DEFENISI
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal
respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu
ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada
saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam
paru.
Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi
pernapasan pada neonatus (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
B.ETIOLOGI
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat
badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya
semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan.
Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu,
kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat
bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
C.PATOFISIOLOGI
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang
efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
2. Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun
3. Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia.
4. Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis
respiratorik.
5. Sintesis surfaktan
D.MANIFESTASI KLINIS
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi
30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia
pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam
pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan
1. Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun
2. Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun.
E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Gambaran radiologis
2. Gambaran laboratorium
a. Pemeriksaan darah
3. Gambaran patologi/histopatologi
F.PENATALAKSANAAN
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum sempurna karena itu salah satu
cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas
paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik. Gluck (1971) memperkenalkan
suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam
cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita
penyakit membran hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan
mengalami penyakit membran hialin. Pemberian kortikosteroid oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang
terbentuknya surfaktan pada janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara yang paling efektif
untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa
11.Infeksi sekunder
I.PROGNOSIS
beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah
(Scopes, 1971).
ASUHAN KEPERAWATAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)
pengembangan otot.
4. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan ventilasi pulmonal
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
NOC : NIC
Respiratory status : Ventilation Oxygen Therapy
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
jam diharapkan pola nafas pasien teratur Pertahankan jalan nafas yang paten
dengan kriteria :
Siapkan peralatan oksigenasi
Irama pernafasan teratur/ tidak sesak
Monitor aliran oksigen
Pernafasan dalam batas normal (dewasa:
Monitor respirasi dan status O2
16-20x/menit)
Pertahankan posisi pasien
Kedalaman pernafasan normal
Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang digunakan.
Suara perkusi jaringan paru normal
Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
(sonor)
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Cemas berkurang
Monitor tingkat kecemasan pasien yang kemungkinan
diberikan terapi O2
NOC NIC
2.Respiratory status: Gas Exchange Acid Base Management
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam Pertahankan kepatenan jalan nafas
diharapkan hasil AGD pasien dalam batas normal Posisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat(mis., buka
dengan kriteria hasil : jalan nafas dan tinggikan kepala dari tempat tidur)
PaO2 dalam batas normal (80-100 mmHg) Monitor hemodinamika status (CVP & MAP)
PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg) Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2 darah melalui hasil AGD
pH normal (7,35-7,45) Monitor tanda-tanda gagal napas
SaO2 normal (95-100%) Monitor
Tidak ada sianosis Monitor status neurologis
Tidak ada penurunan kesadaran Monitor status pernapasan dan status oksigenasi klien
Atur intake cairan
Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas tambahan (ronchi,
wheezing, krekels, dll)
Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan.