Anda di halaman 1dari 55

STEP 7

1. Bagaimana cara menangani obstruksi jalan napas?


LANGKAH-LANGKAH MENILAI JALAN NAPAS :
 LOOK:
o Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun tetap
perlu evaluasi berkala.
o Agitasi
o Nafas cuping hidung
o Sianosis
o Retraksi
o Accessory respiratory muscle
 LISTEN:
o Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
o Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
o Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi larings (Stridor
inspirasi) atau stinggin trakea (stridor ekspirasi)
o Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
o Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas pendek
untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas
 FEEL:
o Aliran udara dari mulut/ hidung
o Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. FK UI, Jakarta,
2010.

PENGELOLAAN
Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal
 Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)
 Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
 Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Gambar  dan penjelasan lihat dibawah.


 Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan
mencegah gerakan leher.
 Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu
jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
 Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.
 Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau
adanya henti nafas (apnea)
 Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka
kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.

Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :


 Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa
orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
 Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep, pengisapan/suction.
 Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi.

Membersihkan jalan nafas


 Sapuan jari (finger sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti
gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang. Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu
ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi). Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau
dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

Mengatasi sumbatan nafas parsial


Dapat digunakan teknik manual thrust
 Abdominal thrust
 Chest thrust
 Back blow
Gambar dan penjelasan lihat di bawah! Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :
 Gelisah oleh karena hipoksia
 Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
 Gerak dada dan perut paradoksal
 Sianosis
 Kelelahan dan meninggal
 Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!
 Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
 Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
 Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral
 Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

 Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan. Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk
memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.

 Head Tilt
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga
leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 5. tangan kanan melakukan  Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi
menutupi jalan nafas.
 Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat:

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma
– abdomen).
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian
kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang
cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban.
Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum,
tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah
langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam
kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan
tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

 Back Blow (untuk bayi)


Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali
(hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi

 Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di
bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik
lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan
SUNATRIO, S., JOENOERHAM, J. RESUSITASI JANTUNG PARU. JAKARTA: BAGIAN ANESTESIOLOG
DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA.

2. Bagaimana cara melakukan dan tujuan dilakukannya primary survey?

Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna untuk menghindari
kematian. Sehingga perlu dilakukan initial assessment (penilaian awal) yang meliputi :
 Persiapan
o Fase Pre Hospital
Penanganan penderita sebaiknya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di RS.
Sebaiknya RS sudah diberitahukan sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
Fase pre hospital dititik beratkan pada penjagaan airway, control perdarahan dan syok,
imobilisasi pasien dan segera dirujuk ke RS terdekat yang memiliki fasilitas yang cocok.
o Fase Hospital
Sebelum penderita tiba, dokter dan perawat di UGD telah mempersiapkan perlengkapan
airway, cairan kristaloid yang telah dihangatkan, menggunakan alat-alat pelindung diri.
 Triase : cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia.
Didasarkan pada prioritas ABC.
o Multiple Casualities
Jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui kemampuan RS. Penderita dengan
masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.
o Mass Casualities
Jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan RS. Yang dilayani terlebih
dahulu adalah penderita dengan kemampuan survival yang terbesar, membutuhkan waktu dan
perlengkapan dan tenaga paling sedikit.

SURVEI PRIMER
a) Difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi. Tindakan survey primer meliputi :
A airway (jalan nafas)
B breathing (bantuan nafas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defbrilation (terapi listrik)
b) Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban/pasien, yaitu :
a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong

b. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.


Untuk menentukan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan
kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan
mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak III / Bu III / Mas !!! / Mbak !!!

c. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak
"Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.

d. Memperbaiki posisi korban/pasien.


Untak melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan. berada pada permukaan
yang rata dan keras Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.
Ingat 1 penolong harus menbalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara
bersama-sama. Jika posisi sudah - terlentang, korban – harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang
keras dan kedua tangan diletakkan - di samping tubuh.

e. Mengatur posisi penolong.


Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi penolong tidak perlu
mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

a) A (AIRWAY) Jalan nafas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan :
a. Pemeriksaan jalan nafas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan nafas oleh benda asing. Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah
yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangka sumbatan oleh benda keras apat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk
yang dibekongkan, mulut dapat dibuka dengan tekhnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk pada mulut korban.

b. Membuka jalan napas.


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot
menghilag, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild-chin lift) dan
Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas
kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver
lainnya.

Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):


a. tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah
(Latief dkk, 2009).
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah
depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat.
Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004)

Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

c. tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)


pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. (Latief
dkk, 2009).
o Non surgical
 Endotrakeal intubasi
 Orotrakeal
 Nasotrakeal


o Surgical
 Krikotiroidotomi
 trakeostomi

b) B (BREATHING) Bantuan napas


Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas
korban/ pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban /pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat ( look) naik dan turunnya dinding dada,
mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer,
2009).

Gambar 2.5. Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

b. Memberikan bantuan napas.


Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau
mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali
hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 - 2 detik dan volume udara yang dihembuskan
adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/ pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas
dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat
diberikan hanya 16 - 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/ pasien setelah diberikan bantuan.
napas.

Cara mem berik an bantuan pe rnapasan

i. Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dihikukan hembusan napas dari mulut ke mulut,
penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya
mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong haras
menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jan telunjuk untuk mencegah udara keluar kembah
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung
ii. Mulut kehidung
Tekhnik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya
pada trismus atau dimana mulut korban mengalami ,luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut
kehidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.
iii. Mulut ke Stoma.
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (Stoum) yang menghubungkan trakhei
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke
Stoma.

c) C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi


Terdiri dari 2 tahapan
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
i. Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentu kan dengan meraba arteri karotis didaerah leher
korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba
pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kin kira-kira I
– 2 cm, raba dengan lembut selama 5 - 10 detik

ii. Jika teraba denyutan nadi, penolong baru kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver
tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/ pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan
pemapasan, dan jika bemapas pertahankan jalan napas.

b. Memberikan bantuan sirkulasi.


Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan
kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
i. Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan
tulang dada (sternum).
ii. Dari pertemuan tulang iga (tulang stemum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan
tempat untuk meletakan:"tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
iii. Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang
lainya, hindari jari-jari tangan.menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau
menyilang.
iv. Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya
secara teratur sebanyak 15 kali dengan kedalam penekanan berkisar antara 1,5 - 2 inci (3,8 - 5 cm).
v. Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula
setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama
dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle)
vi. Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi-tangan pada saat melepaskan kompresi.
vii. Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 15:2 dilakukan bail oleh 1 atau 2 penolong jika
korban/pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi, adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit),
untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.
viii. Dari tindakan kompresi yang benar.hanya.akan mencapai tekanan sistolik 60 - 80 mmHg, dan diastolik yang
sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) - hanya 25 % dar i curah jantung normal. Selang
waktu.mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan,
sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30detik.

d) D (DEFIBRILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu terapi dengan
memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irarna jantung
yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat
digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic External Deftbrilation, dimana alat tersebut dapat mengetahui korban
henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan
tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.

e) Exposure / Environmental control


Penderita dibuka keseluruhan pakaiannya kemudian diselimuti agar tidak kedinginan dan dapat
memudahkan dalam pemeriksaan.

3. Bagaimana cara pemeriksaan kesadaran?


MATA SCORE
Spontan membuka mata 4
Terhadap suara membuka mata 3
Terhadap nyeri membuka mata 2
Menutup mata terhadap segala jenis rangsang 1
VERBAL RESPON SCORE
Berorientasi baik 5
Bingung 4
Membentuk kata tapi tidak mengucapkan sesuatu 3
Bergumam (groaning) 2
Tidak bersuara 1
MOTORIK RESPON SCORE
Menurut perintah 6
Mampu melokalisir rangsangan sensorik 5
Menolak rangsang nyeri pada anggota gerak 4
(withdrawal)
Menjauhi rangsang nyeri (flexion) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
PENILAIAN SCORE
Komposmentis 15
Coma 3

( Sumber : Buku Panduan Gawat Darurat, Jilid 1, FKUI )


1) Skor 14-15 : compos mentis
2) Skor 12-13 : apatis
3) Skor 11-12 : somnolent
4) Skor 8-10 : stupor
5) Skor < 5 : koma

Tingk at kesadaran

 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya..
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

E2M4V2

E2 : Mata membuka terhadap rangsang nyeri


M4 : Menolak rangsang nyeri pada anggota gerak (withdrawal)
V2 : Bergumam (groaning)
Total GCS : 8 berarti pasien berada dalam level penurunan kesadaran STUPOR (soporo koma), yaitu keadaan
seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

4. Tanda-tanda adanya sumbatan jalan napas?

a. Obstruksi Total
 Bisa ditemukan dalam keadaan sadar atau dalam keadaan tidak sadar
 Pada obstruksi total akut, biasanya disebabkan oleh tertelannya benda asing yang kemudian
menyangkut dan menyumbat pangkal larinks.
 Bila obstruksi total timbul perlahan maka berawal dari obstruksi parsial yang kemudaian
menjadi total
b. Obstruksi Parsial
 Biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragam suara, tergantung
penyebabnya:
o Cairan (darah, secret, aspirasi lambung, dsb)
Timbul suara “gurgling” suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam keadaan ini harus
dilakukan penghisapan (suction)
o Pangkal lidah yang jatuh ke belakang
Keadaan ini dapat timbul pada pasien yang tidak sadar (coma) atau pada penderita yang
tulang rahang bilateralnya patah. Sehingga timbul suara mengorok (snoring) yang harus
segera diatasi dengan perbaikan airway secara manual atau dengan alat.
o Penyempitan di larinks atau trachea
Dapat disebabkan edema karena berbagai hal ataupun desakan neoplasma. Timbul suara
“crowing” atau stridor respiratoir. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan
airway pada bagian distal dari sumbatan, misalnya trakhetostomi

Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :


a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian atas oleh benda
padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka
mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari
mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang
menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg:
darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya,
menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).
c. Crowing : stridor. suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada trakea,
untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja

diangnosis sumbatan jalan nafas


o sumbatan jalan nafas total dapat dikenali bila kita tidak dapat mendengar atau merasakan aliran darah
aliran udara melalui mulut atau hidung. Bila terdapat nafas spontan, ada retraksi saat inspirasi di
supraclavicula dan intercosta dan tidak adanya ekspansi dinding dada saat inhalasi merupakan tanda
tambahan dari sumbatan jalan nafas. Bila korban apneu dimana tidak terdapat pergerakan nafas spontan,
sumbatan jalan nafas total dapat tikenali dengan ditemukannya kesulitan mengembangkan paru saat
melakukan VTP.
o Sumbatan jalan nafas parsial/sebagian dapat dikenali dari aliran suara nafas yang berisik saat nafas
spontan, dapat pula dijumpai retraksi di interkosta dan suprasternal. Snorring (mengorok) menunjukkan
bahwa sumbatan parsial terjadi di hipofaring karena dasar lidah. Crowning (suara melengking)
menunjukkan adanya laringospasme. Gurgling (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/benda asing.
Wheezing (mengi) menunjukkan penyempitan bronkus.
o Akibat sumbatan jaln nafas juga terliht secara klinis. Hiperkarbia dicurigai padapasien dengan penurunan
kesadaran (somnolen) dan dipastikan dengan peningktn PCO2 arterial. Hipoksemia dicurigai bila terjadi
takikardi, gelisah, berkeringat, atau sianosis dan dipastikan dengan penurunan PO2 arterial. Tid ak adanya
sianosis tidak dapat menyingkirkan hipoksemia berat

Dicari contohnya pada peyempitan laring ya guys


 Edema jalan nafas
Bisa disebabkan oleh karena infeksi (difteri), reaksi alergi, akibat instrumentasi (pemasangan pipa
endotracheal, bronkoskopi), trauma tumpul.
 Benda asing
 Tumor
Kista laring, papiloma laring, karsinoma laring (perlahan2)
 Trauma daerah laring
 Spasme otot laring
Tetanus, reaksi emosi
 Kelumpuhan otot abductor pita suara
Terutama bila bilateral
 Kelainan congenital
Laryngeal web, fistula tracheoesofagus  laringotrakeomalasia

5. Bagaimana patofisiologi dari sumbatan jalan napas?


Volume darah menurun→ aliran darah keotak menurun →oksigen keotak juga menurun → penurunan kesadaran

Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma kepala/karena suatu penyakit, maka
akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal
lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks,
menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas
oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun
atau hilang.Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi.

Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh:

(1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi.

(2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri.

(3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah.

(4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.

(5) hipoventilasi alveoler.

Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila “minut
ventilation” berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan
produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan
otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk
mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului
penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang
dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan
dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat
menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas.
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan
menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab
lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh
volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh,
rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak
yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila disertai
hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan
memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan
fungsi jantung.

Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-45 mmHg),ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa
O2 (N: 95-100%).
 Benyamin Chandral menggunakan istilah cemented yang merupakan huruf-huruf pertama penyebab gangguan
kesadaran.
C= circulation (gangguan sirkulasi darah).
E= ensefalomeningitis.
M = metabolisme (gangguan metabolisme).
E = elektrolit and endokrin (gangguan elektrolit dan endokrin)
N = neoplasma
T = trauma kapitis.
E = epilepsy
D = drug intoxication.
 Gangguan difus (gangguan metabolik) Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan
hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomic
tertentu pada susunan saraf pusat.2 Penyebab gangguan kesadaran pada golongan initerutama akibat kekurangan
02 , kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin.6
 Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral Metabolic Rate
for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak berubah. Hanya pada
kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada
CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya
bila kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma.6
 Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr glukosa/menit.
Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada serebrum dan kemudian
progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan
depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio retikularis dan kemudian
menjalar ke bagian-bagian lain.6 Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan
gejala dini.
 Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah keotak memegang peranan penting. Bila
aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan berkurang

6. Bagaimana cara menilai sumbatan jalan napas?

LOOK : menggunakan AVPU (alert and awake, Verbal, Pain, Unconsious)

A : apakah pasien sadar

V : pasien tdk sadar penuh tpi dapat merespon

P : dapat merespon dari rasa nyeri dengan melakukan penekanan pada kuku

U : tdk merespon sm sekali

Dicek apakah terdapat sianosis, cuping hidung, dan retraksi otot pernafasan

LISTEN : untuk mendengarkan suara snoring (sumbatan pada faring akibat lidah jatuh kebelakang), gurgling (suara seperti
berkumur pada orofaring akibat cairan darah atau hipersekresi), stridor (suara seperti mengorok), hoarsness.

FEEL : menilai dari hembusan udara dari mulut  dilakukan triple airway manuver

7. Apa saja penyebab sumbatan jalan napas?

Apa saja yang dapat menyebabkan jalan napas tersumbat ?


Penyebab sumbatan jalan nafas yangsering dijumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah atau benda asing yang lain.
Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga
tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi
fleksi.
Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yang tidak
sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yang mendapat anestesi atau atidak. Dapat terjadi laringospasme dan ini biasanya
terjadi oleh karena rangsangan jalan nafas pada penderita stupor atau koma yang dangkal.
Sumbatan jalan nafas dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai bronkospasme, sembab mukosa,
sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru
PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT. PROF.DR.DR.I.RIWANTO,SPBD.FKUI

Sebab Terjadinya obstruksi

1. Trauma

Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi
biasanya terjadi di tulang rawan sekitar, misalnya aritenoid, pita suara dll.

2. Benda Asing

Benda Asing tersebut dapat tersangkut pada :

a. Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi
stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dgn otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis.
Gangguan oleh benda-benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh berbagai biji-bijian dan
tulang ikan tg tidak teratur bentuknya.
b. Saluran nafas
Berdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran nafas maka dibagi atas :
 Pada Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam bronkhus, karena dapat menimbulkan asfiksia.
Benda asing didalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut
dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring

 Pada Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan formasinya dilapisi oleh
sekresi bronkhus sehingga menjadi besar

BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI RAB

Derajat/ stadium sumbatan jalan napas

Jackson
1. Sesak nafas, stridor inspirator, retraksi suprasternal ; KU masih baik
2. Gejala stadium I + retraksi epigastrium ; penderita mulai gelisah
3. Gejala stadium II+retraksi supra/infraklavikular; penderita sangat gelisah dan sianotik
4. Gejala umum stadium III+retraksi interkostal; penderita berusaha sekuat tenaga untuk menghirup udara; lama-kelamaan
terjadi paralisis pusat pernapasan, penderita menjadi apatik dan ahirnya meninggal.
KEDARURATAN MEDIK. AGUS PURWADIANTO. EDISI REVISI TAHUN 2000

Klasifikasi
a. Sumbatan totaltidak dikoreksi dalam 5-10 menit dapat mengakibatkan asfiksi (kombinasi hipoksemi dan hipokarbia), henti
nafas dan henti jantung, tidak terdengar suara nafas dan tidak terasa adanya aliran udara lewat hidung dan mulut, retrak si
pada supraklavikula, sela iga jika masih dapat bernafas secara spontan dan dada tidak mengembang saat inspirasi atau inflasi
paru gagal walaupun cara sudah benar. Bisa terjadi atelektasis
b. Parsialkerusakan otak, sembab otak, sembab paru, terdengar aliran udara berisik dan kadang2 disertai retraksi, bunyi
melengking (stridor)menandakan laringospasme, bunyi kumur menandakan sumbatan benda asing
c. Obstruksi yang hanya mengganggu ventilasiwheezing tanpa gangguan parenkim paru
PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT, PROF.DR.DR.I RIWANTO, SPBD DAN DR. SOENARJO, SPAN,
KIC
a. Obstruksi supra glotikinfeksi, edem l;arynx, aspirasi benda asing
b. Obstruksi intra glotikbenda saing, maligna, benigna
c. Obstruksi infra glotikasma. PPOK
BUKU AJAR IPD JILID II
a. Obstruksi Total
Sama seperti tenggelam/ obstruksi karena bekuan darah pd hemoptisisasfiksia, dapat terjadi hipoksemia dan akan
menyebabkan respiratory failure scr cepat, selanjutnya akan memicu cardiovascular failure. Dimana akan diikuti kegagalan
SSP (kehilangan kesadaran dengan cepat, kelamahan motorik diikuti renjatan). Kega2lan fungsi ginjal mengikuti kegagalan
fungsi darah (hipoksemia, hiperkapnia sehingga terjadi asidosis respiratorik dan metabolik)
b. Fenomena Check Valveudara dapat masuk, namun tidak dapat keluarempisema paru, mediastinum dan subkutan

Berdasar Letak sumbatan (jika besar di faring /larynx), jika keciltrakea/bronkus


a. Larynxstridor progesif, dispnea, apnea, disfagia, hemoptisis, sianosis, pernafasan dgn otot2 tambahan, biasa terjadi pada
anak2 akibat biji2an atau tulang ikan
b. Trakealebih bahaya daripada di bronkus, jika dapat keluar dari rima glotis maka dapat tersangkut di larynxobstruksi
larynx
c. Bronkusbenda asing akan dilapisi oleh sekresi bronkus sehingga mjd lebih besar

Berdasarkan jenis benda

a. Eksogen : padat, cair & gas, seperti kacang, rambutan, jarum, dsb

b. Endogen : sekret, darah, cairan amnion, dsb

AGENDA GAWAT DARURAT (CRITICAL CARE), PROF DR. H TABRANI RAB

Tanda dan gejala

Benda Asing di Laring

Stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot tambahan, dapat pula terjadi sianosis

Benda Asing di Trakhea

Lebih berbahaya daripada didalam bronkhus karena dapat menimbulkan asfiksia. terdengar stridor dan akhirnya trjdi sianosis
yang disertai dgn edema

Benda Asing di Bronkhus

Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi
bronkhus sehingga menjadi besar

Benda Asing di Trankeobronkial

Pasien mengalami batuk yang hebat dan bersin-bersin selama beberapa menit. Batuk ini diikuti wheezing (mengi) dan ila tidak
terdapat riwayat asma, maka hal ini harus dicurigai sbg benda asing, terutama bila wheezing (mengi) terdapat di unilateral.

Berdasarkan tingkat obstruksi yang trjdi pda saluran nafas dibagi mnjdi 3 bagian, yaitu :
a. Dimana obstruksi yang tjd dapat menganggu ventilasi, maka hanya ditemukan wheezing tanpa ditemukan gangguan pada
parenkim paru
b. Bila terjadi obstruksi parsial, maka dapat terjadi check valve phenomen atau empisema paru
c. Bila terjadi obstuksi total, maka akan terjadi atelektasis
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI RAB

Akibat

BAGIAN ATAS

 Dasar lidah
Sering menyumbat jalan nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu
mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ni sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jalan nafas bagian atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yang tidak
sadar dapat menyumbat jalan nafas. Benda-benda tersebut bisa tersangkut pada :
a. Laring  Secara progresif akan terjadi stridor, dispneu, apneu, penggunaan otot bantu nafas, sianois
b. Saluran nafas
1. Trachea  tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam rimaglotis dan akhirnya tersangkut dilarink dan
akhirnya dapat menimbulkan gejala obstruksi larink
2. Bronkus  Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian dilapisi sekresi bronkus sehingga
menjadi besar.
 Edema jalan nafas : dapat disebabkan infeksi(difteri), reaksi alergi atau akibat instrumentasi (pemasangan pipa
endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul.
 Tumor : kista larings, papiloma larings, karsinoma larings  biasa sumbatan terjadi perlahan-lahan.
 Trauma daerah larings
 Spasme otot larings : tetanus, reaksi emosi
 Kelumpuhan otot abduktor pita suara (abduktor paralysis)  terutama bila bilateral.
 Kelainan kongenital : laryngeal web, fistula trakeoesofagus yang menimbulkan laringotrakeomalasia.
BUKU KEDARURATAN MEDIK, PEDOMAN PENATALAKSANAAN PRAKTIS EDISI REVISI
BAGIAN BAWAH
 Bronkospasne
 Sembab mukosa
 Sekresi bronkus
 Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
DR. SOENARJO SP.AN,KIC., BUKU PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT

Obstruksi jalan napas bagian atas


Kongenital Atresia koane
Stenosis supraglotis, glottis dan infraglotis
Kista duktus tireglosus
Kista brankiogen yang besar
Laringokel yang besar
Radang Laringottrakeitis
Epiglotitis
Hipertrofi adenotonsiler
Angina Ludwig (ABSES)
Abses parafaring atau retrofaring
Traumatic Ingesti kaustik
Patah tulang wajah atau mandibula
Cedera laringotrakeal
Intubasi lama: udem/stenosis
Dislokasi krikoaritenoid
Paralisis n.laringeus rekurens bilateral
Tumor Hemangioma
Higroma kistik
Papiloma laring rekurens
Limfoma
Tumor ganas tiroid
Karsinoma sel skuamosa laring, faring, atau esofagus
Lain-lain Benda asing
Udem anginoeurotik
(sumber: Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong, EGC)

8. Bagaimana cara melakukan tirple airway manuver?

Bila pemeriksaan yang sudah kita lakukan seperti keterangan di atas dan kita menemukan adanya sumbatan pada jalan
nafas langkah atau tindakan selanjutnya yang harus kita lakukan adalah membuka jalan nafas tersebut dengan berbagai
macam metode di antaranya adalah :
1.  Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan
penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
2. Chin Lift Manuver (Tindakan mengangkat dagu)

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
3. Jaw thrust maneuver (Tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Tindakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
Sumber Referensi : Hand Out Pelatihan Basic Life Support RS. Husada Utama Surabaya

 Adanya apnea

 Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara-cara lain

 Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus

 Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, seperti akibat lanjut dari cedera inhalasi, patah tulang
wajah, hematoma retrofaringeal, atau kejang berkepanjangan

 Adanya cedera kepala tertutup yang memerlukan bantuan nafas (GCS ≤8)

 Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan pemberian O₂ tambahan lewat masker wajah

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT (ATLS)

KEBUTUHAN UNTUK KEBUTUHAN UNTUK VENTILASI


PERLINDUNGAN
AIRWAY

Tidak sadar Apneu


• Paralisis neuromuskular

• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas tidak adekuat


• Takipneu

• Hipoksia

• Hiperkarbia

• Sianosis

Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan keadaan
• Perdarahan neurologis

• Muntah-muntah
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher

• Cedera larynx
dan trachea

• Stridor

9. Mengapa didapatkan epitaksis dan edem periorbital?

10. Mengapa dokter masih mendengar pasien gurgling setelah dilakukan triple airway manuver dan inhalasi NRM?

Pada pasien masih terdengar suara berkumur  suara berkumur adalah tanda bahwa ada cairan/ darah yang menyumbat
saluran napas bagian atas artinya kemungkinan besar adalah pada pasein ini, obstruksi oleh lidah sudah tertangani
oleh tripe airway manuver karena ngorok nya hilang, namun sumbatan karena cairan/ darah belum dapat tertangani
sepenuhnya karena masih ada suara gurgling pembersihan jalan napas bisa menggunakan sweeping finger atau bisa
menggunakan suction kemungkinan pada pasien ini 1) belum dilakukan pembersihan jalan napas 2)sudah dilakukan
sweeping finger, namun belum digunakan suction sehingga jalan napas masih belum clear dari cairan/darah 3) sudah
dilakukan pembersihan jalan napas dengan keduanya tapi belum sempurna dalam pelaksanaan  memang telah
disebutkan pemasangan OPA, namun belum disebutkan di skenario apakah suction telah dilakukan atau belum  bila
memang masih ada cairan/darah  masih ada sumbatan airway  oksigenisasi dan ventilasi berkurang  prosentase
oksigen yang berikatan dgn hb di darah arteri berkuran = saturasi semakin turun  mempengaruhi otak  penurunan
kesadaran

Pasien kecelakaan kepala tidak memakai helm dan membentur trotoar curiga fraktur impressi os. Frontal rongga
mulut mengeluarkan banyak darah sumbatan jalan napas muncul suara berkumur
Journal of The Royal Society of Medicine 2003; 96: 343 – 4. Can Med Assoc J 2007; 176(9): 1299-303.

Suara berkumur
Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah
cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk
“menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support.

Karena obtruksi jalan nafas:

 Total  sangat amat sulit bernafas, terjadi akut karena tertalan benda asing menyumbat pangkal laring, secara
perlahan  obtruksi parsial ke total
 Parsial  pnederita masih bisa bernafas timbul suara, penyebab cairan (darah secret dll)  suara gurgling

11. Apa interpretasi px pasien di skenario?


Saturasi darah / SpO2, adalah kadar oksigen yang ada dalam darah.
Hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam darah (PO2) dan oksigen saturasi dalam darah adalah “Semakin tinggi
PO2 dalam darah maka semakin tinggi pula SaO2. Nilai PO2 dalam keadaan normal adalah sekitar 90 mm Hg dan oksigen
saturasi paling sedikit 95 %
[ John Enderle, 1999]

1. Sp O2 > 95% ;
- normal
- tidak membutuhkan tindakan

2. Sp O2 91% - 94 %
- Masih dapat diterima tapi perlu dipertimbangkan
- Kaji tempat pemeriksaan dan lakukan penyesuaian jika perlu
- Lanjutkan monitor pasien

3. Sp O2 85% - 90 %
- TInggikan kepala dari tempat tidur dan stimulasi psien bernafas dengan dalam
- Kaji jalan nafas dan dorong untuk batuk
- Berikan oksigen sampai dengan saturasi oksigennya > 90%
- Informasikan kepada dokter

• Jika oksigen turun di bawah level normal (yaitu kurang dari 92%), ada kemungkinan tubuh mengalami penyakit pernapasan
seperti hipoksemia. Hipoksemia adalah penyakit pernapasan dengan gejala kelelahan, sesak napas, dan kebingungan.
• Dengan kadar oksigen yang rendah dalam darah, oksigen tidak mampu menembus dinding sel darah merah. Dalam kasus
rendahnya kadar oksigen dalam tubuh, orang akan menderita penglihatan, kehilangan memori, melemahnya otot jantung,
jari kesemutan, batuk kronis, retensi air pada kaki dan pergelangan kaki. Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi
penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal
PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan
SaO2, yaitu:
– Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%
– Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%
– Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%.
• Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005

Tekanan darah turun Nadi naik

Trauma

Cedera Otak (cedera primer)

Gangguan suplai untuk sel (oksigen, darah, dan nutrisi)

Gangguan metabolismesel

Syok

Hipotensi, sistolik <90mmHg atau turun ≥30mmHg

Takikardi, denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tak teraba

Hiperventilasi akibat anoksia jaringan


Penurunan oksigen dalam darah  hipoksia (jaringan kekurangan oksigen)  aliran darah ke jaringan diperlama (agar jaringan
mendapat pasokan oksigen lebih banyak )  venous return turun  stroke volume menurun  Tekanan darah menurun

Mekanisme hypotensi
Volume darah menurun → penurunan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata→ penurunan aliran balik darah vena ke jantung→ curah
jantung menurun→ hypotensi

Mekanismetakikardia
Perdarahan→ volume darah menurun→ aliran darah ke jantung sedikit→simpatik→meningkatkan kontraksi dan daya konduksi
jantung→takikardia

Agus Purwidianto dan Budi Sampurna. Kedaruratan Medik Edisi Rev. 2000. Binarupa Aksara.

Obstruksi jalan nafas Berkurangnya oksigen di dalam darah (hipoksemia)  Hipoksia ( di jaringan otot – otot
pernafasan,otak,jantung,dll)  tubuh mengkompensasi dengan dua cara yaitu,meningkatkan Frekuensi napas menjadi lebih
cepat daripada keadaan normal yang tujuannya untuk mempertahankan perfusi oksigen dan meningkatkan frekuensi nadi untuk
mempertahankan suplai darah ke jaringan yang membawa O2 jika keadaan ini berlangsung lama ( tidak di tangani dengan
cepat) selama 3 – 4 menit  menyebabkan kelelahan pada otot-otot pernapasan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-
sisa pembakaran berupa gas CO2 darah dan jaringan  Gas CO2 yang tinggi  akan mempengaruhi susunan saraf pusat
( medulla oblongata ), dengan menekan pusat napas  henti napas (respiratory arrest).
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh.
Dengan Berhentinya napas  maka oksigen tidak ada sama sekali di dalam tubuh  jantung tidak dapat berkontraksi 
akibatnya terjadi keadaan yang disebut henti jantung (cardiac arrest).
(Sumber: Agenda gawat darurat jilid 2, Rab,T)

RR meningkat
Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Hipoksia ini dikenal
dengan istilah sesak napas. Frekuensi napas pada keadaan sesak napas lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh karena
itu, bila sesak napas ini berlangsung lama maka akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot
napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2. Gas CO2 yang tinggi ini akan
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan menekan pusat napas yang ada di sana. Keadaan ini dikenal dengan istilah henti
napas.
Rab,T., Agenda gawat darurat, jilid 2

RR naik

Penurunan konsentrasi oksigen dalam darah  perangsangan kemoreseptor (glomus karotikum dan glomus aortikum) 
perangsangan pusat pernafasan  RR naik

 Tachypnea  kemungkinan akibat dari hipoksia


 Tachypnea  dapat disebabkan nyeri atau ketakutan, namun harus selalu diingat kemungkinan gangguan jalan nafas yang dini.
 Nyeri dan Dangkal  trauma langsung ke thorak dapat mematahkan iga dan menyebabkan rasa nyeri pada saat bernafas,
sehingga pernafasan menjadi dangkal dan selanjutnya hipoksemia.
 Pada penderita trauma kemampuan system respiratorik dalam menyediakan oksigen yang adekuat dan pelepasan karbondioksida
akan terganggum ini di karenakan:
 Hipoventilasi, akibat hilangnya penggerak usaha bernafas, yang biasanya disebabkan penurunan fungsi neurologis
 Hipoventilasi akibat adanya obstruksi aliran udara pada jalan nafas atas atau bawah
 Hipoventilasi akibat penurunan kemampuan paru untuk mengembang
 Hipoksia akibat penurunan absropsi oksigen melalui membrane alveolar-kapiler
 Hipoksia akibat penurunan aliran darah ke alveoli
 Hipoksia akibat ketidakmampuan udara untuk mencapai alveolus, biasanya karena terisi oleh air atau debris
 Hipoksia pada tingkat selular akibat penurunan aliran darah ke sel jaringan
 HIPOVENTILASI  PENUMPUKAN KARBONDIOKSIDA  ASIDOSIS METABOLISME ANAEROBIK 
KERUSAKAN SEL  KEMATIAN

Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

12. Apa saja bentuk sumbatan jalan napas?


 Sumbatan total à tidak dikoreksi dalam 5-10 menit dapat mengakibatkan asfiksi (kombinasi hipoksemi dan
hipokarbia), henti nafas dan henti jantung, tidak terdengar suara nafas dan tdk terasa adanya aliran udara lewat hidung dan
mulut, retraksi pada supraklavikula, sela iga jika masih dapat bernafas secara spontan dan dada tidak mengembang saat
inspirasi atau inflasi paru gagal walaupun cara sudah benar. Bisa terjadi atelectasis
 Parsial à kerusakan otak, sembab otak, sembab paru, terdengar aliran udara berisik dan kadang2 disertai
retraksi, bunyi melengking (stridor)menandakan laringospasme, bunyi kumur menandakan sumbatan benda asing
 Obstruksi yang hanya mengganggu ventilasi à wheezing tanpa gangguan parenkim paru

 Gejala dan sumbatan laring ialah :9

1.    Suara serak (disfoni) sampai afoni

2.    Sesak napas (dispneu)

3.    Stridor (napas berbunyi) yang terdengar waktu inspirasi

4.    Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu
terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

5.    Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)

6.    Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

http://www.akperppni.ac.id/sumbatan-jalan-nafas-dan penanganannya.html

ETIOLOGI

 Penyebab sumbatan yg sering kita jumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah atau benda asing yg lain. Dasar
lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas
sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang faring. hal ini sering terjadi bila kepala
penderita dalam posisi fleksi.

 Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh
penderita yg tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yg mendapat anestesi atau tidak, dapat terjadi
laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan nafas atas pada penderita stupor atau koma yg dangkal.

 Sumbatan nafas juga dapat trjdi pd jalan nafas baigian bawh, dan ini terjadi sebagai akibat bronkospasme, sembab
mukosa, sekresi mukosa, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru.

(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)

PP
a. Radiologi
Berdasarkan pemeriksaan ini bayangan radiologi yg trjdi dpt disebabkan oleh :

 Bila benda asing itu bersifat radioopaque, maka bayangan yg trjdi adalah disebabkan oleh benda asing itu
sendiri
 Bila bayangan yg terjadi disebabkan oleh karena komplikasi, misalnya atelektasis dan empisema maka akan
tergantung kepada tipe obstruksi yg terjadi.
b. Pemeriksaan faal paru
Dari pemeriksaan faal paru didapatkan defek obstruktif faal paru, dan ini bergantung kepada lokasi obstruksi yg terjadi.
Bila obstrkusi terjadi didaerah laringotrakheal, maka akan terjadi penggunaan dari kecepatan aliran ( flow rate). Bila
obstruksi terjadi di suprasternal notch, sedangkan bila trjdi dibawah suprasternal notch, maka akan terjadi pengurangan
dari kecepatan aliran ekspresi. berapa jauh obstruksi terjadi, ditentukan pula oleh hasil penilaian FEVt. Makin distal
obstruksi, makin besar pula pengaruh nilai FEVt. Sedangkan FEV1 akan lebih kecil pengaruhnya pada obstruksi yg bersifat
proksimal.

c. Pemeriksaan analisis gas.


Pada fase permulaan obstruksi dapat menimbulkan peningkatan PaCO 2 . Kecepatan pernafasan yg 30 kali/menit masih
dapat mengkompensasi sehingga tdk terjadi hipoksemia. Akan tetapi pada penyumbatan yg sifatnya proksimal, total
perburukan gas dan pH darah terjadi secara cepat.

(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

Penatalaksanaan
Bila dicurigai ada benda asing dijalan nafas atas, mulut harus dibuka dgn paksa dan mengeluarkan benda asing tersebut.

Ada 3 cara untuk membuka mulut dengan paksa :

a. Gerakan jari menyilang (untuk mandibula yg agak lemas)


Penolong pada verteks atau samping kepala penderita. Jari telunjuk penolong dimasukkan kedalam sudut mulut penderita
dan tekankan jari tersebut pada gigi geligi atasnya. Kemudian tekanlah gigi geligi bawah dengan ibu jari yg menyilang jari
telunjuk tadi sehingga mulut secara paksa membuka.

b. Gerak jari dibelakang gigi geligi (untuk mandibula yg kaku)


Masukkan satu jari telunjuk diantara pipi dan gigi geligi penderita dan ganjalkan ujung jari telunjuk tadi dibelakang molar
terakhir,

c. Gerak angkat mandibula lidah (untuk mandibula yg sangat lemas)


Ibu jari penolong dimasukkan ke dalam mulut dan faring penderita dan dgn ujung ibu jari penolong dasar lidah diangkat.
jari-jari yg lain memegang mandibula tadi pada dagu dan mengangkatnya ke depan

(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)

13. Apa saja macam-macam dan indikasi dilakukan definitive airway?


Indikasi definitif airway

 Adanya apnea

 Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara-cara lain

 Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus

 Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, seperti akibat lanjut dari cedera inhalasi, patah tulang
wajah, hematoma retrofaringeal, atau kejang berkepanjangan

 Adanya cedera kepala tertutup yang memerlukan bantuan nafas (GCS ≤8)

 Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan pemberian O₂ tambahan lewat masker wajah

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT (ATLS)

KEBUTUHAN UNTUK KEBUTUHAN UNTUK VENTILASI


PERLINDUNGAN
AIRWAY
Tidak sadar Apneu
• Paralisis neuromuskular

• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas tidak adekuat


• Takipneu

• Hipoksia

• Hiperkarbia

• Sianosis

Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan
• Perdarahan keadaan neurologis

• Muntah-
muntah

Bahaya sumbatan
• Hematoma
leher

• Cedera larynx
dan trachea

• Stridor

 Terapi Oksigen
Terdapat tiga sistim untuk memberikan oksigen kepada pasien tanpa intubasi.
- Konsentrasi oksigen rendah kanula hidung dapat memberikan oksigen antara 24% (11menit) sampai 36%
(4-5menit).
- Konsentrasi oksigen sedang (40-60%) dicapai dengan pemberian lewat masker oksigen.
- Konsentrasi hingga 100% hanya dapat dicapai dengan menggunakan sungkup muka-kantung reservoir.
 Bantuan nafas
- Diperlukan pada hipoksemia yang menetap atau dengan adanya hiperkarbia yang jelas.
- Beberapa indicator yang dipertimbangkan adalah
o Laju nafas kurang dari 10 atau lebih dari 35 kali per menit
o Volume tidal kurang dari 5ml/kgBB
o paCO2 > 45mmHg
o pH 7,30
o paO2 < 60mmHg

Definitif Airway adalah suatu pipa di dalam trachea dengan balon (cuff) yang dikembangkan, pipa tersebut dihubungkan
dengan suatu alat bantu pernafasan yang diperkaya oksigen an irway tersebut dipertahankan dengan menggunkan plester.

Kebutuhan utk Perlindungan Airway Kebutuhan utk Ventilasi


Pasien tidak sadar (GCS <8) Apnea :
- Paralisis neuromuscular
- Tidak sadar
Fraktur maksilofasial berat Usaha nafas yang tidak adekuat :
- Takipnea
- Hipoksia
- Hiperkarbia
- Sianosis
Bahaya aspirasi : Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan
- Perdarahan ventilasi
- Muntah
Bahaya sumbatan : Kehilangan darah yang massive dan memerlukan
- Hematoma leher resusitasi volume
- Cedera laring, trachea
- Stridor

a. Non Surgical
i. Intubasi Endotrachea

Proses memasukkan pipa ET ke dalam trachea pasien. Bila pipa dimasukkan melalui mulut, disebut
intubasi orotrachea, sedangkan jika pipa dimasukkan melalui hidung disebut intubasi nasotrachea.
o Kegunaan :
 Membuka jalan nafas atas
 Membantu pemeliharaan oksigen konsentrasi tinggi
 Mencegah jalan nafasa dari aspirasi isi lambung / benda asing
 Mempermudah suction dalam trachea
 Alternative untuk memasukkan obat
o Indikasi :
 Cardiac arrest bila ventilasi kantung nafas tidak memungkinkan / tidak efektif
 Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat
dengan lat-alat ventilasi yang non invasive
 Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (koma)
b. Surgical
i. Tracheostomi
ii. Cricotiroidotomi
o Indikasi :
 Ketidakmampuan melakukan intubasi trachea
 Edema glottis
 Fraktur laryng
 Perdarahan Orofaring berat yang membuntu airway dan pipa ET tidak dapat dimasukkan
ke dalam plica

Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th edition

14. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien di skenario?
Henti napas
• Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dan korban/pasien.
• Henti nafas, merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar.
• Henti napas dapat terjadi pada keadaan : Tenggelam, Stroke, Obstruksi jalan napas, Epiglotitis, Overdosis obat-obatan,
Tersengat listrik, Infark miokard, Tersambar petir, Koma akibat berbagai macam kasus.
• Pada awal henti napat oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat
mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat
bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
Henti jantung
a. Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat
menyebabkan otak dan organ vital akan kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan
tanda awal akan terhadinya henti jantung.
Ditandai :
• tidak sadar, detak jantung
• tidak teraba denyut nadi arteri besar
• henti nafas atau gasping
• pupil melebar
• death like appearance (pucat, sianotik)
• gambaran EKG dapat berupa :
– Fibrilasi ventrikel
– Asistol
• Dissosiasi Bektromekanik

b. Bantuan Hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat yang bertujuan :

• Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.


• Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas
malalui Resusitasi Jantung Paru (RJP)

c. Resusitasi jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu

• Survei Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh setiap orang
• Survei sekunder (Secondary survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan para medis terlatih dan merupkan
lanjutan dari survey primer.
(Penanganan Penderita gawat darurat, UNDIP).

15. Mengapa dokter melakukan pemasangan NRM?

Terapi Oksigen (O2) Jangka Pendek

Terapi oksigen (O2) jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pesien-pasien
dengan keadaan hipoksemia akut, di antaranya pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK)
dengan eksaserbasi akut, asma bronkial, gangguan kardiovaskuler dan emboli paru. Pada keadaan
tersebut, oksigen (O2) harus segera diberikan dengan adekuat di mana pemberian oksigen (O2) yang
ti- dak adekuat akan dapat menimbulkan terjadinya kecacatan tetap a- taupun kematian. Pada kondisi
ini, oksigen (O2) diberikan dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) berkisar antara 60-100% dalam jangka
4
waktu yang pendek sampai kondisi klinik membaik dan terapi yang spesifik diberikan. Adapun
pedoman untuk pemberian terapi oksi- gen (O2) berdasarkan rekomendasi oleh American College of
Che-st Physicians, the National Heart, Lung and Blood Institute ditun- jukkan pada tabel 2.1.4,5

Indikasi Terapi Oksigen (O2) Jangka Pendek

Indikasi yang sudah direkomendasi:

Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%) Henti jantung dan
henti napas

Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg) Curah jantung yang rendah
dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18 mmol/ L)

Distress pernapasan (frekuensi pernapasan > 24 kali/ menit)

2.4.2 Terapi Oksigen (O2) Jangka Panjang

Pasien dengan hipoksemia, terutama pasien dengan penya- kit paru obstruktif kronis
(PPOK) merupakan kelompok yang pa- ling banyak menggunakan terapi oksigen (O2) jangka
panjang. Te- rapi oksigen (O2) jangka panjang pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) selama empat sampai delapan minggu bi- sa menurunkan hematokrit, memerbaiki toleransi
latihan dan me- nurunkan tekanan vaskuler pulmoner. Pada pasien dengan penya- kit paru obstruktif
kronis (PPOK) dan kor pulmonal, terapi oksigen (O2) jangka panjang dapat meningkatkan angka
harapan hidup se- kitar enam sampai dengan tujuh tahun. Selain itu, angka kematian
bisa diturunkan dan dapat tercapai manfaat survival yang lebih be- sar pada pasien dengan
hipoksemia kronis apabila terapi oksigen (O2) diberikan lebih dari dua belas jam dalam satu hari dan
berkesi- nambungan.

Oleh karena terdapat perbaikan pada kondisi pasien dengan pemberian terapi oksigen
(O2) jangka panjang, maka saat ini dire- komendasikan untuk pasien hipoksemia (Pa O2 < 55 mmHg
atau Sa- O2 < 88%), terapi oksigen (O2) diberikan secara terus menerus sela- ma dua puluh empat
jam dalam satu hari. Pasien dengan Pa O2 56 sampai dengan 59 mmHg atau SaO2 89%, kor
pulmonal dan polisi- temia juga memerlukan terapi oksigen (O2) jangka panjang. Pada keadaan ini,
awal pemberian terapi oksigen (O2) harus dengan kon- sentrasi rendah (FiO2 24-28%) dan dapat
ditingkatkan bertahap ber- dasarkan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan tujuan meng- oreksi
hipoksemia dan menghindari penurunan pH di bawah 7,26. Terapi oksigen (O2) dosis tinggi yang
diberikan kepada pasien de- ngan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang sudah mengala- mi
gagal napas tipe II akan dapat mengurangi efek hipoksik untuk pemicu gerakan bernapas dan
meningkatkan ketidaksesuaian venti- lasi dan perfusi. Hal ini akan menyebabkan retensi CO2 dan
4
akan menimbulkan asidosis respiratorik yang berakibat fatal.

Pasien yang menerima terapi oksigen (O2) jangka panjang harus dievaluasi ulang dalam
dua bulan untuk menilai apakah hi- poksemia menetap atau ada perbaikan dan apakah masih dibutuh-
kan terapi oksigen (O2). Sekitar 40% pasien yang mendapat terapi oksigen (O2) akan mengalami
perbaikan setelah satu bulan dan ti- dak perlu lagi meneruskan terapi oksigen (O2). Adapun indikasi
te- rapi oksigen (O2) jangka panjang yang telah direkomendasi ditun- jukkan pada tabel 2.2.4,5

Kontraindikasi Terapi Oksigen (O2)

Terapi oksigen (O2) tidak direkomendasi pada:


Tabel 2.2.

Indikasi Terapi Oksigen (O2) Jangka Panjang

Pemberian oksigen (O2) secara kontinyu:

PaO2 istirahat < 55 mmHg atau SaO2 < 88%

PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau SaO2 89% pada salah satu keadaan:

Edema yang disebabkan karena CHF

P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3 mm pada lead II, III dan
aVF)

Polisitemia (hematokrit > 56%)

Pemberian oksigen (O2) secara tidak kontinyu:

Selama latihan: PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% Selama tidur: PaO2 < 55
mmHg atau SaO2 < 88% dengan

komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia

a. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan uta- ma dispeneu tetapi dengan PaO2
lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronis.

b. Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk dan dapat meningkatkan risiko
kebakaran.

Indikasi terapi oksigen jangka pendek, adalah:

1. Hipoksemia Akut (PaO2 < 60 mmHg)


2. Henti jantung dan henti nafas
3. Hipotensi (Tekanan Darah sistolik < 100 mmHg)
4. Cardiac output yang rendah dan metabolik asidosis (bikarbonat < 18 mmol/L)
5. Distres nafas (Respiratory rate > 24 x/min)
Disamping indikasi terapi oksigen jangka pendek yang sudah jelas di atas. Masih ada indikasi yang masih diperdebatkan adalah infark
miokard tanpa komplikasi, sesak nafas tanpa hipoksemia, sickle cell crisis dan angina pectoris.

Banyak pasien yang datang dengan sesak nafas tanpa dapat dibuktikan hipoksemia yang jelas. Keluarga pasien sering mendesak dokter
untuk memberikan oksigen pada pasien tersebut. Padahal pada pasien seperti ini masih diperdebatkan apakah pasien membutuhkan
oksigen atau tidak. Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilema ini akan sering kita temui mengingat dorongan efisiensi
biaya kesehatan yang dilakukan BPJS.

Indikasi Terapi Oksigen Jangka Panjang


Banyak pasien dengan hipoksemia yang jelas membutuhkan terapi oksigen jangka panjang. Kelompok pasien yang paling banyak
membutuhkan terapi oksigen jangka panjang adalah pasien PPOK. Pada pasien PPOK dan kor pulmonal, terapi oksigen dapat
meningkatkan jangka harapan hidup hingga 6-7 tahun.

Indikasi terapi oksigen jangka panjang adalah:

1. PaO2 istirahat < 55 mmHg atau saturasi oksigen < 88%


2. PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen < 89% pada salah satu keadaan berikut:

3. a. Edema yang disebabkan karena CHF


4. b. Pada EKG: Gelombang P>3 mm pada lead II, III aVF
5. c. Eritrositemia (Hematokrit > 56%)

6. PaO2 > 59 mmHg atau oksigen saturasi > 89%

16. Apa saja pengelolaan jalan napas dasar dan lanjut?

17. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemasangan OPA dan NPA?
OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)
Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan mencegah tergigitnya lidah dan
ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak harus hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak.
Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu tidak berhasil
mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar
karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak
diindikasikan untuk
pemasangan OPA.
Indikasi :
a. Napas spontan
b. Tidak ada reflek muntah
c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual

Komplikasi :
a. Obstruksi jalan napas
b. Laringospasme ~ ukuran OPA
c. Muntah
d. Aspirasi

Cara pemilihan OPA : pangkal OPA pada sudut mulut, ujung OPA pada angulus mandibula.
o Apabila terlalu kecil maka tidak dapat efektif membebaskan airway dan dapat mendorong lidah semakin
ke belakang.
o Apabila terlalu besar akan melukai epiglotis, merangsang muntah dan laringospasme.
Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. FK UI, Jakarta,
2010.

18. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemasangan ET?

Indikasi Intubasi
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal dilakukan pada pasien-pasien:
1.      Ancaman atau risiko terjadinya aspirasi yang lebih besar
2.      Pemberian bantuan napas dengan menggunakan sungkup sulit dilakukan
3.      Ventilasi direncanakan dalam waktu yang lama
4.      Intubasi orotrakeal juga dilakukan sebagai prosedur tindakan bedah, seperti bedah kepala-leher, intratorak, dan lainnya.
  
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan
dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya
tahanan jalan napas menjadi cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk intubasi jangka
panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko terjadinya sinusitis.
Kontraindikasi dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii, khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip
nasal, koagulopati, dan trombolisis.

Indikasi
a.Ada obstruksi jalan napas bagian atas
b.Pasien memerlukan bantuan napas dengan respirator.
c.Menjaga jalan napas tetap bebas
d.Pemberian anestesi seperti pada operasi kepala, leher, mulut, hidung, tenggorokan, operasi
abdominal dengan relaksasi penuh dan operasi thoracotomy
e.Terdapat banyak sputum (pasien tidak mengeluarkan sendiri)
Indikasi intubasi non surgical
a.Aspiksia neonatorum berat
b.Resusitasi penderita
c.Obstruksi laring berat
d.Penderita tidak sadar lebih dari 24 jam
e.Penderita dengan atelektasis paru
f.Post operasi respiratory insufisiensi.

19. Tata laksana terapi oksigen?

Indikasi klinis secara umum untuk pemberian terapi oksigen adalah jika terjadi ketidak cukupan oksigenasi jaringan
yang terjadi akibat: ¹·³·⁴

a. Gagal napas akibat sumbatan jalan napas, depresi pusat napas,

penyakit saraf otot, trauma thorax atau penyakit pada paru seperti misalnya Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS).
b. Kegagalan transportusi oksegen akibat syok (kardiogenik, hipovolemik dan septik), infark otot jantung,
anemia atau keracunan karbon monoksida (CO).

c. Kegagalan ekstraksi oksigen oleh jaringan akibat keracunan sianida.

d. Peningkatan kebutuhan jaringan terhadap oksigen, seperti pada luka bakar, trauma ganda, infeksi berat,
penyakit keganasan, kejang demam, dan sebagainya.

e. Pasca anestesia terutama anestesia umum dengan gas gelak atau

N2O.

Tujuan

Seperti halnya terapi secara umum, terdapat tujuan dari pemberian oksigen/terapi oksigen ini. Dimana tujuannya
adalah: ¹·⁴

1. Mengoreksi hipoksemia

Pada keadaan gagal nafas akut, tujuan dari pemberian oksigen disini adalah upaya penyelamatan nyawa. Pada
kasus lain, terapi oksigen bertujuan untuk membayar “hulang" oksigen jaringan.

2. Mencegah hipoksemia

Pemberian oksigen juga bisa bertujuan untuk pencegahan, dimana untuk menyediakan oksigen dalam darah, seperti
contohnya pada tindakan bronkoskopi, atau pada kondisi yang menyebabkan konsumsi oksigen meningkat (infeksi
berat, kejang, dll).

3. Mengobati keracunan karbon monooksid (CO)

Terapi oksigen dapat untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen (PO2)

dalam darah dan untuk mengurangi ikatan CO dengan hemoglobin.


4. Fasilitas Absorpsi dan rongga-rongga dalam tubuh.

Saat menggunakan obat anesthesia inhalasi pasca anesthesia, terapi oksigen dapal digunakan untuk
mempercepat proses eliminasi obat tersebut.

Tehnik dan Alat

Tehnik dan alat yang dapat digunakan dalam terapi oksigen sangat beragam, dimana masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Tehnik dan alat yang akan digunakan hendaknya memenuhi kriteria sebagai
berikut:

1. Mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen udara inspirasi (FiO2)

2. Tidak menyebabkan akumulasi CO2

3. Tahanan terhadap pemafasan minimal

4. Irit dan efisien dalam penggunaan oksigen

5. Diterima dan nyaman digunakan oleh pasien

Berdasarkan kriteria tersebut, alat-alat yang digunakan digolongkan menjadi:¹·²

I. Sistem fixed performance

Fraksi oksigen pada alat ini tidak tergantung pada kondisi pasien. Berdasarkan aliran gasnya dibagi menjadi:

a. Aliran tinggi (misalnya: sungkup venturi)

b. Aliran rendah (misalnya: mesin anesthesia) II. Sistem variable


performance

Fraksi oksigen pada alat ini tergantung pada aliran oksigen, faktor alat, dan kondisi pasien. Terdapat 3 jenis
yaitu:

a. sistem no capacity (misalnya: nasal kanul, nasal kateter)

b. sistem small capacity (misalnya: nasal kanul atau nasal kateter aliran tinggi, sungkup
“semi~rigid”)

c. sistem large capacity (misalnya: pneumask, polymask)


Berdasarkan ada atau tidaknya hirupan kembali udara ekspirasi pasien selama terapi oksigen, sistem
pemberian gas dalam terapi oksigen dapat diklasifikasikan menjadi:⁶·⁷·⁸

1. Sistem nonrebreathing

Pada sistem nonrebreathing, kontak antara udara inspirasi dan ekspirasi sangat minimal. Udara ekspirasi
langsung keluar ke atmosfer melalui katup searah yang dipasang pada hubungan antara pengalir gas dengan
mulut atau hidung pasien. Untuk itu harus diberikan aliran gas yang cukup agar volume semenit dan laju
aliran puncak yang dibutuhkan terpenuhi atau memasang kantong penampung udara inspirasi yang
memungkinkan penambahan sejumlah gas bila diperlukan. Katup searah yang dipasang tersebut memberikan
kesempatan masuknya udara atmosfir ke dalam alat ini sehingga menambah julmah aliran gas untuk memenuhi
kebutuhan gas, terutama pada sistem aliran gas tinggi.

2. Sistem rcbreathing

Pada sistem ini, udara ekspirasi yang ditampung pada kantong penampung yang terletak pada pipa jalur
ekspirasi, dihirup kembali setelah CO2 nya diserap oleh penyerap CO2 selanjutnya dialirkan kembali ke
pipa jalur inspirasi.

Berdasarkan kecepatan aliran, cara pemberian oksigen dibagi menjadi:⁶·⁷·⁸

1. Sistem aliran oksigen tinggi

Pada sistem ini, alat yang digunakan yaitu sungkup venti atau venturi yang mempunyai kemampuan
menarik udara kamar pada perbandingan tetap dengan aliran oksigen sehingga mampu memberikan
aliran total gas yang tinggi dengan FiO2 yang tetap. Keuntungan alat ini adalah FiO2 yang diberikan
stabil dan mampu mengendalikan suhu dan humidifikasi udara inspirasi, sedangkan kelemahannya adalah
alat ini mahal, mengganti seluruh alat apabila ingin mengubah FiO2 dan tidak enak bagi pasien.
2. Sistem aliran oksigen rendah

Sebagian dari volume tidal berasal dari udara kamar. Alat ini memberikan FiO2 21%-90%, teragantung
dari aliran gas oksigen dan tambahan asesoris seperti kantong penampung. Alat yang umum gunakan
dalam sistem ini adalah: nasal kanul, nasal kateter, dan sungkup muka tanpa atau dengan kantong
penampung. Alat ini digunakan pada pasien dengan kondisi stabil, volume tidalnya berkisar antara 300-
700 ml (dewasa) dan pola nafasnya teratur.

Beberapa alat yang umum digunakan di klinik untuk terapi oksigen adalah:¹·²·⁴

1. Nasal Kanul

Termasuk dalam sistem “non rebreathing”, “no capacity”, dan aliran rendah. Merupakan alat sederhana,
murah dan mudah dalam pemakaiannya. Tergantung dari aliran oksigen/menit, mampu

memberikan FiO2 sebagai berikut:

Kecepatan aliran FiO2nya

1 liter/menit 24%

2 liter/menit 28%

3 liter/menit 32%

4 liter/menit 36%

5 liter/menit 40%

6 liter/menit 44%

2. Kateter nasal

Alat ini mirip nasal kanul, sed\erhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya. Tersedia dalam berbagai
ukuran sesuai usia dan jenis kelarnin pasien. Untuk anak-anak digunakan nomor 8-10 F, untuk laki- laki
nomor 12-l4 F, dan untuk perempuan digunakan nomor 10-12 F. Fraksi oksigen yang dihasilkan sama
seperti nasal kanul.
3. Sungkup muku tanpa kantong penampung

Alat ini sederhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya. Tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan
usia. Sering kali ditolak pasien oleh karena menimbulkan perasaan tidak enak. Menghasilkan FiO2

sebagai berikut:

Kecepatan aliran FiO2nya

5-6 liter/menit 40%

6-7 liter/menit 50%

7-8 liter/menit 60%

4. Sungkup muka dengan kantong penampung

Termasuk kelompok aliran rendah, “large capacity" dan “non rebreathing". Alat ini sama dengan alat di
atas, hanya ditambah kantong penampung oksigen pada muaranya untuk mcningkatkan konsentrasi
oksigen udara inspirasi atau FiO2. Alat ini digunakan apabila memerlukan FiO2 antara 60-90%.
Menghasilkan FiO2 sebagai

berikut:

Kecepatan aliran FiO2nya

6 liter/menit 60%

7 liter/menit 70%

8 liter/menit 80%

9 liter/menit 90%

10 liter/menit 99%

5. Sungkup muka venturi

Alat ini relatif mahal dibandingkan dengan beberapa alat yang telah disebutkan diatas. Kelebihan alat ini
adalah mampu mernberikan FiO2 sesuai dengan yang di kehendaki, tidak tergantung dari aliran gas
oksigen yang diberikan. Tersedia dalam ukuran FiO2 24%, 35%‘ dan

40%.
6. OEM Mix-O Mask

Alat ini hampir sama dengun sungkup venturi. Perbedaannya pada alat ini ditambah dengan pipa
korugated sepanjang 20-30 cm dan bisa ditambah adaptor humidifikasi.

7. Sungkup muka tekanan positif

Alat ini terdiri dari sungkup muka, ukuran tekanan 0-4 cm HO, tali pengikat kepala, katup searah,
kantong dari karet elastic, pipa karet diameter agak besar dan meter aliran untuk oksigen dalam sistem
perpipaan atau regulator untuk oksigen dalam silinder. Alat ini digunakan untuk memberikan nafas
buatan pada pasien depresi nafas.

8. Kollar trakeostomi

Alat ini digunakan pada pasien yang dilakukan trakeostomi. Alat ini mampu memberikan humidifikasi
tinggi dan FiO2 nya dikendalikan dengan mengatur aliran oksigen permenitnya.

Terapi Oksigen

1. Pengertian

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam
atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Hidayat, 2007
). Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan
dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).

Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga
konsentrasi oksigen meningkat dalam darah (Andarmoyo, 2012).

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen adalah memberikan oksigen melalui
saluran pernafasan dengan alat agar kebutuhan oksigen dalam tubuh terpenuhi yang ditandai dengan
peningkatan saturasi oksigen.
2. Indikasi

Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo

(2012), indikasi terapi oksigen adalah :

a. Pasien hipoksia

b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal

c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal

d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal e. Pasien yang membutuhkan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah.

Indikasi terapi oksigen pada neonatus adalah :

a. Pasien asfiksia

b. Pasien dengan napas lebih dari 60 kali/menit c. Pasien Takipnu

d. Pasien Febris e.
Pasien BBLR.

3. Kontra indikasi

Menurut Potter (2005) kontra indikasi meliputi beberapa :

a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.

b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal

c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan

PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.


4. Metode pemberian oksigen

Untuk cara pemberian oksigen bermacam- macam seperti dibawah ini

(Potter, 2005):

a. Melalui inkubator b. Head


box

c. Nasal kanul ( low flow atau high flow)

d. Nasal CPAP (continuous positive airway pressure)

e. Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)

f. Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube)

Untuk memilih apa yang seharusnya dipakai, kita dapat menggunakan down score seperti gambar di
bawah:

Untuk intrepretasinya adalah sebagai berikut:

a. Skor < 4 (Distres pernapasan ringan)

b. Skor 4 – 5 (Distres pernapasan sedang )


c. Skor > 6 (Distres pernapasan berat dan diperlukan analisis gas darah) Untuk metode yang di pakai
adalah :

a. Distres pernapasan ringan menggunakan O2 nasal / Head box b. Distres pernapasan sedang
perlu Nasal CPAP

c. Distres pernapasan berat perlu untuk dilakukan intubasi dan penggunaan ventilator
D. Pemberian Oksigen Lewat Head Box

Headbox adalah kerudung plastik bening yang mengelilingi kepala bayi dan menyediakan oksigen hangat dan
dilembabkan. Bayi dalam headbox harus terus dikaji dan dilakukan observasi pada setiap jam. pengawasan tersebut
silakukan terhadap kemungkinan komplikasi yang disebabkan dari penggunaan headbox yaitu hipoksemia,
hyperoxaemia, hipotermia, hipertermia dan iritasi dan tekanan ke leher (health.vic.gov.au).

Ketika memberikan oksigen ke dalam head box akan tergantung pada:

1. Situasi klinis.

2. Konsentrasi oksigen yang dibutuhkan.

3. Karakteristik operasional inkubator yang digunakan.

Bayi yang membutuhkan oksigen 40% atau lebih akan diberikan melalui head box karen ahasilnya lebih optimal .

Aturan pemberian oksigen melalui head box terdapat pada tabel di bawah ini

Tabel 2.1 Aturan pemberian oksigen dengan head box

Persentase oksigen (%) Aliran oksigen (L/min) kecepatan (L/min)

30 1 9

40 2 8

50 4 6

60 5 5

70 6 4
80 7.5 2.5

90 9 1
Setelah dilakukan pemasangan oksigen head box maka diperlukan pemantauan sebagai berikut setiap
jam: konsentrasi oksigen terinspirasi

1. Saturasi oksigen

2. Denyut jantung

3. Laju pernapasan dan usaha

4. Suhu head box

5. Tingkat air di ruang

6. Humidifikasi (kering atau lembab)

7. Mengamati leher bayi untuk area iritasi dan tekanan

8. Memastikan posisi headbox benar dan ditempatkan pada lembaran datar

9. Menguras air terakumulasi dalam selang pemanas per jam

10. Memeriksa suhu bayi per jam selama empat jam atau sampai stabil

kompliksi yang mungkin muncul adalah :

1. Hipoksemia

2. Hyperoxaemia

3. Hipotermia

4. Hipertermia

5. Iritasi dan tekanan untuk leher

Teknik Pemberian Terapi Oksigen (O2)


Sangat banyak teknik dan model alat yang dapat digunakan dalam terapi oksigen (O2) yang masing-
masing mempunyai kelebihan dan keku- rangan. Pemilihan teknik dan alat yang akan digunakan sangat
3
ditentukan oleh kondisi pasien yang akan diberikan terapi oksigen (O2).

Teknik dan alat yang akan digunakan dalam pemberian terapi oksi-

gen (O2) hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen (O2) (FiO2) udara inspirasi.

b. Tidak menyebabkan akumulasi karbon dioksida (CO2). c. Tahanan terhadap


pernapasan mininal.
d. Irit dan efisien dalam penggunaan oksigen (O2). e. Diterima dan
3
nyaman digunakan oleh pasien.

Cara pemberian terapi oksigen (O2) dibagi menjadi dua jenis, yai- tu (1) sistem arus rendah dan (2)
sistem arus tinggi. Pada sistem arus ren- dah, sebagian dari volume tidal berasal dari udara kamar. Alat ini
mem- berikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) 21%-90%, tergantung dari aliran gas oksigen (O2) dan tambahan
asesoris seperti kantong penampung. Alat-alat yang umum digunakan dalam sistem ini adalah: nasal kanul,
nasal kateter, sungkup muka tanpa atau dengan kantong penampung dan oksigen (O2) transtrakeal. Alat ini
digunakan pada pasien dengan kondisi stabil, volu- me tidalnya berkisar antara 300-700 ml pada orang dewasa
dan pola na- pasnya teratur. Pada sistem arus tinggi, adapun alat yang digunakan yaitu sungkup venturi yang
mempunyai kemampuan menarik udara kamar pada perbandingan tetap dengan aliran oksigen sehingga
mampu memberikan aliran total gas yang tinggi dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang tetap. Keuntungan
dari alat ini adalah fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang diberikan stabil serta mampu mengendalikan suhu dan
humidifikasi udara inspirasi sedangkan kelemahannya adalah alat ini mahal, mengganti seluruh alat a- pabila
3,4
ingin mengubah fraksi oksigen (O2) (FiO2) dan tidak nyaman bagi pasien.

2.6.1 Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah

a. Nasal kanul dan nasal kateter.

Nasal kanul dan nasal kateter merupakan alat terapi oksigen (O2) dengan sistem arus
rendah yang digunakan secara luas. Nasal kanul terdiri dari sepasang tube dengan panjang + dua cm
yang di- pasangkan pada lubang hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung menuju
oxygen flow meter. Alat ini dapat menjadi alter- natif bila tidak terdapat sungkup muka, terutama
bagi pasien yang membutuhkan konsentrasi oksigen (O2) rendah oleh karena tergo- long sebagai alat
yang sederhana, murah dan mudah dalam pema- kaiannya. Nasal kanul arus rendah mengalirkan
oksigen ke nasofa- ring dengan aliran 1-6 liter/ menit dengan fraksi oksigen (O2) (Fi-O2)
antara 24-44%. Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) secara
bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi kering. Adapun keun-
tungan dari nasal kanul yaitu pemberian oksigen (O2) yang stabil serta pemasangannya mudah dan
nyaman oleh karena pasien masih dapat makan, minum, bergerak dan berbicara. Walaupun nasal ka-
nul nyaman digunakan tetapi pemasangan nasal kanul dapat me- nyebabkan terjadinya iritasi pada
mukosa hidung, mudah lepas, ti- dak dapat memberikan konsentrasi oksigen (O2) lebih dari 44% dan
3,4,9
tidak dapat digunakan pada pasien dengan obstruksi nasal. Nasal kateter mirip dengan nasal
kanul di mana sama-sama memi-liki sifat yang sederhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya
serta tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan usia dan jenis kelamin pasien. Untuk pasien anak-
anak digunakan kateter nomor 8-10 F, untuk wanita digunakan kateter nomor 10-12 F dan untuk
pria digunakan kateter nomor 12-14 F. Fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang dihasilkan sama dengan
3
nasal kanul. Adapun gambar nasal kanul dan nasal kateter secara berturut-turut ditunjukkan pada
gam-bar 2.1

dan 2.2.

Gambar 2.1. Gambar 2.2.

Nasal Kanul Nasal Kateter

b. Sungkup muka tanpa kantong penampung.

Sungkup muka tanpa kantong penampung merupakan alat terapi oksigen (O2) yang
terbuat dari bahan plastik di mana peng- gunaannya dilakukan dengan cara diikatkan pada wajah
pasien de-
ngan ikat kepala elastis yang berfungsi untuk menutupi hidung dan mulut. Tubuh sungkup berfungsi
sebagai penampung untuk oksi-gen (O2) dan karbon dioksida (CO2) hasil ekspirasi. Alat ini mam-pu
menyediakan fraksi oksigen (O2) (FiO2) sekitar 40-60% dengan aliran sekitar 5-10 liter/ menit. Pada
penggunaan alat ini, direko- mendasikan agar aliran oksigen (O2) dapat tetap dipertahankan se- kitar
5 liter/ menit atau lebih yang bertujuan untuk mencegah kar- bon dioksida (CO2) yang telah
dikeluarkan dan tertahan pada sung- kup untuk terhirup kembali. Adapun keuntungan dari
penggunaan sungkup muka tanpa kantong penampung adalah alat ini mampu memberikan fraksi
oksigen (O2) (FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul ataupun nasal kateter dan sistem
humidifikasi dapat di- tingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar sedangkan kerugian
dari alat ini yaitu tidak dapat memberikan fraksi oksigen

(O2) (FiO2) kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan kar-

Gambar 2.3.

Sungkup Muka Tanpa Kantong Penampung

bon dioksida (CO2) jika aliran oksigen (O2) rendah dan oleh karena penggunaannya menutupi mulut,
pasien seringkali kesulitan untuk makan dan minum serta suara pasien akan teredam. Sungkup muka
tanpa kantong penampung paling cocok untuk pasien yang membu- tuhkan fraksi oksigen (O2)
(FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul ataupun nasal kateter dalam jangka waktu yang
singkat, se- perti terapi oksigen (O2) pada unit perawatan pasca anestesi. Sung- kup muka tanpa
kantong penampung sebaiknya juga tidak diguna-
3,9
kan pada pasien yang tidak mampu untuk melindungi jalan napas mereka dari resiko aspirasi.
Adapun gambar sungkup muka tanpa kantong penampung ditunjukkan pada gambar 2.3.

c. Sungkup muka dengan kantong penampung.

Terdapat dua jenis sungkup muka dengan kantong penam- pung yang seringkali
digunakan dalam pemberian terapi oksigen (O2), yaitu sungkup muka partial rebreathing dan
sungkup muka nonrebreathing. Keduanya terbuat dari bahan plastik namun perbe- daan di antara
kedua jenis sungkup muka tersebut terkait dengan a- danya katup pada tubuh sungkup dan di antara
9
sungkup dan kan- tong penampung. Sungkup muka partial rebreathing tidak memi- liki katup satu
arah di antara sungkup dengan kantong penampung sehingga udara ekspirasi dapat terhirup kembali
saat fase inspirasi

sedangkan pada sungkup muka nonrebreathing, terdapat katup satu

Gambar 2.4. Gambar 2.5.

Sungkup Muka Sungkup Muka

Partial Rebreathing Nonrebreathing

arah antara sungkup dan kantong penampung sehingga pasien ha- nya dapat menghirup udara yang
terdapat pada kantong penam-pung dan menghembuskannya melalui katup terpisah yang terletak
5
pada sisi tubuh sungkup. Sungkup muka dengan kantong penam-pung
dapat mengantarkan oksigen (O2) sebanyak 10-15 liter/ menit dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2)
sebesar 80-85% pada sungkup muka partial rebreathing bahkan hingga 100% pada sungkup mu- ka
5,9
nonrebreathing. Kedua jenis sungkup muka ini sangat dian- jurkan penggunaannya pada pasien-
pasien yang membutuhkan te- rapi oksigen (O2) oleh karena infark miokard dan keracunan karbon
9
monoksida (CO). Adapun gambar sungkup muka partial rebreath- ing dan nonrebreathing secara
berturut-turut ditunjukkan melalui gambar 2.4 dan 2.5.

d. Oksigen (O2) transtrakeal.

Oksigen (O2) transtrakeal dapat mengalirkan oksigen (O2) secara langsung melalui
kateter di dalam trakea. Oksigen (O2) tran- strakeal dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk
menggunakan terapi oksigen (O2) secara kontinyu selama 24 jam dan seringkali berhasil untuk
mengatasi hipoksemia refrakter. Oksigen (O2) tran- strakeal dapat menghemat penggunaan
oksigen (O2) sekitar 30-

60-%. Keuntungan dari pemberian oksigen (O2) transtrakeal yaitu ti- dak ada iritasi muka ataupun
hidung dengan rata-rata oksigen (O2)

Gambar 2.6.

Oksigen (O2) Transtrakeal


yang dapat diterima pasien mencapai 80-96%. Kerugian dari peng- gunaan alat ini yaitu biayanya
yang tergolong tinggi dan resiko ter- jadinya infeksi lokal. Selain itu, ada pula berbagai komplikasi
lain- nya yang seringkali terjadi pada pemberian oksigen (O2) transtra- keal antara lain emfisema
4
subkutan, bronkospasme, batuk paroksis- mal dan infeksi stoma. Adapun gambar dari oksigen (O2)
transtra- keal ditunjukkan pada gambar 2.6.

2.6.2 Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Tinggi

Terdapat dua indikasi klinis untuk penggunaan terapi oksi- gen (O2) dengan arus tinggi,
di antaranya adalah pasien dengan hi- poksia yang memerlukan pengendalian fraksi oksigen (O2)
(FiO2) dan pasien hipoksia dengan ventilasi yang abnormal. Adapun alat terapi oksigen (O2) arus
tinggi yang seringkali digunakan, salah sa- tunya yaitu sungkup venturi. Sungkup venturi merupakan
alat tera- pi oksigen (O2) dengan prinsip jet mixing yang dapat memberikan fraksi oksigen (O2)
(FiO2) sesuai dengan yang dikehendaki. Alat ini

Gambar 2.7.

Sungkup Venturi

sangat bermanfaat untuk dapat mengirimkan secara akurat konsen- trasi oksigen (O2) rendah sekitar
24-35% dengan arus tinggi, teru- tama pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
dan gagal napas tipe II di mana dapat mengurangi resiko terjadinya retensi karbon dioksida (CO2)
sekaligus juga memerbaiki hipokse-
mia. Alat ini juga lebih nyaman untuk digunakan dan oleh karena adanya pendorongan oleh arus
tinggi, maka masalah rebreathing a- kan dapat teratasi. Adapun sungkup venturi ditunjukkan pada
gam- bar 2.7 dan tabel 2.3 menunjukkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) pada alat terapi oksigen (O2)
arus rendah dan arus tinggi ditunjukkan pa-

4,5
da tabel 2.3.

Tabel 2.3.

Fraksi Oksigen (O2) (FiO2) pada

Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah dan Arus Tinggi

Aliran Oksigen (O2) 100% Fraksi Oksigen (O2) (FiO2)

Sistem Arus Rendah

Nasal Kanul

1 Liter/ menit 24

2 Liter/ menit 28

3 Liter/ menit 32

4 Liter/ menit 36

5 Liter/ menit 40

6 Liter/ menit 44

Transtrakeal

0,5-4 Liter/ menit 24-40

Sungkup Oksigen (O2)

5-6 Liter/ menit 40

6-7 Liter/ menit 50

7-8 Liter/ menit 60

Sungkup dengan Reservoir

6 Liter/ menit 60

7 Liter/ menit 70

8 Liter/ menit 80

9 Liter/ menit 90

10 Liter/ menit > 99

Nonrebreathing

4-10 Liter/ menit 60-100


Sistem Arus Tinggi

Sungkup Venturi

3 Liter/ menit 24

6 Liter/ menit 28

9 Liter/ menit 40

12 Liter/ menit 40

15 Liter/ menit 50

20. Macam-macam alat suplementasi oksigen?

Cara Pemberian Aliran Oksigen Konsentrasi


(Liter / menit) (% FiO2)
Nasal Kateter / Kanul 1 21-24
2 25-28
3 29-32
4 33-36
5 37-40
6 41-44
Masker Sederhana 5-6 40
6-7 50
7-8 60
Masker dengan Kantong Simpan 6 60
7 70
8 80
9 90
10-15 95-100
Masker Venturi 4-8 24-35
10-12 40-50
Head box 8-10 40
Ventilator mekanik Bervariasi 21-100

Nilai Pulse Oxymetri Arti Klinis Pilihan suplementasi O2


95-100% Dalam batas normal Kanul binasal
90-95% Hipoksia ringan sampai sedang Sungkup muka sederhana
85=90% Hipoksia sedang sampai berat Sungkup muka dengan reservoir O2 atau
ventilasi dibantu
<85% Hipoksia berat yang mengancam jiwa Ventilasi dibantu
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th edition
Buku Panduan Advanced Cardiac Life Support, PERKI 2010

Pemberian oksigen dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen
umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah. Bentuk dari face mask bermacam-macam.
Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali. Macam
Bentuk Masker :
 Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit. 
 Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang
terus mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup
dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. Indikasi : kadar tekanan CO 2 yang rendah.
 Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada
prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan
tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat
ekspirasi. Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2  yang tinggi.
Tujuan 
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul.
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6 liter/menit dengan konsentrasi 40 - 60%.

Indikasi :
Flow rate: 1-6 L/menit
Konsentrasi  O2 : 20-45%
Keuntungan :
     Pasien dapat makan dan bicara tanpa melepas canula
      Nyaman untuk semua usia
Kerugian :
     Mudah terlepas / salah posisi
     Flow rate > 6L/menit tidak dapat diberikan, karena dapat menimbulkan rasa tidak nyaman

Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi
kembali. (Aryani, 2009:54)
Macam Bentuk Masker :
Simple face mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit. 

Rebreathing mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus
mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup
dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian
tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)


Non rebreathing mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan
1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah,
2010:37)
21. Mengapa pasien dilakukan pemasangan pulse oksimetri dan jelaskan derajat hipoksia?

Pulse Oximeter digunakan untuk mengecek kadar oksigen dalam darah. Informasi ini sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai situasi
dan kondisi. Antara lain :

 Pada saat atau setelah operasi atau prosedur yang menggunakan obat penenang
 Untuk mengecek seberapa kinerja obat pada pengobatan paru-paru
 Untuk mengecek kemampuan seseorang ketika mengatasi peningkatan tingkat aktivitas
 Untuk mengecek apakah ventilator medis untuk membantu pernafasan atau untuk mengecek kinerjanya
 Untuk mengecek apakah seseorang memiliki saat-saat pernafasan berhenti pada saat tidur (sleep apnea)

Pulse Oximeter juga dapat digunakan untuk mengecek kesehatan seseorang atas kondisi kesehatan yang berkaitan dengan tingkatan oxigen
dalam darah seperti :

 Serangan Jantung (Heart Attack)


 Gagal Jantung (Heart Failure)
 Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
 Anemia
 Kanker Paru-paru (Lung Cancer)
 Asma (Asthma)
 Pneumonia
Nilai Pulse Oxymetri Arti Klinis Pilihan suplementasi O2
95-100% Dalam batas normal Kanul binasal
90-95% Hipoksia ringan sampai sedang Sungkup muka sederhana
85=90% Hipoksia sedang sampai berat Sungkup muka dengan reservoir O2 atau
ventilasi dibantu
<85% Hipoksia berat yang mengancam jiwa Ventilasi dibantu

Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th edition
Buku Panduan Advanced Cardiac Life Support, PERKI 2010

Anda mungkin juga menyukai