Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Anak-anak bukanlah merupakan bentuk kecil dari dewasa, disebut
neonatus bila berumur kurang dari 30 hari, bayi bila umur 1-2 bulan dan
disebut anak bila berumur kurang dari 12 tahun.1 Penatalaksanaan anestesia
pada pediatrik agak sedikit berbeda dibandingkan den gan pada dewasa.
Keberhasilan pengelolaan anestesi pada anak memerlukan pemahaman tentang
karakteristik anatomi, fisiologi dan farmakologi pada anak. Hal-hal yang
membedakan dengan anestesi pada dewasa adalah modifikasi peralatan dan
teknik anestesia. Risiko terjadinya mortalitas dan morbiditas juga semakin
tinggi dengan makin mudanya usia.1,2
Walaupun terdapat perbedaan yang mendasar tetapi prinsip utama suatu
penatalaksanaan

anestesia

yang

baik

yaitu

kewaspadaan,

keamanan,

kenyamanan, dan perhatian yang seksama baik pada anak maupun dewasa
adalah sama.
Dari beberapa tahapan penatalaksanaan anestesia pada pediatrik,
tahapan evaluasi dan persiapan pra-bedah serta tahapan premedikasi-induksi
merupakan tahapan yang sangat menentukan untuk keberhasilan pemberian
anestesi pada anak dan bayi.
B. Tujuan
Mengetahui perkembangan anatomi dan fisiologi pada anak, persiapan
pra-bedah, premedikasi, induksi dan teknik anestesi pada pediatrik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkembangan Anatomi dan Fisiologi
Sistem Respirasi
Dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa ventilasi
pada anak kurang efisien karena otot-otot diafragma dan interkostal lebih
lemah, tulang kosta yang lebih mudah mengembang dan lebih datar dan
bentuk abdomen yang lebih menonjol. Frekuensi nafas tinggi pada neonatus
dan menurun dengan makin bertambahnya umur. Volume tidal dan ruang rugi
per kilogram berat badan relatif konstan. Resistensi jalan nafas relatif lebih
besar karena kecilnya jalan nafas terutama pada cabang yang lebih kecil.
Maturasi alveoli akan selesai pada akhir masa anak anak (umur 8 tahun).
Beban nafas lebih berat sehingga otot-otot pernafasan cenderung lebih mudah
capai. Pada neonatus dan bayi jumlah dan ukuran alveoli yang lebih kecil
menyebabkan komplians paru menurun, sebaliknya rulang rawan pada rusuk
menyebabkan dinding dada sangat komplians. Kombinasi kedua sifat tersebut
menyebabkan dinding dada cenderung kolaps selama inspirasi dan paru
cenderung kolaps selama ekspirasi sehingga functional Residual Capacity
(FRC) akan menurun. Hal ini penting karena berhubungan dengan cadangan
02 selama periode apnea (mis : intubasi), neonatus dan bayi cepat menjadi
atelektasis dan hipoksemia. Frekuensi nafas yang tinggi memperberat
keadaan ini karena peningkatan kebutuhan oksigen. Pusat pernafasan yang
pada orang dewasa sensitif terhadap hipoksia dan hiperkapnia dan neonatus
dan bayi juga belum sempurna, sehingga hipoksia dan hiperkapnia juga akan
mendepresi pernafasan.2,3
Pada bayi dan anak anatomi jalan nafasnya berbeda dengan orang
dewasa, lidah lebih besar, rongga hidung yang lebih sempit dan laring lebih
ke depan dan sefalad (setinggi vert, C 4, dewasa setinggi vert. C6), epiglotis
panjang, trakhea dan leher yang lebih pendek. Bentuk anatomi dari jalan
nafas ini menyebabkan neonatus dan bayi sampai umur kurang lebih 5 bulan

pernafasannya lebih melalui hidung. Bagian paling sempit dari jalan nafas
pada anak sampai dengan umur 5 tahun adalah adalah cincin krikoid dewasa :
glottis). Karena diameter trakhea yang kecil edema 1 milimeter sudah dapat
mengakibatkan perubahan yang jelas pada fisiologi pernafasan.1,3
Tabel 1. Karakteristik sistem pernafasan pada neonatus dan bayi berbeda dengan
pada dewasa1.
Fisiologi
Curah jantung tergantung frekuensi denyut jantung
Denyut jantung lebih cepat
Tekanan darah lebih rendah
Frekuensi nafas lebih cepat
Komplians paru lebih kecil
Komplians dinding dada lebih besar
FRC lebih rendah
Rasio luas permukaan dengan berat badan lebih besar
Total cairan tubuh lebih besar
Anatomi
Ventrikel kiri tidak / kurang komplians
Sisa sirkulasi fetus
Kesulitan pada kanulasi arteri dan vena
Lidah dan kepala besar
Rongga hidung lebih sempit
Laring anaterosefalad
Epiglotis panjang
Leher dam trakhea lebih dominan
Otot diafragma dan interkosta lemah
Resistensi terhadap aliran udara tinggi
Farmakologi
Biotransformasi hepar imatur
Ikatan protein menurun
Fa/Fi (Fraksi alveolar/Fraksi inspirasi) cepat meningkat
Induksi dan pulih sadar cepat
Peningkatan minimal Alveolar Concentration (MAC)
Volume distribusi obat yang larut dalam air tinggi
Neuromuscular junction imatur
Sistem Kardiovaskuler
Pada neonatus dan bayi isi sekuncup jantung terbatas karena ventrikel
kiri yang belum berkembang dan tidak komplians sehingga curah jantung

sangat bergantung pada frekuensi denyut jantung. Meskipun denyut jantung


dasar lebih tinggi dari orang dewasa aktifitas sistem saraf para simpatik,
overdosis obat anestesi, hipoksia dapar meneyebabkan bradikardia yang
mengakibatkan curah jantung turun drastis. Bayi dengan kondisi jelek yang
harus menjalani prosedur pembedahan darurat dan operasi lama cenderung
mengalami bradikardia, hipotensi, asistolik yang dapat berakhir dengan
kematian intra operasi. Reflek baroreseptor dan sistem saraf simpatis belum
sempurna.

Cadangan

katekolamin

pada

bayi

rendah

dan

sistem

kardiovaskuler tidak berespon terhadap katekolamin dari luar. Sistem


vaskuler kurang berepon terhadap hipovolemi, sehingga kekurangan cairan
intravaskuler pada neonatus dan bayi mengakibatkan hipotensi tanpa
takikadia.1,4
Pengaturan Suhu dan Metabolisme
Luas permukaan tubuh per kilogram berat badan pada anak lebih
besar dari dewasa. Metabolisme dan parameter yang berhubungan dengannya
(konsumsi oksigen, produksi CO2, curah jantung dan ventilasi alveoler) lebih
tergantung pada luas permukaan dibanding dengan berat badan. Pada
neonatus kehilangan panas lebih mudah terjadi karena kulit yang tipis,
cadangan lemak sedikit dan luas permukaan tubuh yang lebih besar. Hal ini
dapat diperberat oleh suhu kamar operasi yang dingin, paparan luka, infus
cairan yang dingin, gas anestesi yang kering dan efek agen anestesi terhadap
pengaturan suhu. Hipotermi dapat mengakibatkan terlambatnya pulih sadar,
jantung iritabel, depresi nafas, peningkatan resistensi pembuluh pulmoner dan
perubahan respon terhadap obat obatan. Mekanisme utama produksi panas
pada neonatus adalah non shivering thermogenesis oleh metabolisme lemak
coklat. Proses ini menjadi terbatas pada anak yang sakit dan bayi prematur
yang mempunyai cadangan lemak sedikit. Anestesi volatil juga menghambat
proses thermogenesis pada lemak coklat''2.

Fungsi Gastrointestinal dan ginjal


Fungsi ginjal yang normal di mulai pada umur 6 bulan dan sempurna
pada umur 2 tahun. Bayi prematur sering mengalami kelainan ganda seperti
defek pada ginjal temiasuk penurunan klirens kreatinin, gangguan retensi
natrium, ekskresi glukosa, reabsorpsi bikarbonat dan kemampuan ginjal
dalam mengencerkan dan memekatkan cairan jelek, sehingga pemberian
cairan pada neonatus dan bayi harus sangat hati hati. Neonatus juga sering
mengalami refluk gastroesofagus. Fungsi hati juga belum berkembang baik
sehingga fungsi konjugasi hati juga belum sempurna1.
Homeostasis glukosa
Neonatus mempunyai cadangan glikogen yang rendah sehingga
mudah terjadi hipoglikemia. Kemampuan ginjal yang belum sempurna dalam
mengekskresi glukosa mengurangi kecenderungan tersebut. Hipoglikemia
mudah terjadi pada neonatus yang lahir prematur atau lahir dengan berat
badan rendah, dari ibu dengan diabetes, atau yang mendapat makanan
berlebihan2.
Perbedaan farmakologik
Dosis obat pada anak -anak dianjurkan untuk selalu berdasarkan dosis
per kilogram berat badan. Berat badan tidak menggambarkan distribusi cairan
ekstraseluler dan intravaskuler yang berbeda dengan dewasa , jalur
biotransformasi hati yang belum sempurna, peningkatan aliran darah ke
organ, penurunan ikatan protein dan kecepatan metabolisme yang tinggi
sehingga hal hal tersebut tetap dipertimbangkan secara individual2.
Neonatus dan bayi mempunyai mempunyai total cairan tubuh yang
lebih besar dari dewasa (70-75% vs 50-60%)1.
Anestetik Inhalasi
Neonatus, bayi dan anak mempunyai FRC rendah dan ventilasi
alveoler yang relatif tinggi. Perbandingan ventilasi semenit terhadap FRC

yang relatif tinggi ini mengakibatkan konsentrasi anestetik di alveoli cepat


naik . Koefisien darah /gas isofluran dan halotan pada neonatus lebih rendah
dari dewasa sehingga induksi anestesi dan pulih sadar terjadi lebih cepat.
Kecepatan pulih sadar pada operasi kurang dari 1 jam hampir sama pada
penggunaan isofluran dan halotanMAC anestetik inhalasi yang berhalogen
pada bayi lebih tinggi disbanding neonatus dan dewasa, N20 tidak terlalu
berpengaruh terhadap MAC desfluran dibanding agen inhalasi yang lain1.
Tekanan darah pada neonatus dan bayi sensitif terhadap agen inhalasi ,
hal ini mungkin oleh karena mekanisme kompensasi yang belum berkembang
baik dan depresi otot jantung.Anak pada usia prepubertas lebih tahan terhadap
disfungsi hepar karena halotan dibanding pada dewasa. Sebagaimana pada
orang dewasa halotan menyebabkan jantung lebih sensitif terhadap
katekolamin, dosis maksimal adrenalin pada anestetik lokal yang boleh
digunakan bersama halotan adalah l0/kg. Sevofluran dan defluran juga
sering menyebabkan delirium dan agitasi pada saat pulih sadar pada anak
anak2,6. Uezono dkk dalam penelitiannya Agitasi saat bangun dari anestesi
sesudah anestesi dengan sevolfuran versus propofol pada anestesi pediatrik,
mendapatkan kelompok dengan induksi sevofluran yang dilanjutkan
pemeliharaan dengan propofol tidak mengalami agitasi (0%) dibanding
kelompok induksi dan pemeliharaan dengan sevofluran kejadian agitasi 38
%6.
Anestetik non volatil
Beberapa obat dari golongan barbiturat dan opioid lebih potent pada
neonatus dibanding pada dewasa. Hal ini mungkin oleh karena obat lebih
mudah melewati sawar darah otak, kapasitas metabolik yang masih rendah
atau peningkatan sensitivitas pusat pernafasan. Penggunaan morfin sulfat
harus sangat hati hati dan tidak dianjurkan pada neonatus karena konjugasi
hepar dan klirens ginjal yang rendah. Neonates dan bayi lebih resisten
terhadap efek ketamin.Jalur sitokrom P450 matang pada usia 1 bulan.
Biotranformasi dan eliminasi pada anak relatif tinggi karena aliran darah
hepar yang tinggi. Klirens sufentanil, alfentanil dan mungkin fentanil Iebih

tinggi pada anak dibanding pada dewasa. Karena volume distribusi dan
kli.rens propofol yang lebih tinggi anak anak memerlukan dosis yang lebih
tinggi pada TIVA. (Total Intra Venous Anaesthesia) yaitu 150 -250
g/kg/menit1,2.
Obat Pelumpuh Otot
Anak-anak

lebih

sensitif

terhadap

kejadian

aritmia

jantung,

hiperkalemia, rabdomiolisis, methemoglobinemia, spasme masseter dan


hipertermia maligna sesudah pemberian suksinilkolin. Bila terjadi henti
jantung sesudah pemberian suksinil kolin harus segera dimulai terapi terhadap
hiperkalemia.

