Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Oleh:
NUR ACHMAD FAUZI
17021248

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS SAIN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
2021/2022
I. KONSEP DASAR ASFIKSIA
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan hipoksia dan hiperkapnu serta
sering berakhir dengan asidosis (Djitowiyono dan Kristiyani, 2018).
Post asfiksia adalah suatu keadaan dimana tanda gejala
penyerta setelah terjadinya asfiksia disertai dengan beberapa
komplikasi pada berbagai organ termasuk pada system  pernapasan
(Larosa, et. al., 2016).
B. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan,  pada
proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir.
Beberapa factor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia):
1. Faktor ibu: hipoksia, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, gravida ke empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, hipotensi mendadak
karena perdarahan, gangguan kontraksi uterus pada hipotoni,
tetani uteri, hipoventilasi ibu, dan gangguan HIS.
2. Faktor plasenta: solusio plasenta, plasenta previa,  plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tak menempel dan  perdarahan plasenta.
3. Faktor janin: kompresi umbilicus pada tali pusat yang melilit
leher, tali pusat menumbung, meconium kental,  prematuritas,
persalinan ganda
4. Faktor neonatus: trauma persalinan, perdarahan rongga tengkorak,
kelainan bawaan hernia diafragmatik atresia atau stenosis jalan
nafas
5. Pada bayi yang lahir preterm atau kurang bulan (kurang dari 36
minggu) organ-organ tubuhnya belum matur hal ini menyebabkan
sistem pernafasan khususnya paru-paru bayi belum    bekerja
secara optimal, surfaktan masih kurang sehingga ada
kemungkinan paru mengalami gangguan  perkembangan, otot
pernafasan masih lemah sehingga tangis bayi terdengar lemah dan
merintih akibatnya bayi  bisa mengalami asfiksia.
6. Bayi lahir preterm memiliki risiko distress pernafasan tiga kali
lebih besar.
7. Pada bayi dengan  berat lahir rendah fungsi organ bayi seperti
sistem  pernafasan masih belum berjalan dengan baik.
8. Bayi yang dekat ke pemancar panas (lampu penghangat) bisa
berisiko mengalami hipertermi, dalam hal ini, kebutuhan oksigen
juga akan meningkat.
9. Reflek menghisapnya lemah (Sharon, 2016)
C. Patofisiologi
Bayi yang mengalami asfiksia akan mengakibatkan terjadinya
terganggunya menghasilkan energy bagi metabolisme tubuh
menyebabkan terjadinya glokolisis anerobik, dimana kondisi ini bisa
disebut dengan post asfiksia. Produk sampingan proses tersebut (asam
laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam ulkan peningkatan
asam organik tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga
terjadilah asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini
secara bersamaan menyebabkan kerusakan sel, dimana hal ini dapat
menyebabkan kelelahan otot pernafasan sehingga munculah masalah
keperawatan ketidakefektivan pola nafas (Setiadi, 2017)
D. Manifestasi klinis
1. Ketidakmampuan bernapas
2. Denyut jantung janin bradikardia (100x/menit), Takikardia
(140x/menit)
3. Warna kulit pucat dan ada tanda-tanda syok,
4. Hipoksia
5. RR >60x/menit atau 30x/menit
6. Nafas megap-megap/ gasping sampai terjadi henti nafas
7. Napas cuping hidung  
8. Tonus otot berkurang
9. Periode apnea yang berlangsung sekitar 10-15 detik  (irama nafas
ireguler) dan disertai sianosi (Sharon, 2016)
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2. Urinalisis
3. Ultrasonografi untuk melihat taksiran berat janin dan letak
plasenta
4. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin,
seperti rasio lesitinsfingomielin, surfaktan (Ridha, 2014)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapi suportif pada bayi dengan asfiksia
neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi system jantung, dan
paru dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang
cukup, serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
2. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga  proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik.
3. Pada bayi yang kadar glukosanya rendah, antara 25-45 mg/dL
diberikan terapi D10% intravena (80-100 mg/kg/hari, 6-
8mg/kg/menit glukosa)
4. Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung,
kemudian mulut.
c. Bersihkan badan dan tali pusat.
d. Lakukan observasi tanda-tanda vital, pantau APGAR skor
dan
masukkan ke dalam incubator
5. Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
a. Bersihkan jalan napas
b. Berikan oksigen 2 liter per menit
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila
belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker
(ambubag)
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi sianosis, berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40%
sebanyak 4 cc disuntikkan melalui vena umbilicus secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intracranial
meningkat.
6. Asfiksia berat APGAR skor (0-3)
a. Bersihkan jalan nafas sambil pompa melaluo ambubag
b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit
c. Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endotracheal
tube)
d. Bersihkan jalan nafas melalui ETT
e. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis
berikan natrium bikarbonat sebanyak 6 cc. selanjutnya
berikan dekstrosan 40% sebanyak 4 cc (RI, 2015)
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/ba
suku/bangsa, tanggal ngsa, tanggal MRS, tanggal MRS,
tanggal pengkaj pengkajian, ruangan, ian, ruangan, diagnosa
medis nomer rekam medik), identitas nama  pasien  pasien
diperlukan diperlukan untuk menentukan menentukan kriteria
pasien kriteria pasien yang akan dijadikan partisipan dalam
pengumpulan data, dengan usia dengan usia klien yaitu klien
yaitu usia 0-28 usia 0-28 hari.
b. Identitas penanggung jawab (nama orangtua, agama,
pendidikan, pekerjan, alamat,  pendidikan, pekerjan, alamat,
umur).
2. Riwayat kesehatan sekarang:
Keluhan utama: kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas
atau hipoksia janin akibat otot pernafasan yang kurang optimal.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, misalnya lilitan tali
pusat, presentasi janin abnormal, hipoksia ibu, eklampsia; natal,
misalnya terdapat gangguan HIS; neonatal, misalnya trauma
persalinan, perdarahan rongga tengkorak, kelainan bawaan hernia
diafragmatik atresia atau stenosis jalan nafas).
4. Riwayat kesehatan keluarga Kaji apakah dalam keluarga pernah
mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum adalah penilai pertama untuk mengukur skala
neurologis menggunakan riwayat apgar score, kesulitan
bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat
otot pernafasan yang kurang optimal dan penilaian
menggunakan nilai dwon skor dengan nilai skor kurang dari 3
maka termasuk gawat nafas ringan, nilai 4 – 6 tgawat nafas
sedang, sedangkan pada down skor nilai lebih dari 6
termasuk gawat nafas berat.
b. TTV (Tanda Tanda Vital)
Pengukuran tanda tanda vital pada bayi baru lahir dengan
pernafasan lambat (Sembiring, 2019) menyebutkan bahwa
bayi dengan kontak kulit biasanya suhu tubuh normal
dipertahankan pada 36,5°C – 37°C (aksilla). Nilai heart rate
normal pada bayi baru lahir adalah 100-160x/menit (Thomas,
2012), sedangkan menurut (Sidarta, 2013) respiratory normal
adalah 60x/menit.
c. Kebutuhan dasar
Sirkulasi : nadi apical dapat berfluktasi dari 110 sampai
180x/menit. Tekanan darah sistolik 60/40 – 80/45 mmHg,
bunyi jantung, murmur biasa terjadi selama beberapa jam
pertama kehidupan, tali pusat putih dan bergelatin,
mengandung 2 arteri dan 1 vena
d. Makanan/minuman :
pada usai neonatus tidak mendapat kan makan kecuali ASI,
neonatus post asfiksia mendapatkan ASI yang cukup untuk
mencegah hipoglikemi dan menggunakan OGT
e. Neuro sensori : tonus otot (fleksi hipertonik dari semua
ekstremitas) sadar dan aktif mendemonstrasikan reflek
menghisap selama 30 menit pertama setelah melahirkaan,
menangis kuat, sehat, nada sedang)
f. Pernafasan : Nilai down skor 4-5 gawat nafas sedang, nilai
lebih dari 6 gawat nafas berat, RR rentang dari 30 – 60
permenit, pola periodic dapat terlihat, bunyi nafas bilateral,
kadang kadang krekles umum pada awalnya silindrik thorak
(kartilago xifoid menonjol umum terjadi)
g. Reflek : Reflek moro lemah karena usia gestasinya kurang
dari 37 minggu sehingga otot otot pada wajah juga belum
sempurna, kegawatan nafas juga menyebabkan melemahnya
otot otot pada wajah bayi sehingga berpengaruh pada reflek
menghisap karena bayi premature kurang berkembang
(Djoyodibroto, 2018)
B. Pathway
Persalinan lama Paralisis pusat Faktor lain:
lilitan tali pusat pernafasan anastesi, obat-
presentasi janin obatan narkotik
abnormal

ASFIKSIA

Janin kekurangan Paru-paru terisi


O2 dan kadar CO2 cairan
meningkat Suplai O2 ke
darah menurun
Nafas cepat
Bersihan jalan
Resiko termoregulasi nafas tidak efetif
tidak efektif
Apneu

DJJ & TD Pola nafas


menurun tidak efektif

Janin tidak
bereaksi terhadap
rangsangan

(Setiadi, 2017)
C. Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
.
1. Pola nafas tidak efektif Pola Nafas (L.01004) Menejemen jalan nafas I.01011
(D.0005) Observasi
Ekspektasi: Membaik  Memonitor pola nafas (frekuensi,
Kriteria Hasil: kedalaman, usaha nafas)
1. Frekuensi nafas membaik  Memonitor bunyi nafas tambahan
2. Kedalaman nafas membaik (misalnya gurgling, mengi, wheezing,
3. Penggunaan otot bantu nafas ronchi kering)
menurun  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Dipsnea menurun
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
head-tilt dan chin lift (jaw trust jika
dicurigai trauma servikal)
 Posisi semi flowler atau flowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
 Berikan oksigenasi
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2. Bersihan jalan nafas tidak Bersihan Jalan Nafas (L.01001) Manajemen Jalan Nafas I.01011
efektif (D.0001) Observasi
Ekspektasi : Meningkat  Memonitor pola nafas (frekuensi,
Kriteria Hasil: kedalaman, usaha nafas)
1. Produksi sputum menurun  Memonitor bunyi nafas tambahan
2. Mengi menurun (misalnya gurgling, mengi, wheezing,
3. Wheezing menurun ronchi kering)
4. Frekuensi nafas membaik  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
5. Pola nafas membaik
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
head-tilt dan chin lift (jaw trust jika
dicurigai trauma servikal)
 Posisi semi flowler atau flowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
 Berikan oksigenasi

Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

3. Resiko termoregulasi tidak Termoregulasi (L.14134) Regulasi Temperatur 1.14578


efektif (D.0148) Observasi
Ekspektasi : Membaik  Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5-
Kriteria Hasil: 370C)
1. Suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam jika
2. Suhu kulit membaik perlu
3. Ventilasi membaik  Monitor tekanan darah, frekuensi
4. Tekanan darah membaik pernafasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia atau hipertermia

Terapeutik
 Pasang alat pemantau suhu continu, jika
perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
 Gunakan matras penghangat, slimut
hanyat, dan penghangat ruangan untuk
menaikan suhu tubuh jika perlu
 Gunakan kasur pendingin, water
circulating blankets ice pack atau gel pad
dan inlravcular colingcathetedzation untuk
menurunkan suhu tubuh
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien

Edukasi
 Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion
dan heat strok
 Jelaskan cara pencegahan hipotermi karna
terpapar udara dingin
 Demonstrasikan teknik perawatan metode
kanguru (PMK) untuk bayi BBLR

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antipiretik jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Darmanto, Djojodibroto. 2016. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Buku


Kedokteran
Djitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2016. Asuhan Keperawatan Post Operasi
Dengan Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika
LaRosa, D. A., Ellery, S. J., Parkington, H. C., Walker, D. W., dan Dickinson, H.
2016. Maternal Creatine Supplementation during Pregnancy Prevents Long-
Term Changes in Diaphragm Muscle Structure and Function after Birth
Asphyxia.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
RI, K. K. 2015. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Esensial Pedoman Teknis
Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Ridha, N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiadi. 2017. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sharon, J. R. 2016. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan
Keluarga. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai