Anda di halaman 1dari 56

BAGIAN ANASTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2023


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT
MANAJEMEN AIRWAY PADA ANAK

DISUSUN OLEH:
Adela Ainiyyah Calista Rahmat
111 2021 2077

PEMBIMBING:
dr. Abdul Muthalib, Sp.An-KMN, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ANASTESI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Adela Ainiyyah Calista Rahmat

NIM : 111 2021 2077

Referat : Manajemen Airway pada Anak

Telah menyelesaikan Referat yang berjudul “Managemen Airway pada

Anak” dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisor

pembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu

Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Mengetahui, Makassar, 16 Mei 2023

Dokter Pendidik Klinik Penulis

dr. Abdul Muthalib, M.Kes, Sp. AN-KMN Adela Ainiyyah Calista R.

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

Refarat yang berjudul “Manajemen Airway pada Anak”. Penulisan referat

ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Studi

Profesi Dokter di bagian Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Anestesi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Refarat ini terdapat

banyak kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, noculum dan

berbagai pihak, dokter dan konsulen, akhirnya penyusunan referat ini

dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Abdul Muthalib, M.Kes,

Sp. An-KMN selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dalam

memberikan motivasi, arahan, serta saran-saran yang berharga kepada

penulis selama proses penyusunan. Terima kasih pula yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak

langsung turut membantu penyusunan refarat ini.

Makassar, Mei 2023

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Insiden kritis jalan napas pada anak-anak merupakan

masalah yang sering terjadi pada anestesi pediatrik dan tetap

menjadi penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas.

Penanganan obstruksi jalan napas yang tertunda dapat dengan

cepat menyebabkan komplikasi serius karena toleransi apnea yang

pendek pada anak-anak. Ukuran lidah yang relatif besar seringkali

mengakibatkan sumbatan orofarings pada bayi dengan gangguan

kesadaran. Akibat belum sempurnanya pembentukan rawan

saluran napas atas, trakhea mudah menyempit pada posisi

ekstensi leher yang berlebihan.

Bagian tersempit jalan napas atas anak di bawah usia 7-9

tahun terletak pada rawan krikoid. Karena itu daerah ini rawan

untuk terjadinya sumbatan benda asing. Sesuai hukum Poiseuille,

resistensi berbanding terbalik dengan pangkat empat diameter

saluran. Diameter jalan napas yang relatif kecil pada anak

mengakibatkan setiap penyempitan berdampak besar pada

peningkatan resistensi.

Jalan napas bawah adalah semua struktur jalan napas yang

terletak di bawah pertengahan trakea, termasuk bronkus,

bronkiolus dan alveolus. Pada bayi jumlah alveol maupun kapiler

4
paru masih terbatas, karena itu bayi rentan terhadap hipoksia dan

hiperkarbia.

Diafragma merupakan otot napas utama pada anak. Otot

diafragma anak belum sempurna dan lebih mudah lelah

dibandingkan diafragma orang dewasa. Gangguan abdomen yang

mengganggu gerakan diafragma dapat mengakibatkan gagal

napas. Rangka dada yang elastis amat tidak efektif menopang

proses pernapasan, khususnya pada distress napas.

Ketidakmatangan pusat pernapasan menyebabkan risiko yang

besar untuk terjadinya hipoksia pada bayi.

Gagal napas terjadi bila sistim pernapasan tidak dapat

mempertahankan oksigenasi dan atau ventilasi. Peningkatan work

of breathing adalah upaya untuk mempertahankan fungsi tersebut

saat terjadi gangguan sistim pernapasan. Takipnu merupakan

tanda yang paling sering dijumpai. Sekalipun hipoksia dan

hiperkarbia merupakan penyebab tersering, takipnu dapat pula

disebabkan oleh keadaan lain seperti asidosis, nyeri, kecemasan

dan proses intrakranial.

Tanda lain yang sering dijumpai adalah penggunaan otot

napas tambahan, retraksi interkostal, subkostal, substernal dan

suprasternal disertai napas cuping hidung. Stridor merupakan

tanda obstruksi jalan napas atas akibat turbulensi udara inspirasi

yang harus melewati lumen sempit di daerah Subglotis. Pada bayi

5
stridor sering dijumpai pada makroglosia, laringomalasia dan

trakeomalasia. Di ruang gawat darurat umumnya penyebab stridor

adalah epiglotitis, croup atau obstruksi akibat benda asing.

Grunting adalah suara napas tambahan akibat penutupan glottis

pada akhir ekspirasi dengan tujuan untuk mencegah kolaps alveoli.

Grunting sering dijumpai pada neonatus dengan “respiratory

distress syndrome”.

Anak dengan obstruksi jalan napas sering memilih posisi

anatomis yang paling ideal untuk mengkompensasi gangguan

pernapasan, posisi ini dikenal dengan istilah “position of comfort”.

Posisi tripod mempunyai ciri postur tegak, condong kemuka,

dengan kedua tangan lurus ke dapat menopang dada. Posisi ini

menyebabkan seluruh aksis thoracoabdominal dapat digunakan

untuk pernapasan. Anak dengan obstruksi jalan napas atas sering

bernapas dengan mulut terbuka. Bila tekanan intratoraks sangat

negatif, aliran keluar rongga thoraks dapat terganggu hingga

mengakibatkan pulsus paradoksus lebih dari 20 mmHg.

Sianosis merupakan tanda bahaya. Keadaan ini menunjukan

gangguan oksigenasi yang dapat terjadi di tingkat alveol atau sistim

kardiovaskular. Pada bayi kecil, gangguan oksigenasi biasanya

didahului dengan agitasi, iritabilitas dan tidak mau minum. Pada

anak yang lebih besar biasanya disertai penurunan kesadaran.

Ancaman henti napas harus di curigai pada upaya napas tambahan

6
tidak effektif. Pada auskultasi dapat dijumpai aliran masuk udara

yang menurun. Tidak jarang juga dijumpai bradikardia. Anatomi,

fisiologis dan emosional neonatus, bayi, anak-anak dan remaja

adalah perbedaan yang, dibandingkan dengan orang dewasa jalan

napas pediatrik sulit bagi ahli anestesi dan dokter dengan sedikit

pengalaman dalam pediatri.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Manajemen jalan nafas adalah landasan untuk upaya

resusitasi bagi banyak pasien anak yang sakit kritis yang datang

untuk perawatan darurat. Penyebab kegagalan pada anak

umumnya lebih banyak dari pernapasan daripada proses jantung,

dan oleh karena itu, manajemen jalan napas yang dini dan efektif

dapat menyelamatkan nyawa. Namun, penyakit kritis dan cedera

umumnya jauh lebih sedikit pada pasien anak-anak dibandingkan

pada orang dewasa. Oleh karena itu, peluang klinis untuk penyedia

obat darurat untuk mengelola saluran udara pediatrik mungkin

terbatas. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang perbedaan

anatomi dan fisiologis pada anak juga bisa semakin memperumit

kinerja prosedur kritis ini.

2.2 Epidemiologi

Hanya sebagian kecil pasien anak yang pada akhirnya

membutuhkan manajemen jalan napas lanjutan. Data menunjukkan

bahwa kebutuhan intubasi endotrakeal pada anak-anak yang

datang ke unit gawat darurat (ED) berkisar antara 0,6 hingga 3,3

kasus per seribu kunjungan.

8
Karakteristik anak-anak yang membutuhkan intubasi

berbeda-beda di setiap pusat, dengan usia rata-rata yang

dilaporkan bervariasi dari 2 hingga 7 tahun, meskipun angka yang

tidak proporsional adalah usia 1 tahun atau lebih muda. Secara

umum, jumlah intubasi kira-kira sama untuk trauma dan indikasi

medis pada anak-anak, meskipun proporsinya sangat bervariasi

menurut institusi, mengingat perbedaan dalam populasi pasien,

penunjukan pusat trauma, dan regionalisasi perawatan anak.

Berdasarkan data literatur, anak-anak mencapai sekitar 10% dari

semuanya transportasi ambulans, dan hanya 1% dari mereka yang

sakit kritis, yang berarti praktisi tidak punya banyak atau cukup

pengalaman dalam intubasi atau mengelola jalan napas pada anak-

anak. Kedaruratan pediatrik yang paling umum adalah cedera

traumatis (29%), nyeri perut dan lain-lain (10%), penyakit umum

(10%), distress pernafasan (9%), gangguan perilaku (8,6%), kejang

(7%), dan asma (4%). Kedaruratan pernapasan adalah penyebab

utama penerimaan rumah sakit anak dan kematian selama tahun

pertama kehidupan, kecuali bawaan kelainan. Sebagian besar

serangan jantung pediatrik dimulai sebagai gagal napas atau henti

napas.

2.3 Anatomi dan Fisiologi Jalan Napas

1. Anatomi Jalan Napas

Jalan napas pasien bayi dan anak berbeda dalam banyak hal

9
yang mempengaruhi pengelolaan jalan napas. Bisa ditebak,

perbedaan ini paling terasa saat lahir dan yang paling berbeda

(tidak seperti orang dewasa) ditemui pada jalan napas bayi baru

lahir dan bayi di bawah usia 1 tahun. Data observasional

menunjukkan titik ini karena laringoskopi lebih cenderung

menghasilkan pandangan suboptimal pada kelompok usia ini.

Perbedaan anatomis pertama antara pasien anak-anak dan

orang dewasa menjadi penting saat memposisikan anak sebelum

atau segera setelah induksi anestesi. Kepala pasien anak lebih

besar relatif terhadap ukuran tubuh, dengan oksiput menonjol. Hal

ini menjadi predisposisi penyumbatan jalan nafas pada anak-anak

yang tertidur, karena leher tertekuk saat mereka berbaring di

permukaan yang rata. Sering dibutuhkan bantalan sebagai

shoulder roll untuk mencapai posisi leher netral dan membuka jalan

napas. Hal ini ditunjukkan secara visual pada Gambar 1. Oksiput

yang lebih besar yang dikombinasikan dengan leher yang lebih

pendek membuat laringoskopi relatif lebih sulit dengan memberikan

hambatan pada keselarasan garis mulut, laring, dan sumbu trakea.

10
Gambar 1. a. Oksiput yang besar dengan leher pendek penyulit laringoskop relatif, b.
Panambahan bantalan memperbaiki penyulit jalan napas

Lidah lebih besar dan mandibula lebih pendek pada anak.

Pada masa bayi, anak lebih cenderung bernafas melalui hidung

sampai usia 5 bulan. Kelenjar adenoid dan tonsil yang menonjol

sering ditemukan pada anak usia prasekolah dan sering menjadi

alasan operasi elektif THT. Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap

hilangnya ruang jalan napas atas yang dapat menyebabkan

kesulitan dengan ventilasi, penyumbatan selama ventilasi spontan,

dan bisa membuat laringoskopi lebih sulit. Selain itu, obat

penenang, hipnotis, dan obat anestesi menyebabkan hilangnya otot

saluran napas bagian atas yang dapat menyebabkan obstruksi

jalan napas bagian atas potensial.

Hipofaring pasien pediatrik relatif lebih pendek tingginya dan

lebarnya lebih sempit. Pada penampang, jalan napas orang

dewasa lebih elips daripada anak (Gambar 2).Ini berimplikasi pada

penempatan saluran napas supraglottik. Laring relatif tinggi pada

anak-anak. Pada beberapa posisi, mandibula mungkin berbaris

11
sesuai dengan struktur glotis bagian atas. Cincin krikoid terletak

kira-kira di tingkat vertebra C4 saat lahir, C5 pada usia 6, dan C6

sebagai orang dewasa. Pita suara biasanya tidak ditemukan pada

sudut kanan (90 °) ke trakea. Cenderung miring pada anterior-

inferior ke mode superior posterior. Meskipun hal ini biasanya tidak

mempengaruhi pandangan laringoskopi, ia dapat membuat

penyisipan tabung endotrakeal lebih menantang atau lebih

traumatis. Terutama pada pandangan suboptimal atau dengan

laringoskopi video tidak langsung, tabung endotrakeal akan

memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk bertabrakan dengan atau

terhalang pada commissure anterior lipatan vokal.

Gambar 2. Perbedaan struktur anatomi saluran napas anak dan dewasa

Epiglotis pada anak-anak lebih berbentuk "U" (dibandingkan

dengan rata pada orang dewasa) dan ini kurang sesuai dengan

trakea dan mungkin terletak di lubang glotis. Fitur ini membuat

banyak ahli anestesi lebih memilih pisau laringoskop semi lurus

seperti Miller yang dirancang untuk mengangkat epiglotis secara

langsung tanpa dibandingkan dengan pisau Macintosh yang

12
melengkung yang bergantung pada koneksi ligamen dari vallecula

dengan epiglotis untuk mengangkatnya keluar dari pandangan

[Gambar 3].

Tulang hyoid adalah struktur saluran napas pertama yang

mengeras. Bagian-bagian kartilago dari saluran napas yang lembut

dan sesuai. Pengapuran laring dan trakea biasanya tidak terjadi

sampai remaja. Cincin cartilaginous yang fleksibel pada trakea

dapat menjadi predisposisi obstruksi dinamis dengan ventilasi

tekanan negatif, terutama bila terjadi penyumbatan jalan nafas

parsial.

2. Perbedaan Anatomi Tahap Perkembangan Anak

Perbedaan Anatomi Dewasa Anak


Jalan Nafas Anak
dan Dewasa
Lidah Relatif kecil Relatif besar

Laring Setinggi C4-C5 Setinggi C3-C4,


lebih ke anterior
Epiglotis Lebar, elastis Sempit, kaku

Diameter terkecil Pita suara Rawan krikoid

Panjang trakea 10-13 cm Bayi: 4-5 cm, 18


bulan: 7 cm

13
Gambar 3. Perbedaan Anatomi Jalan Nafas Anak dan Dewasa

3. Fisiologi

Pasien pediatrik memiliki sejumlah tantangan fisiologis yang

dapat mempengaruhi hipoksemia. Konsumsi oksigen pada bayi

relatif lebih besar daripada orang dewasa dengan beberapa penulis

yang mengutip perbedaan pada sisa 6 mL / kg / menit vs 3 mL /

kg / menit. Ini dikombinasikan dengan kapasitas residu fungsional

yang agak rendah dapat menyebabkan desaturasi cepat selama

apnea, seperti selama laringoskopi atau induksi urutan cepat,

meskipun ada upaya terbaik untuk preoksigenasi. Produksi CO2

juga meningkat, pada urutan 100-150 mL / kg / menit dibandingkan

dengan 60 mL / kg / menit orang dewasa. Karena volume tidal (per

kg berat badan) relatif sama dengan orang dewasa, laju pernafasan

pada anak-anak lebih tinggi untuk mencapai kebutuhan ini untuk

ventilasi menit yang lebih tinggi untuk menghilangkan CO2.

Resistensi aliran jalan napas diatur oleh hukum Poiseulle: R =

8ƞL / πr 4. Di jalan napas anak-anak yang sudah kecil bisa

14
berdampak parah pada fungsi pernafasan. Sejumlah proses

penyakit yang dapat menyebabkan penyempitan jalan nafas seperti

itu termasuk pertumbuhan di jalan napas seperti hemangioma atau

papiloma, perkembangan embriologis yang menyimpang seperti

trakeomalacia, laryngomalacia, dan laryngeal clefts, penyebab

iatrogenik seperti kelumpuhan pita suara dan stenosis subglottic,

atau kompresi. dari struktur saluran napas oleh massa yang

terletak di luar jalan napas.

2.4 Assesment

Setiap anak yang sakit membutuhkan perhatian dan

intervensi segera. Ingat, ketika anak 'crash', mereka akan crash

dengan cepat dengan perkembangan cepat menjadi shock

dekompensasi.

Cakupan asesmen pediatrik adalah sebagai berikut:

1. Penilaian umum (Pediatric Assesment Triangle, PAT)

2. Penilaian awal (ABCDE dan keputusan transportasi)

3. Penilaian tambahan (fokus pada history dan pemeriksaan

fisik; pemeriksaan fisik rinci jika trauma)

4. Penilaian berkelanjutan

Penilaian umum dianggap sebagai Pediatric Assesment

Triangle (PAT), meliputi: penampilan, kerja pernapasan dan

sirkulasi ke kulit. PAT dapat diselesaikan kurang dari satu menit,

tidak memerlukan peralatan apapun, dan menggunakan

15
observasional dan keterampilan mendengarkan. PAT tidak

menggantikan tanda-tanda vital dan ABCDE tetapi dapat

mendahului dan melengkapinya. Penampilan sebagai bagian dari

PAT mencerminkan kecukupan oksigenasi, ventilasi, perfusi otak,

homeostasis, dan fungsi SSP. Menilai penampilan seorang anak

meliputi tonus otot, status mental atau tingkat interaktivitas,

penghiburan, melihat atau menatap, dan berbicara atau menangis.

Pernapasan sebagai komponen PAT mencerminkan kecukupan

oksigen, oksigenasi dan ventilasi. Menilai pernapasan anak meliputi

posisi tubuh, terlihat gerakan dada atau perut (anak-anak hingga 6-

7 tahun terutama diafragma pernapasan), laju dan upaya

pernapasan, dan suara saluran napas yang dapat didengar.

Sirkulasi sebagai bagian dari PAT mencerminkan kecukupan curah

jantung dan perfusi organ vital. Menilai peredaran darah anak

meliputi warna kulit. Sianosis menunjukkan gagal napas dan

vasokonstriksi.

16
Penilaian Jalan Napas

Penilaian jalan nafas awal dimulai dengan menggali riwayat

yang baik. Pertanyaan ditujukan untuk memunculkan indikasi

adanya jalan napas yang berpotensi sulit. Ini termasuk komplikasi

kelahiran atau persalinan, riwayat trauma atau pembedahan

sebelumnya ke jalan nafas atau struktur yang berdekatan, atau

anestesi sebelumnya. Selain itu, seseorang harus menanyakan

tentang gejala saat ini atau yang baru-baru ini yang menunjukkan

adanya infeksi saluran pernapasan bagian atas (URI), kesulitan

dalam berbicara, sulit bernafas, sulit memberi makan, suara serak,

dan pernapasan yang bising.

Pertanyaan seperti riwayat mendengkur, kantuk di siang

hari, atau berhenti bernafas saat tidur, dapat membantu

mengidentifikasi anak-anak dengan apnea tidur obstruktif.

17
Perhatian akan difokuskan pada anak pernapasan dan

penilaian jalan napas. Tujuan utama manajemen jalan napas

pediatrik adalah untuk memastikan oksigenasi dan ventilasi. Yang

terbaik adalah melihat orang sakit anak dari jauh dulu. Apakah

dada bergerak? Bisakah kamu mendengar suara pernapasan?

Apakah ada suara jalan nafas yang tidak normal (stridor,

mendengkur, muled atau horse speech mendengus dan mengi)?

Apakah ada peningkatan pernapasan upaya dengan retraksi atau

upaya pernapasan tanpa jalan napas atau suara pernapasan?

Apakah posisi anak dipaksakan (mengendus, tripoding, menolak

untuk berbaring)? Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini

memberi kita wawasan tentang status oksigenasi dan ventilasi

pasien anak.

Banyak sindrom dikaitkan dengan penanganan jalan nafas

yang berpotensi sulit. Daftar sindrom yang tidak lengkap dengan

komplikasi jalan napas potensial dirangkum dalam Tabel 1.

18
Gambar 4. Faktor penyulit tatalaksana jalan nafas

Panjang mandibula dan jarak bibir ke dagu dikaitkan dengan

klasifikasi tampilan Cormack dan Lehane. Dalam sebuah penelitian,

mikrotia bilateral dikaitkan dengan 42% kejadian laringoskopi yang

sulit. Namun, walaupun tidak ada diagnosis spesifik yang diketahui

tingkat keparahan penyakit atau jenis operasi tertentu dikaitkan

dengan peningkatan risiko komplikasi penanganan jalan nafas.

Dalam satu seri besar, tingkat laringoskopi yang sulit, seperti yang

didefinisikan sebagai Cormack dan Lehane grade III atau IV,

ditemukan 1,35%. Beberapa faktor yang meningkatkan

kemungkinan visualisasi yang sulit termasuk usia <1 tahun, operasi

jantung, status ASA III dan IV, Mallampati III atau IV, dan indeks

massa tubuh rendah.

2.5 Teknik dan Pengelolaan Jalan Napas

Langkah-langkah menilai jalan napas

1. Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas

a. Periksa tanda cedera kepala, leher, kesulitan

pernafasan dan kesadaran. Bila ada cedera kepala

jangan mengguncang bayi atau anak karena dapat

merusak medula spinalis.

b. Bila bayi dan anak tidak sadar tapi bernafas baik,

letakkan pada posisi pulih (recovery position)

c. Bayi dan anak sadar dengan kesulitan bernafas,

19
letakkan pada posisi senyaman mungkin yg

memudahkan bernafas.

2. Mintalah bantuan

3. Atur posisi korban

a. Letakkan dengan posisi terlentang diatas dasar yg

rata dan keras

b. Bila ada cedera kepala/leher pertahankan posis

tubuh-leher kepala dalam satu garis. Hindari ekstensi,

fleksi dan rotasi kepala karena dapat mencederai

medula spinalis.

c. Memindahkan ke tempat lain, posisi tubuh-leher-

kepala, harus dalam satu garis kesatuan

4. Membuka jalan nafas

Bila tidak ada cedera kepala dengan cara head tilt

atau chin lift

Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan

jalan napas yang terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot

tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan

menyumbat jalan napas ada bagian faring. Teknik dasar

pembukaan jalan napas atas adalah dengan megangkat kepala-

angkat dagu (Head Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini akan efektif bila

obstruksi napas disebabkan lidah atau relaksasi otot pada jalan

20
napas atas.

Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami

cedera leher, lakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala.

Karena mengelola jalan napas yang terbuka dan memberikan

ventilasi merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala tarik

dagu bila penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas.

Cara melakukan:

• Letakkan satu tangan pada dahi tekan perlahan ke

posterior, sehingga kemiringan kepala menjadi normal atau

sedikit ekstensi (hindari hiperekstensi karena dapat

menyumbat jalan napas).

• Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang

rahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar atas,

sambil mempertahankan cara 1.

Manuver dasar dalam manajemen jalan nafas dilakukan

dengan benar ventilasi masker. Seperti pada orang dewasa, ada

teknik satu dan dua tangan. Obstruksi jalan nafas bagian atas yang

mungkin ditemui saat ventilasi masker sederhana sering dilegakan

oleh tonjolan kepala, dagu angkat, dorong rahang, dan penerapan

tekanan udara positif yang kontinyu. (Gambar 5). Selain itu, posisi

lateral juga dapat memperbaiki patensi jalan nafas, terutama bila

dikombinasikan dengan dagu angkat dan dorong rahang. Hal ini

telah ditunjukkan pada anak-anak yang menjalani operasi untuk

21
hipertrofi adenotonsilen, kelompok yang lebih rentan terhadap

obstruksi jalan nafas bagian atas.

Gambar 5. Manuver pengelolaan jalan napas


Redrawn from Walls RM, Murphy MF, Luten RC, et al, editors: Manual of emergency
airway management, ed 2, Philadelphia, 2004, Lippincott Williams & Wilkins

Penting untuk dicatat bahwa ventilasi masker wajah

meningkatkan ruang mati dibandingkan dengan ventilasi melalui

tabung endotrakea. Pada anak-anak yang lebih kecil, peningkatan

volume ini menjadi lebih signifikan karena volume ventilasi absolut

rendah. Penggunaan saluran napas oral selama ventilasi tekanan

spontan atau positif dengan masker wajah membantu meredakan

penyumbatan yang mungkin disebabkan oleh perpindahan

posterior lidah pada anak yang diberi anestesi. Ukuran jalan napas

yang sesuai dapat didekati dengan jarak dari garis gusi anterior ke

sudut mandibula. Saluran nafas Nasofaring juga dapat digunakan

untuk menghidupkan kembali sumbatan saluran napas bagian atas

22
selama ventilasi topeng. Penggunaannya juga telah dideskripsikan

sebagai alat untuk menyediakan gas anestesi, oksigen, dan

pemantauan CO2 End time saat melakukan intubasi trakea serat

optik pada anak dengan saluran napas yang sulit.

Ukuran masker untuk ventilasi bag-valve-mask

Beberapa bentuk dan ukuran masker anak tersedia untuk

ventilasi bag-valve-mask (Gambar 6). Perbedaan utama dalam

desain ini terkait dengan bentuk topeng dan jenis pelek yang

melengkung yang diaplikasikan pada wajah anak. Sebuah topeng

melingkar yang memiliki diameter cranio-caudad lebih pendek

(bentuk yang lebih melingkar bila dibandingkan dengan masker

konvensional) lebih disukai untuk digunakan pada neonatus dan

bayi. Ini membantu menghindari tekanan atau trauma yang tidak

diinginkan pada mata sambil tetap menjaga segel efektif di sekitar

mulut dan hidung.

Gambar 6. Ukuran masker disposible dengan bantalan karet

Masker anak-anak biasanya terbuat dari bahan yang jelas

yang memungkinkan visualisasi wajah dan bibir pasien terus

23
menerus di bawah masker dan identifikasi cepat sekresi atau

muntahan. Pasokan penuh berbagai ukuran dan bentuk masker ini

adalah komponen kunci dari daftar peralatan yang dibutuhkan

untuk pengelolaan jalan nafas pada bayi dan anak-anak.

Laringoskop Pada anak-anak

Bentuk dan ukuran (termasuk panjang dan lebar)

laringoskop adalah faktor penting dalam menentukan tingkat

keberhasilan intubasi endotrakeal. Macintosh yang melengkung

dan bilah Miller lurus adalah laringoskop yang paling umum

digunakan dalam anestesi anak-anak. Berbagai ukuran blade

Macintosh dan Miller tersedia untuk digunakan pada kelompok usia

yang berbeda (Gambar 7). Seperti pada orang dewasa, flens dari

blade melengkung menggeser lidah ke kiri melewati garis tengah

dan menggeser epiglotis secara tidak langsung dengan

menerapkan gaya ke vallecula untuk mengekspos aperture glotis.

Pada bayi pre-term, neonatus, bayi, dan anak kecil, pisau lurus

umumnya disukai di atas pisau melengkung. Pada pasien ini, ia

memberikan paparan glotis yang lebih baik. Hal ini kompak

sehingga penyisipan ke dalam mulut relatif lebih mudah dan

ditempatkan pada sisi laring dari epiglotis. Dengan demikian, ini

memungkinkan pengangkatan langsung epiglotis yang relatif lebih

besar dan floppy pada kelompok usia ini.

24
Gambar 7. Ukuran Blade Macintosh dan Mac

Ada juga beberapa bilah hibrida yang tersedia yang

menggabungkan fitur yang diinginkan dari bilah lengkung dan lurus

seperti pisau Robertshaw atau Wis-Hipple (Gambar 8). Pisau ini

menggabungkan flens lebar dan permukaan datar yang

memungkinkan seseorang mengendalikan dan menggeser lidah ke

samping. Banyak dari baling-baling ini juga tersedia dalam ukuran

1,5 yang bisa sangat berharga mengingat variasi ukuran dan bobot

pasien anak-anak.

Gambar 8. Blade laringoskop Wis-Hipple and Seward

Alat tambahan

Alat yang digunakan untuk membantu meningkatkan patensi

jalan nafas jika terjadi penyumbatan saluran napas bagian atas

25
selama ventilasi (misalnya saluran jalan napas melalui mulut,

saluran jalan napas melalui hidung). Bisanya digunakan sesuai

kebutuhan dan bukan sebagai rutinitas, karena penempatan yang

tidak tepat atau penggunaan komplikasi dapat terjadi. Dalam

banyak kasus, obstruksi jalan nafas bagian atas dapat dibersihkan

dengan triple manuver jalan napas tanpa memerlukan alat bantu

(Gambar 9). Anestesi yang adekuat memerlukan bantuan alat

tambahan sebelum penempatan jalan nafas oral karena dapat

menginduksi laringospasme atau emesis. Pelumasan yang tepat

dan tekanan lembut adalah wajib selama penempatan jalan nafas

hidung untuk menghindari epistaksis. Jika ada masalah dalam

mencapai ventilasi yang memadai, tambahan harus digunakan

lebih cepat daripada nanti. Salah satu contoh utama adalah

neonatus atau bayi dengan lidah yang relatif besar. Relaksasi otot

genioglossus akibat efek anestesi umum dapat menyebabkan

perpindahan posterior lidah dan obstruksi jalan nafas bagian atas.

Gambar 9. Manuver pembebasan jalan napas tanpa alat

26
Oropharingeal Airway (OPA)

Merupakan perangkat berbentuk C yang kaku. Beberapa

ukuran dan bentuk tersedia untuk mencakup keseluruhan spektrum

pasien anak-anak (Gambar 9). OPA dirancang untuk membentuk

saluran paten melalui rongga mulut ke faring posterior.

Gambar 10. Alat bantu oropharingeal airway

Ukuran yang sesuai harus dipilih untuk meminimalkan

trauma jalan nafas bagian atas. OPA dapat diukur dengan

mengukur dari sudut mulut ke lobus telinga ipsilateral (Gambar 10).

Jika jalan nafas oral terlalu kecil, maka akan gagal menggantikan

jaringan lunak yang berlebihan dan penyumbatannya mungkin

tetap tidak henti-hentinya. Di sisi lain, jika OPA terlalu besar, ia

dapat menggantikan struktur jaringan lunak dan lidah di bagian

posterior melawan glotis dan membuat obstruksi lebih buruk, atau

bisa mengganggu glotis.

27
Gambar 11. Teknik pemilihan ukuran OPA

Nasopharyngeal airway

Merupakan tabung lembut dan fleksibel yang digunakan

untuk memperbaiki patensi melalui nares posterior dan faring

posterior. Sama seperti saluran udara oral, beberapa ukuran dan

gaya tersedia untuk pasien anak-anak (Gambar 12). Saluran udara

nasal yang disarankan secara ahli ditoleransi dengan lebih baik

daripada saluran udara oral terutama di bidang sedasi dan anestesi

yang lebih ringan. Pada pasien dengan trauma wajah atau nasal

atau factures dan pada pasien dengan riwayat gangguan

perdarahan, jalan nafas hidung harus dihindari.

Gambar 12. Nasopharyngeal airway

28
Seperti jalan napas oral, ukuran jalan napas hidung yang

sesuai harus dipilih. Jarak antara ujung hidung dan cuping telinga

dan ukuran jari kelingking pasien dapat membantu menentukan

perkiraan panjang dan ketebalan masing-masing untuk saluran

napas hidung (Gambar 12). Ukuran yang sesuai harus dipilih

sebelum penempatan, karena diameter yang terlalu besar dapat

menyebabkan trauma pada nasal yang menyebabkan epistaksis.

Jalan napas hidung yang terlalu lama bisa merangsang refleks

jalan nafas yang melindungi, mengendapnya batuk atau

laringospasme sedangkan jalan nafas hidung yang terlalu kecil

tidak akan meredakan penyumbatan. Bahkan bila ukuran yang

tepat dipilih, jalan napas hidung tidak boleh disisipkan melawan

resistensi (praktik yang dipandu diperlukan untuk mempelajari

resistensi 'normal' yang ditemui seseorang saat saluran udara

hidung melewati lubang hidung posterior) karena trauma dapat

terjadi atau salah bagian bisa dibuat.

Perhatian juga harus dilakukan untuk memastikan bahwa

cekungan jalan napas hidung selalu menghadap ke posterior untuk

meminimalkan kemungkinan penempatan intrakranial melalui

lempeng cribriform. Lubrication dari nasal airway adalah wajib

sebelum penyisipan ke dalam lubang hidung untuk menghindari

trauma pada nares. Aplikasi topikal vasokonstriktor ke nasofaring

dapat membantu meminimalkan perdarahan terkait.

29
Gambar 13. Teknik pemilihan ukuran nasal airway

Beberapa tetes atau semprotan oxymetazoline topikal dapat

diaplikasikan pada mukosa hidung untuk memberi vasokonstriksi

dan membatasi kemungkinan epistaksis. Perhatian harus diberikan

saat menggunakan oxymetazoline dengan memperhatikan dosis

karena dosis berlebihan dapat menyebabkan penyerapan sistemik

dan hipertensi. Sebagai alternatif, botol phenylephrine (10 mg)

dapat ditambahkan ke gel lidokain topikal dan digunakan untuk

melapisi saluran udara hidung. Perhatian harus dilakukan untuk

menghindari penggunaan vasokonstriktor topikal yang berlebihan

ini untuk mencegah komplikasi hemodinamik sistemik.

Laryngeal Mask Airways

(LMA) telah mendapat penerimaan luas dalam praktik klinis

termasuk anestesiologi anak-anak. Beberapa perangkat dan

modifikasi ini sekarang tersedia untuk mencakup rentang usia

anak-anak dan berat badan (Tabel 2, Gambar 13). Laryngeal Mask

Airway (LMA) merupakan alat jalan napas supraglotic yang

30
dikembangkan oleh British Anesthesiologist Dr. Archi Brain

semenjak 1988. Di rancang untuk digunakan pada kamar operasi

sebagai metode elektif ventilasi dan merupakan alternatif yang

bagus. LMA berbentuk seperti endotracheal tube pada bagian

proksimalnya dan terhubung ke elliptical mask pada bagian

distalnya. Dirancang untuk menduduki hipofaring pasien dan

menutupi struktur supraglotic, sehingga memungkinkan isolasi

trakea.

Tabel 2. Ukuran pemilihan LMA berdasarkan berat badan

Tipe-tipe LMA :

1. LMA Classic : reusable

2. LMA Unique : disposale version

3. LMA Fastrach, intubaling LMA (ILMA)

4. LMA Flexible

5. LMA ProSeal : bisa digunakan untuk menghisap isi perut

31
Gambar 14. Ukuran Laryngeal Mask Airway

Selain sebagai alat ventilasi yang berdiri sendiri, LMA dapat

digunakan untuk membantu penempatan tabung endotrakeal

secara langsung dengan menggeser ETT secara membabi buta

melalui LMA atau secara tidak langsung dengan memasukkan

bronkoskop dengan ETT. Untuk skenario yang terakhir,

bronchoscope dinavigasi ke aperture glotis dan kemudian masuk

ke trakea sebelum meluncur tabung endotrakeal melalui

bronkoskop melalui LMA dan kemudian masuk ke trakea (Gambar

15).

32
Gambar 15. Intubasi LMA dan tampilan fibroeotik dari glotis

Dua teknik terakhir mungkin berguna dalam kasus

laringoskopi yang sulit atau gagal. Penempatan awal LMA dapat

digunakan untuk mengembalikan oksigenasi dan ventilasi

sementara ETT ditempatkan dalam pengaturan terkontrol. Dalam

skenario ini, praktik klinis kami telah menunjukkan bahwa LMA

udara-Q dapat menguntungkan karena poros tidak hanya lebih

besar untuk mengakomodasi ETT yang lebih besar, namun juga

lebih pendek untuk memudahkan pengangkatan LMA melalui ETT.

Selain itu, LMA air-Q memiliki adaptor 15 mm yang bisa dilepas

yang selanjutnya memudahkan penempatan ETT melalui porosnya.

Teknik Intubasi

Pengelolaan jalan nafas dengan alat yang paling sering

digunakan saat ini adalah dengan menggunakan teknik intubasi.

Definisi Intubasi

Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh

melalui mulut atau hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi

orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi nasotrakeal. Intubasi

endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam

trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff,

sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea

antara pita suara dan bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal yaitu

tindakan memasukan pipa nasal melalui nasal dan nasopharing ke

33
dalam oropharing sebelum laryngoscopy

Tujuan Intubasi

Tujuan dilakukannya intubasi yaitu sebagai berikut :

a. Mempermudah pemberian anesthesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta

mempertahankan kelancaran pernapasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada

keadaan tidaksadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut

Indikasi dan Kontraindikasi Intubasi

Indikasi intubasi endotrakeal yaitu mengontrol jalan napas,

menyediakan saluran udara yang bebas hambatan untuk

ventilasi dalam jangka panjang meminimalkan risiko aspirasi,

menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan

gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi,

ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan thoracoabdominal

pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas posisi, memberikan

jarak anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posisi

(misalnya tengkurap, duduk, lateral, kepala ke bawah), menjaga

darah dan sekresi keluar dari trakea selama operasi saluran napas.

Perawatan kritis: mempertahankan saluran napas yang adekuat,

34
melindungi terhadap aspirasi paru kebutuhan untuk mengontrol dan

mengeluarkan sekret pulmonal.Kontraindikasi intubasi endotrakeal

adalah: trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi

tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan

intubasi.

Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang

akan menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan

dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang

digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh

karenanya tahanan jalan napas menjadi cenderung meningkat.

Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk

intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas

serta risiko terjadinya sinusitis.

Teknik ini bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway

tidak memungkinkan foto servikal. Intubasi nasotrakeal secara

membuta (blind nasotrakeal intubation) memerlukan penderita yang

masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi

untuk penderita yang apnea. Makin dalam penderita bernafas,

makin mudah mengikuti aliran udara sampai ke dalam laring.

Kontraindikasi lain dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain

fraktur basis cranii, khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis,

polip nasal, koagulopati, dan trombolisis. Indikasi intubasi fiber optik

yaitu kesulitan intubasi (riwayat sulit dilakukan intubasi, adanya

35
bukti pemeriksaan fisik sulit untuk dilakukan intubasi), diduga

adanya kelainan pada saluran napas atas, trakea stenosis dan

kompresi, menghindari ekstensi leher (insufisiensi arteri vertebra,

leher yang tidak stabil), resiko tinggi kerusakan gigi (gigi goyang

atau gigi rapuh), dan intubasi pada keadaan sadar

Pipa Trakea dan peruntukannya (Endotracheal Tube)

Jarak Sampai
Usia Diameter (mm) Skala French
Bibir (cm)
Prematur 2,0-2,5 10 10
Neonatus 2,5-3,5 12 11
1-6 bulan 3,0-4,0 14 11
½-1 tahun 3,0-3,5 16 12
1-4 tahun 4,0-4,5 18 13
4-6 tahun 4,5-,50 20 14
6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16
8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17
10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18
12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:

 Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 +

¼ umur (tahun)

 Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 +

½ umur (tahun)

 Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 +

½ umur (tahun)

Kegunaan Pipa endotrakea adalah :

1. Memelihara jalan napas atas terbuka (paten)

2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi

36
3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat

untuk memelihara pengembangan paru yang adekuat

4. Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda

padat atau cairan dari mulut, kerongkongan atau jalan napas atas

5. Mempermudah penyedotan dalam trakea

6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (Nalokson, Atropin,

Vassopresin, epinefrin dan lidokain ; NAVEL) pada waktu resusitasi

jantung paru bila akses intravena atau intraosseus belum ada.

TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus.

Pipa yang lentur, spiral, wire – reinforced TT (armored tubes), tidak

kinking dipakai pada operasi kepala dan leher, atau pada pasien

dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja menjadi kinking akibat

tekanan yang ekstrim (contoh pasien bangun dan menggigit pipa),

lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus diganti. Pipa khusus

lainnya termasuk pipa mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang pipa

ganda (double lumen tube). Semua TT memiliki garis yang

dilekatkan dan bersifat radiogopak yang mengijinkan dapat

dilihatnya ETT pada trachea.

Kesulitan Intubasi

Selama anestesi, angka terjadinya kesulitan intubasi

berkisar 3-18%. Kesulitan dalam intubasi ini berhubungan dengan

komplikasi yang serius, terutama bila intubasi tersebut gagal. Hal

37
ini merupakan salah satu kegawatdaruratan yang akan ditemui

olehdokter anestesi. Apabila anestetis dapat memprediksi pasien

yang kemungkinan sulit untuk diintubasi, hal ini mungkin dapat

mengurangi resiko anestesi yang lebih besar. Salah satu klasifikasi

yang luas digunakan adalah klasifikasi oleh Cormack-Lehaneyang

menggambarkan laring bila dilihat dengan laringoskopi.

Tahun 1993, American Society of Anesthesiologists(ASA)

menuliskan algoritma American Society of Anesthesiologists

Difficulty Airway. Langkah pertama dari algoritma ini meliputi

penilaian kesulitan intubasi menggunakan laringoskop. Tiga

gambaran yang dilaporkan berhubungan dengan laringoskopi yang

sulit meliputi ukuran lidah dalam faring (Mallampati),keterbatasan

mobilitas leher, dan jarak thyromental yang pendek.

Karaketristik fisik yang berhubungan kesulitan intubasi

meliputi obesitas, pergerakan kepala dan leher, pergerakan rahang,

mandibula, gigi tonggos, nilai Mallampati, karakteristik maksilaris,

laki-laki, usia 40-59, penurunan dalam membuka mulut, pendeknya

jarak thyromental, dan leher pendek.

Pelatihan manajemen nasional kegawatdaruratan jalan nafas

US mencanangkan metode LEMON. Sistem penilaian ini meliputi

sebagian besar karakteristik yang disebutkan sebelumnya dan

diadaptasi untuk digunakan pada ruang resusitasi.

L= Look externally

38
Lihat pasien keseluruhan luar untuk mengetahui penyebab

kesulitan laringoskopi, intubasi, atau ventilasi. Yang biasanya dilihat

adalah bentuk wajah abnormal (subjektif), gigi seri yang

lebar/menonjol, gigi palsu (sulit dinilai)

E= Evaluate the 3-3-2 rule

Hubungan faring, laring dan oral berhubungan dengan intubasi.

Jarak antara gigi seri pasien sekurangnya 3 jari (3), jarak antara

tulang hyoid dan dagu sekurangnya 3 jari (3), dan jarak antara

thyroid notch dan dasar mulut sekurangnya 2 jari (2)

Gambar 16. Menilai 3-3-2

M= Mallampati

Gambar 17. Kategori Mallampati

O= Obstruction

Beberapa kondisi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas yang

membuat sulitnya laringoskopi dan ventilasi. Selain keadaan

epiglotis, adanya abses peritonsiler dan trauma.

39
N= Neck mobility

Ini merupakan hal yang vital dalam keberhasilan intubasi. Hal ini

dapat dinilai mudah dengan menyuruh pasien menundukkan kepala

dan kemudian menengadahkannya. Pasien dengan imobilisasi

leher lebih sulit diintubasi. Cara penilaian LEMON dapat dilihat

dalam tabel berikut,dengan nilai maksimal 10 (1 point ditambahkan

bila nilai Mallampati 3 atau lebih) dan minimal adalah nol.

Persiapan Farmakologi Sebelum Intubasi

1. Analgesia/ Anestesia

Variasi anastesi topikal spray tersedia atau lidocain dapat

digunakan via aerosol. Daerah anatomi untuk penekanan khusus

meliputi dasar lidah, langsung pada dinding posterior faring, dan

bilateral di fossa tonsil. Pemberian tidak melebihi 4 mg / kg lidokain

(maximun dosis 300 mg), mudah diserap dari mukosa saluran

napas

2. Sedasi/ Amnesia

Kerja cepat, short-lived dan revesibel agen yang memiliki

potensi untuk sedasi. Tidak selamanya digunakan satu jenis dan

sering kali digunakan lebih dari satu jenis sedasi untuk

menyeimbangkan tehnik. Status pasien tentang volume

intravaskuler dan fungsi jantung harus dipastikan sebelum

dilakukan pemilihan jenis sedasi dan penetuan dosis. Paling sering

mengakibatkan hipotensi pada pasien dengan gagal jantung atau

40
hipovolemi. Contoh medikasi umum yang sering digunakan (tabel)

Tabel 3 Obat-obatan yang biasa digunakan untuk persiapan

intubasi trakeal

3. Neuromuskular Bloker

Intubasi dapat aman dan mudah setelah penggunan

anestesi topikal atau dengan agen sendasi sendiri. Oleh karena itu,

blokade neuromuskuler tidak selalu diperlukan sebelum

endotrakeal intubasi. Jelas, jika operator tidak bisa intubasi pasien

setelah blocker neuromuskuler telah diberikan, panduan efektif

masker ventilasi harus dilanjutkan sementara orang yang lebih

berpengalaman dicari, rencana alternative untuk mengamankan

jalan napas dikembangkan, atau agen dimetabolisme dengan

kembalinya ventilasi spontan, karena itu agen short-acting

menguntungkan.

Suksinilkolin, 1 sampai 1,5 mg/kg IV bolus: onset yang cepat;

durasi pendek, aman. Dapat menyebabkan fasikulasi otot karena

agen ini mendepolarisasi otot rangka; muntah dapat terjadi jika

41
fasikulasi otot perut yang berat. Kontraindikasi jika ada cedera

mata; kontraindikasi relatif pada cedera kepala atau hiperkalemia

(kalium> 0,5-1 mmol / L); Efek yang berkepanjangan pada pasien

dengan cholinesterase atipikal atau decrassed tingkat

pseudokolinesterase

Vecuronium, 0,1 sampai 0,3 mg/kg; recuronium, 0,6 sampai 1

mg/kg atau cisatracurium 0,1 sampai 0,2 mg/kg IV bolus. Tidak

mengakibatkan fasikulasi karena tidak mendepolarisasi otot. Onset

lambat dari paralisis otot; signifikan efek durasi panjang bila dengan

succinycholine.

4. Rapid sequence intubasi

Merupakan tindakan untuk menstimulasi pemberian agen

sedasi dan neuromuskuler bloker dengan cricoid pressure,

pemilihan fasilitas intubasi dan mengurangi resiko aspirasi

lambung. Tehnik pilihan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

resiko aspirasi (lambung penuh, nyeri atau gastropharingeal

refluks) dan hasil pemeriksaan tidak dapat menilai kesulitan

intubasi.

5. Intracranial pressure/ Tekanan intrakranial

Intracranial pressure digunakan selama laryngoskopi dan

intubasi dan sangat berbahaya pada pasien dengan hipertensi

intrakranial. Intravena lidocaine (1-1,5 mg/kg) terbukti mengatasi

masalah tersebut dan dianjurkan diberikan sebelum laringoskopi

42
dilakukan ketika dicurigai adanya patologi intrakranial.

Ekstubasi perioperatif

Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur

pemulihanya itu pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas

kendali menjadi nafas spontan. Sesaat setelah obat bius dihentikan

segeralah berikan oksigen 100% disertai penilaian apakah

pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan

nafas yang mungkinmenjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan

nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer.

Teknik ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar

betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan

lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal

refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat

anastesi hipnotik maka pasien berangsur-angsur akan sadar.

Evaluasi tanda-tanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik

otot-otot tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai kemampuan

membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah bernafas spontan

dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasimaksimal.

Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis

pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan setelahnya

pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas tetap

lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula

dengan triple airway manuver standar.

43
Syarat-syarat ekstubasi :

 Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.

 Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.

 PaO2 diatas 80 mm Hg.

 Kardiovaskuler dan metabolic stabil.

 Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.

 Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar

penuh.

Komplikasi

Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental

pada praktik anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi

endotrakeal termasuk tatalaksana yang cepat, sederhana, aman

dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua tujuan dari

tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga jalan

napas tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat

ventilasi yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan

sebagainya.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi

endotrakeal dapat dibagi menjadi :

Faktor Pasien

 Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa

karena memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung

terjadinya edema pada jalan napas

44
 Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung

mengalami trauma.

 Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik

yang didapat menimbulkan kesulitan saatdilakukan intubasi

atau cenderung mendapatkan trauma fisik atau fisiologis

selama intubasi.

 Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.

Faktor yang berhubungan dengan anestesia

 Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan

menangani situasi krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki

peranan penting terjadinya komplikasi selama tatalaksana

jalan napas.

 Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau

persiapan pasien dan peralatan yang adekuat dapat

menimbulkan kegagalan dalam intubasi

Faktor yang berhubungan dengan peralatan

 Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan

memberikan tekanan yang maksimal pada bagian posterior

laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi pada bagian

tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian

tube tersebut.

 Pemakaian stilet danbougiemerupakanfaktor predisposisi

terjadinya trauma.

45
 Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi

jaringan.

 Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat

menghasilkan bahan toksik berupa etilen glikol jika waktu

pengeringan inadekuat.

 Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera

atau kaf dengan tekanan yang rendah dapat pula

menimbulkan cedera jika ditempatkan dibagian yang tidak

tepat.

Cricoid pressure (tekanakan krikoid)

Cricoid pressur atau manuver Sellick ini (pertama kali

dijelaskan pada tahun 1961 oleh Sellick untuk mencegah aspirasi,

meskipun Monroe menggunakan metode yang sama pada tahun

1774 untuk mencegah insuflasi lambung). Tekanan krikoid merujuk

pada tekanan terhadap kartilago krikoid laring, mendorongnya

mundur dengan maksud kompresi esofagus terhadap tulang dan

pencegahan regurgitasi pasif lambung dan esofagus . Kartilago

krikoid adalah satu-satunya berbentuk cincin tulang rawan yang

lengkap dalam saluran pernapasan, maka alat poteinsi dalam

mengompresi kerongkongan posterior. Tekanan krikoid banyak

digunakan di negara-negara Inggris meskipun kurangnya bukti,

padahal jarang atau tidak pernah digunakan oleh praktisi di

beberapa negara Eropa. Indikasi tekanan krikoid adalah :

46
 Untuk mencegah regurgitasi pasif selama intubasi berurutan

dengan cepat

 Untuk kasus-kasus berisiko tinggi, operasi saluran cerna atas

misalnya, anestesi obstetri.

Gambar 18. Cricoid pressure

Krikotiroidektomi

Krikotirodotomi merupakan tindakan penyelamat pada

pasien dalam keadaan gawat napas. Dengan cara membelah

membrane krikotiroid untuk dipasang kanul. Membrane ini terletak

dekat kulit, tidak terlalu kaya darah sehingga lebih mudah dicapai.

Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya

darurat.

Krikotiroidotomi merupakan tindakan insisi kulit, fasia, dan

membrane krikotiroidea yang memungkinkan pemasangan pipa

kedalam trachea, trachea dipegang satu tangan dan insisi dibuat

transversal.

Klasifikasi

Krikotiroidotomi dibagi menjadi 2 macam yaitu needle

cricothyroidotomy dan surgical cricothyroidotomy.

47
1. Needle cricothyroidotomy

Pada needle cricothyroidotomy, sebuah semprit dengan jarum

digunakan untuk melubangi melewati membran krikoid yang berada

sepanjang trachea. Setelah jarum menjangkau trakea, kateter

dilepaskan dari jarumnya dan dimasukkan ke tenggorokan dan

dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.

Gambar 19. Needle cricothyroidetomy

2. Surgical cricothyroidotomy

Pada surgical cricothyroidotomy, dokter dan tim medis lainnya

membuat insisi melewati membran krikoid sampai ke trakea

dengan tujuan memasukkan pipa untuk ventilasi pasien. ialah suatu

tindakan dan hanya boleh dilakukan oleh personil yang terlatih

serta dalam keadaan yang sangat darurat.tusukan krikotiroid terdiri

dari pemasangan jarum ukuran 13 – 14 yang melekat pada spuit

kedalam trachea. Jari-jari satu tangan digunakan untuk memfiksasi

kartilago tiroidea serta tangan lain mempalpasi cekungan di bawah

tiroid dan diatas kartilago krikoidea. Jarum dipasang melalui kulit,

48
fasia, dam membrane krikotiroidea. Kemudian dibuat tekanan yang

selalu negative pada semprit sampai udara menghilangkan tekanan

negative ini, dan kemudian semprit dilepaskan.

Gambar 20. Tracheostomy

Indikasi

1. Indikasi Absolut krikotiroidotomi : gagal intubasi, tidak terjadi

ventilasi, atau pasien tidak bisa tenang terhadap pemasangan alat

bantu nafas.

2. Indikasi relative krikotiroidotomi :

 trauma wajah atau orofaringeal yang massif

 pembengkakan wajah atau orofaringeal yang masif.

Kontraindikasi

1. Kontraindikasi absolute : tidak ada kontraindikasi absolute untuk

dilakukan krikotiroidotomi

2. Kontraindikasi relative :

 Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum

 Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid

49
 Tumor laring

 Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya

sangat lembut

 Gangguan perdarahan

 Edema leher yang masif

 Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi

kimia, TB).

50
BAB III

PENUTUP

Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga

keadaan vital pasien, sehingga dalam keadaaan gawat darurat

komponen inilah yang pertama kali dipertahankan. Pengelolaan

jalan nafas ialah memastikan jalan napas terbuka, sementara itu,

tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera

melapangkan saluran pernapasan. Mengamankan jalan napas

merupakan keterampilan yang tidak diragukan lagi dalam

menyelamatkan nyawa. Karena saluran napas pediatrik yang unik,

anatomis,karakteristik fisiologis dan emosional bayi dan anak yang

sedang tumbuh, dokter harus menyadari teknik dan alat yang

mereka pilih untuk memberikan kontrol yang aman dan efektif atas

jalan napas dalam skenario darurat apa pun. Pada akhirnya dan

selalu, tujuan utamanya adalah menyediakan oksigenasi dan

ventilasi anak. Mengelola jalan napas pada anak yang sakit kritis di

UGD merupakan tantangan bagi banyak pasien darurat. Kurangnya

keakraban dengan perbedaan anatomi dan fisiologis pada pasien

anak, ditambah dengan jarangnya paparan klinis merupakan faktor

yang berkontribusi. Modifikasi pendekatan, seperti penggunaan

personel alternatif, termasuk peralatan videolaryngoscopes, atau

rejimen farmakologis berdasarkan perbedaan yang dapat diprediksi

51
bermanfaat. Akhirnya, adalah kewajiban penyedia darurat untuk

mengidentifikasi peluang untuk mempertahankan keterampilan

prosedural di luar UGD saat paparan klinis terbatas.Terdapat 2 cara

untuk mengelola jalan nafas, yaitu:

Pengelolaan jalan nafas tanpa alat

Adalah tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan

napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. Terlebih

dahulu pernafasan dinilai dengan cara look, listen, and feel.

Selanjutnya, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

 Membuka jalan nafas dengan proteksi servikal dengan cara

chin lift, head tilt, maupun jaw thrust.

 Membersihkan jalan nafas dengan sapuan jari (finger sweep)

 Mengatasi sumbatan nafas parsial dengan teknik manual,

yaitu dengan abdominal thrust (manuver Heimlich), back blow

(untuk bayi), chest thrust (untuk bayi, anak yang gemuk, dan

wanita hamil)

Adapun tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas

tambahan), yaitu:

 Mendengkur (snoring), berasal dari sumbatan pangkal

lidah. Cara mengatasi: chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa

orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.

 Berkumur (gargling), penyebab: ada cairan di daerah

hipofaring. Cara mengatasi: finger sweep, pengisapan/suction.

52
 Stridor (crowing), sumbatan diplika vokalis. Cara mengatasi:

cricotirotomi, trakeostomi.

Pengelolaan jalan nafas dengan alat

Yaitu dengan teknik intubasi, yaitu memasukan pipa ke dalam rongga

tubuh melalui mulut atau hidung. Dengan berbagai indikasi dan

kontraindikasi yang dimiliki, intubasi sendiri memiliki kesulitan yang

dapat dinilai dengan scoring mallampati.

Pelatihan manajemen nasional kegawatdaruratan jalan nafas US

mencanangkan metode

LEMON, yaitu:

1. L= Look externally

2. E= Evaluate the 3-3-2 rule

3. M= Mallampati

4. O= Obstruction

5. N= Neck mobility

Sistem penilaian ini meliputi sebagian besar karakteristik

yang disebutkan sebelumnya dan diadaptasi untuk digunakan pada ruang

resusitasi.

Disamping itu, skala kesulitan intubasi (IDS) diajukan pada

tahun 1997 sebagai karakteristik dan standarisasi dalam intubasi

endotrakeal dan secara objektif memberi keseragaman pendekatan

untuk membandingkan penelitian yang berhubungan dengan kesulitan

intubasi dan dengan tujuan menetapkan nilai relative faktor resiko dalam

53
kesulitan intubasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harles Jeff, Ramaiah Ramesh. Pediatric Airway Management.

International Journal of Critical Illness and Injury Science. 2014, pg

65-69.

2. Dies David J, Paul Saint, Fundamental Critical Care Support Fifth

Edition. USA : Critical Care Medicine. 2012,

3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk

Praktis Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.

4. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia

12th ed. 2000

5. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen

BF, Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia:

Lippincott William & Wilkins; 2006, p. 791-811

6. Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow

andventilation in the lung: gravity is not the only factor. British Journal

ofAnaesthesia; 2007, 98: 420-8.

7. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology.

USA. The McGraw-Hill Companies. 2008

8. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Airway Management. In : Morgan

GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology 4th ed.

USA, McGraw Hill Companies, Inc.2006, p. 98‐06.

54
9. Gupta AK, OmmidM, Nengroo S, Naqash I, MehtaA.Predictorsof

Difficult Intubation : Study in Kashmiri Population.BMPJ 2010;3(1):307

10. Afzal M : Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal

Mask Airway Vs Endotracheal Tube. The Internet Journal of

Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 11.

11. Allman KG, Wilson IH. Oxford Handbook of Anasthesia. Oxford

University Pres Inc, New York, 2001. P 368-369.

12. Mansjoer, Arif dkk. 2005. Intubasi Trakea, Dalam : Kapita Selekta

Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

13. Wilson ME, Speigelhalter D, Robertson JA, et al. Predicting difficult

intubation. Br J Anaesth. 1988;61:211-216

14. Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi

6 . Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 1997

15. Marijana, K. Emergency Pediatric Airway: How to Manage and Keep it

Safe. Acta Medica Croatica. 72 (2018). 63-70.

16. Kelsey, A Miller. Joshua N. Advances in Emergent Airway

Management in Pediatrics. Emergency Medicine Clinic. 37 (2019).

473-491.

17. Thomas, E dkk. A Framework for The Management of The Pediatric

Airway. Pediatric Anesthesia. 2019;29:985–992.

18. Dyah, K dkk. Pedoman Praktis Penatalaksanaan Pasien Anak di

Ruang Gawat Darurat. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2019.

55
19. Michelle, Tsao. Pediatric Airway Management Devices: An Update On

Recent Advances And Future Directions. Expert Review of Medical

Device. 2018, Vol. 15, No. 12, 911–927.

20. Jeff, Harles. Pediatric Airway Management. Symposium: Critical

Airway Management. International Journal of Critical Illness and Injury

Science. 2014.

21. Rani, A Sunder. Pediatric Airway Management: Current Practices And

Future Directions. Review Article of Pediatric Anasthesia. 2012

56

Anda mungkin juga menyukai