Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. FK UI, Jakarta,
2010.
PENGELOLAAN
Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal
Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)
Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)
Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger
Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan. Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk
memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
Head Tilt
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga
leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi
menutupi jalan nafas.
Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih
Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat:
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma
– abdomen).
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian
kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang
cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban.
Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum,
tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah
langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam
kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan
tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi
Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di
bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik
lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan
SUNATRIO, S., JOENOERHAM, J. RESUSITASI JANTUNG PARU. JAKARTA: BAGIAN ANESTESIOLOG
DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA.
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna untuk menghindari
kematian. Sehingga perlu dilakukan initial assessment (penilaian awal) yang meliputi :
Persiapan
o Fase Pre Hospital
Penanganan penderita sebaiknya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di RS.
Sebaiknya RS sudah diberitahukan sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
Fase pre hospital dititik beratkan pada penjagaan airway, control perdarahan dan syok,
imobilisasi pasien dan segera dirujuk ke RS terdekat yang memiliki fasilitas yang cocok.
o Fase Hospital
Sebelum penderita tiba, dokter dan perawat di UGD telah mempersiapkan perlengkapan
airway, cairan kristaloid yang telah dihangatkan, menggunakan alat-alat pelindung diri.
Triase : cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia.
Didasarkan pada prioritas ABC.
o Multiple Casualities
Jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui kemampuan RS. Penderita dengan
masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.
o Mass Casualities
Jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan RS. Yang dilayani terlebih
dahulu adalah penderita dengan kemampuan survival yang terbesar, membutuhkan waktu dan
perlengkapan dan tenaga paling sedikit.
SURVEI PRIMER
a) Difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi. Tindakan survey primer meliputi :
A airway (jalan nafas)
B breathing (bantuan nafas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defbrilation (terapi listrik)
b) Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban/pasien, yaitu :
a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
c. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak
"Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
o Surgical
Krikotiroidotomi
trakeostomi
Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat ( look) naik dan turunnya dinding dada,
mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer,
2009).
Gambar 2.5. Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
i. Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dihikukan hembusan napas dari mulut ke mulut,
penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya
mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong haras
menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jan telunjuk untuk mencegah udara keluar kembah
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung
ii. Mulut kehidung
Tekhnik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya
pada trismus atau dimana mulut korban mengalami ,luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut
kehidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.
iii. Mulut ke Stoma.
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (Stoum) yang menghubungkan trakhei
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke
Stoma.
ii. Jika teraba denyutan nadi, penolong baru kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver
tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/ pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan
pemapasan, dan jika bemapas pertahankan jalan napas.
d) D (DEFIBRILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu terapi dengan
memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irarna jantung
yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat
digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic External Deftbrilation, dimana alat tersebut dapat mengetahui korban
henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan
tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.
Tingk at kesadaran
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya..
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
E2M4V2
a. Obstruksi Total
Bisa ditemukan dalam keadaan sadar atau dalam keadaan tidak sadar
Pada obstruksi total akut, biasanya disebabkan oleh tertelannya benda asing yang kemudian
menyangkut dan menyumbat pangkal larinks.
Bila obstruksi total timbul perlahan maka berawal dari obstruksi parsial yang kemudaian
menjadi total
b. Obstruksi Parsial
Biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragam suara, tergantung
penyebabnya:
o Cairan (darah, secret, aspirasi lambung, dsb)
Timbul suara “gurgling” suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam keadaan ini harus
dilakukan penghisapan (suction)
o Pangkal lidah yang jatuh ke belakang
Keadaan ini dapat timbul pada pasien yang tidak sadar (coma) atau pada penderita yang
tulang rahang bilateralnya patah. Sehingga timbul suara mengorok (snoring) yang harus
segera diatasi dengan perbaikan airway secara manual atau dengan alat.
o Penyempitan di larinks atau trachea
Dapat disebabkan edema karena berbagai hal ataupun desakan neoplasma. Timbul suara
“crowing” atau stridor respiratoir. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan
airway pada bagian distal dari sumbatan, misalnya trakhetostomi
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma kepala/karena suatu penyakit, maka
akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal
lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks,
menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas
oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun
atau hilang.Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi.
(3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah.
Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila “minut
ventilation” berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan
produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan
otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk
mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului
penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang
dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan
dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat
menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas.
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan
menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab
lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh
volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh,
rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak
yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila disertai
hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan
memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan
fungsi jantung.
Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-45 mmHg),ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa
O2 (N: 95-100%).
Benyamin Chandral menggunakan istilah cemented yang merupakan huruf-huruf pertama penyebab gangguan
kesadaran.
C= circulation (gangguan sirkulasi darah).
E= ensefalomeningitis.
M = metabolisme (gangguan metabolisme).
E = elektrolit and endokrin (gangguan elektrolit dan endokrin)
N = neoplasma
T = trauma kapitis.
E = epilepsy
D = drug intoxication.
Gangguan difus (gangguan metabolik) Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan
hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomic
tertentu pada susunan saraf pusat.2 Penyebab gangguan kesadaran pada golongan initerutama akibat kekurangan
02 , kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin.6
Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral Metabolic Rate
for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak berubah. Hanya pada
kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada
CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya
bila kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma.6
Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr glukosa/menit.
Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada serebrum dan kemudian
progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan
depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio retikularis dan kemudian
menjalar ke bagian-bagian lain.6 Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan
gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah keotak memegang peranan penting. Bila
aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan berkurang
P : dapat merespon dari rasa nyeri dengan melakukan penekanan pada kuku
Dicek apakah terdapat sianosis, cuping hidung, dan retraksi otot pernafasan
LISTEN : untuk mendengarkan suara snoring (sumbatan pada faring akibat lidah jatuh kebelakang), gurgling (suara seperti
berkumur pada orofaring akibat cairan darah atau hipersekresi), stridor (suara seperti mengorok), hoarsness.
FEEL : menilai dari hembusan udara dari mulut dilakukan triple airway manuver
1. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi
biasanya terjadi di tulang rawan sekitar, misalnya aritenoid, pita suara dll.
2. Benda Asing
a. Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi
stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dgn otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis.
Gangguan oleh benda-benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh berbagai biji-bijian dan
tulang ikan tg tidak teratur bentuknya.
b. Saluran nafas
Berdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran nafas maka dibagi atas :
Pada Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam bronkhus, karena dapat menimbulkan asfiksia.
Benda asing didalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut
dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring
Pada Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan formasinya dilapisi oleh
sekresi bronkhus sehingga menjadi besar
Jackson
1. Sesak nafas, stridor inspirator, retraksi suprasternal ; KU masih baik
2. Gejala stadium I + retraksi epigastrium ; penderita mulai gelisah
3. Gejala stadium II+retraksi supra/infraklavikular; penderita sangat gelisah dan sianotik
4. Gejala umum stadium III+retraksi interkostal; penderita berusaha sekuat tenaga untuk menghirup udara; lama-kelamaan
terjadi paralisis pusat pernapasan, penderita menjadi apatik dan ahirnya meninggal.
KEDARURATAN MEDIK. AGUS PURWADIANTO. EDISI REVISI TAHUN 2000
Klasifikasi
a. Sumbatan totaltidak dikoreksi dalam 5-10 menit dapat mengakibatkan asfiksi (kombinasi hipoksemi dan hipokarbia), henti
nafas dan henti jantung, tidak terdengar suara nafas dan tidak terasa adanya aliran udara lewat hidung dan mulut, retrak si
pada supraklavikula, sela iga jika masih dapat bernafas secara spontan dan dada tidak mengembang saat inspirasi atau inflasi
paru gagal walaupun cara sudah benar. Bisa terjadi atelektasis
b. Parsialkerusakan otak, sembab otak, sembab paru, terdengar aliran udara berisik dan kadang2 disertai retraksi, bunyi
melengking (stridor)menandakan laringospasme, bunyi kumur menandakan sumbatan benda asing
c. Obstruksi yang hanya mengganggu ventilasiwheezing tanpa gangguan parenkim paru
PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT, PROF.DR.DR.I RIWANTO, SPBD DAN DR. SOENARJO, SPAN,
KIC
a. Obstruksi supra glotikinfeksi, edem l;arynx, aspirasi benda asing
b. Obstruksi intra glotikbenda saing, maligna, benigna
c. Obstruksi infra glotikasma. PPOK
BUKU AJAR IPD JILID II
a. Obstruksi Total
Sama seperti tenggelam/ obstruksi karena bekuan darah pd hemoptisisasfiksia, dapat terjadi hipoksemia dan akan
menyebabkan respiratory failure scr cepat, selanjutnya akan memicu cardiovascular failure. Dimana akan diikuti kegagalan
SSP (kehilangan kesadaran dengan cepat, kelamahan motorik diikuti renjatan). Kega2lan fungsi ginjal mengikuti kegagalan
fungsi darah (hipoksemia, hiperkapnia sehingga terjadi asidosis respiratorik dan metabolik)
b. Fenomena Check Valveudara dapat masuk, namun tidak dapat keluarempisema paru, mediastinum dan subkutan
a. Eksogen : padat, cair & gas, seperti kacang, rambutan, jarum, dsb
Stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot tambahan, dapat pula terjadi sianosis
Lebih berbahaya daripada didalam bronkhus karena dapat menimbulkan asfiksia. terdengar stridor dan akhirnya trjdi sianosis
yang disertai dgn edema
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi
bronkhus sehingga menjadi besar
Pasien mengalami batuk yang hebat dan bersin-bersin selama beberapa menit. Batuk ini diikuti wheezing (mengi) dan ila tidak
terdapat riwayat asma, maka hal ini harus dicurigai sbg benda asing, terutama bila wheezing (mengi) terdapat di unilateral.
Berdasarkan tingkat obstruksi yang trjdi pda saluran nafas dibagi mnjdi 3 bagian, yaitu :
a. Dimana obstruksi yang tjd dapat menganggu ventilasi, maka hanya ditemukan wheezing tanpa ditemukan gangguan pada
parenkim paru
b. Bila terjadi obstruksi parsial, maka dapat terjadi check valve phenomen atau empisema paru
c. Bila terjadi obstuksi total, maka akan terjadi atelektasis
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI RAB
Akibat
BAGIAN ATAS
Dasar lidah
Sering menyumbat jalan nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu
mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ni sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jalan nafas bagian atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yang tidak
sadar dapat menyumbat jalan nafas. Benda-benda tersebut bisa tersangkut pada :
a. Laring Secara progresif akan terjadi stridor, dispneu, apneu, penggunaan otot bantu nafas, sianois
b. Saluran nafas
1. Trachea tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam rimaglotis dan akhirnya tersangkut dilarink dan
akhirnya dapat menimbulkan gejala obstruksi larink
2. Bronkus Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian dilapisi sekresi bronkus sehingga
menjadi besar.
Edema jalan nafas : dapat disebabkan infeksi(difteri), reaksi alergi atau akibat instrumentasi (pemasangan pipa
endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul.
Tumor : kista larings, papiloma larings, karsinoma larings biasa sumbatan terjadi perlahan-lahan.
Trauma daerah larings
Spasme otot larings : tetanus, reaksi emosi
Kelumpuhan otot abduktor pita suara (abduktor paralysis) terutama bila bilateral.
Kelainan kongenital : laryngeal web, fistula trakeoesofagus yang menimbulkan laringotrakeomalasia.
BUKU KEDARURATAN MEDIK, PEDOMAN PENATALAKSANAAN PRAKTIS EDISI REVISI
BAGIAN BAWAH
Bronkospasne
Sembab mukosa
Sekresi bronkus
Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
DR. SOENARJO SP.AN,KIC., BUKU PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT
Bila pemeriksaan yang sudah kita lakukan seperti keterangan di atas dan kita menemukan adanya sumbatan pada jalan
nafas langkah atau tindakan selanjutnya yang harus kita lakukan adalah membuka jalan nafas tersebut dengan berbagai
macam metode di antaranya adalah :
1. Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan
penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
2. Chin Lift Manuver (Tindakan mengangkat dagu)
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
3. Jaw thrust maneuver (Tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Tindakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
Sumber Referensi : Hand Out Pelatihan Basic Life Support RS. Husada Utama Surabaya
Adanya apnea
Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus
Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, seperti akibat lanjut dari cedera inhalasi, patah tulang
wajah, hematoma retrofaringeal, atau kejang berkepanjangan
Adanya cedera kepala tertutup yang memerlukan bantuan nafas (GCS ≤8)
Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan pemberian O₂ tambahan lewat masker wajah
• Tidak sadar
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan keadaan
• Perdarahan neurologis
• Muntah-muntah
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera larynx
dan trachea
• Stridor
10. Mengapa dokter masih mendengar pasien gurgling setelah dilakukan triple airway manuver dan inhalasi NRM?
Pada pasien masih terdengar suara berkumur suara berkumur adalah tanda bahwa ada cairan/ darah yang menyumbat
saluran napas bagian atas artinya kemungkinan besar adalah pada pasein ini, obstruksi oleh lidah sudah tertangani
oleh tripe airway manuver karena ngorok nya hilang, namun sumbatan karena cairan/ darah belum dapat tertangani
sepenuhnya karena masih ada suara gurgling pembersihan jalan napas bisa menggunakan sweeping finger atau bisa
menggunakan suction kemungkinan pada pasien ini 1) belum dilakukan pembersihan jalan napas 2)sudah dilakukan
sweeping finger, namun belum digunakan suction sehingga jalan napas masih belum clear dari cairan/darah 3) sudah
dilakukan pembersihan jalan napas dengan keduanya tapi belum sempurna dalam pelaksanaan memang telah
disebutkan pemasangan OPA, namun belum disebutkan di skenario apakah suction telah dilakukan atau belum bila
memang masih ada cairan/darah masih ada sumbatan airway oksigenisasi dan ventilasi berkurang prosentase
oksigen yang berikatan dgn hb di darah arteri berkuran = saturasi semakin turun mempengaruhi otak penurunan
kesadaran
Pasien kecelakaan kepala tidak memakai helm dan membentur trotoar curiga fraktur impressi os. Frontal rongga
mulut mengeluarkan banyak darah sumbatan jalan napas muncul suara berkumur
Journal of The Royal Society of Medicine 2003; 96: 343 – 4. Can Med Assoc J 2007; 176(9): 1299-303.
Suara berkumur
Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah
cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk
“menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support.
Total sangat amat sulit bernafas, terjadi akut karena tertalan benda asing menyumbat pangkal laring, secara
perlahan obtruksi parsial ke total
Parsial pnederita masih bisa bernafas timbul suara, penyebab cairan (darah secret dll) suara gurgling
1. Sp O2 > 95% ;
- normal
- tidak membutuhkan tindakan
2. Sp O2 91% - 94 %
- Masih dapat diterima tapi perlu dipertimbangkan
- Kaji tempat pemeriksaan dan lakukan penyesuaian jika perlu
- Lanjutkan monitor pasien
3. Sp O2 85% - 90 %
- TInggikan kepala dari tempat tidur dan stimulasi psien bernafas dengan dalam
- Kaji jalan nafas dan dorong untuk batuk
- Berikan oksigen sampai dengan saturasi oksigennya > 90%
- Informasikan kepada dokter
• Jika oksigen turun di bawah level normal (yaitu kurang dari 92%), ada kemungkinan tubuh mengalami penyakit pernapasan
seperti hipoksemia. Hipoksemia adalah penyakit pernapasan dengan gejala kelelahan, sesak napas, dan kebingungan.
• Dengan kadar oksigen yang rendah dalam darah, oksigen tidak mampu menembus dinding sel darah merah. Dalam kasus
rendahnya kadar oksigen dalam tubuh, orang akan menderita penglihatan, kehilangan memori, melemahnya otot jantung,
jari kesemutan, batuk kronis, retensi air pada kaki dan pergelangan kaki. Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi
penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal
PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan
SaO2, yaitu:
– Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%
– Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%
– Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%.
• Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
Trauma
Gangguan metabolismesel
Syok
Mekanisme hypotensi
Volume darah menurun → penurunan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata→ penurunan aliran balik darah vena ke jantung→ curah
jantung menurun→ hypotensi
Mekanismetakikardia
Perdarahan→ volume darah menurun→ aliran darah ke jantung sedikit→simpatik→meningkatkan kontraksi dan daya konduksi
jantung→takikardia
Agus Purwidianto dan Budi Sampurna. Kedaruratan Medik Edisi Rev. 2000. Binarupa Aksara.
Obstruksi jalan nafas Berkurangnya oksigen di dalam darah (hipoksemia) Hipoksia ( di jaringan otot – otot
pernafasan,otak,jantung,dll) tubuh mengkompensasi dengan dua cara yaitu,meningkatkan Frekuensi napas menjadi lebih
cepat daripada keadaan normal yang tujuannya untuk mempertahankan perfusi oksigen dan meningkatkan frekuensi nadi untuk
mempertahankan suplai darah ke jaringan yang membawa O2 jika keadaan ini berlangsung lama ( tidak di tangani dengan
cepat) selama 3 – 4 menit menyebabkan kelelahan pada otot-otot pernapasan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-
sisa pembakaran berupa gas CO2 darah dan jaringan Gas CO2 yang tinggi akan mempengaruhi susunan saraf pusat
( medulla oblongata ), dengan menekan pusat napas henti napas (respiratory arrest).
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh.
Dengan Berhentinya napas maka oksigen tidak ada sama sekali di dalam tubuh jantung tidak dapat berkontraksi
akibatnya terjadi keadaan yang disebut henti jantung (cardiac arrest).
(Sumber: Agenda gawat darurat jilid 2, Rab,T)
RR meningkat
Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Hipoksia ini dikenal
dengan istilah sesak napas. Frekuensi napas pada keadaan sesak napas lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh karena
itu, bila sesak napas ini berlangsung lama maka akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot
napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2. Gas CO2 yang tinggi ini akan
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan menekan pusat napas yang ada di sana. Keadaan ini dikenal dengan istilah henti
napas.
Rab,T., Agenda gawat darurat, jilid 2
RR naik
Penurunan konsentrasi oksigen dalam darah perangsangan kemoreseptor (glomus karotikum dan glomus aortikum)
perangsangan pusat pernafasan RR naik
4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu
terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia
http://www.akperppni.ac.id/sumbatan-jalan-nafas-dan penanganannya.html
ETIOLOGI
Penyebab sumbatan yg sering kita jumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah atau benda asing yg lain. Dasar
lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas
sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang faring. hal ini sering terjadi bila kepala
penderita dalam posisi fleksi.
Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh
penderita yg tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yg mendapat anestesi atau tidak, dapat terjadi
laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan nafas atas pada penderita stupor atau koma yg dangkal.
Sumbatan nafas juga dapat trjdi pd jalan nafas baigian bawh, dan ini terjadi sebagai akibat bronkospasme, sembab
mukosa, sekresi mukosa, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru.
(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)
PP
a. Radiologi
Berdasarkan pemeriksaan ini bayangan radiologi yg trjdi dpt disebabkan oleh :
Bila benda asing itu bersifat radioopaque, maka bayangan yg trjdi adalah disebabkan oleh benda asing itu
sendiri
Bila bayangan yg terjadi disebabkan oleh karena komplikasi, misalnya atelektasis dan empisema maka akan
tergantung kepada tipe obstruksi yg terjadi.
b. Pemeriksaan faal paru
Dari pemeriksaan faal paru didapatkan defek obstruktif faal paru, dan ini bergantung kepada lokasi obstruksi yg terjadi.
Bila obstrkusi terjadi didaerah laringotrakheal, maka akan terjadi penggunaan dari kecepatan aliran ( flow rate). Bila
obstruksi terjadi di suprasternal notch, sedangkan bila trjdi dibawah suprasternal notch, maka akan terjadi pengurangan
dari kecepatan aliran ekspresi. berapa jauh obstruksi terjadi, ditentukan pula oleh hasil penilaian FEVt. Makin distal
obstruksi, makin besar pula pengaruh nilai FEVt. Sedangkan FEV1 akan lebih kecil pengaruhnya pada obstruksi yg bersifat
proksimal.
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)
Penatalaksanaan
Bila dicurigai ada benda asing dijalan nafas atas, mulut harus dibuka dgn paksa dan mengeluarkan benda asing tersebut.
(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)
Adanya apnea
Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus
Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, seperti akibat lanjut dari cedera inhalasi, patah tulang
wajah, hematoma retrofaringeal, atau kejang berkepanjangan
Adanya cedera kepala tertutup yang memerlukan bantuan nafas (GCS ≤8)
Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan pemberian O₂ tambahan lewat masker wajah
• Tidak sadar
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan
• Perdarahan keadaan neurologis
• Muntah-
muntah
Bahaya sumbatan
• Hematoma
leher
• Cedera larynx
dan trachea
• Stridor
Terapi Oksigen
Terdapat tiga sistim untuk memberikan oksigen kepada pasien tanpa intubasi.
- Konsentrasi oksigen rendah kanula hidung dapat memberikan oksigen antara 24% (11menit) sampai 36%
(4-5menit).
- Konsentrasi oksigen sedang (40-60%) dicapai dengan pemberian lewat masker oksigen.
- Konsentrasi hingga 100% hanya dapat dicapai dengan menggunakan sungkup muka-kantung reservoir.
Bantuan nafas
- Diperlukan pada hipoksemia yang menetap atau dengan adanya hiperkarbia yang jelas.
- Beberapa indicator yang dipertimbangkan adalah
o Laju nafas kurang dari 10 atau lebih dari 35 kali per menit
o Volume tidal kurang dari 5ml/kgBB
o paCO2 > 45mmHg
o pH 7,30
o paO2 < 60mmHg
Definitif Airway adalah suatu pipa di dalam trachea dengan balon (cuff) yang dikembangkan, pipa tersebut dihubungkan
dengan suatu alat bantu pernafasan yang diperkaya oksigen an irway tersebut dipertahankan dengan menggunkan plester.
a. Non Surgical
i. Intubasi Endotrachea
Proses memasukkan pipa ET ke dalam trachea pasien. Bila pipa dimasukkan melalui mulut, disebut
intubasi orotrachea, sedangkan jika pipa dimasukkan melalui hidung disebut intubasi nasotrachea.
o Kegunaan :
Membuka jalan nafas atas
Membantu pemeliharaan oksigen konsentrasi tinggi
Mencegah jalan nafasa dari aspirasi isi lambung / benda asing
Mempermudah suction dalam trachea
Alternative untuk memasukkan obat
o Indikasi :
Cardiac arrest bila ventilasi kantung nafas tidak memungkinkan / tidak efektif
Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat
dengan lat-alat ventilasi yang non invasive
Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (koma)
b. Surgical
i. Tracheostomi
ii. Cricotiroidotomi
o Indikasi :
Ketidakmampuan melakukan intubasi trachea
Edema glottis
Fraktur laryng
Perdarahan Orofaring berat yang membuntu airway dan pipa ET tidak dapat dimasukkan
ke dalam plica
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th edition
14. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien di skenario?
Henti napas
• Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dan korban/pasien.
• Henti nafas, merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar.
• Henti napas dapat terjadi pada keadaan : Tenggelam, Stroke, Obstruksi jalan napas, Epiglotitis, Overdosis obat-obatan,
Tersengat listrik, Infark miokard, Tersambar petir, Koma akibat berbagai macam kasus.
• Pada awal henti napat oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat
mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat
bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
Henti jantung
a. Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat
menyebabkan otak dan organ vital akan kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan
tanda awal akan terhadinya henti jantung.
Ditandai :
• tidak sadar, detak jantung
• tidak teraba denyut nadi arteri besar
• henti nafas atau gasping
• pupil melebar
• death like appearance (pucat, sianotik)
• gambaran EKG dapat berupa :
– Fibrilasi ventrikel
– Asistol
• Dissosiasi Bektromekanik
b. Bantuan Hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat yang bertujuan :
• Survei Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh setiap orang
• Survei sekunder (Secondary survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan para medis terlatih dan merupkan
lanjutan dari survey primer.
(Penanganan Penderita gawat darurat, UNDIP).
Terapi oksigen (O2) jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pesien-pasien
dengan keadaan hipoksemia akut, di antaranya pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK)
dengan eksaserbasi akut, asma bronkial, gangguan kardiovaskuler dan emboli paru. Pada keadaan
tersebut, oksigen (O2) harus segera diberikan dengan adekuat di mana pemberian oksigen (O2) yang
ti- dak adekuat akan dapat menimbulkan terjadinya kecacatan tetap a- taupun kematian. Pada kondisi
ini, oksigen (O2) diberikan dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) berkisar antara 60-100% dalam jangka
4
waktu yang pendek sampai kondisi klinik membaik dan terapi yang spesifik diberikan. Adapun
pedoman untuk pemberian terapi oksi- gen (O2) berdasarkan rekomendasi oleh American College of
Che-st Physicians, the National Heart, Lung and Blood Institute ditun- jukkan pada tabel 2.1.4,5
Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%) Henti jantung dan
henti napas
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg) Curah jantung yang rendah
dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18 mmol/ L)
Pasien dengan hipoksemia, terutama pasien dengan penya- kit paru obstruktif kronis
(PPOK) merupakan kelompok yang pa- ling banyak menggunakan terapi oksigen (O2) jangka
panjang. Te- rapi oksigen (O2) jangka panjang pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) selama empat sampai delapan minggu bi- sa menurunkan hematokrit, memerbaiki toleransi
latihan dan me- nurunkan tekanan vaskuler pulmoner. Pada pasien dengan penya- kit paru obstruktif
kronis (PPOK) dan kor pulmonal, terapi oksigen (O2) jangka panjang dapat meningkatkan angka
harapan hidup se- kitar enam sampai dengan tujuh tahun. Selain itu, angka kematian
bisa diturunkan dan dapat tercapai manfaat survival yang lebih be- sar pada pasien dengan
hipoksemia kronis apabila terapi oksigen (O2) diberikan lebih dari dua belas jam dalam satu hari dan
berkesi- nambungan.
Oleh karena terdapat perbaikan pada kondisi pasien dengan pemberian terapi oksigen
(O2) jangka panjang, maka saat ini dire- komendasikan untuk pasien hipoksemia (Pa O2 < 55 mmHg
atau Sa- O2 < 88%), terapi oksigen (O2) diberikan secara terus menerus sela- ma dua puluh empat
jam dalam satu hari. Pasien dengan Pa O2 56 sampai dengan 59 mmHg atau SaO2 89%, kor
pulmonal dan polisi- temia juga memerlukan terapi oksigen (O2) jangka panjang. Pada keadaan ini,
awal pemberian terapi oksigen (O2) harus dengan kon- sentrasi rendah (FiO2 24-28%) dan dapat
ditingkatkan bertahap ber- dasarkan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan tujuan meng- oreksi
hipoksemia dan menghindari penurunan pH di bawah 7,26. Terapi oksigen (O2) dosis tinggi yang
diberikan kepada pasien de- ngan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang sudah mengala- mi
gagal napas tipe II akan dapat mengurangi efek hipoksik untuk pemicu gerakan bernapas dan
meningkatkan ketidaksesuaian venti- lasi dan perfusi. Hal ini akan menyebabkan retensi CO2 dan
4
akan menimbulkan asidosis respiratorik yang berakibat fatal.
Pasien yang menerima terapi oksigen (O2) jangka panjang harus dievaluasi ulang dalam
dua bulan untuk menilai apakah hi- poksemia menetap atau ada perbaikan dan apakah masih dibutuh-
kan terapi oksigen (O2). Sekitar 40% pasien yang mendapat terapi oksigen (O2) akan mengalami
perbaikan setelah satu bulan dan ti- dak perlu lagi meneruskan terapi oksigen (O2). Adapun indikasi
te- rapi oksigen (O2) jangka panjang yang telah direkomendasi ditun- jukkan pada tabel 2.2.4,5
PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau SaO2 89% pada salah satu keadaan:
P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3 mm pada lead II, III dan
aVF)
Selama latihan: PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% Selama tidur: PaO2 < 55
mmHg atau SaO2 < 88% dengan
a. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan uta- ma dispeneu tetapi dengan PaO2
lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronis.
b. Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk dan dapat meningkatkan risiko
kebakaran.
Banyak pasien yang datang dengan sesak nafas tanpa dapat dibuktikan hipoksemia yang jelas. Keluarga pasien sering mendesak dokter
untuk memberikan oksigen pada pasien tersebut. Padahal pada pasien seperti ini masih diperdebatkan apakah pasien membutuhkan
oksigen atau tidak. Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilema ini akan sering kita temui mengingat dorongan efisiensi
biaya kesehatan yang dilakukan BPJS.
17. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemasangan OPA dan NPA?
OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)
Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan mencegah tergigitnya lidah dan
ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak harus hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak.
Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu tidak berhasil
mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar
karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak
diindikasikan untuk
pemasangan OPA.
Indikasi :
a. Napas spontan
b. Tidak ada reflek muntah
c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual
Komplikasi :
a. Obstruksi jalan napas
b. Laringospasme ~ ukuran OPA
c. Muntah
d. Aspirasi
Cara pemilihan OPA : pangkal OPA pada sudut mulut, ujung OPA pada angulus mandibula.
o Apabila terlalu kecil maka tidak dapat efektif membebaskan airway dan dapat mendorong lidah semakin
ke belakang.
o Apabila terlalu besar akan melukai epiglotis, merangsang muntah dan laringospasme.
Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. FK UI, Jakarta,
2010.
Indikasi Intubasi
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal dilakukan pada pasien-pasien:
1. Ancaman atau risiko terjadinya aspirasi yang lebih besar
2. Pemberian bantuan napas dengan menggunakan sungkup sulit dilakukan
3. Ventilasi direncanakan dalam waktu yang lama
4. Intubasi orotrakeal juga dilakukan sebagai prosedur tindakan bedah, seperti bedah kepala-leher, intratorak, dan lainnya.
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan
dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya
tahanan jalan napas menjadi cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk intubasi jangka
panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko terjadinya sinusitis.
Kontraindikasi dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii, khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip
nasal, koagulopati, dan trombolisis.
Indikasi
a.Ada obstruksi jalan napas bagian atas
b.Pasien memerlukan bantuan napas dengan respirator.
c.Menjaga jalan napas tetap bebas
d.Pemberian anestesi seperti pada operasi kepala, leher, mulut, hidung, tenggorokan, operasi
abdominal dengan relaksasi penuh dan operasi thoracotomy
e.Terdapat banyak sputum (pasien tidak mengeluarkan sendiri)
Indikasi intubasi non surgical
a.Aspiksia neonatorum berat
b.Resusitasi penderita
c.Obstruksi laring berat
d.Penderita tidak sadar lebih dari 24 jam
e.Penderita dengan atelektasis paru
f.Post operasi respiratory insufisiensi.
Indikasi klinis secara umum untuk pemberian terapi oksigen adalah jika terjadi ketidak cukupan oksigenasi jaringan
yang terjadi akibat: ¹·³·⁴
penyakit saraf otot, trauma thorax atau penyakit pada paru seperti misalnya Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS).
b. Kegagalan transportusi oksegen akibat syok (kardiogenik, hipovolemik dan septik), infark otot jantung,
anemia atau keracunan karbon monoksida (CO).
d. Peningkatan kebutuhan jaringan terhadap oksigen, seperti pada luka bakar, trauma ganda, infeksi berat,
penyakit keganasan, kejang demam, dan sebagainya.
N2O.
Tujuan
Seperti halnya terapi secara umum, terdapat tujuan dari pemberian oksigen/terapi oksigen ini. Dimana tujuannya
adalah: ¹·⁴
1. Mengoreksi hipoksemia
Pada keadaan gagal nafas akut, tujuan dari pemberian oksigen disini adalah upaya penyelamatan nyawa. Pada
kasus lain, terapi oksigen bertujuan untuk membayar “hulang" oksigen jaringan.
2. Mencegah hipoksemia
Pemberian oksigen juga bisa bertujuan untuk pencegahan, dimana untuk menyediakan oksigen dalam darah, seperti
contohnya pada tindakan bronkoskopi, atau pada kondisi yang menyebabkan konsumsi oksigen meningkat (infeksi
berat, kejang, dll).
Saat menggunakan obat anesthesia inhalasi pasca anesthesia, terapi oksigen dapal digunakan untuk
mempercepat proses eliminasi obat tersebut.
Tehnik dan alat yang dapat digunakan dalam terapi oksigen sangat beragam, dimana masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Tehnik dan alat yang akan digunakan hendaknya memenuhi kriteria sebagai
berikut:
Fraksi oksigen pada alat ini tidak tergantung pada kondisi pasien. Berdasarkan aliran gasnya dibagi menjadi:
Fraksi oksigen pada alat ini tergantung pada aliran oksigen, faktor alat, dan kondisi pasien. Terdapat 3 jenis
yaitu:
b. sistem small capacity (misalnya: nasal kanul atau nasal kateter aliran tinggi, sungkup
“semi~rigid”)
1. Sistem nonrebreathing
Pada sistem nonrebreathing, kontak antara udara inspirasi dan ekspirasi sangat minimal. Udara ekspirasi
langsung keluar ke atmosfer melalui katup searah yang dipasang pada hubungan antara pengalir gas dengan
mulut atau hidung pasien. Untuk itu harus diberikan aliran gas yang cukup agar volume semenit dan laju
aliran puncak yang dibutuhkan terpenuhi atau memasang kantong penampung udara inspirasi yang
memungkinkan penambahan sejumlah gas bila diperlukan. Katup searah yang dipasang tersebut memberikan
kesempatan masuknya udara atmosfir ke dalam alat ini sehingga menambah julmah aliran gas untuk memenuhi
kebutuhan gas, terutama pada sistem aliran gas tinggi.
2. Sistem rcbreathing
Pada sistem ini, udara ekspirasi yang ditampung pada kantong penampung yang terletak pada pipa jalur
ekspirasi, dihirup kembali setelah CO2 nya diserap oleh penyerap CO2 selanjutnya dialirkan kembali ke
pipa jalur inspirasi.
Pada sistem ini, alat yang digunakan yaitu sungkup venti atau venturi yang mempunyai kemampuan
menarik udara kamar pada perbandingan tetap dengan aliran oksigen sehingga mampu memberikan
aliran total gas yang tinggi dengan FiO2 yang tetap. Keuntungan alat ini adalah FiO2 yang diberikan
stabil dan mampu mengendalikan suhu dan humidifikasi udara inspirasi, sedangkan kelemahannya adalah
alat ini mahal, mengganti seluruh alat apabila ingin mengubah FiO2 dan tidak enak bagi pasien.
2. Sistem aliran oksigen rendah
Sebagian dari volume tidal berasal dari udara kamar. Alat ini memberikan FiO2 21%-90%, teragantung
dari aliran gas oksigen dan tambahan asesoris seperti kantong penampung. Alat yang umum gunakan
dalam sistem ini adalah: nasal kanul, nasal kateter, dan sungkup muka tanpa atau dengan kantong
penampung. Alat ini digunakan pada pasien dengan kondisi stabil, volume tidalnya berkisar antara 300-
700 ml (dewasa) dan pola nafasnya teratur.
Beberapa alat yang umum digunakan di klinik untuk terapi oksigen adalah:¹·²·⁴
1. Nasal Kanul
Termasuk dalam sistem “non rebreathing”, “no capacity”, dan aliran rendah. Merupakan alat sederhana,
murah dan mudah dalam pemakaiannya. Tergantung dari aliran oksigen/menit, mampu
1 liter/menit 24%
2 liter/menit 28%
3 liter/menit 32%
4 liter/menit 36%
5 liter/menit 40%
6 liter/menit 44%
2. Kateter nasal
Alat ini mirip nasal kanul, sed\erhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya. Tersedia dalam berbagai
ukuran sesuai usia dan jenis kelarnin pasien. Untuk anak-anak digunakan nomor 8-10 F, untuk laki- laki
nomor 12-l4 F, dan untuk perempuan digunakan nomor 10-12 F. Fraksi oksigen yang dihasilkan sama
seperti nasal kanul.
3. Sungkup muku tanpa kantong penampung
Alat ini sederhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya. Tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan
usia. Sering kali ditolak pasien oleh karena menimbulkan perasaan tidak enak. Menghasilkan FiO2
sebagai berikut:
Termasuk kelompok aliran rendah, “large capacity" dan “non rebreathing". Alat ini sama dengan alat di
atas, hanya ditambah kantong penampung oksigen pada muaranya untuk mcningkatkan konsentrasi
oksigen udara inspirasi atau FiO2. Alat ini digunakan apabila memerlukan FiO2 antara 60-90%.
Menghasilkan FiO2 sebagai
berikut:
6 liter/menit 60%
7 liter/menit 70%
8 liter/menit 80%
9 liter/menit 90%
10 liter/menit 99%
Alat ini relatif mahal dibandingkan dengan beberapa alat yang telah disebutkan diatas. Kelebihan alat ini
adalah mampu mernberikan FiO2 sesuai dengan yang di kehendaki, tidak tergantung dari aliran gas
oksigen yang diberikan. Tersedia dalam ukuran FiO2 24%, 35%‘ dan
40%.
6. OEM Mix-O Mask
Alat ini hampir sama dengun sungkup venturi. Perbedaannya pada alat ini ditambah dengan pipa
korugated sepanjang 20-30 cm dan bisa ditambah adaptor humidifikasi.
Alat ini terdiri dari sungkup muka, ukuran tekanan 0-4 cm HO, tali pengikat kepala, katup searah,
kantong dari karet elastic, pipa karet diameter agak besar dan meter aliran untuk oksigen dalam sistem
perpipaan atau regulator untuk oksigen dalam silinder. Alat ini digunakan untuk memberikan nafas
buatan pada pasien depresi nafas.
8. Kollar trakeostomi
Alat ini digunakan pada pasien yang dilakukan trakeostomi. Alat ini mampu memberikan humidifikasi
tinggi dan FiO2 nya dikendalikan dengan mengatur aliran oksigen permenitnya.
Terapi Oksigen
1. Pengertian
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam
atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Hidayat, 2007
). Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan
dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga
konsentrasi oksigen meningkat dalam darah (Andarmoyo, 2012).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen adalah memberikan oksigen melalui
saluran pernafasan dengan alat agar kebutuhan oksigen dalam tubuh terpenuhi yang ditandai dengan
peningkatan saturasi oksigen.
2. Indikasi
a. Pasien hipoksia
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal e. Pasien yang membutuhkan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah.
a. Pasien asfiksia
d. Pasien Febris e.
Pasien BBLR.
3. Kontra indikasi
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal
(Potter, 2005):
Untuk memilih apa yang seharusnya dipakai, kita dapat menggunakan down score seperti gambar di
bawah:
a. Distres pernapasan ringan menggunakan O2 nasal / Head box b. Distres pernapasan sedang
perlu Nasal CPAP
c. Distres pernapasan berat perlu untuk dilakukan intubasi dan penggunaan ventilator
D. Pemberian Oksigen Lewat Head Box
Headbox adalah kerudung plastik bening yang mengelilingi kepala bayi dan menyediakan oksigen hangat dan
dilembabkan. Bayi dalam headbox harus terus dikaji dan dilakukan observasi pada setiap jam. pengawasan tersebut
silakukan terhadap kemungkinan komplikasi yang disebabkan dari penggunaan headbox yaitu hipoksemia,
hyperoxaemia, hipotermia, hipertermia dan iritasi dan tekanan ke leher (health.vic.gov.au).
1. Situasi klinis.
Bayi yang membutuhkan oksigen 40% atau lebih akan diberikan melalui head box karen ahasilnya lebih optimal .
Aturan pemberian oksigen melalui head box terdapat pada tabel di bawah ini
30 1 9
40 2 8
50 4 6
60 5 5
70 6 4
80 7.5 2.5
90 9 1
Setelah dilakukan pemasangan oksigen head box maka diperlukan pemantauan sebagai berikut setiap
jam: konsentrasi oksigen terinspirasi
1. Saturasi oksigen
2. Denyut jantung
10. Memeriksa suhu bayi per jam selama empat jam atau sampai stabil
1. Hipoksemia
2. Hyperoxaemia
3. Hipotermia
4. Hipertermia
Teknik dan alat yang akan digunakan dalam pemberian terapi oksi-
a. Mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen (O2) (FiO2) udara inspirasi.
Cara pemberian terapi oksigen (O2) dibagi menjadi dua jenis, yai- tu (1) sistem arus rendah dan (2)
sistem arus tinggi. Pada sistem arus ren- dah, sebagian dari volume tidal berasal dari udara kamar. Alat ini
mem- berikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) 21%-90%, tergantung dari aliran gas oksigen (O2) dan tambahan
asesoris seperti kantong penampung. Alat-alat yang umum digunakan dalam sistem ini adalah: nasal kanul,
nasal kateter, sungkup muka tanpa atau dengan kantong penampung dan oksigen (O2) transtrakeal. Alat ini
digunakan pada pasien dengan kondisi stabil, volu- me tidalnya berkisar antara 300-700 ml pada orang dewasa
dan pola na- pasnya teratur. Pada sistem arus tinggi, adapun alat yang digunakan yaitu sungkup venturi yang
mempunyai kemampuan menarik udara kamar pada perbandingan tetap dengan aliran oksigen sehingga
mampu memberikan aliran total gas yang tinggi dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang tetap. Keuntungan
dari alat ini adalah fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang diberikan stabil serta mampu mengendalikan suhu dan
humidifikasi udara inspirasi sedangkan kelemahannya adalah alat ini mahal, mengganti seluruh alat a- pabila
3,4
ingin mengubah fraksi oksigen (O2) (FiO2) dan tidak nyaman bagi pasien.
Nasal kanul dan nasal kateter merupakan alat terapi oksigen (O2) dengan sistem arus
rendah yang digunakan secara luas. Nasal kanul terdiri dari sepasang tube dengan panjang + dua cm
yang di- pasangkan pada lubang hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung menuju
oxygen flow meter. Alat ini dapat menjadi alter- natif bila tidak terdapat sungkup muka, terutama
bagi pasien yang membutuhkan konsentrasi oksigen (O2) rendah oleh karena tergo- long sebagai alat
yang sederhana, murah dan mudah dalam pema- kaiannya. Nasal kanul arus rendah mengalirkan
oksigen ke nasofa- ring dengan aliran 1-6 liter/ menit dengan fraksi oksigen (O2) (Fi-O2)
antara 24-44%. Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) secara
bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi kering. Adapun keun-
tungan dari nasal kanul yaitu pemberian oksigen (O2) yang stabil serta pemasangannya mudah dan
nyaman oleh karena pasien masih dapat makan, minum, bergerak dan berbicara. Walaupun nasal ka-
nul nyaman digunakan tetapi pemasangan nasal kanul dapat me- nyebabkan terjadinya iritasi pada
mukosa hidung, mudah lepas, ti- dak dapat memberikan konsentrasi oksigen (O2) lebih dari 44% dan
3,4,9
tidak dapat digunakan pada pasien dengan obstruksi nasal. Nasal kateter mirip dengan nasal
kanul di mana sama-sama memi-liki sifat yang sederhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya
serta tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan usia dan jenis kelamin pasien. Untuk pasien anak-
anak digunakan kateter nomor 8-10 F, untuk wanita digunakan kateter nomor 10-12 F dan untuk
pria digunakan kateter nomor 12-14 F. Fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang dihasilkan sama dengan
3
nasal kanul. Adapun gambar nasal kanul dan nasal kateter secara berturut-turut ditunjukkan pada
gam-bar 2.1
dan 2.2.
Sungkup muka tanpa kantong penampung merupakan alat terapi oksigen (O2) yang
terbuat dari bahan plastik di mana peng- gunaannya dilakukan dengan cara diikatkan pada wajah
pasien de-
ngan ikat kepala elastis yang berfungsi untuk menutupi hidung dan mulut. Tubuh sungkup berfungsi
sebagai penampung untuk oksi-gen (O2) dan karbon dioksida (CO2) hasil ekspirasi. Alat ini mam-pu
menyediakan fraksi oksigen (O2) (FiO2) sekitar 40-60% dengan aliran sekitar 5-10 liter/ menit. Pada
penggunaan alat ini, direko- mendasikan agar aliran oksigen (O2) dapat tetap dipertahankan se- kitar
5 liter/ menit atau lebih yang bertujuan untuk mencegah kar- bon dioksida (CO2) yang telah
dikeluarkan dan tertahan pada sung- kup untuk terhirup kembali. Adapun keuntungan dari
penggunaan sungkup muka tanpa kantong penampung adalah alat ini mampu memberikan fraksi
oksigen (O2) (FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul ataupun nasal kateter dan sistem
humidifikasi dapat di- tingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar sedangkan kerugian
dari alat ini yaitu tidak dapat memberikan fraksi oksigen
Gambar 2.3.
bon dioksida (CO2) jika aliran oksigen (O2) rendah dan oleh karena penggunaannya menutupi mulut,
pasien seringkali kesulitan untuk makan dan minum serta suara pasien akan teredam. Sungkup muka
tanpa kantong penampung paling cocok untuk pasien yang membu- tuhkan fraksi oksigen (O2)
(FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul ataupun nasal kateter dalam jangka waktu yang
singkat, se- perti terapi oksigen (O2) pada unit perawatan pasca anestesi. Sung- kup muka tanpa
kantong penampung sebaiknya juga tidak diguna-
3,9
kan pada pasien yang tidak mampu untuk melindungi jalan napas mereka dari resiko aspirasi.
Adapun gambar sungkup muka tanpa kantong penampung ditunjukkan pada gambar 2.3.
Terdapat dua jenis sungkup muka dengan kantong penam- pung yang seringkali
digunakan dalam pemberian terapi oksigen (O2), yaitu sungkup muka partial rebreathing dan
sungkup muka nonrebreathing. Keduanya terbuat dari bahan plastik namun perbe- daan di antara
kedua jenis sungkup muka tersebut terkait dengan a- danya katup pada tubuh sungkup dan di antara
9
sungkup dan kan- tong penampung. Sungkup muka partial rebreathing tidak memi- liki katup satu
arah di antara sungkup dengan kantong penampung sehingga udara ekspirasi dapat terhirup kembali
saat fase inspirasi
arah antara sungkup dan kantong penampung sehingga pasien ha- nya dapat menghirup udara yang
terdapat pada kantong penam-pung dan menghembuskannya melalui katup terpisah yang terletak
5
pada sisi tubuh sungkup. Sungkup muka dengan kantong penam-pung
dapat mengantarkan oksigen (O2) sebanyak 10-15 liter/ menit dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2)
sebesar 80-85% pada sungkup muka partial rebreathing bahkan hingga 100% pada sungkup mu- ka
5,9
nonrebreathing. Kedua jenis sungkup muka ini sangat dian- jurkan penggunaannya pada pasien-
pasien yang membutuhkan te- rapi oksigen (O2) oleh karena infark miokard dan keracunan karbon
9
monoksida (CO). Adapun gambar sungkup muka partial rebreath- ing dan nonrebreathing secara
berturut-turut ditunjukkan melalui gambar 2.4 dan 2.5.
Oksigen (O2) transtrakeal dapat mengalirkan oksigen (O2) secara langsung melalui
kateter di dalam trakea. Oksigen (O2) tran- strakeal dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk
menggunakan terapi oksigen (O2) secara kontinyu selama 24 jam dan seringkali berhasil untuk
mengatasi hipoksemia refrakter. Oksigen (O2) tran- strakeal dapat menghemat penggunaan
oksigen (O2) sekitar 30-
60-%. Keuntungan dari pemberian oksigen (O2) transtrakeal yaitu ti- dak ada iritasi muka ataupun
hidung dengan rata-rata oksigen (O2)
Gambar 2.6.
Terdapat dua indikasi klinis untuk penggunaan terapi oksi- gen (O2) dengan arus tinggi,
di antaranya adalah pasien dengan hi- poksia yang memerlukan pengendalian fraksi oksigen (O2)
(FiO2) dan pasien hipoksia dengan ventilasi yang abnormal. Adapun alat terapi oksigen (O2) arus
tinggi yang seringkali digunakan, salah sa- tunya yaitu sungkup venturi. Sungkup venturi merupakan
alat tera- pi oksigen (O2) dengan prinsip jet mixing yang dapat memberikan fraksi oksigen (O2)
(FiO2) sesuai dengan yang dikehendaki. Alat ini
Gambar 2.7.
Sungkup Venturi
sangat bermanfaat untuk dapat mengirimkan secara akurat konsen- trasi oksigen (O2) rendah sekitar
24-35% dengan arus tinggi, teru- tama pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
dan gagal napas tipe II di mana dapat mengurangi resiko terjadinya retensi karbon dioksida (CO2)
sekaligus juga memerbaiki hipokse-
mia. Alat ini juga lebih nyaman untuk digunakan dan oleh karena adanya pendorongan oleh arus
tinggi, maka masalah rebreathing a- kan dapat teratasi. Adapun sungkup venturi ditunjukkan pada
gam- bar 2.7 dan tabel 2.3 menunjukkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) pada alat terapi oksigen (O2)
arus rendah dan arus tinggi ditunjukkan pa-
4,5
da tabel 2.3.
Tabel 2.3.
Nasal Kanul
1 Liter/ menit 24
2 Liter/ menit 28
3 Liter/ menit 32
4 Liter/ menit 36
5 Liter/ menit 40
6 Liter/ menit 44
Transtrakeal
6 Liter/ menit 60
7 Liter/ menit 70
8 Liter/ menit 80
9 Liter/ menit 90
Nonrebreathing
Sungkup Venturi
3 Liter/ menit 24
6 Liter/ menit 28
9 Liter/ menit 40
12 Liter/ menit 40
15 Liter/ menit 50
Pemberian oksigen dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen
umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah. Bentuk dari face mask bermacam-macam.
Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali. Macam
Bentuk Masker :
Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang
terus mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup
dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. Indikasi : kadar tekanan CO 2 yang rendah.
Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada
prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan
tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat
ekspirasi. Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi.
Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul.
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6 liter/menit dengan konsentrasi 40 - 60%.
Indikasi :
Flow rate: 1-6 L/menit
Konsentrasi O2 : 20-45%
Keuntungan :
Pasien dapat makan dan bicara tanpa melepas canula
Nyaman untuk semua usia
Kerugian :
Mudah terlepas / salah posisi
Flow rate > 6L/menit tidak dapat diberikan, karena dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi
kembali. (Aryani, 2009:54)
Macam Bentuk Masker :
Simple face mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
Rebreathing mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus
mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup
dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian
tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Non rebreathing mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan
1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah,
2010:37)
21. Mengapa pasien dilakukan pemasangan pulse oksimetri dan jelaskan derajat hipoksia?
Pulse Oximeter digunakan untuk mengecek kadar oksigen dalam darah. Informasi ini sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai situasi
dan kondisi. Antara lain :
Pada saat atau setelah operasi atau prosedur yang menggunakan obat penenang
Untuk mengecek seberapa kinerja obat pada pengobatan paru-paru
Untuk mengecek kemampuan seseorang ketika mengatasi peningkatan tingkat aktivitas
Untuk mengecek apakah ventilator medis untuk membantu pernafasan atau untuk mengecek kinerjanya
Untuk mengecek apakah seseorang memiliki saat-saat pernafasan berhenti pada saat tidur (sleep apnea)
Pulse Oximeter juga dapat digunakan untuk mengecek kesehatan seseorang atas kondisi kesehatan yang berkaitan dengan tingkatan oxigen
dalam darah seperti :
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th edition
Buku Panduan Advanced Cardiac Life Support, PERKI 2010