirawat 14-10-2019
Alamat Kumudasmoro utara
Tanggal pengkajian 16/10/2019
No. Rekam medis C758852
Diagnosa Medis Gagal nafas , diare akut Dehidrasi berat
IDENTITAS PENANGGUNG
JAWAB
Nama orang tua Tn.M
Pendidikan ayah/ibu SLTP
Pekerjaan ayah/ibu Swasta
Usia ayah/ibu 35 th
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama Keluarga pasien mengatakan pasien nafas masih berat terpasang
alat bantu nafas
Riwayat penyakit sekarang Ibu pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit anaknya
mengalami demam, berak cair selama dua minggu, muntah, sesak
nafas batuk tidak berdahak. Karena kondisi yang seperti itu pihak
keluarga membawa anaknya ke pelayanan kesehatan RST
semarang. Karena kondisi pasien yang semakin menurun dan
mengalami penurunan kesadaran dan dipasang alat bantu nafas
kemudian di rujuk ke RSUP Dr. Kariadi Semarang diterima di IGD
anak. Kemudian anak dipindahkan keruang PICU karena kondisi
anak yang semakin memburuk. Diruang PICU anak langsung
dipasang ventilator + ETT dengan mode P Sim V. Pengkajian pada
tanggal 16/10/2019 didapatkan anak masih tampak lemah,terpasang
ventilator ,terdapat suara nafas tambahan ronkhi basah , badan
teraba panas, akral teraba dingin, warna kulit sedikit pucat, CRT<2
detik, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, odema palpebra
dan tungkai kedua kaki ,BAB campur ampas dan lender 2x dan
hasil monitor didapatkan :
HR : 154x/menit
RR : 13x/menit
SPO2 : 100%
TD : 77/42 mmHg
S : 38◦C
Riwayat penyakit dahulu Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering sesak nafas dan
menggunakan alat Nebulizer di rumah sejak usia 3 bln

Riwayat penyakit keluarga Ibu pasien mengatakan didalam anggota keluarganya tidak ada
yang menderita penyakit menurun seperti jantung , DM, hipertensi
dan yang lainnya.

Riwayat Tumbuh kembang Anak mengalami gangguan motorik sampai usia 1 tahun hanya bias
duduk, tdk kuat berdiri, Verbal normal
Riwayat bayi

APGAR SCORE Nilai total 9


Usia gestasi 9 bulan
Berat badan 2,46 kg
Panjang badan 34 cm
Komplikasi persalinan Lahir SC atas indikasi KPD

15
Riwayat Imunisasi Imunisasi pasien sudah lengkap mulai dari imunisasi hepatitis B
(usia <7 hari), BCG + polio 1 (usia 1 bulan), DPT/HB 1 + polio 2
(usia 2 bulan), DPT/HB 2 + Polio 3 (usia 3 bulan), DPT/HB 3 +
polio 4 (usia 4 bulan), campak (usia 9 bulan).

Pemeriksaan Fisik
Keadan umum Lemah
Kesadaran Apatis
Tanda-tanda vital HR : 154X/menit
TD: 77/42 mmHg
RR: 13x/menit
SPO2:100%
Suhu : 38◦C
Tonus/aktivitas Tonus otot aktif, menangis lemah karena terpasang ETT

Kepala/ leher Bentuk kepala mesochepal, fontanel anterior teraba tegas, sutura
sagitalis tepat ditengah kepala, gambaran wajah simetris, tidak
terdapat pembesaran kelenjar Tyroid.
Mata Palpebra oedema, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, diameter ka/ki sama, reflek cahaya +/+
THT - Hidung terpasang selang NGT no.8 diet sonde cair susu, terdapat
sekresi, tidak terdapat nafas cuping hidung
- Telinga normal tidak ada kelainan, terdapat sedikit serumen
- Mulut terpasang ETT, tampak mengeluarkan sekret, mukosa bibir
kering, bentuk simetris tidak terdapat kelainan seperti bibir
sumbing.

Abdomen - Inspeksi : Bentuk simetris, distensi (-)


- Auskultasi : Bising usus 5x/menit
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi : Kuadran 1 pekak, 2,4 tympani.
Thoraks

Paru-paru - Inspeksi : Simetris tidak ada jejas


- Palpasi : Vokal fremitus ka/ki sama
- Perkusi : suara sonor
- Auskultasi : Terdapat suara nafas tambahan ronkhi basah basal
dan apex

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Jantung - Palpasi : ICS teraba di ICS V midklavikula sinistra
- Perkusi : Suara pekak.
- Auskultasi : Bunyi jantung terdengar di ICS II dan III bising (-)
Murmur (-)
Ekstremitas Ekstremitas atas dan bawah aktif tetapi ROM terbatas pada
ekstremitas bawah tungkai kaki tampak oedama (+).
Genital Pasien berjenis kelamin laki-laki terpasang Dc no. 5
Anus Tidak ditemukan tonjolan atau haemoroid lender faces (+)
Kulit Warna kulit sedikit pucat, akral teraba dingin, tidak terdapat tanda
kelahiran tertentu, CRT < 2 detik, badan teraba hangat.
Antropometri BB : 7,5 kg TB : 70 cm
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 14 oktober 2019
Jenis Hasil Satuan Nilai normal
pemeriksaan
Hematologi
Hemogloblin 8,5 Gr/dl 9,4-13,0
Hematokrit 28,2 % 28-42
Leukosit 21,9 10ᵌ/mol 6-17
Eritrosit 3,20 4,5 – 6,5
Trombosit 217 10ᵌ/mol 150-400

16
Kimia klinik
GDS 90 mg/dl 80-150
SGPT u/l <45
Albumin Gr/dl 3.8-5,4
Creatinine 0,9 Mg/dl 0,3-0,7
Ureum 34 Mg/dl <48
Elektrolit
Natrium darah 127 Mmol/l 132-145
Kalium darah 4,8 Mmol/l 3,1-5,1
Klorida darah 95 Mmol/l 98-106
Kalsium ion 2,2 Mmol/l 1,17-1,29
Analisa gas darah tgl 14 oktober 2019
PH 7,024 7.350-7,450
BE -27 MmHg -2-+3
PCO2 14,6 MmHg 27,0-41,0
PO2 96 MmHg 83,0-108,0
Aado2 324,5 MmHg
HCO3- 3,8 Mmol/L
Analisa gas darah tgl 17 oktober 2019
PH 7,524
BE -3,5 MmHg -2-+3
PCO2 23,5 MmHg 27,0-41,0
PO2 185,8 MmHg 83,0-108,0
Aado2 324,5 MmHg
HCO3- 19,5 Mmol/L
Pemeriksaan Kultur Haematologi 17 oktober 2019
Haematologi
Leukosit Estimasi jumlah tampak normal, eusonofil (+),
Neutrofil (+), leukosit teraktivasi (+)
Imonoserologi
Procalsitonin 3,54 mg/ml 0,5 resiko
Rendah
0,5-2 perlu
ulangan 6 – 24
jam
≥ 2 resiko
sepsis atau syok
berat sepsis
Pemeriksaan Radiologi 14-10-2019
Hasil :
Cor: kesan membesar dengan pinggang jantung menghilang
Paru-paru:tampak infiltrat pada parahilus bilateral
Kesimpulan:
Cardiomegaly dengan konfigurasi RUH dan LAH, Pneumonia
Terpasang ETT proyeksi setinggi 5-6.
Therapi
Tanggal Jenis terapi Dosis Cara Fungsi
pemberian
16/10/2019 D15 360 ml/jam IV Pengganti cairan dan kalori
Aminofusin 5 cc/jam IV
ped 5%
Ceftriaxon 850 IV Infeksi saluran pernafasan atas
mg/24jam dan bawah
Gentamycin 60 mg/ 24 IV Obat anti biotika
jam
Paracetamol INF 100mg/4jam IV Meringankan nyeri dan
menurunkan demam
Zync syrup 60 ( 5ml) Oral Obat antidiare
(PO)
Dobutamin 7,5 mg/ kg / Obat tetes digitalis
mnt
Midazolam 0,1 mg/kg /jam Anti depresan

17
2. Asuhan keperawatan
Analisa Data
NO Analisa Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif : Obstruksi Ketidakefektifan
Ibu pasien mengatakan anaknya ada lendir di akumulasi sekret bersihan jalan
mulutnya terpasang alat bantu nafas nafas
Data objektif:
- Pasien tampak sesak nafas
- HR : 154x/menit Infeksi
- RR : 13x/menit
- SPO2 : 100%
Pnemonia
- TD : 77/42mmHg
- Terdapat suara nafas tambahan ronkhi basah
- Mulut tampak mengeluarkan sekret
- Pasien terpasang ventilator mode P Sim V
- leukosit : 21,9 10ᵌ/mol
- Hasil foto thoraks :
Paru-paru : tampak infiltrat pada parahilus bilateral
kesan Pnemonia

Data subjektif : - Perubahan Inefektif pola


2. Data objektif : membran nafas
- HR : 154x/menit alveolar kapiler
- RR : 13x/menit
- SPO2 : 100%
- Akral teraba dingin, CRT < 2 detik
- Warna kulit tampak sedikit pucat Ventilasi
- Hasil AGD tanggal 14/10/2019 (asidosis mekanik
respiratorik)

PH : 7,024
PCO2 : 14,6 mmHg
PO2 : 86 mmHg
BE : -27
- Terpasang ventilator mode P Sim V

Data subjektif : - Intake in adekuat Resiko


3. Data ojektif : Ketidakseimbang
- Antropometri an nutrisi kurang
dari kebutuhan
BB : 7,5 kg Intoleran gastro tubuh
TB : 70 cm
Z score – 2,9
intestinal
( gizi kurang)
- Biochemical :

Hb : 8,5 gr/dl

Konjungtiva anemis
Mukosa bibir kering
Terdapat stomatis
Terpasang NGT
- Diet :

18
Diet susu 8x20cc/hari melalui selang NGT.

Data subjektif : Penurunan Hipertermia


4. Ibu pasien mengatakan demam anaknya naik turun imunosupresif
sudah 6 hari.
Data objektif :
- Badan teraba hangat
- Suhu tubuh 380C Septikemia
- HR : 154x/menit
- SPO2 : 100%
- RR : 13x/menit
- Leukosit 21,9 10ᵌ/mol
- Imonoserologi
Procalsitonin 3,54 mg/ml

Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi secret ,obstruksi jalan nafas
2. Inefektif pola nafas b.d perubahan membran alveolar kapiler, ventilasi mekanik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake,
intoleran gastrointestinal
4. Hipertermia b.d penurunan imonosupresif, septicemia.

Nursing plain
Diagnose keperawatan Tujuan dan criteria hasil Rencana tindakan
1. ketidakefektifan Setelah di lakukan tindakan Manajemen jalan nafas :
bersihan jalan nafas b.d keperawatan selama 4x24jam - Monitor status pernafasan
obstruksi jalan nafas , di harapkan jalan nafas paten - Observasi sumbatan jalan nafas
akumulasi sekret dengan kriteria hasil : - Auskultasi suara nafas
- Anak tidak sesak nafas - Lakukan suction melalui endotrakea
- RR dalam batas normal (30- atau nasotrakea
40x/menit) - Kelola nebulizer sebagaimana
- HR dalam batas normal (120- mestinya
130x/menit)
- TD normal (70-90/50mmHg)
- Bunyi nafas normal
- Tidak terdapat penumpukan
sekret

Inefektif pola nafas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen asam basa :
perubahan membran keperawatan selama 4x24jam - monitor adanya gejala gagal nafas
alveolar kapiler, ventilasi di harapkan tidak terjadi dan monitor hasil AGD
mekanik gangguan pertukaran gas
dengan kriteria hasil : Monitor tanda-tanda vital :
- Pasien tidak menunjukkan - Observasi adanya sianosis pada kuku
disstres pernafasan dan perubahan warna kulit
- Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigen jaringan Manajemen jalan nafas :
adekuat dengan hasil AGD - Atur posisi head up elevation 30o
normal
Manajemen asam basa :
PH normal (7,350-7,450) - Kolaborasi dengan laboratorium
pengecekan AGD

19
PCO2 normal (27,0-41,0)
PO2 normal (83,0-108,0)
SPO2normal (94-98%)

Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi :


kurang dari kebutuhan keperawatan selama 4x24 jam - mengidentifikasi status gizi pasien
tubuh b.d intake inadekuat, diharapkan keseimbangan dan kemampuan untuk memenuhi gizi
intoleran gastrointestinal nutrisi terpenuhi dengan
kriteria hasil : Manajemen gangguan makan :
- Intake makan adekuat - Monitor intake makan dan asupan
- BB naik/stabil cairan secara tepat
- Tidak ada residu
- Nutrisi dapat terabsorbsi Manajemen cairan (elektrolit) :
- Berikan diet Diet susu 8x20cc/hari
setiap hari

Manajemen gangguan makan :


- Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain diet yang tepat untuk pasien

Hipertermia b.d penurunan Setelah dilakukan tindakan Mengatur suhu :


imonosupresif, septicemia keperawatan selama 4x24 jam - Monitor vital sign dan monitor suhu
suhu tubuh normal dengan minimal 2 jam Perawatan demam :
kriteria hasi : - Berikan metode pendinginan
Suhu normal (36,5-37,5oc) eksternal
- HR normal (120-130x/menit) - Tutup pasien dengan selimut ringan,
- RR normal 30-40x/menit) tergantung fase demam (yaitu selimut
- SPO2 normal (>94%) hangat pada fase dingin dan pakaian
- TD normal (70-90/50 mmHg) ringan/selimut ringan pada fase
- Leukosit (6-17/ 10ᵌ/mol) bergejolak
Pengaturan suhu :
- Berikan pengobatan anti piretik

20
Implementasi

Diagnosa Implementasi 16 /10/2019 Implementasi 17/10/2019


keperawatan
jam implementasi ttd Jam Implementasi ttd
ketidakefektifan - Mengobservasi - Mengobservasi
bersihan jalan nafas sumbatan jalan nafas sumbatan jalan
b.d obstruksi jalan dan memonitor nafas dan
nafas , akumulasi pernafasan memonitor
sekret - Mengauskultasi pernafasan
suara nafas : ronkhi - Melakukan suction
basah melalui endotrakea/
- Melakukan suction nasotrakea
melalui endotrakea/ - Mengauskultasi
nasotrakea suara nafasmasih
- Memberikan terapi terdengar suara
obat sesuai indikasi ronkhi basah
Ceftriaxon 850 dikedua paru
mg/24jam - Memberikan terapi
Gentamycin 60 mg/ obat sesuai indikasi
24 jam Ceftriaxon 850
mg/24jam
Gentamycin 60 mg/
24 jam

Inefektif pola nafas - Memonitor adanya -Memonitor adanya


b.d perubahan gagal nafas dan hasil gagal nafas dan
membran alveolar AGD hasil AGD
kapiler, ventilasi - Mengatur posisi - Mengatur posisi
mekanik head up elevation 300 head up elevation
( kepala sedikit 300 ( kepala sedikit
ekstensi dengan ekstensi dengan
posisi tempat tidur posisi tempat tidur
300) 300)
- alih baring tiap 2 - alih baring tiap 2
jam jam
- melakukan - melakukan
monitoring ventilator monitoring
ventilator

Ketidakseimbangan - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi


nutrisi kurang dari status gizi pasien dan status gizi pasien
kebutuhan tubuh kemampuan untuk dan kemampuan
b.d intake memenuhi gizi untuk memenuhi
inadekuat, intoleran - Memberikan nutrisi gizi
gastrointestinal sesuai program - Memberikan
melalui NGT Diet nutrisi sesuai
susu 8x20cc/hari program melalui
- memeberikan NGT Diet susu
TPN Aminofusin 8x20cc/hari

21
ped 5% 5cc/jam - memeberikan
TPN Aminofusin
ped 5% 5cc/jam

Hipertermia b.d -Memonitor tanda- - Memonitor tanda-


penurunan tanda vital tanda vital
imonosupresif, - meberikan - meberikan
septicemia pengaturan suhu pengaturan suhu
lingkungan pasien lingkungan pasien
- Memonitor suhu - Memonitor suhu
tiap 3 jam tiap 3 jam
- Memberikan terapi - Memberikan
obat sesuai indikasi terapi obat sesuai
paracetamol inf indikasi
100mg/4jam paracetamol inf
100mg/4jam

Diagnosa Implementasi 18 /10/2019 Implementasi 19/10/2019


keperawatan
jam implementasi ttd Jam Implementasi ttd
ketidakefektifan -Mengobservasi - Mengobservasi
bersihan jalan nafas sumbatan jalan nafas sumbatan jalan
b.d obstruksi jalan dan memonitor nafas dan
nafas , akumulasi pernafasan memonitor
sekret - Melakukan suction pernafasan
melalui endotrakea/ - Melakukan suction
nasotrakea melalui endotrakea/
- Mengauskultasi nasotrakea
suara nafas terdengar - Mengauskultasi
suara nafas tambahan suara nafasmasih
ronkhi basah dikedua terdengar suara
paru ronkhi basah
- Memberikan terapi dikedua paru
obat sesuai indikasi - Memberikan terapi
Ceftriaxon 850 obat sesuai indikasi
mg/24jam Ceftriaxon 850
Gentamycin 60 mg/ mg/24jam
24 jam Gentamycin 60 mg/
24 jam

Inefektif pola nafas - Memonitor adanya - Memonitor


b.d perubahan gagal nafas dan hasil adanya gagal nafas
membran alveolar AGD dan hasil AGD
kapiler, ventilasi - Mengatur posisi - Mengatur posisi
mekanik head up elevation 300 head up elevation
( kepala sedikit 300 ( kepala sedikit

22
ekstensi dengan ekstensi dengan
posisi tempat tidur posisi tempat tidur
300) 300)
- alih baring tiap 2 - alih baring tiap 2
jam jam
- melakukan - melakuka
monitoring ventilator monitoring
ventilator

Ketidakseimbangan - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi


nutrisi kurang dari status gizi pasien dan status gizi pasien
kebutuhan tubuh kemampuan untuk dan kemampuan
b.d intake memenuhi gizi untuk memenuhi
inadekuat, intoleran - Memberikan nutrisi gizi
gastrointestinal sesuai program - Memberikan
melalui NGT Diet nutrisi sesuai
susu 8x20cc/hari program melalui
- memeberikan NGT Diet susu
TPN Aminofusin 8x20cc/hari
ped 5% 5cc/jam - memeberikan
TPN Aminofusin
ped 5% 5cc/jam

Hipertermia b.d - Memonitor tanda- - Memonitor tanda-


penurunan tanda vital tanda vital
imonosupresif, - meberikan - meberikan
septicemia pengaturan suhu pengaturan suhu
lingkungan pasien lingkungan pasien
- Memonitor suhu - Memonitor suhu
tiap 3 jam tiap 3 jam
- Memberikan terapi - Memberikan terapi
obat sesuai indikasi obat sesuai indikasi
paracetamol inf paracetamol inf
100mg/4jam 100mg/4jam
- Memberikan terapi - Memberikan terapi
obat sesuai indikasi obat sesuai indikasi
Ceftriaxon 850 Ceftriaxon 850
mg/24jam mg/24jam
Gentamycin 60 mg/ Gentamycin 60 mg/
24 jam 24 jam

23
Evaluasi
Evaluasi Hari 1 15/10/19 Hari 2 16/10/19 Hari 3 17/10/19 Hari 4 20/10/19
Diagnosa 1 S: - S: - S: - S: -
O: O: O: O:
RR: 44x/menit RR: 38x/menit RR: 30x/menit Sekret keluar
HR:153x/menit HR:150x/menit HR:136x/menit berwarna putih
SPO2: 98% SPO2: 90% SPO2: 94% kental
TD:116/64 mmHg Sekret keluar Mulut RR: 34x/menit
Mulut berwarna putih mengeluarkan HR:140x/menit
mengeluarkan kekuningan sekret sedikit SPO2: 90%
sekret Masih terdapat Obat masuk iv Obat masuk iv
Ronkhi basah ronkhi basah Ceftriaxon 850 Ceftriaxon 850
dikedua paru-paru dikedua paru-paru mg/24jam mg/24jam
Terpasang Obat masuk iv Gentamycin 60 mg/ Gentamycin 60 mg/
ventilator modeP Ceftriaxon 850 24 jam 24 jam
sim V. mg/24jam Terpasang Terpasang model P
A: Gentamycin 60 mg/ ventilator modeP sim V.
Masalah belum 24 jam sim V. .
teratasi Terpasang A: A:
P: ventilator modeP Masalah teratasi Masalah teratasi
Lanjutkan sim V. sebagian sebagian
intervensi : A: P: P:
Observasi sumbatan Masalah teratasi Lanjutkan Lanjutkan
jalan nafas sebagian intervensi : intervensi :
Monitor pernafasan P: Observasi sumbatan Observasi sumbatan
Auskultasi suara Lanjutkan jalan nafas jalan nafas
nafas intervensi : Monitor pernafasan Monitor pernafasan
Lakukan suction Observasi sumbatan Auskultasi suara Auskultasi suara
melalui endotrakea jalan nafas nafas nafas
atau nasotrakea Monitor pernafasan Lakukan suction Lakukan suction
Auskultasi suara melalui endotrakea melalui endotrakea
nafas atau nasotrakea atau nasotrakea
Lakukan suction Usul terapi
melalui endotrakea nebulizer nacl
atau nasotrakea 5cc/8jam

Diagnosa 2 S:- S:- S:- S:-


O: O: O: O:
Akral dingin Akral dingin Hasil AGD Warna kulit tidak
Warna kulit pucat Warna kulit tidak (asidosis pucat
Hasil AGD pucat respiratorik) CRT < 2 detik
(asidosis CRT < 2 detik PH : 7,225 Terpasang alat
respiratorik) Terpasang alat PCO2 : 48 mmHg bantu nafas
PH : 7,320 bantu nafas PO2 : 60,3 mmHg ventilator mode AC
PCO2 : 47,6 mmHg ventilator mode AC RR: 30x/menit RR: 34x/menit
PO2 : 68,5 mmHg RR: 35x/menit HR: 136x/menit HR: 140x/menit
Terpasang HR: 146x/menit SPO2: 93% SPO2: 90%
ventilator modeP SPO2: 90% Terpasang Terpasang
sim V. Terpasang ventilator modeP ventilator modeP
RR: 30x/menit ventilator modeP sim V. sim V.
HR: 147x/menit sim V. A: A:
SPO2: 89% A: Masalah teratasi Masalah teratasi
A: Masalah teratasi sebagian sebagian
Masalah belum sebagian P: Lanjutkan P:

24
teratasi P: intervensi : Lanjutkan
P: Lanjutkan Monitor hasil AGD intervensi :
Lanjutkan intervensi : Pertahankan posisi Monitor hasil AGD
intervensi : Monitor hasil AGD head up elevation Pertahankan posisi
Monitor hasil AGD Pertahankan posisi 300 head up elevation
Pertahankan posisi head up elevation Observasi adanya 300
head up elevation 300 sianosi pada kuku Observasi adanya
300 Observasi adanya dan perubahan sianosi pada kuku
Observasi adanya sianosi pada kuku warna kulit dan perubahan
sianosi pada kuku dan perubahan Kolaborasi warna kulit
dan perubahan warna kulit pengecekan Kolaborasi
warna kulit Kolaborasi laboratorium pengecekan
Kolaborasi pengecekan laboratorium
pengecekan laboratorium
laboratorium
Diagnosa 3 S:- S:- S:- S:-
O: O: O: O:
BB: 6,5kg Diet susu Diet susu Diet susu
BBI: 9,5kg 8x20cc/hari Tidak 8x20cc/hari Tidak 8x20cc/hari Tidak
Z score -2,9 ( gizi ada residu dan tidak ada residu dan tidak ada residu dan tidak
kurang) terjadi aspirasi terjadi aspirasi terjadi aspirasi
Diet susu Dapat terabsorbsi Dapat terabsorbsi Dapat terabsorbsi
8x20cc/hari Tidak dengan baik dengan baik dengan baik
ada residu dan tidak A: A: A:
terjadi aspirasi Masalah teratasi Masalah teratasi Masalah teratasi
Dapat terabsorbsi sebagian sebagian sebagian
dengan baik P: P: P:
A: Lanjutkan Lanjutkan Lanjutkan
Masalah teratasi intervensi : intervensi : intervensi :
sebagian Monitor intake Monitor intake Monitor intake
P: cairan secara tepat cairan secara tepat cairan secara tepat
Lanjutkan Berikan nutrisi Berikan nutrisi Berikan nutrisi
intervensi : sesuai program sesuai program sesuai program
Monitor intake melalui selang NGT melalui selang NGT melalui selang NGT
cairan secara tepat Diet susu Diet susu Diet susu
Berikan nutrisi 8x20cc/hari 8x20cc/hari 8x20cc/hari
sesuai program
melalui selang NGT
Diet susu
8x20cc/hari

Diagnosa 4 S: anak demam 6 S: keluarga S: anak sudah tidak S: -


hari menerapkan demam O:
O: O: O: Suhu: 36,8oc
Suhu: 37,6oc Suhu: 37oc Suhu: 37oc HR: 140x/menit
HR: 146x/menit HR: 140x/menit HR: 136x/menit RR: 34x/menit
RR: 30x/menit RR: 30x/menit RR: 30x/menit obat sesuai indikasi
SPO2: 90% SPO2: 93% obat sesuai indikasi paracetamol inf
Anak tampak obat sesuai indikasi paracetamol inf 100mg/4jam
berkeringat paracetamol inf 100mg/4jam Ceftriaxon 850
obat sesuai indikasi 100mg/4jam Ceftriaxon 850 mg/24jam
paracetamol inf Ceftriaxon 850 mg/24jam Gentamycin 60 mg/
100mg/4jam mg/24jam Gentamycin 60 mg/ 24 jam
Ceftriaxon 850 Gentamycin 60 mg/ 24 jam
mg/24jam 24 jam A:

25
Gentamycin 60 mg/ A: A: Masalah teratasi
24 jam Masalah teratasi Masalah teratasi P:
A: P: P: Pertahankan
Masalah teratasi Pertahankan Pertahankan intervensi :
sebagian intervensi : intervensi : Monitor suhu
P: Monitor suhu Monitor suhu Berikan
Lanjutkan Berikan Berikan pendinginan
intervensi : pendinginan pendinginan eksternal
Monitor suhu eksternal eksternal Anjurkan keluarga
Berikan Anjurkan keluarga Anjurkan keluarga menyelimuti pasien
pendinginan menyelimuti pasien menyelimuti pasien dengan selimut
eksternal dengan selimut dengan selimut ringan
Anjurkan keluarga ringan ringan Kolaborasi
menyelimuti pasien Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat
dengan selimut pemberian obat pemberian obat antipiretik
ringan antipiretik antipiretik (>37,5oC)
Kolaborasi (>37,5oC) (>37,5oC)
pemberian obat
antipiretik

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Penyebab gagal nafas pada An G adalah dehidrasi berat yang menyebabkan


terjadinya syok dan sekunder akibat adanya pneumonia. yang tidak tertangani secara
tepat sehingga menyebabkan spasme otot pernafasan yang menyebabkan kebutuhan
oksigen tidak dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan penyebab
dari gagal nafas antara lain: gangguan jalan nafas bagian atas, gangguan jalan nafas
bagian bawah serta gangguan susunan saraf dan sebab lainnya yaitu syok (Herdman,
2014). Hal ini menunjukkan bahwa antara hasil studi kasus dan teori yang sudah ada
tidak terdapat kesenjangan .
Masalah keperawatan yang utama pada gagal nafas adalah bersihan jalan nafas
didapatkan pasien masih tampak sesak nafas, mulut tampak mengeluarkan sekret,
terdapat suara nafas tambahan ronkhi basah dikedua paru-paru, dan dari hasil foto
thoraks, tampak adanya infiltrat, dimana proses terjadinya adalah sebagai berikut
Gagal nafas dapat menyebabkan kegagalan reflek batuk menurun sehingga
menyebbakan gangguan pengeluaran secret yang diproduksi sebagaia akibat dari
proses infeksi pneumonia sehingga menyebabkan gangguan pada jalan nafas
sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh terganggu (Kumar, 2015). Sehingga
diperlukan bantuan suction untuk dapat menegeluarkan secret yang mengganggu
kepatenan jalan nafas pasien serta pengaturan posisi dan alih baring tiap 2 jam.
Masalah keperawatan yang kedua adalah inefektif pola nafas, dimana proses
terjadinya adalah sebagai berikut Gagal nafas dapat menyebabkan kegagalan ventilasi
sehingga menyebbakan gangguan difusi dan retensi CO2 yang menyebabkan
hipoksemia dan hiperkapnea yang menyebabkan gangguan ventilasi sehingga
kebutuhan oksigen dalam tubuh terganggu (Carlo, 2011). Sehingga diperlukan bantuan
mekanik ventilasi yaitu ventilator dengan seting sesuai kebutuhan. Pada An. G
menggunakan seting P Sim V karena pola nafas spontan turun minimal. Hal ini
menandakan bahwa antara hasil studi kasus dan teori yang sudah ada tidak terdapat
kesenjangan bahwa peranan ventilator mekanik sebagai salah satu alat terapi gawat
nafas sudah tidak diragukan lagi, sehingga ventilator mekanik merupakan salah satu
alat yang relatif sering digunakan di unit perawatan intensif. Masalah utama pasien
dengan alat bantu nafas atau ventilator mekanik yang sering muncul adalah obstruksi
jalan nafas (Ranjit, 2010).
Masalah keperawatan yang ketiga adalah resiko ketidak seimbangan nutrisi yang
disebabkan adanya inadekuat intake dan juga masalah gastrointestinal intoleran, hal
ini diperkuat saat pengkajian didapatkan adanya riwayat diare akut selama tiga minggu
sehingga menyebabkan nutrisi dalam tubuh tidak tecukupi dengan baik. Pengkajian
nutrisi pada pasien 1 dan pasien 2 didapatkan data pada pasien 1 yaitu Antropometri,
BB : 6,5 kg, TB : 70 cm, Z score: usia 0-24 bulan: Rumus : BB – median/Median – (-
1SD) = (6,5- 9,4)/ (9,4 – 8,4) = -2,9/1 = -2,9. Jadi menurut kategorinya -2,9 (gizi
kurang). Biochemical: Hb: 7,2 gr/dl, Albumin: 3,6 gr/dl. Clinical: konjungtiva anemis,
mukosa bibir kering, terdapat stomatis, terpasang NGT. Diet: Diet susu 8x20cc/hari
melalui selang NGT. Menurut jurnal penelitian (Moorhead, 2014) didapatkan bahwa
status gizi merupakan faktor risiko kejadian pneumonia, balita yang status gizinya
kurang 9,1 kali berisiko pneumonia dibandingkan dengan balita yang status gizinya
baik. Malnutrisi adalah faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya kasus
pneumonia pada balita yang disebabkan oleh asupan yang kurang memadai

27
Masalah keperawatan yang keempat yaitu peningkatan suhu tubuh, peningkatan
suhu tubuh ini disebabkan oleh kelemehan tubuh akibat daya tahan tubuh yang
menurun sehingga memunculkan sekunder penyakit infeksi terutama disaluran nafas
atas yaitu pneumonia (Wratney A, 2016). menurut teori proses terjadinya resiko gagal
nafas yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh adalah adanya spasme dan
kejang pada saluran nafas. Dengan kenaikan suhu tubuh 1° C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan oksigen 20 – 60 % (Stenklyft, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa
antara hasil studi kasus dan teori yang sudah ada tidak terdapat kesenjangan bahwa
berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada
anak balita adalah dikarenakan adanya gagal nafas yang tidak tertatalaksana dengan
baik.

28
BAB V

PENUTUP

a. Kesimpulan
Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi
kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan
darah, sehingga terjadi gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi
karbondioksida, keadaan ini ditandai dengan abnormalitas nilai PO2 dan
PCO2. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit paru yang melibatkan
jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal nafas
juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan
neuromuskular dan gangguan sistem saraf pusat.

Diagnosis berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisis dan


penunjang, termasuk pulse oksimetry dan analisa gas darah arteri.
Penatalaksanaan gagal napas secara khusus bervariasi, tergantung pada
penyebab dari gagal nafas meliputi pembebasan jalan nafas , pemberian
oksigen, fisioterapi dada, pemberian mukolitik, pemberian cairan yang
cukup, pengisapan lendir, pengaturan posisi kepala, pengobatan terhadap
penyebab gagal nafas, bantuan pernafasan (ventilator mekanik), prone
positioning, pemberian surfaktan, nitric oxide (NO), dan extracorporal
membrane oxygenation (ECMO).

b. Saran
Dalam melakukan penatalaksanaan pada anak yang mengalami gagal
nafas memerlukan suatu keterampilan dan pengetahuan khusus serta
perencanaan maupun melakukan tindakan harus cepat dan sistematis.
Peningkatan keterampilan dan pengetahuan perawat terkait permasalahan
gagal nafas pada anak sangat diperlukan sekali agar dapat mencegah
terjadinya kematian mendadak akibat keterlambatan penanganan yang
dilakukan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Azis, A. L. (2005). Gagal Nafas Akut pada Anak. Simposium Nasional Perinatologi dan
Pediatri Gawat Darurat 2005 di Banjarmasin. 1-17.

Bahtiar. (2013). Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak. . Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 1, 173-178.

Bulechek, G. M., et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Mosby


Elsevier.

Carlo, W. (2011). Assisted Ventilation of the high-risk neonate. Journal Philadelpia, 1,


134-139.

Dewi, D. A. (2016). Diagnosis Dan Tatalaksana Pasien Gagal Nafas Akut. 1, 132-138.

Herdman, T. H. K., S. (2014). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015 –


2017: Oxford : Wiley Blackwell.

Kumar, A. B., V. (2015). Respiratory Distress in Neonates. Indian J Pediatric, 3, 423-


429.

Levy, M. (2015). Pathophysiology of Oxygen Delivery in Respiratory Failure. Journal


Philadelpia, 2, 547-553.

Moorhead, S., dkk. (2014). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition:
Mosby Elsevier,USA.

Nitu, M. E. (2010). Respiratory Failure. j Ped Rev, 2, 470-474.

Ranjit, S. (2010). Acute Respiratory Failure and Oxygen Therapy. Indian J Pediatric, 1,
249-255.

Somasetia, D. H. (2011). Tatalaksana Gagal Nafas Akut pada Anak. Dalam: Garna H,
Penatalaksanaan Terkini dalam Bidang Perinatologi, Hematologi-onkologi, dan
Pediatrik Gawat Darurat. 1, 56-65.

Stenklyft, P. H., Cataletto, M. E. (2014). The Pediatric Airway in Health and Disease.
pediatric emergency medicine, 3, 235-239.

Wratney A, C. (2016). Disorders of the Lung Parenchyma. Pediatric critical care


medicine, 2, 213-218.

30
DAFTAR ISI

BAB I............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2
1. Tujuan Umum .............................................................................................................. 2
2. Tujuan Khusus ............................................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................................... 3
TINJAUAN TEORI ..................................................................................................................... 3
A. Definisi ........................................................................................................................ 3
B. Etiologi ........................................................................................................................ 3
C. Klasifikasi Gagal Nafas .................................................................................................. 4
D. PATOFISIOLOGI .............................................................................................................. 5
E. Manifestasi Klinis .............................................................................................................. 6
F. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................ 7
a. Pemeriksaan Laboratorium ....................................................................................... 7
b. Pemeriksaaan Radiologi............................................................................................ 8
G. Masalah keperawatan .............................................................................................. 8
a. Riwayat keluarga ...................................................................................................... 8
b. Kaji keadaan dada .................................................................................................... 8
c. Observasi pernafasan ............................................................................................. 9
d. Kaji tanda terjadinya hipoksia .............................................................................. 9
e. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................... 9
f. Intervensi Keperawatan ........................................................................................... 11
g. Pathway ...................................................................................................................... 13
BAB III........................................................................................................................................ 15
TINJAUAN KASUS ................................................................................................................. 15
1. Data Anak : .......................................................................................................................... 15
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB .......................................................................................... 15
RIWAYAT PENYAKIT ................................................................................................................. 15

i
Riwayat Tumbuh kembang .................................................................................................... 15
Riwayat bayi ........................................................................................................................... 15
Riwayat Imunisasi ................................................................................................................... 16
Pemeriksaan Fisik ................................................................................................................... 16
Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................................... 16
Therapi ................................................................................................................................... 17
2. Asuhan keperawatan..................................................................................................... 18
Analisa Data ....................................................................................................................... 18
Diagnosa keperawatan ...................................................................................................... 19
Nursing plain ..................................................................................................................... 19
Implementasi ..................................................................................................................... 21
Evaluasi .............................................................................................................................. 24
BAB IV ....................................................................................................................................... 27
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 27
BAB V ......................................................................................................................................... 29
PENUTUP .................................................................................................................................. 29
a. Kesimpulan .................................................................................................................. 29
b. Saran.............................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 30

ii

Anda mungkin juga menyukai