Resusitasi

kardiopulmonary

bypass)

yang
harus

lebih

panjang

dilakukan.

dan

heroic

(sampai

Karena

alasan

tersebut

suksinilkolin sebaiknya dihindari penggunaan secara rutin pada operasi


elektif anak. Suksinilkolin pada anak hanya digunakan pada induksi cepat
dengan perut penuh, laringospasme, relaksasi otot cepat sebelum diperoleh
jalur intra vena.Tidak seperti pada pasien dewasa pada anak anak dapat terjadi
bradikardi berat dan henti nodus sinus sesudah pemberian pertama
suksinilkolin yang tidak diawali dengan premedikasi atropine1.
Bayi memerlukan dosis suksinilkolin yang lebih tinggi (2 mg/kg)
karena volume distribusi yang relatif lebih tinggi. Perbedaan ini menjadi tidak
ada bila perhitungan dosis berdasarkan pada luas permukaan tubuh.
Rokuronium (0,6 mg/kg) merupakan obat terpilih untuk intubasi rutin. Dosis
rokuronium yang lebih tinggi (0,9-1,2 mg/kg) dapat digunakan untuk induksi
cepat dan operasi yang lama (sampai 90 menit). Rapakuronium (sudah ditarik
dari peredaran) 1,5-2,0 mg/kg pernah dianjurkan untuk intubasi cepat karena
durasi dan onset yang pendek . Ada beberapa pendapat bahwa indikasi
suksinilkolin pada anak anak hanya untuk pemberian intra muskuler (IM) 46mg/kg untuk mengamankan jalan nafas pada pasien tanpa akses intravena.
Pada situasi ini tetap harus diberikan premedikasi atropine 0,02 mg/kg IM
untuk mencegah bradikardia. Rokuronium dapat diberikan IM (1-1,5 mg/kg)
dengan onset 3 - 4 menit1,2.

Respon neonatus terhadap obat pelumpuh otot non depolarisasi


bervariasi. Neuro muscular junction yang belum matur ( terutama pada
neonatus

prematur)

cenderung

meningkatkan

sensitivitas,

sementara

kompartemen ekstraseluler yang relatif besar menyebabkan obatnya


terdilusi.Pada neonatus obat yang metabolismenya dengan konjugasi di hati
(eg. Rokuronium) waktu kerjanya memanjang. Atrakurium tidak tergantung
pada biotranformasi hati, pada anak anak durasinya lebih pendek. Pada
neonatus obat terpilih adalah mivakurium, atrakurium dan cisatrakurium.
Seperti pada orang dewasa titrasi dosis obat pelumpuh otot harus di monitor
dengan stimulator saraf tepi. Obat pelumpuh otot non depolarisasi dapat di
reverse dengan neostigmin (sampai 70 g/kg) atau edrophonium (1 mg/kg)
bersama dengan obat antikolinergik1.
B. TEKNIK ANESTESI PADA PEDIATRI
Persiapan preoperasi
A. Wawancara preoperasi
Anak bila dihadapkan pada kemungkinan untuk operasi mengalami
stres yang sangat bervariasi, hal ini tergantung pada umur, pengalaman operasi
di masa lalu dan maturitas psikis. Pada anak rasa takut terutama karena
kekhawatiran akan rasa nyeri dan berpisah dengan orangtuanya. Program
persiapan prabedah seperti pemberian brosur, video atau tour dalam rumah
sakit dapat membantu baik anak maupun orang tua dalam mengurangi
kecemasan. Pada pasien rawat jalan yang memerlukan anestesi tetap di
luangkan waktu untuk dapat dijelaskan apa yang akan terjadi sesuai
pemahaman anak, dalam hal ini pemberian obat obatan sangat beralasan.
Kehadiran orang tua saat persiapan operasi dan induksi juga diharapkan dapat
menenangkan pasien2.
B. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak anak dianggap menghabiskan
biaya. Pada beberapa pusat pemeriksaan laboratorium pada anak sehat dengan
pembedahan minor tidak dilakukan. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk

pembedahan tertentu ditentukan oleh anesthesiologis, ahli bedah dan dokter


ahli penyakit anak tergantung pada situasi dan kondisil.
C. Puasa pre operasi
Pasien pediatrik cenderung mudah mengalami dehidrasi sehingga
pembatasan cairan pre operatif harus lebih berhati hati. Penelitian
menunjukkan Ph cairan lambung yang rendah (< 2,5) dan adanya cairan sisa
di lambung pada pasien yang dijadwalkan untuk operasi. Hal ini menunjukkan
bahwa anak anak mempunyai risiko terjadi aspirasi lebih tinggi dari yang
diperkirakan sebelumnya.Kejadian aspirasi dilaporkan 1:1000. Pemanjangan
waktu puasa tidak menurunkan kejadian aspirasi ini.Pada anak anak
tergantung umur pemberian makanan formula dan padat dihentikan 4- 8 jam
pre operasi. Bayi kurang dan 6 bulan dipuasakan 4 jam sebelum induksi,
Umur 6 - 36 bulan dipuasakan 6 jam Cairan jernih boleh diberikan sampai 2-3
jam pre operasi. Waktu tersebut adalah untuk neonatus, bayi dan anak sehat
tanpa risiko penurnan pengosongan lambung clan aspirasi1,2.
D. Premedikasi
Banyak variasi pemberian premedikasi pada anak anak. Sedasi tidak
diberikan pada neonatus dan bayi sakit. Midazolam 0.3-0,5 mg/kg diberikan
pada anak yang sulit dipisahkan dari orangtuanya. Pemberian oral lebih
disukai daripada intramuskuler karena kurang traumatik hanya onset obat 2045 menit. Dosis midazolam dapat dikurangi dengan pemberian ketamin 46
mg/kg, kombinasi ini tidak cocok untuk pasien rawat jalan. Untuk pasien yang
tidak kooperatif dapat diberikan midazolam 0,1- 0,15mg/kg dan/atau ketamin
2-3 mg/kg secara intra muskular. Dapat juga diberikan methohexital secara
rektal 25-30 mg/kg dari larutan 10% pada saat anak masih dalam pelukan
orang tuanya. Beberapa obat (ketamin 3-6 mg/kg, midazolam 0,2mg/kg,
sufentanil 1-2 p/kg) dapat diberikan secara nasal meskipun rasanya tidak enak
dan ada risiko overtoksik dan midazolam. Fentanil juga dapat diberikan
sebagai lolipop (oralet 5-15 p/kg, kadar fentanil dapat terus meningkat selama

operasi dan dapat berfungsi sebagai analgesik post operatif. Obat obatan lama
seperti

pentotal

dan

khloral

hidrat

jarang

digunakan.

Beberapa

anesthesiologist secara rutin menggunakan premedikasi atropin 0,02mg/kg


untuk mencegah bradikardia. Atropin dapat menyebabkan hipotensi pada
neonatus dan bayi kurang dari 3 bulan, Atropin dapat mencegah penumpukan
sekret pada jalan nafas yang kecil dan pipa endotrakheal yang dapat berbahaya
dan mengancam jiwa. Sekresi menjadi masalah terutama pada pasien dengan
ISPA atau pasien yang mendapat ketamin. Atropin dapat diberikan secara oral
(0,05mg/kg),

intra

muskular

atau

kadang

kadang

rektal.

Beberapa

anesthesiologist memberikan atropin secara intra vena beberapa saat segera


sesudah induksil,2.
Monitoring
Monitor yang diperlukan sama dengan dewasa dengan beberapa
modifikasi. Batas alarm harus disesuaikan. Sandapan yang kecil untuk
elektrokardiograf digunakan agar tidak mengganggu sterilitas daerah operasi.
Manset untuk mengukur tekanan darah harus yang sesuai dengan besar lengan.
Stetoskop prekordial dapat memberikan informasi tentang detak jantung, kualitas
bunyi jantung dan patensi jalan nafas 1,2,4
Pengukur saturasi oksigen ( SpO2) penting karena hipoksia pada anak
dapat menyebabkan mortalitasdan morbiditas perioperatif. Pada neonatus probe
saturasi sebaiknya dipasang pada telinga atau jari kanan untuk mendapatkan
saturasi oksigen preduktal. Analisa C02 pada akhir tidal dapat untuk menilai
adekuat atau tidaknya ventilasi, konfirmasi letak pipa endotrakhea, dan tanda awal
dari hipertermia malignal.
Tetapi frekuensi nafas yang cepat dan tidal volume yang kecil pada bayi
yang kecil dapat menimbulkan kesulitan dengan beberapa jenis kapnograf.
Penganalisa aliran akurat pada berat badan > 10 kg C02 yang terispirasi tampak
tinggi dan puncak C02 dapat tampak rendah. Kesalahan ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor dan dapat dikurangi dengan menempatkan probe semaksimal

10

mungkin di ujung pipa endotrakhea yang dekat pasien, menggunakan pipa


sampling yang lebih pendek dan aliran gas sampling rendah (100-150 mL/menit) 1.
Suhu pada anak anak harus dipantau dengan ketat karena anak mudah
jatuh ke keadaan hipotermia yang pada akhimya dapat menyebabkan kegagalan
organ.Juga anak lebih berisiko mengalani hipertermia maligna. Hipotermia dapat
dicegah dengan beberapa cars antara lain menjaga suhu kamar operasi tetap
hangat (26 C atau lebih), menghangatkan dan melembabkan gas inspirasi,
pemakaian lampu atau selimut hangat, dan menghangatkan semua cairan yang
masuk. Juga harus dipikirkan bahaya terbakar karena usaha yang berlebihan
dalam menghangatkan pasien. Monitor invasif (kanulasi arteri, kateterisasi vena
sentral) memerlukan pertimbangan ahli. Kateter arteri pulmonal pada anak anak
jamg diperlukan karena pada umumnya hubungan tekanan pengisian kanan dan
kiri dapat diperkirakan. Pada neonatus sering dipilih kanulasi arteri radialis kanan
karena letaknya yang preduktal keadaan disini mencerminkan kandungan oksigen
pada arteri karotis dan retina. Jumlah urin yang keluar merupakan parameter yang
bagus untuk menilai status volume. Neonatus yang prematur atau lahir dengan
berat badan lahir rendah atau lahir dari ibu yang diabetik cenderung mengalami
hipoglikemia. Dianggap hipoglikemia bila kadar gula pada neonatus < 30 mg% ,
pada anak yang lebih tua < 40mgo% 1,2.
Induksi
Induksi anestesi umum dapat dilakukan dengan teknik intravena atau
inhalasi. Induksi secara IM dengan ketamin (5-10mg/kb) dapat dilakukan pada
keadaan tertentu seperti anak meronta ronta. Induksi intra vena lebih disukai pada
anak yang sudah terpasng jalur intra vena atau pada anak yang kooperatif Dalam
memasang jalur intra vena dapat digunakan topilal anestesi seperti EMLA R , yang
untuk efektivitasnya memerlukan waktu onset minimal 1 jam1,8.
A. Induksi intra vena
Induksi dapat dilakukan sama seperti pada omg dewasa, yaitu
barbiturat dengan masa kerja cepat (Tiopental 3mg/kg pada neonatus, 4-6

11

mg/kg pada bayi dan anak yang lebih tua) atau propofol diikuti dengan obat
pelumpuh otot. (rapakuronium, vecuronium, atrakurium, rokuronium atau
suksinilkolin). Atropin harus diberikan sebelum pemberian suksinilkolin.
Dengan Propofol angka kejadian hipertensi saat intubasi menjadi lebih kecil,
lebih cepat bangun dan angka kejadian mual ,muntah post operasi lebih
rendah. Keuntungan dari induksi intravena adalah ketersediaan jalur intravena
untuk memasukkan obat pada keadaan darurat dan induksi cepat pada anak
anak dengn risiko aspirasi2.
B. Induksi inhalasi
Sering anak belum terpasang jalur intra vena saat sampai di ruang
operasi. Agen inhalasi dapat menyebabkan anak hilang kesadaran hanya dalam
beberapa menit. Hal ini akan lebih mudah dilakukan pada anak yang sudah
dalam keadaan sedasi sehingga tidak tahu apa yang terjadi. Altematif lain
untuk anak yang sangat ketakutan adalah dengan mengganti masker warna
hitam dengan masker wama jernih dan mengoleskan /meneteskan bau yang
enak misalnya bau jeruk, dan membolehkan anak untuk duduk pada saat awal
induksi. Banyak perbedaan anatomi jalan nafas antara dewasa dan anak anak
yang akan mempengaruhi proses ventilasi dengan masker dan intubasi.
Ukuran peralatan yang dipergunakan harus sesuai . Tabel di bawah ini
memperlihatkan ukuran peralatan jalan nafas untuk pasien anak anak.
Tabel 2. Peralatan jalan nafas untuk pasien pediatril.
Prematur Naonatus
Bayi
Prasekolah Anak kecil
Anak
Umur
0-1 bl
0-1 bl
1-12 bl
1-3 th
3-8 th
8-12 th
BB (kg)
0.5-3
3-5
4-10
8-16
14-30
25-50
ETT (mmID)
2,5-3
3-3,5
3,5-4
4-4,5
4,5-5,5
5,5-6
Dalam ET
6-9
9-10
10-12
12-14
14-16
16-18
Isap lendir (F)
6
6
8
8
10
12
Laryngoskop Masker
00
0
1,5
1,5
2
3
Ukuran Masker
00
0
1
1
2
3
Oral Airway
000-00
00
1
1
2
3
LMA
1
1,5
1,5
2,5
3
Ket.: ETT : Endo Tracheal Tube, BB: Berat Badan, LMA; Laryngeal Mask Air
way

12

Akses intravena
Pada anak kurus, bayi yang sudah lama dirawat di NICU ( Neonatal Intensive
Care Unit) sulit menemukan vena untuk mendapatkan jalur intra vena. Vena
saphena letaknya biasanya tetap sehingga meskipun tidak kelihatan atau tidak
dapat diraba biasanya jalur intra vena bisa didapatkan. Pada neonatus dan bayi
bila tidak ada rencana tranfusi dapat dipakai kateter intra vena nomor 24. Sisa sisa
udara yang ada pada kateter intra vena harus diaspirasi karena adanya
kemungkinan PDA meningkatkan risiko terjadinya emboli udara paradoksikal.
Pada keadaan darurat dimana tidak dapat diperoleh jalur intravena cairan dapat
diinfuskan melalui sinus medularis tulang tibia dengan jarum nomor 18 . Pada
dasarnya semua cairan yang dapat diberikan secara intra vena dapat diberikan
intra osseous1,9
Intubasi trakhea
Sesudah induksi, sebelum dilakukan intubasi endotrakhea N 20 dimatikan
sehingga paru paru pasien hanya di isi dengan oksigen konsentrasi tinggi, hal ini
agar saturasi oksigen arteri tetap adekuat selama periode apnea1,2.
Pemilihan pelumpuh otot dapat dengan pelumpuh otot depolarisasi atau
non depolarisasi1.
Tulang oksiput yang menonjol pada anak anak cenderung membuat kepala
pada posisi yang agak fleksi, sebelum intubasi hal ini dapat diatasi dengan sedikit
meninggikan bahu atau mengganjal kepala dengan bantal berbentuk donat. Pada
anak yang lebih besar jaringan tonsil dan adenoid yang besar dapat mengganggu
visualisasi laring. Daun laringoskop yang lurus dapat membantu intubasi pada
bayi dan anak anak yang laringnya anterior. Pada anak umur < 5 tahun bagian
paling sempit dalah cincin krikoid sehingga pipa endotrakhea yang dapat
melewati glotis masih mungkin tidak dapat melewati cincin ini. Bila pipa
endotrakhea di paksakan melewati cincin ini dapat terjadi post operatif edema,
stridor, croup dan obstruksi jalan nafas3.
Pipa endo trakhea yang tidak menggunakan cuff biasanya dipakai untuk
anak dibawah umur 8- 10 tahun untuk mencegah edema tersebut dan untuk

13

meminimalkan risiko barotrauma, Diameter dalam pipa endo trakhea dapat


diperkirakan dengan rumus : Diameter internal pipa = 4 + umur/4, sebagai contoh
anak umur 4 tahun diperkirakan memakai pipa dengan diameter internal 5 mm.
Perkiraan ini hanya merupakan perkiraan kasar. Pada neonatus prematur kira-kira
dipakai pipa dengan diameter interna 2,5 - 3 mm dan neonatus 3-3,5 mm. Harus
dipersiapkan pipa endotrakhea dengan ukuran di atas dan di bawah ukuran yang
diperkirakan. Ukuran pipa yang cocok ditandai dengan mudah masuk ke dalam
laring dan adanya sedikit kebocoran gas pada tekanan 15-20 cm H201,2.
Tidak adanya kebocoran ini menunjukkan ukuran pipa terlalu besar dan
harus diganti dengan yang lebih kecil. Kebocoran yang terlalu besar menunjukkan
pipa terlalu kecil sehingga ventilasi tidak adekuat dan kebocoran gas anestesi
dapat mencemari ruangan operasi. Juga ada rumus untuk memperkirakan panjang
pipa endotrakhea yang masuk yaitu : Panjang pipa = 12 + umur/2, Rumus ini
hanya merupakan perkiraan kasar, harus tetap di konfirmasi dengan penilaian
klinis. Untuk menghindari intubasi endobronchial ujung pipa dimasukkan 1- 2 cm
sesudah melewati glotis. Tekhnik lain adalah dengan cara secara sengaja
memasukkan pipa sampai cabang kanan.bronkhus dan kemudian ditarik sampai
suara nafas paru kanan sama dengan paru kiri2,3.
Pemeliharaan
Pada bayi dan anak biasanya dilakukan ventilasi kontrol. Pada ventilasi
spontan neonatus yang sakit sulit mengatasi tahanan sirkuit meskipun sudah
dipilih alat dengan tahanan yang rendah. Tahanan ini berasal dari katub searah,
pipa pernafasan dan penyerap C02. Untuk anak dengan BB < 10 kg lebih disukai
penggunaan sirkuit dari Mapleson D atau Bain karena alatnya ringan dan
tahanannya rendah. Tahanan pada sirkuit pemakaian dapat diatasi dengan tekanan
positif sehingga tidak menjadi masalah apabila ventilasi pasien di kontrol7.
Dengan memantau tekanan jalan nafas dapat segera diketahui bila ada
sumbatan pada pipa endotrakhea karena pipa yang terlipat atau pipa bergeser
masuk ke endobronkus. Kebanyakan ventilator anesthesia dirancang untuk
pemakaian pada orang dewasa sehingga kurang dapat dipercaya untuk dapat

14

digunakan pada anak anak dimana tidal volume harus kecil dan frekuensinya lebih
sering. Tidal volume yang terlalu besar pada anak dapat menyebabkan
peningkatan jalan nafas yang sangat tinggi dan menyebabkan barotrauma3.
Volume tidal yang kecil dapat diberikan secara manual dengan
menggunakan kantong pernafasan dengan volume 1 L. Dengan kantung ini lebih
sensitif dibanding bila memakai kantung dengan ukuran 3 L. Untuk anak dengan
berat badan < 10 kg tidal volume yang cukup dapat diperoleh pada tekanan jalan
nafas kurang lebih 15-18 cmH2O. Untuk anak yang lebih besar volume tidal dapat
di set pada 8-18m1/kg. Kebanyakan spirometer tidak akurat pada volume tidal
yang kecil. Juga gas yang hilang karena sirkuit yang panjang dan komplians alat
yang tinggi menjadi bermakna pada anak anak yang tidal volume nya kecil.
Sehingga sirkuit pada anak dipilih yang pendek dan tidak elastis7.
Ruang rugi pada sirkuit anak dapat diminimalkan dengan menempatkan
sekat yang memisahkan inspirasi dan ekspirasi pada Y-piece . Anestesi
dipertahankan dengan agen yang sama seperti pada dewasa. Meskipun MAC pada
anak lebih besar dibanding dewasa neonatus tetap lebih rentan terhadap efek
miodepresi agen anestesi. Obat pelumpuh otot diperlukan untuk mendapatkan
kondisi operasi yang optimal, terutama pada neonatus dan anak anak yang tidak
dapat mentoleransi dosis tinggi agen volatill,2.
Kebutuhan cairan perioperatif
Pemberian cairan pada anak harus sangat hati hati karena sempitnya
toleransi kesalahan. Untuk pemberian yang tepat dapat digunakan infus pump atau
mikrodrip buret Obat dimasukkan melalui jalur yang paling dekat ke vena anak
untuk mengurangi masuknya cairan yang tidak diperlukan. Kelebihan cairan dapat
dilihat dari adanya vena yang membesar, kulit berwarna merah, tekanan darah
meningkat, penurunan kadar natrium plasma dan menghilangnya lipatan kulit
pada kelopak mats atas. Pemberian cairan pada anak anak dapat meliputi cairan
pemeliharaan, mengganti defisit, mengganti cairan yang hilang1,2,10
A. Kebutuhan cairan pemeliharaan

15

Kebutuhan cairan pemeliharaan pada anak anak dapat diformulasikan


dengan rumus 4:2:1 yaitu :10 kg pertama: 4 ml/kg/jam, 10-20kg berikutnya :
2ml/kg/jam, seterusnya: 1 ml/kg/jam. Pemilihan jenis cairan masih
kontroversial. Cairan seperti D5 1/2 NS dengan 20 mEq/L potasium klorida
memberikan dekstrosa dan elektrolit yang cukup . Pada neonatus , dapat
diberikan D5 NS karena masih terbatasnya kemampuan ginjal dalam
menghadapi kelebihan natrium.
B. Defisit
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada misalnya
karena puasa harus diganti. Pengganti defisit ini diberikan 50 % pada jam
pertama, 25% pada jam kedua dan 25% sisanya pada jam ketiga. Untuk
mencegah terjadinya hiperglikemia dihindari cairan yang banyak mengandung
dekstrose. Defisit cairan preoperasi biasanya diganti dengan cairan seimbang
seperti ringer laktat atau NS. Dibanding dengan ringer laktat, cairan garam
fisiologis Iebih sering mengakibatkan asidosis hiperkloremik1.
C. Cairan Pengganti
Penggantian cairan dapat dibedakan menjadi mengganti darah yang
hilang dan mengganti cairan di rongga ketiga.
1. Mengganti darah
Jumlah darah pada neonatus prematur 100mi/kg neonatus full term
85-90 ml/kg dan bayi 80 mg/kg, ini lebih tinggi dibanding pada orang
dewasa yaitu 65-75 mg/kg. Hematokrit bayi baru lahir 55 % yang akan
menurun menjadi 30 % pada umur 3 bulan dan kemudian naik lagi
menjadi 35%. pada umur 6 bulan. Hemoglobin juga mengalami perubahan
pada periode ini yaitu HbF( Afinitas terhadap oksigen tinggi, PaO2 rendah,
sulit melepas 02 ke jaringan) yang pada saat lahir mencapai 75% menjadi
100% HbA( Afinitas terhadap oksigen rendah, Pa02 tinggi, mudah
melepas 02 ke jaringan) pada umur 6 bulan.

16

Darah yang hilang dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan


perbandingan 3:1, atau larutan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
mencapai hematokrit yang diperbolehkan. Di bawah batas toleransi
hematokrit darah yang hilang harus diganti dengan darah. Batas
hematokrit ini pada neonatus prematur dan sakit kira kira 40 - 50 %, pada
anak yang lebih besar 20- 26%2.
Karena volume intra vaskuler yang kecil anak anak mudah terjadi
gangguan elektrolit (hiperglikemia, hiperkalemia, dan hipokalsemia) pada
tranfusi darah yang cepat. Thrombosit dan FF'P (Fresh Frozen Plasma)
10-15ml/kg dapat diberikan pada kehilangan darah yang mencapai 12 kali
volume darah. Satu unit thrombosit per l0 kg BB dapat meningkatkan
jumlah thrombosit 50,000!L. Dosis pediatrik untuk kriopresipitat adalah
1 U/10 kg BB10
2. Cairan di rongga ketiga
Kehilangan seperti ini tidak dapat diukur tapi dapat diperkirakan
dengan melihat luasnya prosedur pembedahan, seperti misalnya 0-2
ml/kg/jam untuk pembedahan yang relatif atraumatik (mis.koreksi
strabismus) dan sampai 6-10ml/kg/jam untuk prosedur yang traumatik
(mis.abses abdominal). Kehilangan ini biasanya diganti dengan cairan
ringer laktat1,10
Anesthesia regional
Teknik regional pada anak anak biasanya digunakan sebagai tambahan
pada anestesia umum dan penghilang nyeri post operatif. Blok saraf ini dapat
bervariasi mulai dari blok sederhana pada saraf perifer sampai blok regional
seperti blok spinal. Blok kaudal sering dipakai pada beberapa prosedur
pembedahan seperti sirkumsisi, hemioraphy inguinal, pembedahan anal, perbaikan
clubfoot dan prosedur lain di bawah umbilikus. Kontra indikasi pada sakral hiatus,
koagulopati dan kelainan anatomi. Biasanya pasien di sedasi atau anestesi ringan
dan posisinya miring. Teknik blok kaudal pada anak anak dapat dilakukan dengan
menggunakan jarum no 22. Teknik loss of resistance harus menggunakan cars

17

hanging drop dengan normal saline karena penggunaan udara dapat menyebabkan
emboli udara yang berpengaruh terhadap hemodinamik. Sesudah rasa khas saat
jarum melewati membran sacrocogcygeal jarum dimasukkan beberapa milimeter
lagi untuk menghindari jarum masuk kantung dura atau dinding anterior dari
sacrum. Aspirasi dilakukan untuk melihat adanya darah atau cairan cerebrospinal,
kemudian anestetik lokal pelan pelan dimasukkan, 2 ml larutan anestetik lokal
dengan epinefrin 1:200.000 dapat digunakan sebagai test apakah anestetik lokal
masuk ke dalam pembuluh darah. Beberapa jenis anestetik lokal telah digunakan
pada pediatrik antara lain lidokain 1 % dan bupivakain 0,125-0,25%. Ropivakain
0,2% memberikan analgesi seperti bupivakain dengan blok motorik minimal.
Untuk menambah durasi obat dapat ditambahkan morphin sulfat 25 tg/kg atau
hidromorphon 6 gg/kg, meskipun risiko depresi nafas post operasi meningkat1.
Tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan anestetik lokal yang sering dipakai pada
anak anak dan zat tambahan yang sering digunakan.
Tabel. 4 Sifat dan dosis anestetik lokal pada pediatrik8.
Anestetik lokal

Konsentrasi

Dosis

Dosis maks

Do. Maks

Latensi

Masa kerja

(%)
(mg/kg)
(mg/kg)
(+adrenalin) (menit)
(jam)
Aminoester
Prokain
1-2
7
10
10
10-15
0,3-1
Chlorprokain
2-3
7
10
10
7-15
0,5-1
Aminoamides
Lidokain
0,5-2
5
7,5
10
5-15
0,75-2
Prilokain
0,5-1,5
5
7
10
15-25
0,75-2
Mepivakain
0,5-1,5
5-7
8
10
5-15
1-1,25
Bupivakain
0.25-0,5
2
2,5
3
15-30
2,5-6
Levobupivakain 0.25-0,5
3
4
4
15-30
2,5-6
Ropivakaine
0,2-10
3
3,5
N/A
7-20
2,5-5
Ket. : Data ini tidak berlaku untuk blok spinal, regional intravena dan lokal
anestesi
Tabel 5. Zat tambahan anestetik lokal pada pediatri dan efek sampingnya
ZAT TAMBAHAN
Morphine
Intrathecal

DOSIS
10g/kg

EFEK SAMPING
Pruritus,

mual-muntah,

retensi

urin,sedasi,

konstipasi

18

Epidural
30g/kg
Short acting narcotics (Epidural)
Fentanyl
1-2 g/kg
Sufentamil
0,5 g/kg
Klonidin
1-1,5 g/kg
Ketamin

0,5 mg/kg

Depresi nafas lambat


Pruritus, mual-muntah, retensi urin, sedasi, apnea
Sedasi, hipotensi, depresi respirasi pada neonatus
& bayi preematur
Sedasi

Volume lokal anestetik yang diperlukan bervariasi tergantung tinggi blok


yang diinginkan mulai 0,5 ml/kg untuk blok sakral sampai 1,25ml/kg untuk blok
midthorak. Satu injeksi tunggal biasanya berlangsung 4-12 jam. Untuk anesthesia
yang lama dan analgesia post operasi dapat digunakan kateter caudal no : 20
dengan infus kontinyu anestetik lokal bupivakain 0,125% pada kecepatan 0,20,4mg/kg/jam atau fentanil 2/ml pada kecepatan 0,6 g/kg/jam. Komplikasi
jarang terjadi, mulai dari toksisitas zat lokal anestetik karena pemberian kontinyu
yang terlalu lama atau karena masuknya lokal anestetik ke pembuluh darah seperti
kejang, hipotensi, disritmia, blok spinal dan depresi respirasi. Retensi urin post
operasi jarang terjadi pada dosis tunggal blok kaudal1.
Bangun dari anestesi dan pulih sadar
Hal hal yang perlu diperhatikan saat bangun dari anestesi adalah
laringospasme post intubasi croup dan pengelolaan nyeri post operatif. Pediatrik
mudah mengalami laringospasme dan post intubasi croup. Seperti pada orang
dewasa nyeri post opertif pada anak anak juga harus dikelola dengan baik1.
A. Laryngospasme
Laryngospasme adalah kontraksi otot otot laring yang kuat dan terjadi
secara tidak sadar karena stimulasi nervus laringeal superior. Dapat dihindari
dengan ekstubasi saat pasien sudah benar benar sadar atau saat keadaan
anestesi masih dalam. Ekstubasi diantara kedua keadaan ekstrim ini
berbahaya. ISPA juga meningkatkan kejadian larigospasme saat bangun dari
anestesi5.

19

Bila terjadi laringospasme diatasi dengan memberi ventilasi tekanan


positif dengan halus, lidokain intravena 0,5-1mg/kg, paralisis dengan
suksinilkolin 0,5-1 mg/kg atau rokuronium 0,4 mg/kg dan ventilasi dikontrol.
Bila terpaksa dapat diberikan suksinilkolin intra muskular. Laringospasme
dapat terjadi segera post operasi tetapi dapat juga terjadi di ruang pulih sadar
karena tersedak sekret pharing, oleh karena itu sebaiknya pasien diposisikan
miring sehingga sekret yang ada bisa dengan mudah keluar. Pada saat pasien
bangun sebaiknya orangtua sudah ada di samping pasien2.
B. Croup post intubasi
Croup terjadi karena edema glotis atau trakhea. Edema paling sering
terjadi pada cincin krikoid karena bagian ini paling sempit. Kejadian croup
lebih sedikit bila dipakai pipa endotrakhea yang tidak ber cuff dan
memungkinkan sedikit kebocoran pada 10- 25 cmH2O. Stridor ini sering
berkaitan dengan umur 1-4 tahun, usaha intubasi yang berulang, pipa
endotrakhea yang besar, pembedahan yang lama, prosedur di kepala dan leher,
dan gerak pipa yang berlebihan (batuk gerak kepala)2.
Dapat dicegah dengan pemberian deksametason 0,25-0,5 mg/kg,IV.
Pemberian inhalasi nebulizer epinefrin 0,25-0,5 ml larutan 2,25% dalam 2,5
ml NS merupakam terapi yang efektif. Komplikasi ini dapat terjadi mulai 3
jam post operasi1.

C. Penatalaksanaan nyeri post operasi


Analgesia post operasi pada anak anak dapat dipakai blok saraf atau
Patient control analgesia (PCA). Opioid yang sering digunakan adalah
fentanil 1-2 gg/kg dan meperidin 0,5mg/kg. Ketorolak 0.75mg/kg dapat
mengurangi dosis opioid. Juga dapat digunakan asetaminofen rektal
40mg/kg11.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Pediatric Anesthesia. In :
Clinical anesthesiology .3d' ed. New York : Mc Graw Hill; 2002.p.849-73
2. Betts KE, Downes JJ. Pediatric Anesthesia. In : Longnecker DE, Murphy FL,
editors. Introduction in anesthesia. 9h ed. Philadelphia, Pennsylvania : W. B.
Saunders Company ; 1997.p. 332-49

21

3. Motoyama EK, Cook CD. Respiratory physiology. In : Smith RM, editor.


Anesthesia for infants and children. 4`h ed. St Louis, Toronto : The C. V.
Mosby Company ; 1980.p.38-83
4. McGowan FX, Steven JM. Cardiac Physiology and Pharmacology. In : Cote
CJ, Ryan JF, Todres ID, Goudsouzian NG, editors. A Practice of Anesthesia
for infants and children. 3`d ed. Philadelphia, London : W. B. Saunders
Company ; 2001.p. 353-87
5. Tait AR. Point-Counterpoint : Point : Endotracheal intubation should be
avoided in children with upper respiratory tract infection. Spa Newsletter
[serial on line] summer2002;15(3): [3 screens].Available from :URL:
http://www.pedsanesthesia.org
6. Uezono S, Goto T, Terui K, Ichinose F, Ishguro Y, Nakata Y, et al. Emergence
Agitation After Sevoflurane Versus Propofol in Pediatric Patients. Anesth
Analg 2000;91:563-6
7. Elwood T, Morris W, Martin LD, Nespeca MK, Wilson DA, Fleisher LA, et al.
Bronchodilator premedication does not decrease respiratory adverse events in
pediatric general anesthesia.Can J Anaesth 2003;50:277-84
8. Veyckemans F. Equipment, Monitoring, and Environmental Conditions. In
Bissonnette B, Dalens BJ, editors. Pediatric Anesthesia : Principles and
Practice. . New York : Mc Graw Hill; 2002.p.414-82
9. Dalens BJ. Regional Anesthesia in Children. In : Miller RD, editor. Miller's
Anesthesia. 6

th

ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Churcill

Livingstone ; 2005. p. 1719-62


10. Moss M, Lopez AM, Eble BK, Schellhase DE. Pediatric Intensive Care
Procedure. In : Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM, editors.
Texbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier
Saunders ; 2005.p.1909-32
11. Bohn D. Fluids and Electrolytes in Pediatrics. In : Fink MP, Abraham E,
Vincent JL, Kochanek PM, editors. Texbook of Critical Care. 5th ed.
Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Saunders ; 2005.p.1131-39

22

12. Joint statement of the Fetus and Newborn Committee, Canadian Paediatric
Society, and Committee on Fetus and Newborn, Committee on Drugs, Section
on Anesthesiology and Section on Surgery, American Academy of Pediatrics.
Prevention and Management of Pain and Stress in The Neonate. Paediatrics. &
Child Health 2005;1: 31-8

23

Anda mungkin juga menyukai