Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS RESPIRATORY DISTRESS OF THE NEWBORN (RDN)


1. Definisi RDN
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline
Membrane Disease (HMD) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi
pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir
sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS (Wahyuni & Asthiningsih,
2020).
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. (Oktavianty & Asthiningsih, 2020)
2. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor
ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibu meliputi
hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit
pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain. Faktor plasenta
meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis,
plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus
meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir,gemeli, prematur, kelainan kongenital pada
neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan
tindakan dan lain-lain (Oktavianty & Asthiningsih, 2020)
3. Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan
pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi
berupa kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada
sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada
tubuh bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan
mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin
berat dan lama,metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat
(Widiarto Tri, 2019)
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak
maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan
iskemia. Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu
primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah relative
masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer
ringan menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan reflek bradikardi
ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan meningkatkan
implus aferen seperti perangsangan pada kulit.Apneu normal berlangsung
sekitar 1-2 menit.Apnea primer dapat memanjang dan diikuti dengan
memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan
memperberat bradikardi,vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat
terjadi sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu
sekunder denyut jantung,tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus
menurun. Bayi tidakbereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadikecuali pernafasan
buatan dan pemberian oksigen segera dimulai (Widiarto Tri, 2019)
4. Manifestasi Klinis
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram
atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering
disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada
akhir kehamilan. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama
setelah lahir dan gejala karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam
(Wahyuni & Asthiningsih, 2020)
Tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu :
a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan
lebih dari 60x/menit
b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
c. Sianosis
d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi
e. Takikardia (170x/menit)
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bayi dengan RDS yaitu, (Widiarto Tri, 2019) :
a. Kajian foto thoraks
1) Pola retikulogranular difus bersama udara yang saling tumpang
tindih
2) Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, hipoinflasi paru
3) Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena
(bayi dari ibu diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)
4) Bayangan timus yang besar
5) Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan
penyakit berat jika muncuk pada beberapa jam pertama
b. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau
metabolik
1) Hitung darah lengkap
2) Elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum
3) Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk menentukan
maturitas paru
4) Oksimetri nadi untuk menentukan hipoksia
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom)
yaitu, (Widiarto Tri, 2019):
a. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
1) Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
2) Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal
untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
3) Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
4) Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan
b. Pertahankan kestabilan suhu
c. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
d. Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin
e. Lakukankan transfusi darah seperlunya
f. Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
g. Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan sampel
darah
h. Berikan obat yang diperlukan

Penatalaksanaan Keperawatan terhadap RDS meliputi tindakan


pendukung yang sama dalam pengobatan pada bayi prematur dengan tujuan
mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian minum per oral tidak
diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena dapat menyebabkan
aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan melalui perenteral.
7. Komplikasi
Komplikasi RDN yaitu, (Widiarto Tri, 2019):
a. Ketidakseimbangan asam basa
b. Kebocoran udara (Pneumothoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan, emfisema
interstisial pulmonal)
c. Perdarahan pulmonal
d. Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
e. Apnea
f. Hipotensi sistemik
g. Anemia
h. Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
i. Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orang tua

Komplikasi yang berhubungan dengan prematuritas :


a. Paten Duktus Arteriosus (PDA) yang sering dikaitkan dengan hipertensi
pulmonal
b. Perdarahan intraventrikuler
c. Retinopati akibat prematuritas 4) Kerusakan neurologis.

B. KONSEP LEGAL ETIK KEPERAWATAN


Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-
prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk
melindungi hakhak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga
keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam
standar praktek profesional, seperti, (Sataloff et al., 2016) :
1. Otonomi (Autonomy)
Dalam bekerja perawat harus memilik prinsip otonomi didasarkan pada
keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat
keputusan sendiri. Perawat harus kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai dan tidak dipengaruhi atau intervensi profesi lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap klien, atau dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
professional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Setiap kali
perawat bertindak atau bekerja senantiasi didasari prinsip berbuat baik kepada
klien. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan
orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan
keperawatan terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan harus ditumbuh kembangan dan dibutuhkan dalam
diri perawat, perawat bersikap yang sama dan adil terhadap orang lain dan
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam memberikan asuhan keperawatan ketika perawat bekerja
untuk yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan keperawatan.
4. Tidak Merugikan (Nonmalleficlence)
Prinsip tidak merugikan harus dipegang oleh setiap perawat, prinsip
ini berati tidak menimbulkan bahaya, cedera atau kerugian baik fisik maupun
psikologis pada klien akibat praktik asuhan keperawatan yang diberikan
kepada individu maupun kelompok.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran,perawat harus menerpkan
prinsi nilai ini setiap memberikan pelayanan keperawatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa
klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi
akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama
menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argumen
mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan
kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan
paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi,
mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang
kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling
percaya.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah
kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya.Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik
yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
7. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien di luar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien (Handono et al., 2021). Data yang dicari dalam riwayat keperawatan
adalah
a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita
hipotensi atau perdarahan )
b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada
keadaan hipotermia)
c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif
d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada
bayi)
e. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti:
takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada,
pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi berbagai masalah yang dapat
ditemukan dari hasil pengkajian atau pengumpulan data. Masalah atau
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016)
a. Pola napas tidak efektif
b. Bersihan jalan napas tidak efektif
c. Hipertermia
d. Ketidakmampuan koping keluarga
e. Risiko difisit nutrisi
f. Risiko ketidakmampuan integritas kulit/jaringan
g. Risiko Jatuh
h. Risiko Infeksi
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan rencana asuhan keperawatan atau perencanaan ini ditulis sesuai dengan
masalah keperawatan yang didapat oleh pasien (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) :
Diagnosa SLKI SIKI Rasional
Keperawatan (Kriteria Hasil)
Pola napas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
efektif selama …. maka diharapkan Observasi Observasi
pola napas membaik, 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Penurunan bunyi napas
dengan kriteria hasil: kedalaman, usaha napas) merupakan indikasi
1. Ventilasi semenit 2. Monitor bunyi napas tambahan akumulasi secret atau ketidak
(menurun) (mis. gurgling, mengi, mampuan membersihkan
2. Kapasitas vital wheezing, ronkhi kering) jalan napas
(meningkat) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, 2. Penurunan bunyi napas
3. Tekanan akspirasi aroma) indikasi secret atau
(menurun) Terapeutik ketidakmampuan
4. Tekanan inspirasi 1. Pertahankan kepatenan jalan membersihkan jalan napas
(menurun) napas dengan head-tilt dan sehingga otot aksesoris
5. Dispena (menurun) chin-lift (jaw-thrust jika curiga digunakan dan kerja
6. Penggunaan otot bantu trauma servikal pernapasan meningkat
pernapasan (menurun) 2. Posisikan semi fowler atau 3. Mengetahui kekurangan atau
7. Ortopnea (menurun) fowler kelebihan sputum serta
8. Pemajangan fase 3. Berikan minum hangat warna dan aroma
ekspirasi (menurun) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika Terpeutik
9. Pernapasan cuping perlu 1. Memudahkan kepatenan
hidung (menurun) 5. Lakukan penghisapan lendir jalan napas dan mencegah
10. Frekuensi napas kurang dari 15 detik terjadinya trauma servikal
(membaik) 6. Keluarkan sumbatan benda 2. Memudahkan pengeluaran
11. Kedalaman napas padat dengan forcep McGill secret dan menurunkan
(membaik) 7. Berikan oksigen jika perlu upaya pernapasan
12. Ekskrusi dada Edukasi 3. Air hangat dapat membantu
(membaik) 1. Anjurkan asupan cairan 2000 mengencerkan secret
ml/hari, jika tidak 4. Fisioterapi dada baik untuk
kontraindikasi mempebaiki pernapasan
2. Ajarkan teknik batuk efektif 5. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Kolaborasi Penghisapan dapat
1. Kolaborasi bronkodilator, diperlukan bila klie tidak
ekspektoran, mukolitik jika mampu mengeluarkan secret
perlu 6. Dengan forcep mcgill dapat
memudahkan mengeluarkan
sumbatan benda padat
7. Mengurangi upaya
pernapasan
Edukasi
1. Pemasukan tinggi cairan
dapat membantu
mengencerkan secret
2. Ketika pasien mengetahui
teknik batuk efektif pasien
akan sering melakukan, hal
ini akan membuat secret
bergerak ke jalan napas
sehingga memudahkan untuk
keluar
Kolaborasi
1. Ekpektoran dapat
membantu
mengencerkan secret
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi Pemantauan Respirasi
tidak efektif keperawatan. Maka bersihan Observasi Observasi
jalan napas meningkat, 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Penurunan bunyi napas
dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya napas merupakan indikasi
1. Batuk efektif 2. Monitor pola napas (Seperti akumulasi secret atau
(menurun) bradipneu, takipnea, ketidak mampuan
2. Produksi sputum hiperventilasi, kussmaul, membersihkan jalan
(menurun) Cheyne-stokes, biot, atasik) napas
3. Mengi (menurun) 3. Monitor adanya produksi 2. Monitor pola napas
4. Wheezing sputum untuk mengetahui
(menurun) 4. Monitor adanya sumbatan terjadinya gangguan pola
5. Dyspnea (menurun) jalan napas pernapasan atua tidak
6. Gelisah (menurun) 5. Palpasi kesimetrisan 3. Mencegah terjadinya
7. Frekuensi napas ekpansi paru sumbatan jalan napas
(membaik) 6. Auskultasi bunyi napas 4. Mencegah terjadinya
8. Pola napas 7. Monitor saturasi oksigen gangguan pola napas
(membaik) Terapeutik pada pasien
1. Atur interval pematauan 5. Mengetahui kesimetrisan
respirasi sesuai kondisi paru
pasien 6. Penurunan bunyi napas
Edukasi indikasi secret atau
1. Jelaskan tujuan dan ketidakmampuan
prosedur pemantauan membersihkan jalan
napas sehingga otot
aksesoris digunakan dan
kerja pernapasan
meningkat
7. Mengetahui
perkembangan saturasi
oksigen
Terapeutik
1. Untuk mengetahui
perkembangan penyakit
pasien
Edukasi
1. Agar keluarga pasien
mengetahui tindakan
yang akan dilakukan
Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
keperawatan. Maka Observasi : Observasi :
termoregulasi membaik, 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
dengan kriteria hasil : hipertemi (mis. dehidrasi, hipertemi dapat membuat
1. Menggigil terpapar lingkungan panas, perawat gampang
(menurun) penggunaan incubator) menengakkan diagnose
2. Kulit merah 2. Monitor suhu tubuh 2. Suhu tubuh 38-39ºC
(menurun) Terapeutik : menunjukkan proses
3. Kejang (menurun) 1. Sediakan lingkungan yang penyakit infeksius akut.
4. Pucat (menurun) dingin Pola demam dapat
5. Takikardi (menurun) 2. Longgarkan atau lepaskan membantu dalam
6. Takipnea (menurun) pakaian diagnosis
7. Bradikardi Edukasi : Terapeutik :
(menurun) 1. Anjurkan tirah baring 1. Lingkungan yang dingin
8. Suhu tubuh Kolaborasi : dapat mencegah
(membaik) 1. Kolaborasi pemberian terjadinya perubahan
9. Suhu kulit cairan dan elektrolit suhu atau kenaikan suhu
(membaik) intravena, Jika perlu 2. Pakaian yang tipis
10. Ventilasi (membaik) membantu penguapan
suhu lebih lancer
Edukasi :
1. meningkatkan
kenyamanan istirahat
serta dukungan
fisiologis/psikologis
Kolaborasi :
1. Mempertahankan
kesimbangan cairan dan
elektrolit
Risiko difisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
keperawatan. Maka Status Observasi : Observasi :
nutrisi 1. Identifikasi alergi dan 1. Untuk mengetahui klien
membaik, dengan kriteria intoleransi makanan alergi dengan makanan
hasil : 2. Identifikasi makanan yang jenis apa dan mengetahui
1. Porsi makan yang disukai masalah pencernaan yang
dihabiskan 3. Monitor berat badan terjadi setelah makan-
(meningkat) Terapeutik makanan tertentu
2. Kekuatan otot 1. Lakukann oral hygiene, jika 2. Untuk menambah nafsu
mengunyah perlu makan klien
(meningkat) 2. Sajikan makanan secara 3. Untuk mengetahui
3. Nyeri abdomen menarik dan suhu sesuai seberapa jauh asupan
(menurun) Edukasi : nutrisi yang dikomsumsi
4. Berat badan 1. Anjurkan posisi duduk, jika klien
(membaik) perlu Terapeutik :
5. Indeks massa tubuh Kolaborasi : 1. Memperbaiki fungsi
(IMT) (membaik) 1. Kolaborasi dengan ahli gizi mulut untuk
untuk menentukan jumlah
6. Frekuensi makan meningkatkan nafsu
kalori dan jenis nutrient
(membaik) yang dibutuhkan, jika perlu makan
7. Nafsu makan 2. Makan yang menarik
(membaik) dapat menambah nafsu
makan klien
Edukasi :
1. Posisi duduk membuat
klien lebih nyaman untuk
makan
Kolaborasi :
1. Untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
Risiko Kerusakan Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit
integritas
keperawatan. Maka Observasi : Observasi :
kulit/jaringan
Integritas kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui
meningkat , dengan kriteria gangguan integritas kulit gangguan integritas kulit
hasil : (mis. perubahan siklus, Teapeutik :
1. Elastisitas perubahan status nutrisi, 1. Untuk mencegah
(meningkat) penurunan kelembaban, terjadinya decubitus
2. Hidrasi (meningkat) suhu lingkungan ekstrem, akibat tirah baring
3. Suhu kulit penurunan mobilitas 2. Agar pasien rileks
(Membaik) Terapeutik : Edukasi :
4. Sensasi (membaik) 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika 1. Agar integritas kulit
5. Tekstur (membaik) tirah baring pasien tetap lembab
6. Pertumbuhan rambut 2. Lakukan pemijatan pada 2. Minum air putih untuk
(membaik) area penonjolan tulang, jika menjaga kestabilan kulit
perlu 3. Makan buat dan sayuran
Edukasi : yang mengandung
1. Anjurkan menggunakan vitamin C dapat menjaga
pelembab (mis. lotion, kulit tetap indah
serum) 4. Menambah stamina dan
2. Anjurkan minum air yang menambah asupan nutriri
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

Risiko Jatuh Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Jatuh: Pencegahan Jatuh:


selama …. maka diharapkan Observasi Observasi
tingkat jatuh menurun, 1. Identifikasi faktor risiko jatuh 1. Mengindetifikasi faktor
dengan kriteria hasil: (mis. usia >65 tahun, penurunan risiko jatuh terhadap pasien
1. Jatuh dari tempat tingkat kesadaran, defisit yang bisa disebabkan adanya
tidur (menurun) kognitif, hipotensi ortostatik, penurunan kesadaran
2. Jatuh saat berdiri gangguan keseimbangan, 2. Mengurangi faktor risiko
(menurun) gangguan penglihatan, jatuh pasien
3. Jatuh saat duduk neuropati) 3. Lingkungan dapat menjadi
(menurun) 2. Identifikasi risiko jatuh penyebab atau faktor risiko
4. Jatuh saat berjalan setidaknya sekali setiap shift 4. Memantau tingginya risiko
(menurun) atau sesuai dengan kebijakan jatuh yang dialami oleh
5. Jatuh saat institusi pasien
dipindahkan 3. Identifikasi faktor lingkungan 5. Untuk mengetahui seberapa
(menurun) yang meningkatkan risiko jatuh besar kemampuan berpindah
6. Jatuh saat naik (mis. lantai licin, penerangan pasien
tangga (menurun) kurang) Terapeutik
7. Jatuh saat di kamar 4. Hitung risiko jatuh dengan 1. Agar pasien dan keluarga
mandi (menurun) menggunakan skala (mis. Fall mengetahui lingkungannya
8. Jatuh saat Morse Scale, Humpty Dumpty selama dirumah sakit
membungkuk Scale), jika perlu 2. Mengurangi risiko jatuh
(menurun) 5. Monitor kemampuan berpindah 3. Mengurangi risiko jatuh
dari tempat tidur ke kursi roda 4. Memudahkan dalam
dan sebaliknya pengawasan perawat
Terapeutik 5. Untuk memudahkan pasien
1. Orientasikan ruangan pada dalam berjalan
pasien dan keluarga 6. Agar pasien mudah
2. Pastikan roda tempat tidur dan menjangkau ketika dalam
kursi roda selalu dalam kondisi kondisi darurat
terkunci Edukasi
3. Pasangan handrall tempat tidur 1. Agar memudahkan pasien
4. Atur tempat tidur mekanis pada untuk berpindah
posisi terendah 2. Mengurangi risiko jatuh di
5. Tempatkan pasien berisiko lantai yang licin
tinggi jatuh dengan pantauan 3. Mengurangi risiko jatuh
perawat dari nurse station 4. Menjaga keseimbangan
6. Gunakan alat bantu berjalan pasien
(mis. kursi roda, walker) 5. Agar mudah untuk
7. Dekatkan bel pemanggil dalam memannggil perawat ketika
jangkauan pasien ada kejadian yang tak di
Edukasi inginkan
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat
Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
selama... Maka tingkat Observasi : Observasi :
infeksi menurun, dengan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Adanya peningkatan
kriteria hasil : infeksi lokal dan sistemik suhu menunjukkan
1. Kebersihan tangan Terapeutik adanya tanda-tanda
(meningkat) 1. Batasi jumlah pengunjung infeksi
2. Kebersihan badan 2. Berikan perawatan kulit Terapeutik :
(meningkat) pada area edema 1. Agar tidak terjadi
3. Nafsu makan 3. Cuci tangan sebelum dan peningkatan resiko
(meningkat) sesudah kontak dengan infeksi
4. Demam (menurun) pasien dan lingkungan 2. Mengurangi resiko
5. Kemerahan pasien infeksi
(menurun) Edukasi : 3. Untuk mencegah
6. Bengkak (menurun) 1. Jelaskan tanda dan gejala kontaminasi kuman
7. Kadar sel darah infeksi masuk ke luka sehingga
putih (membaik) 2. Ajarkan cara mencuci menurunkan resiko
tangan dengan dengan benar infeksi
Edukasi :
1. Mampu mencegah
terjadinya infeksi
2. Mampu menerapkan
prinsip steril, bersih dan
sehat
4. Implemenntasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Sari, 2019)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Sari, 2019).
D. Mind Mapping & Pathway
BBLR, Premature, Bayi cukup bulan :
Sindrom Mekonium, asidosis

Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga


disebutRespiratory Distress Syndrome (RDS)

Fungsi organ immature

Sistem Repirasi Sistem Sistem Sistem Sistem gastrointestinal Sistem sara f


Termoregulasi Integumen imunitas
Imaturitas paru Imaturitas produksi enzim, asam Pusat reflex
Pusat pengaturan suhu di Struktur kulit Dagangan hirokolik (aborsi lemak&vitamin), medulla spinalis
hipotalamus immature immatur immunoglobin immaturitas sfingter kardia belum sempurna
Surfaktan belum maternal (igM, IgG)
terbentuk lambung, melemahnya reflex
menurun, sum-sum mengisap dan menelan, kapasitas
Ketidak seimbangan luas Lapisan Lemak tulang, jaringan Koordinasi tubuh
permukaan tubuh dg BB perut kecil, ootot-otot abdomen
Tegangan permukaan Subcutan sedikit limfoid kelenjar timus belum sempurna
lemah
dan resitensi serta
immatur
kolaps alveolus
Hipertermia Hiperbilirubinmia
Intake nutrisi Risiko jatuh
Kulit
Pengembangan paru inadekuat
tipis/barrier
terganggu Kulit kuning
Penggunaan alat tidak sempurna
bantu napas
Pola Napas Tidak Indikasi fototerapi Risiko Infeksi
Risiko difisit
Efektif Reaksi tubuh terhadap
nutrisi
benda asing
Produksi mucus
meningkat Risiko kerusakan
integritas
kulit/jaringan
Bersihan jalan napas
tidak efektif
DAFTAR PUSTAKA

Handono, N. P., Saputri, S. Y., Akademi, D., Giri, K., Husada, S., Akademi, M., Giri,
K., & Husada, S. (2021). Jurnal Keperawatan GSH Vol 10 No 1 Januari 2021
ISSN 2088-2734 EFEKTIFITAS RENDAM KAKI AIR HANGAT TERHADAP
PENURUNAN Jurnal Keperawatan GSH Vol 10 No 1 Januari 2021 ISSN 2088-
2734. 10(1), 56–61.
Oktavianty, A., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan Usia Gestasi , Paritas
dan Kehamilan Ganda dengan Kejadian Respiratory Distress Sindrome ( RDS )
pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Borneo Student Research,
1(3), 1791–1798.
Sari, K. J. (2019). “Pedoman Dalam Melaksanakan Implementasi Keperawatan.”
https://doi.org/10.31227/osf.io/nckbj
Sataloff, R. T., Johns, M. M., & Kost, K. M. (2016). KONSEP DASAR
KEPERAWATAN. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 272.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wahyuni, S., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan Usia Ibu dan Asfiksia
Neonatorum dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) pada
Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Borneo Student
Research, 1(3), 1824–1833.
Widiarto Tri. (2019). Profil Anak Indonesia Tahun 2019. Kementerian Pemerdayaan
Perempuan Dan Perlindngan Anak (KPPPA), 378.
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/15242-profil-anak-indonesia_-
2019.pdf

Anda mungkin juga menyukai