Anda di halaman 1dari 36

REFARAT

Manajemen Airway pada Anak

Adela Ainiyyah Calista Rahmat


111 2021 2077

Pembimbing :
Dr. dr. Idham Jaya Ganda, Sp. A(K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

Insiden kritis jalan napas pada anak-anak merupakan masalah


yang sering terjadi pada pediatrik dan tetap menjadi penyebab
signifikan morbiditas dan mortalitas. Penanganan obstruksi jalan
napas yang tertunda dapat dengan cepat menyebabkan
komplikasi serius karena toleransi apnea yang pendek pada anak-
anak. Pendekatan manajemen jalan nafas yang sederhana, kritis
terhadap waktu, dan khusus pediatrik dikombinasikan dengan
pengajaran khusus, pelatihan, dan latihan yang sering akan
membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas pediatrik terkait
saluran napas.
BAB II
TINJAUAN PUSTKA
DEFINISI

Manajemen jalan nafas adalah landasan untuk upaya resusitasi bagi banyak
pasien anak yang sakit kritis yang datang untuk perawatan darurat. Penyebab
kegagalan pada anak umumnya lebih banyak dari pernapasan daripada proses
jantung, dan oleh karena itu, manajemen jalan napas yang dini dan efektif dapat
menyelamatkan nyawa. Namun, penyakit kritis dan cedera umumnya jauh lebih
sedikit pada pasien anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.
EPIDEMIOLOGI

• Hanya sebagian kecil pasien anak yang pada akhirnya membutuhkan


manajemen jalan napas lanjutan. Data menunjukkan bahwa kebutuhan
intubasi endotrakeal pada anak-anak yang datang ke unit gawat darurat (ED)
berkisar antara 0,6 hingga 3,3 kasus per seribu kunjungan.
• Berdasarkan data literatur, anak-anak mencapai sekitar 10% dari semuanya
transportasi ambulans, dan hanya 1% dari mereka yang sakit kritis, yang
berarti praktisi tidak punya banyak atau cukup pengalaman dalam intubasi atau
mengelola jalan napas pada anak-anak. Kedaruratan pediatrik yang paling
umum adalah cedera traumatis (29%), nyeri perut dan lain-lain (10%), penyakit
umum (10%), distress pernafasan (9%), gangguan perilaku (8,6%), kejang
(7%), dan asma (4%).
PERBEDAAN ANATOMI JALAN
NAFAS ANAK DAN DEWASA

Dewasa Anak

Lidah Relatif kecil Relatif besar

Laring Setinggi C4-C5 Setinggi C3-C4, lebih


ke anterior
Epiglotis Lebar, elastis Sempit, kaku

Diameter terkecil Pita suara Rawan krikoid

Panjang trakea 10-13 cm Bayii: 4-5 cm, 18


bulan: 7 cm
PERBEDAAN ANATOMI JALAN
NAFAS ANAK DAN DEWASA

Perbedaan Anatomi/Fisiologis Strategi untuk Mengatasi

Oksiput besar Posisikan pasien dengan tepat (sejajarkan eksternal meatus

auditori dengan takik sternum)

Jalan napas superior Lihat "ke atas" selama laringoskopi

Epiglotis besar Angkat dengan pisau lurus

Libatkan ligamen hyoepiglottic

Bentuk jalan napas (elips, bukan Pertimbangkan tabung endotrakeal dengan manset

disalurkan)

Volume paru-paru lebih kecil. Gunakan katup “pop-off” selama ventilasi masker untuk

  menghindari barotrauma yang tidak disengaja

Desaturasi cepat. Preoksigenasi

  oksigenasi apnea
ASSESMENT

Cakupan Assesment Pediatrik:

1. Penilaian umum menggunakan Pediatric Triangle Assesment (PAT):


• Appereance
Work of breathing
Circulation

2. Penilaian awal menggunakan ABCD

3. Penilaian tambahan (fokus pada history dan pemeriksaan fisik; pemeriksaan fisik rinci jika trauma)

4. Penilaian berkelanjutan
Pediatric Assesment
Triangle
Pediatric Assesment
Triangle
Pendekatan “SAFE”

 Shout for help ( minta tolong)

 Approach with care (tangani dengan hati-hati)

 Free from danger (jauhkan dari bahaya)

 Evaluate ABC (nilai jalan nafas, pernafasan, sirk)


Pendekatan “ABC”
A. Airway = jalan nafas C. Circulation = sirkulasi

– Dapat dipertahankan tanpa alat atau memerlukan alat - Frekuensi jantung, denyut sentral, denyut perifer
tekanan darah.
bantu jalan nafas
- Perfusi kulit (capillary refill time, suhu, warna kulit, kulit
B. Breathing = Pernafasan berbercak (mottling)
- Frekuensi - Perfusi SSP

- Gerak nafas (retraksi, merintih, cuping hidung, otot bantu - Reaksi Kesadaran (AVPU= Alert, Respon to Verbal,
nafas) Respon to Pain, Unresponsive) (mengenal org tua,
tonus otot, ukuran pupil, postur (dekortikasi/deserebrasi)
- Aliran udara pernafasan (pengembangan dada, suara Penilaian dilakukan tidak lebih dari 30 detik
nafas, stridor, wheezing/mengi, gerakan paradoks)

– Warna kulit (ada atau tidaknya sianosis)


Menilai jalan nafas
menggunakan
“Look, Listen, and Feel”
LOOK: LISTEN: FEEL:
• Kesadaran: the talking  Snoring  Aliran udara dari
patient, pasien yang bisa mulut/hidung
 Gurgling
bicara berarti airway bebas,
 Posisis trakea terutama
namun tetap perlu evaluasi  Stridor
pada pasien trauma,
berkala.
 Hoarnes krepitasi
• Agitasi
 Afoni
• Nafas cuping hidung
• Sianosis
• Retraksi
• Accessory respiratory muscle
AIRWAY MANAGEMENT

1. Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas


a. Periksa tanda cedera kepala, leher, kesulitan pernafasan dan kesadaran. Bila ada cedera kepala jangan
mengguncang bayi atau anak karena dapat merusak medula spinalis.
b. Bila bayi dan anak tidak sadar tapi bernafas baik, letakkan pada posisi pulih (recovery position)
c. Bayi dan anak sadar dengan kesulitan bernafas, letakkan pada posisi senyaman mungkin yg memudahkan
bernafas.
2. Mintalah bantuan
3. Atur posisi korban
a. Letakkan dengan posisi terlentang diatas dasar yg rata dan keras
b. Bila ada cedera kepala/leher pertahankan posis tubuh-leher kepala dalam satu garis. Hindari ekstensi, fleksi dan
rotasi kepala karena dapat mencederai medula spinalis.
c. Memindahkan ke tempat lain, posisi tubuh-leher-kepala, harus dalam satu garis kesatuan
4. Membuka jalan nafas
Bila tidak ada cedera kepala dengan cara head tilt atau chin lift
BREATHING MANAGEMENT

1. Nilai usaha nafas dengan melihat gerak nafas, dengar desah nafas, dan rasakan
aliran udara pernafasan
2. Caranya
a. Pasang sungkup dengan ukuran sesuai umur sehingga menutup mulut dan hidung,
lalu rapatkan
b. Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan nafas buatan
dengan mulut atau balon (bag) resusitasi.
c. Bila dgn mulut, tarik nafas dalam, tiup dan liat pengembangan dada. Bila tetap
tidak mengambang kemungkinan obstruksi jalan nafas.
3. Frekuensi nafas buatan yg dilakukan: - Bayi - < 8 thn : 20 kali permenit
Neonatus : 30 – 60 kali permenit
CIRCULATION MANAGEMENT

Penilaian sirkulasi
setelah 2-5 kali nafas buatan
Tempat penilaian
bayi baru lahir : arteri umbilikus
bayi : arteri brakhialis
anak : arteri karotis
Indikasi pijat jantung
bradikardia (< 60x/menit atau henti jantung
Lokasi pemijatan
1/2 bagian bawah tulang dada (sternum) dengan kedalaman pijatan 1/3 tebal dada.
CIRCULATION MANAGEMENT

Cara
Bayi: pijatan dilakukan dengan teknik ibu jari atau dua jari (telunjuk dan jari tengah)
Teknik ibu jari :
1.Kedua ibu jari menekan tulang dada
2.Kedua tangan melingkari dada dan jari-jari tangan menopang bagian belakang bayi
Teknik dua jari :
1.Ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari manis dari satu tangan digunakan untuk menekan
tulang dada
2.Tangan yang lain digunakan untuk menopang bagian belakang bayi.
CIRCULATION MANAGEMENT

Anak < 8 tahun : dengan pangkal telapak tangan


Anak > 8 tahun : pangkal telapak tangan terbuka dan dibantu dengan tangan yang satu
diatasnya.
Frekuensi pemijatan :
- - Bayi dan anak : 100 kali permenit
- - Neonatus : 120 kali permenit
- Koordinasi antara pijat jantung dan nafas buatan:
- Neonatus : 3 : 1
- Anak :
- Dua penolong : 15 : 2
- Satu penolong : 30 : 2
PEMBUKAAN JALAN NAFAS
PENGELOLAAN PATENSI JALAN NAFAS

1. Oropharyngeal Airway (OPA)

2. Nasopharyngeal Airway (NPA


OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

Langkah Tindakan

1. Bersihkan mulut dan faring dari sekresi, darah, atau muntahan dengan menggunakan ujung penyedot faring
yang kaku (Yaunker), bila memungkinkan

2. Pilihlah ukuran OPA yang tepat, yaitu dengan menempatkan OPA di samping wajah, dengan ujung OPA pada
sudut mulut, ujung yang lain pada sudut rahang bawah. Bila OPA diukur dan dimasukkan dengan tepat, maka
OPA akan tepat sejajar dengan pangkal glottis
OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

3. Masukkan OPA sedemikian sehingga ia


berputar ke arah belakang ketika memasuki
mulut
4. Ketika OPA sudah masuk rongga mulut
dan mendekati dinding posterior farings,
putarlah OPA sejauh 180° ke arah posisi
yang tepat. Suatu metode alternatif adalah
memasukkan OPA secara lurus ketika
menggunakan penekanan lidah atau alat
yang serupa untuk menahan lidah di dasar
mulut. Setelah pemasangan OPA, lakukan
pemantauan pada pasien. Jagalah agar
kepala dan dagu tetap berada pada posisi
yang tepat untuk menjaga patensi jalan
napas. Lakukan penyedotan berkala di
dalam mulut dan faring bila ada sekret,
darah atau muntahan.
NASOPHARYNGEAL AIRWAY (NPA)

1. Pilihlah ukuran NPA yang tepat


• Bandingkan diameter luar NPA dengan
lubang dalam hidung. NPA tidak boleh
terlalu besar sehingga menyebabkan
lubang hidung memucat. Beberapa
tenaga kesehatan menggunakan diameter
jari kelingking pasien sebagai pedoman
untuk memilih ukuran yang tepat
• Panjang NPA haruslah sama dengan
jarak antara ujung hidung pasien dengan
cuping telinga
NASOPHARYNGEAL AIRWAY (NPA)

2. Basahi saluran napas dengan pelumas


larut air atau jelly anestesik.
3. Masukkan NPA melalui lubang hidung
dengan arah posterior membentuk garis
tegak lurus dengan permukaan wajah.
Masukkan dengan lembut sampai dasar
nasofaring.
Bila mengalami hambatan :
 Putar sedikit pipa untuk memfasilitasi
pemasangan pada sudut antara rongga
hidung dan nasofaring
 Cobalah tempatkan melalui lubang
hidung yang satunya karena pasien
memiliki rongga hidung dengan
ukuran yang berbeda
SUMBATAN JALAN NAFAS

Teknik ini digunakan pada penderita sumbatan jalan napas akibat lidah yang jatuh ke
belakang. Teknik pukulan dan hentakan Bayi dan anak kecil

1. Letakkan bayi dengan posisi tertelungkup kepala lebih rendah. Diatas lengan bawah,
topang dagu dan leher dengan lengan bawah dan lutut penolong.

2. Tangan lainnya melakukan pukulan punggung diantara kedua tulang belikat secara hati-
hati dan cepat sebanyak 5 kali pukulan.

3. Balikkan dan lakukan hentakan pada dada sebagaimana melakukan pijat jantung luar
sebanyak 5 kali.

4. Pada neonatus tidak boleh melakukan cara diatas, hanya dilakukan dengan alat penghisap
(suction)
SUMBATAN JALAN NAFAS

Pada anak lebih besar :


1. Pukulan punggung dilakukan 5 kali dengan pangkal tangan
diatas tulang belakang diantara kedua tulang belikat. Jika
memungkinkan rendahkan kepala di bawah dada.
2. Hentakan perut (Heimlich maneuver dan abdominal thrust).
Cara: Penolong berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua
lengan mengitari pinggang, peganglah satu sama lain
pergelangan atau kepalan tangan (penolong), letakkkan kedua
tangan (penolong) pada perut antara pusat dan prosessus
sifoideus, tekanlah ke arah abdomen atas dengan hentakan cepat
3-5 kali. Hentakan perut tidak boleh dilakukan pada neonatus
dan bayi.
Pemeliharaan jalan napas perlu dilakukan setelah pembukaan
jalan napas, dapat dilakukan secara manual, dengan alat
sederhana ataupun dengan alat bantu lanjut. Dalam pemeliharaan
jalan napas juga perlu dilakukan pemeriksaan sumbatan jalan
napas oleh cairan / benda asing secara berkala menggunakan
sapuan jari tangan.
INTUBASI ENDOTRAKEAL

Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi

Tidak sadar Apnea :


 Paralisis neuromuscular
 Tidak sadar
Fraktur Maksilofasial berat Usaha napas yang tidak adekuat :
 Takipnea
 Hipoksia
 Hiperkarbia
 Sianosis

Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang


 Perdarahan membutuhkan hiperventilasi
 Muntah-muntah
Bahaya sumbatan : Kehilangan darah yang masif dan
 Hematoma leher memerlukan resusitasi volume
 Cedera laring, trakea
 Stridor
INTUBASI ENDOTRAKEAL

Persiapan Intubasi Endotrakeal

1. Alat:

A. Laryngoscope

a. Terdiri dari : Blade (bilah) dan Handle (gagang).

b. Pilih ukuran blade yg sesuai. Dewasa : no 3 atau 4,


Anak no 2, Bayi : no 1

c. Pasang blade dengan handle, cek lampu harus menyala


terang.
INTUBASI ENDOTRAKEAL

Persiapan Intubasi Endotrakeal


1. Alat:
B. Endotracheal Tube (ETT)
a. Pilih ukuran yang sesuai: (ID: Internal Diameter)
b. Dewasa : ID 6.5 , 7 atau 7.5 Atau ± sebesar kelingking
kiri pasien
c. Anak : ID = 4 + (Umur : 4)
d. Bayi : Prematur : ID 2.5
e. Aterm : 3.0 – 3.5
Selalu menyiapkan satu ukuran dibawah dan
diatas. Pilih ET yang High Volume Low Pressure
(ETT putih/ fortex). Bila memakai yg re-useable, cek
cuff dan patensi lubang ET
INTUBASI ENDOTRAKEAL

Persiapan Intubasi Endotrakeal


1. Alat:
D. Stylet (bila perlu).
E. Handsgloves steril.
F. KY jelly.
G. Forcep Magill (bila perlu).
H. Ambu Bag dengan kantung reservoir dihubungkan dengan
sumber oksigen.
I. Plester untuk fiksasi ETT.
J. Oropharngeal Airway.
K. Alat suction dg suction catheter
L. Stetoscope.
INTUBASI ENDOTRAKEAL

Langkah – Langkah Intubasi Endotrakeal


1. Informed consent : salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang
akan dilakukan, meminta persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar)
2. Memakai alat-alat proteksi diri meliputi ; topi, masker, apron, sarung tangan,
tambahan (jika ada) : google, sepatu tidak tembus air
3. Mengenali problem airway (Look, Listen Feel) dengan kemungkinan cedera C-
Spine. Apabila terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas
dasar dan lanjut dilakukan dengan C-Spine protection yang meliputi manual in
line stabilization atau pemasangan cervical collar.
4. Sambil mempersiapkan untuk intubasi endotrakea sebagai pilihan terbaik untuk
mengamankan airway pada kasus ini, agar jalan napas tetap terbuka perlu
dilakukan manuver head tilt,chin lift (pada kasus nontruma) dan juga jaw thrust
(pada kasus trauma). Jika gagal sementara dapat dipasang OPA (sesuai indikasi ;
pasien tidak sadar dan tidak ada muntah, dengan manuver manual gagal) dan
dilakukan suction dengan tetap mempertahankan In line Stabilitation
5. Dilakukan pemasangan Pulse Oxymetri (SpO2) bila ada
6. Ventilasi tekanan positif dan oksigenasi
INTUBASI ENDOTRAKEAL

Langkah – Langkah Intubasi Endotrakeal


7. Posisikan pasien: sniffing the morning air position, Leher sedikit fleksi, kepala ekstensi, 1 bantal diletakkan di bawah kepala.

8. Lepaskan OPA (jika pada langkah 4 sudah terpasang).Tangan kiri memegang laringoskop. Masukkan secara gentle pada sisi
kanan mulut di atas lidah, Singkirkan lidah ke kiri cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah di valekula.

9. Dengan elevasi laringoskop, hindari mengungkit gigi bagian atas. Hal ini akan mengangkat epiglotis sehingga plica vocalis
terlihat (warna lebih pucat) Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten utk lakukan BURP manuver (Back, Up, Right Pressure) pada
kartilago krikoid sampai terlihat plika vokalis(menurut AHA 2010 sudah tidak direkomendasikan lagi)
INTUBASI ENDOTRAKEAL

10. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut, bimbing ujungnya


masuk trakea sampai cuff ETT melewati plika vokalis (kedalaman
23 cm pada laki-laki dan 21 cm pada wanita dewasa)
11. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi seperti bag-valve mask
yang terhubung dengan oksigen (flow 10-12 L/menit).
12. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada kebocoran
udara) dengan spuit 20 cc berisi udara
13. Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan melalui stetoskop
pengembangan ke-2 paru, bila hanya terdengar suara pada salah satu
paru berarti masuk ke salah satu bronkus kempeskan cuff & tarik
ET, ulangi evaluasi (jika terdengar sama pada kedua paru, berarti
sudah benar, kembangkan cuff). Bila dada tidak terlihat
mengembang dan pada auskultasi terdengar gurgling di epigastrium
berarti terjadi intubasi esofagus maka kempeskan cuff & tarik ET,
ulangi pemasangan ETT.
14. Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke atas lebih dahulu,
kemudian putar 180 derajat menyentuh palatum molle
15. Setelah yakin ET masuk dalam trakea & suara nafas terdengar
sama pada kedua paru kemudian Fiksasi ETT dengan plester
KESIMPULAN

Mengamankan jalan napas merupakan keterampilan yang tidak diragukan lagi dalam
menyelamatkan nyawa. Karena saluran napas pediatrik yang unik, anatomis,karakteristik
fisiologis dan emosional bayi dan anak yang sedang tumbuh, dokter harus menyadari teknik dan
alat yang mereka pilih untuk memberikan kontrol yang aman dan efektif atas jalan napas dalam
skenario darurat apa pun. Pada akhirnya dan selalu, tujuan utamanya adalah menyediakan
oksigenasi dan ventilasi anak. Mengelola jalan napas pada anak yang sakit kritis di UGD
merupakan tantangan bagi banyak pasien darurat. Kurangnya keakraban dengan perbedaan
anatomi dan fisiologis pada pasien anak, ditambah dengan jarangnya paparan klinis merupakan
faktor yang berkontribusi. Modifikasi pendekatan, seperti penggunaan personel alternatif,
termasuk peralatan videolaryngoscopes, atau rejimen farmakologis berdasarkan perbedaan yang
dapat diprediksi bermanfaat. Akhirnya, adalah kewajiban penyedia darurat untuk mengidentifikasi
peluang untuk mempertahankan keterampilan prosedural di luar UGD saat paparan klinis terbatas.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai