Anda di halaman 1dari 43

AIRWAY BREATHING CIRCULATION MANAGEMENT

I. AIRWAY MANAGEMENT
( PENGELOLAAN JALAN NAFAS )
TUJUAN :
Membebaskan jalan nafas untuk menjamian pertukaran udara secara normal. Setelah melakukan
tindakan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan :
A.

Membebaskan Sumbatan Jalan Nafas Tanpa Alat

1.

Buka Jalan Napas

Satu hal yang penting diperlukan untuk keberhasilan resusitasi secepatnya adalah membuka jalan
nafas. Pada penderita tidak sadar tonus otot otot menghilang, sering terjadi obstruksi dari faring
dan larinks oleh pangkal lidah dan jaringan lunak dari faring .Lidah paling sering menyebabkan
obstruksi jalan nafas pada penderita tidak sadar. Baik lidah maupun epiglottis juga dapat
menyebabkan obstruksi jika terjadi tekanan negatif.
Dalam jalan nafas yang disebabkan usaha inspirasi sehingga menyebabkan suatu mekanisme
seperti katup yang menutup jalan masuk ke trachea. Lidah melekat pada rahang bawah, maka
dengan menggerakkan rahang bawah kemuka dan menarik lidah kedepan akan membuka jalan

nafas. Tetapi pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya di lakukan Jawthrust dengan hati-hati, dan mencegah gerakan leher.
Penolong menggunakan head tilt, chin lift, manuver head tilt - chin lift dan Jaw thrust manuover.
a. Head tilt (extensi kepala )

Di lakukan bila jalan napas tertutup oleh lidah pasien


Untuk melakukan : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah, sehingga
kepala menjadi tengadah dan penyangga lidah tegang akhirnya lidah terangkat ke depan.

Perhatian : cara ini sebaiknya tidak di lakukan pada dugaan


adanya patah tulang leher

b. Chin lift ( angkat dagu )

Di lakukan dengan maksut mengangkat otot pangkal lidah ke depan


Untuk melakukannya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien,
kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan.

2 3 Jari tangan menahan tulang mandibula


c. Manuver Head -Tilt / Chin Lift (Extensi Kepala / Angkat Dagu).

Untuk melakukannya :
1.)

Letakkan telapak tangan pada dahi korban, tekan ke belakang untuk mengekstensikan
kepala.

2.) Letakkan jari tangan lain di bawah tulang dagu.

3.) Angkat dagu ke depan dan sangga rahang, membantu untuk mengekstensikan.

Perhatikan :

Jari tidak boleh menekan terlalu dalam pada jaringan lunak di bawah dagu, karena dapat
menutupi jalan nafas.

Ibu jari tidak digunakan untuk mengangkat dagu.

Mulut jangan ditutup

Jika pernafasan mulut ke hidung diperlukan, tangan diatas dagu dapat digunakan untuk
menutup mulut supaya pernafasan mulut ke hidung lebih efektif.

d. Jaw Thrust Maneuver (Manuver Mendorong Mandi bula kedepan).

Teknik ini direkomendasikan sebagai alternatif untuk membuka jalan nafas.


1.)

Pegang sudut rahang bawah korban dan angkat dengan kedua tangan, satu tangan tiap
sisi, mendorong mandibula ke depan sambil ekstensikan kepala ke belakang

2.) Bila bibir tertutup, buka bibir bawah dengan ibu jari.

3.)

Bila pernafasan mulut ke mulut diperlukan, tutup lubang hidung dengan meletakkan
pipi menutup hidung.

Teknik ini efektif dalam membuka jalan nafas, tetapi melelahkan dan teknik ini sulit.
Teknik jaw thrust tanpa ekstensi kepala lebih aman untuk membuka jalan nafas pada penderita
dengan kecurigaan cedera leher sebab biasanya dapat berhasil tanpa mengekstensikan kepala.
Kepala harus dengan hati hati disangga tanpa mengekstensikan ke belakang atau memutarnya
dari sisi yang satu ke sisi yang lain. Jika jaw thrust tidak berhasil, kepala harus diekstensikan
ke belakang sedikit

2.

Membersihkan jalan napas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus di bersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat di bersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang di lapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat di korek dengan
menggunakan jari telunjuk yang di bengkokkan dengan tehnik finger sweep. Mulut dapat
di buka dengan tehnik Cross Finger, di mana ibu jari di letakkan berlawanan dengan jari
telunjuk pada mulut korban.
Cara melakukannya

Miringkan kepala pasien ( kecuali pada dugaan fraktur tulang leher ( kemudian buka
mulut dengan Jaw-thrust dan tekan bahu ke bawah. Bila otot rahang lemas

( emaresi manouvre )

Gunakan dua jari ( jari telunjuk dan jari tengah ) yang bersih atau di bungkus dengan
sarung tangan / kassa untuk membersihkan mengorek / mengait semua benda asing dalam
rongga mulut.

Tehnik Cross Finger


3.

Tehnik finger sweep

Mengatasi Sumbatan Napas Parsial ( Heimlich Manouvre )

Dapat digunakan tehnik manual thrust

a. Abdominal thrust

b. Chest thrust

c. Back blow

Keterangan :
a. Abdominal thrust

Untuk penderita sadar dengan sumbatan jalan napas parsial boleh di lakukan tindakan
abdominal thrust ( pada pasien dewasa ). Bantu / tahan penderita tetap berdiri / condong
kedepan dengan merangkul dari belakang :
1.

Lakukan hentakan mendadak dan keras pada titik silang garis antar tulang belikat dan garis
punggung tulang belakang ( BACK BLOW )

Pasien Tersedak dilakukan Back blow


2.

Rangkul korban dari belakang dengan kedua lengan dengan menggunakan kepalan kedua
tangan, hentakan mendadak pada ulu hati ( Abdominal thrust ). Ulangi hingga jalan napas
bebas / hentikan bila korban jatuh tudak sadar, ulangi tindakan tersebut pada penderita
terlentang

3. Segera panggil bantuan

Heimlich Manuvre AbdominalThrust pada posisi berdiri


Penderita tidak sadar :
1. Tidurkan penderita terlentang

2. Lakukan back blow dan chest thrust

3. Tarik lidah dan dorong rahang bawah untuk melihat benda asing

Bila terlihat, ambil dengan jari-jari

Bila tak terlihat, jangan coba-coba di kait dengan jari

4. Usahakan memberikan napas ( menghembuskan udara )

5. Bila jalan napas tetap tersumbat, ulangi langkah tersebut di atas

6. Segera panggil bantuan setelah pertolongan pertama di lakukan selama satu mmenit.

Heimlich Manuvre AbdominalThrust pada korban tidak sadar


b. Back blow (untuk bayi )
Penderita sadar:
1. Bila penderita dapat batuk keras, observasi ketat
2. Bila napas tidak efektif / berhenti, lakukan Back blow 5 kali ( hentakan keras mendadak
pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/
vertebra)

Lima kali hentakan pada punggung dua jari tangan membuka mulut bayi
c. Chest thrust
Untuk bayi anak, anak, orang gemuk, dan wanita hamil
Penderita sadar :
Penderita anak lebih dari satu tahun , lakukan chest thrust 5 kali ( tekan tulang dada dengan
kedua dan ketiga kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antar puting susu )

Chest thrust
Penderita tidak sadar :

Tidurkan terlentang

Lakukan chest thrust

Tarik lidah dan lihat adakah benda asing

Berikan pernapasan buatan

Bila jalan napas tersumbat di bagian bawah, lanjutkan dengan krikotirotomi jarum (lihat
lampiran )

B.

Membebaskan jalan napas dengan alat

Cara ini di lakukan bila pembebasan jalan napas tanpa alat tidak berhasil
1. Pemasangan pipa (tube )

Di pasang jalan napas buatan ( pipa orofaring, pipa nasofaring). Bila dengan
pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik, dilakukan pemasangan
pipa endotrachea.

Pemasangan pipa endotrachea akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari
aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan

a. pemasangan pipa orofaring


Penggunaan pipa orofaring : yang di gunakan untuk mempertahankan jalan napas tetap
terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh kebelakang yang dapat menutup jalan
napas terutama untuk pasien-pasien tidak sadar
Cara :
1.Buka mulut pasien ( chin lift / gunakan ibu jari dan telunjuk )
2.Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya
Bersihkan dan basahi agar licin

Arahkan lengkungan menghadap kelangit-langit (ke palatal)

Masuk separuh, putar lengkungan mengarah kebawahn lidah

Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat

3.Yakinkan lidah sudah tertopang pipa orofaring. Lalu, lihat, dengar, dan raba
napasnya

Jangan dipasang jika reflex muntah / menelan masih (+)

Pasang Pipa Orofaring


b. Tehnik pemasangan pipa nasofaring
1. Nilai lubang hidung, septum nasi, ukuran

2. Pakai sarung tangan

3. Beri jelli pada pipa dan kalau perlu tetesi lubang hidung dengan vasokonstriktor

4.

Hati-hati dengan kelengkungan tube yang menghadap ke arah depan, ujungnya kearah
septum atau ujungnya di arahkan kearah telinga

5. Dorang pelan-pelan hingga seluruhnya masuk, lalu pasang plester (klau perlu)

Tidak merangsang muntah, hati-hati pasien dengan fraktur basis crani untuk dewasa 7
mm atau jari kelingking kanan
c. Tehnik pemasangan pipa Endotrahceal untuk intubasi
Peralatan :
1. Pipa oro/nasofaring

2. Suctioan / alat pengisap

3. Canula dan masker oksigen

4. Ambu bag

5. Pipa endotracheal dan stylet

6. Pelumas ( jelli )

7. Forcep magill

8. Laringoscope ( handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa baterai )

9. Obat-obatan sedatif I.V

10. Sarung tangan

11. Plester dan gunting

12. Bantal kecil tebal 10 cm ( bila tersedia )

TINDAKAN :
Intubasi Endotrakheal

1.

Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan jalan napas
terbuka (hati-hati pada cedera leher)

2.

Siapkan endotracheal tube( ETT), periksa balon (cuff), siapkan stylet, beri pelumas (jelli),
xyllocain spray.

3. Siapkan laringoskop ( pasang blade pada handle sesuai ukuran), lampu harus menyala terang

4.

Pasang laringoskop dengan tangan kiri , masukan ujung blade ke sisi kanan mulut pasien,
geser lidah pasien ke kiri ( angkat handle bukan di ungkit )

5. Tekan tulang rawan krikoit (diharapkan placa vocalis terbuka / selick )

6. Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cedera gigi, gusi, bibir )

7. Lihat adanya pita suara. Bila perlu isap lender / cairan lebih dahulu.

8. Keluarkan stylet dan larngoskop secara hati-hati

9. Kembangkan balon (cuff) ETT

10. Pasang pipa orofaring (mayo/guedel tube)

11.

Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara pernapasan periksa paru
kanan-kiri atau udara yang di tiupkan). Hubungkan dengan pipa oksigen

12. Amankan posisi (fiksasi) ETT dengan plester.

INTUBASI ENDOTRACHEA
2. Pengisapan benda cair ( suctioning )

Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair, maka dilakukan penghisapan /
suctioning.
Pengisapan digunakan dengan alat bantu pengisap ( pengisap manual, portable, pengisap
dengan sumber listrik). Membersihkan jalan napas :
Membersihkan benda asing cair dalam jalan napas menggunakan alat pengisap

( suction )
Gunakan alat pengisap (suction) terutama pada sumbatan benda cair

Masukkan kanula pengisap tidak boleh lebih dari lima sampai sepuluh detik

Bila terdapat sumbatan karena benda asing cair, maka sebaiknya pengisapan di gunakan
dengan alat bantu pengisap ( terdapat pengisap manual portable dan pengisap listrik dengan
sumber portable atau sumber listrik yang ada )

Cara :
Pengisap di hubungkan dengan pipa kecil ( dapat di gunakan NGT atau pipa lainnya )
yang bersih. Gunakan sarung tangan bila memungkinkan, buka mulut pasien bila perlu
tengadahkan kepala agar jalan napas terbuka. Lakukan pengisapan ( tidak boleh dari 5 10 detik ), kemudian cuci pipa pengisap dengan memasukkannya pada air bersih atau
cairan infus untuk membilas, ulangi lagi bila di perlukan
3. Membersihkan benda asing padat dalam jalan napas

Bila pasien tidak sadar dan terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang tak
mungkin di lakukan dengan sapuan jari, maka di gunakan alat bantu berupa: laringoskop,
alat pengisap (suction), alat penjepit ( forcep)
4. Membuka Jalan napas dengan krikotirotomi

Dapat dilakukan dua jenis krikotirotomi :


a. Krikotirotomi dengan pembedahan ( dengan pisau )

. Untuk petugas medis yang terlatih dan terampil dapat melakukan krikotirotomi dengan
pisau.
Alat :

Sarung tangan, pisau / skapel no. 1, no. 20

Obat anti septik / desinfektan

Obat anestesi lokal

Kassa

Kanula trakheostomi no. 5-7

Baju steril, masker

Gunting

Caranya :
1. Jelaskan pada penderita bila pasien masih sadar ( Inform Consent )

2. Pilih ukuran kanula trakheostomi yang sesuai

3. Atur posisi pasien :

Netral pasang penyangga leher ( collar splint) pada pasien dengan tanpa cedera
leher

Ekstensi pada kasus tanpa cedera leher

4. Pakai baju, masker, kaca mata, sarung tangan

5. Desenfeksi leher, tutp leher dengan kain steril berlubang

6. Berikan anestesi lokal

7.

Tentukan letak membran krikoid. Insisi pada membran 2-3 cm menembus sampai rongga
trachea dengan sudut30-40 derajat ke bawah untuk menghindari cedera pita suara

8.

Perlebar dengan pangkal scapel putar tegak lurus atau pergunakan klem atau speculum
( dilatator ).

9. Pasang kanula tracheostomi / kembangkan balon ( cuff)

10. Berikan ventilasi dengan 100% O2

11. Cek segera potensi jalan napas

12. Pasang pengikat kanula

13. Cek foto X-ray ( bila fasilitas memungkinkan ).

b. Krikotirotomi dengan jarum

Cara ini di pilih bila kasus pemasangan pipa endotrachea tidak mungkin dilakukan, di
pilih tindakan krikotirotomi dengan jarum

II. BREATHING MANAGEMENT


( PENGELOLAAN FUNGSI PERNAFASAN )
Tujuan :
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.
Penilaian : Tentukan bernafas atau tidak
Untuk menilai apakah ada nafas spontan atau tidak : Look Listen Feel.

Dekatkan telinga anda diatas mulut dan hidung korban sambil terus mempertahankan
terbukanya jalan nafas

Perhatikan dada pasien sambil :

- Melihat turun naiknya dada

- Mendengarkan udara yang keluar saat ekspirasi.

- Merasakan aliran darah.

Jika gerakan turun naiknya dada tidak didapatkan dan aliran udara keluar waktu ekspirasi
tidak ada, maka pasien dipastikan mengalami gagal nafas. Evaluasi ini sebaiknya dilakukan
dalam waktu 3 5 detik. Perlu diperhatikan bahwa meskipun pasien tampak berusaha bernafas
tetapi saat itu jalan nafas masih tertutup maka pembebasan jalan nafas perlu dilakukan.
Cara Memeriksa Tanda Tanda Gangguan Pernafasan
1. Look ( Lihat ) :

Ada tidak pernafasan, status mental, warna,

Distensi vena leher, jejas thorak

Bila ada nafas, hitung frekwensi pernafasan & Keteraturannya besar kecil volume /
pengembangan

Dada / Simetris ?Adakah gerak cuping hidung,

Tegangnya otot-otot bantu nafas serta tarikan / napas dengan cuping hidung

Cekungan antar iga ?

2. Listen ( Dengar ) :

Keluhan dan suara pernafasan, adakah stridor, wheezing, ronchi, gurgling, choking.

3. Feel ( Raba ) :

Adakah hawa ekshalasi dari lubang hidung/mulut/trakheostomi atau

pipa endotrakheal

Adakah empisema subkutis

Adakah krepitasi / nyeri tekan pada thorak

Adakah deviasi trakhea

Pelaksanaan Pernafasan Buatan


Tindakan :
1. Tanpa alat

Teknik mulut ke mulut (mouth to mouth) ini adalah teknik yang cepat dan efektif untuk
memberikan oksigen pada seorang korban
a. Mulut ke mulut :

Pasien terlentang

Bebaskan jalan nafasnya

Buka mulut penolong lebar-lebar, tarik nafas dalam-dalam

Katupkan mulutke mulut pasien, tutup hidung pasien, tiupkan hawake mulut pasien.

Perhatikan dada pasien mengembang.

Bila pasien hanya perlu nafas buatan saja, lakukan nafas buatan

tersebut dengan frekwensi 10 20 x / menit.


b. Mulut ke hidung :

Pada saat meniupkan hawa ke lubang hidung tutup mulut pasien rapat rapat

2. Dengan Menggunakan Alat

Memberikan pernafasan buatan dengan alat ambu bag (self inflating bag). Pada alat
tersebut dapat pula ditambahkan oksigen.
Pernapasan buatan dapat pula di berikan dengan menggunakan ventilator mekanik
( ventilator/ respirator).
a. Mulut ke sungkup :

Hembuskan udara ekshalasi penolong melalui sungkup yang cocok menutup lubang hidung
dan mulut pasien memberikan konsentrasi O2, 16%
b. Menggunakan bag valve mask ( BVM )

Hanya digunakan untuk membantu atau membuatkan pernafasan artinya oksigen berada
dalam balonnya harus ditekan akan, masuk ke paru-paru pasien
Cek BVM lengkap, ada sungkup yang sesuai :
Katup pengatur kelebihan tekanan

Balon tidak bocor

Katup masuk oksigen atau udara yang umumnya berada dibagian belakang balon

Pipa atau balon cadangan oksigen yang dihubungkan dibelakang

balon ambu bag

3. Menggunakan jackson rees

Perlu oksigen flow 10 L / menit memberikan konsentrasi O2 100%. Bila ada perlengkapan
yang mendukung boleh digunakan ventilator

Terapi Oksigen
Definisi :
Pemberian tambahan oksigen pada pasien agar kebutuhan oksigennya. (Untuk kehidupan sel
sel yang mempertanggungjawabkan sempurnanya fungsi organ) dapat terpenuhi
.
Terapi oksigen adalah : Suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada
inspirasi, yang dapat d lakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi ( FiO2 )

2. Meningkatkan tekanan oksigen ( hiperbarik )

Secara umum indikasi terapi oksigen adalah :


1. Mencegah terjadinya hipoksia

2. Terapi terhadap hipoksia

Kondisi yang memerlukan oksigen antara lain :

- Sumbatan jalan nafas

- Distres nafas

- Henti nafas

- Hiperthermia

- Henti Jantung

- Shock

- Nyeri Dada

- Stroke (CVA)

- Trauma Thorax

- Keracunan gas, asap, CO

- Tenggelam

- Pasien Tidak Sadar

- Hypoventilasi (<>

Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang diberikan.
Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang diperlukan.

KONSENTRASI
JENIS ALAT
OKSIGEN

ALIRAN
OKSIGEN

Nasal prong - nasal kateter

24% - 40%

2 4 LPM

Simple Mask / masker sederhana

40% - 60%

6 8 LPM

Masker dengan reservoir Rebreathing

40% - 80%

6 10 LPM

Masker dengan reservoir Non -

40% - 90%

10 15 LPM

24% - 60%

4 10 LPM

100 %

10 LPM

Rebreathing ( ada valve nya )


Sistem Venturi
Jackson rees
( 21- 100% )
Respirator
Bag. Valve Mask :
Tanpa Oksigen
Dengan Oksigen
Dengan Resevoir
PERHATIAN :
Pemberian oksigen atas indikasi tepat.

21% (Udara)

8 10 LPM

40% - 60%

8 10 LPM

100%

Awas pasien muntah, siapkan penghisap

Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)

CATATAN :
Oksigen menyebabkan mukosa kering

Pergunakan humidifier pada pemberian O2 > 30 menit

Terangkan pada pasien apa yang diterapkan

Efek samping terapi oksigen


A. Langsung :

1. Keracunan oksigen, penggunakan oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu lama, tidak berati
tidak boleh menggunakan konsentrasi oksigen 100%, kalau memang masih di perlukan.
Setelah hipoksia teratasi secara bertahap konsentrasi oksigen harus di turunkan serendah
mungkin selama saturasi > 96 %.
2. C02 narkosis, pada pasien COPD, yang mengalami hipoksia, bila di berikan oksigen
konsentrasi tinggi akan kehilangan rangsangan untuk bernapas, sehingga terjadi
penumpukan C02, pada batas tertentu pasien menjadi tak sadar.
3. Atelektasis, di karenakan masuknya ETT sebelah

4. Retrolenthal fibroplasis, kebutaan, terutama pada bayi premature yang di berikan oksigen
konsentrasi tinggi dalam waktu lama.

5. Gangguan neurologis

6. Gangguan gerakan cilia dan selaput lendir ( mukus blanket )

B. Tak langsung :

1. Nosokomial infeksi

2. Mucus plug

3. Kembung

4. Barotrauma

5. meledak

Venturi

4 L / 24%
4-6 L / 28% 8-10 / 40%
6-8 L / 35% 12 L / 60%
Bila ada alat-alat pemeriksaan tambahan :
Pulse oximeter untuk SaO2

Capnograph untuk deteksi CO2 ( End tidal CO2)

Pemeriksaan gas darah untuk PH, PaO2, PaCO2 dan BE

Foto thorak untuk kondisi jalan nafas, paru, rongga pleura, sinus prenicocostalis,
diafragma, tulang dinding dada, jantung, mediastinum

Kesimpulan kondisi Fungsi pernapasan :

Fungsi pernafasan ada dan adekuat lakukan monitoring ketat, jaga jangan sampai
mengalami gangguan.

Fungsi pernafasan ada namun tidak adekuat , penderita masih bernafas maka pengelolaan
dapat berupa bantuan oksigenasi menggunakan alat alat bantu untuk terapi oksigen.
Fungsi pernafasan berhenti :

Tambah oksigen, nafas spontan, dibantu

Tambah oksigen, tidak bernafas, dikendalikan

CIRCULATION
(PENGELOLAAN SIRKULASI)
Tujuan :
Mengembalikan fungsi sirkulasi darah
Diagnosa :
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama bila terjadi henti jantung dan shock.

Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam 10 15
detik.
Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung (primer) dan kelainan jantung di luar
jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi.

Diagnosis shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi
radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada ekstremitas mungkin teraba dingin,
basah dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik).

TINDAKAN :
1. Pada henti jantung lakukan pijat jantung luar minimal 100 kali/menit.

2.

Pada pasien shock, letakkan pasien dalam posisi shock yaitu mengangkat kedua tungkai
lebih tinggi dari jantung.
-

Bila pasien shock karena perdarhan, lakukan penghentian sumber perdarahan yang
tampak dari luar dengan melakukan penekanan, diatas sumber perdarahan kemudian
dilakukan pemasangan jalur intra vena (iv access). Dan pemberian cairan infus kristaloid
berupa ringer lactat atau larutan garam faali (NaCl 0,9 %).

Pada pasien dewasa pemasangan jalur intra vena dilakukan dengan pilihan menggunakan
jarum besar (>16 G) di daerah lengan atas ante cubiti (lokasi lebih proximal).
Sebaiknya dipasang 2 jalur intra vena bila terdapat perdarahan masif.

Catatan :
-

Pada pasien pasien trauma dengan fraktur tulang extremitas, maka pemasangan jalur
intra vena tak dilakukan pada bagian distal trauma tersebut.

- Bagi petugas medis terlatih dan terampil dapat dilakukan pemasangan jalur intravena pada
vena subclavia / vena jugularis untuk itu harus diketahui komplikasinya.
-

Pada pasien anak dengan kesulitan melakukan pemasangan jalur intravena dapat
dilakukan segara pemasangan jalur intraosseus pada tuberositas tibia.( di RS soebandi
belum di lakukan )

a. Karakteristik dari jenis jenis shock.


b. Pada shock hipovolemik terutama karena perdarahan (terdapat klasifikasi berat
ringannya) dan karena dehidrasi (muntah, diare).

JENIS JENIS SHOCK


1. Shock Hipovolemik

Penyebab :
- Muntah, diare yang sering (frekuensi).

- Dehidrasi karena berbagai sebab.

- Luka bakar grade II III yang luas.

- Trauma dengan perdarahan.

- Perdarahan masif karena sebab lain.

Diagnosa :
- Perubahan pada perfusi exstremitas : dingin, basah dan pucat.

- Takikardia.

- Pada keadaan lanjut :

Takipnue.

Penurunan tekanan darah.

Penurunan produksi urine.

Tampak pucat, lemah, apatis.

Tindakan :
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan kristaloid
(jumlah lebih dari yang hilang).
Catatan :
Untuk perdarahan dengan shock kelas III IV selain diberikan infus kristaloid sebaiknya
disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.

Klasifikasi shock dan cara-cara penanganan


a. Syok hipovolemik karena dehidrasi ( muntah, diare )

Klasifikasi
Dehidrasi ringan :
Kehilangan cairan
sekitar 5% BB
Dehidrasi sedang :
Kehilangan cairan
sekitar 8% BB

Dehidrasi Berat :
Kehilangan
>10% BB

cairan

Penemuan Klinis

Pengelolahan

Selaput lender kering, nadi Penggantian Volume cairan


normal atau nadi sedikit yang hilang dengan cairan
kristaloid ( NaCl 0,9% atau
tubuh meningkat
RL )
Selaput
lender
kering,
status
tubuh tampak lesu, nadi
tekanan
darah
menurun, oligoria.

sangat
mental
cepat,
mulai

Penggantian volume cairan


yang hilang dengan cairan
kristaloid ( NaCl 0,9% atau
RL )

Selaput lender pecah-pecah, Penggantian volume cairan


pasien mungkin tidak sadar, yang hilang dengan cairan
tubuh tekanan darah turun, anuria kristaloid ( NaCl 0,9% atau
RL )

b. Syok hipovolemik karena perdarahan


Prinsip : Penggantian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan oksigenasi jaringan
. Trauma status ( menurut advanced Trauma Live Support )

Klasifikasi
Kelas I :
Kehilangan volume darah
<>

Penemuan Klinis

Pengelolahan

Hanya takhikardi minimal Tak perlu


<100>
volume

penggantian

Kelas II :

Takhikardia ( 100 120 X /


menit ), Takipnea ( 20-30
Kehilangan volume darah X/ menit ), penurunan pulse
pressure,
penurunan
15-30% EBV
produksi urine ( 20 30
cc/jam ).

Penggantian volume darah


yang hilang dengan cairan
kritaloid ( sejumlah 3 kali
volume darah yang hilang )

Kelas III :

Takikardia ( > 120 X / Penggantian volume darah


menit),
yang hilang dengan cairan
kristaloid dan darah
Kehilangan volume darah
30 - .40% EBV
takipnea (30 - 40X/menit),
perubahan status mental
(confused),
penurunan
produksi
urine
(5-15
cc/jam)
Kelas IV :

Takikardia ( > 140 X / Penggantian volume darah


menit),
yang hilang dengan cairan
kristaloid dan darah.
Kehilangan darah > 40%
EBV
takipnea (30 - 40X/menit),
perfusi pucat, dingin, basah. Estimated Blood Volume
perubahan status mental EBV=70 cc/kg.BB
(confused, dan lethargic),
bila kehilangan volume
>50% pasien tidak sadar,
tekanan
sistolik
sama
dengan diastolic, produksi
urine minimal atau tidak
keluar.
Catatan :
a. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respons minimal kemungkinan
adanya sumber perdrahan aktif harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golomgam
darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang
tampak ( misalnya pada ekstremitas ).
b.

Pemasangan monitor CVP di anjurkan ( bila memungkinkan , mampu melakukan ) pada


perdarahan hebat.

c.

Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (whole blood) atau komponen darah
(packed red cell), yang harus diingat jangan berikan transfusi darah yang dingin karena akan
memperburuk keadaan (hipotermi), bahkan bila mungkin untuk mencegah hipotermi berikan
kristaloid yang dihangatkan. Dan pada penggantian darah ini tidak diperlukan penambahan
kalsium (penambahan kalsium akan membahayakan)

2. Shock Kardiogenik

Penyebab :
Dapat terjadi pada keadaan keadaan antara lain :
- Kontusio jantung.

- Tamponade jantung.

- Tension pneumothoraks.

Diagnosa :
- Hipotensi disertai gangguan irama jantung.

- Mungkin terdapat peninggihan tekanan vena jugularis (JVP).

- Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi jantung menjauh /
redup), pada tension pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea).
Tindakan :
-

Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid (hati hatia dengtan jumlah
cairan).

- Pada aritmia mungkin diperlukan obat obat inotropik.

- Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.

- Pemasangan jarum torakostomi pada ICS II untuk mengurangi udara dalam rongga pleura.

Catatan :
Pada pembagian jenis shock ada pula yang membagi bahwa shosk kardiogenik hanya karena
gangguan pada fungsi myokard (misal : karena kontusio jantung) sedangkan tamponade
jantung dan tension pneumothoraks dikelompokkan dalam shock obstruktif (shock karena
obstruksi mekanik).
3. Shock Septik

Penyebab :
Karena proses infeksi berlanjut.
Diagnosa :
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.

b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.

Tindakan :
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 100 mmHg (Mean Arterial Presssure 60 mmHg).
- Tindakan awal.

Infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik, membuang sumber infeksi (pembedahan).


- Tindakan lanjut.

Penggunaan cairan koloidlebih baik dengan diberikan vasopresor (Dopamine atai


kombinasi dengan Noradrenalin).
4. Shock Anafilaktik

Penyebab :
- Reaksi anafilaktik berat.

Diagnosa :
-

Tanda tanda shock (penurunan tekanan darah yang tiba tiba) dengan riwayat adanya
alergi (makanan atau hal hal lain) atau setelah pemberian obat obatan.

Tindakan :
- Resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan.

Catatan :
Tak semua kasus hipotensi adalah tanda tanda shock.
Tetapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan
tanda hipotensi.
TERAPI CAIRAN
Pada saat resusitasi sering diperlukan terapi cairan. Pemilihan jenis cairan dapat dilakukan bila
diketahui isi cairan yang digunakan.

Untuk kasus kasus gawat darurat dapat dipilih :


1. Cairan kristaloid (Ringer Laktat, NaCl 0,9 %).

a.

Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama kehilangan cairan
intertital.

b.

Harganya murah, tak memberikan reaksi anafilaktik tetapi tidak dapat bertahan lama di
intravaskuler.

c. Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru dan edema perifer.

2. Cairan koloid (darah, albumin, fresh frozen plasma, dextran, HES, Hemacel, dll).

a. Cairan ini baik untuk mengganti volume intravaskuler.


b. Harganya mahal, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik mempunyai molekul besar dan
menimbulkan tekanan onkotik.
c. Pemberian berlebih juga dapat menyebabkan edema paru tetapi tak akan menyebabkan
edema perifer.

Anda mungkin juga menyukai