TUJUAN :
Mempertahankan dan membebaskan jalan nafas tetap paten untuk menjamian
oksigenasi ke otak dan jaringan tubuh lainnya.
A. Membebaskan Sumbatan Jalan Nafas Tanpa Alat
1
Tehniknya: letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke
bawah, sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga lidah tegang
akhirnya lidah terangkat ke depan.
2
d. Jaw Thrust Maneuver (manuver mendorong mandi bula kedepan).
Tekniknya:
1) Pegang sudut rahang bawah korban dan angkat dengan kedua
tangan, satu tangan tiap sisi, mendorong mandibula ke depan
sambil ekstensikan kepala ke belakang
2) Bila bibir tertutup, buka bibir bawah dengan ibu jari.
3) Bila pernafasan mulut ke mulut diperlukan, tutup lubang hidung
dengan meletakkan pipi menutup hidung.
Teknik ini efektif dalam membuka jalan nafas, tetapi melelahkan dan
sulit. Teknik jaw thrust tanpa ekstensi kepala lebih aman untuk
membuka jalan nafas pada penderita dengan kecurigaan cedera leher
sebab biasanya dapat berhasil tanpa mengekstensikan kepala. Kepala
harus disangga dengan hati–hati tanpa mengekstensikan ke belakang
atau memutarnya dari sisi yang satu ke sisi yang lain. Jika jaw thrust
tidak berhasil, kepala harus diekstensikan ke belakang sedikit
3
Tehniknya:
a. Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher)
kemudian buka mulut dengan Jaw-thrust dan tekan bahu ke bawah.
b. Gunakan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau di
bungkus dengan sarung tangan/ kassa untuk membersihkan
mengorek/ mengait semua benda asing dalam rongga mulut.
4
b. Condongkan penderita ke depan, kepalkan tangan penolong dan
letakkan di antara umbilikus dan iga.
c. Raih kepalan tangan tersebut dengan lengan yang lain, kemudian tarik
kedalam atau hentakan mendadak lima kali. Bila tindakan tersebut
gagal, lakukan kembali lima kali back blow dan lima kali abdominal
thrust berulang – ulang sampai sumbatan berhasil dikeluarkan atau
penderita tidak sadarkan diri.
Sumbatan Jalan Napas Karena Benda Asing Pada Bayi Dan Anak.
Umumnya benda asing yang menyebabkan sumbatan jalan nafas pada
anak adalah cair, kemudian di ikuti benda asing yang bersifat padat
seperti kancing, mainan, atau makanan padat. Tanda–tandanya adalah
menangis sambil diikuti reflek batuk untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Batuk merupakan refleks yang aman untuk mengeluarkan
benda asing pada anak dibandingkan maneuver apapun.
Tindakan Back blow untuk bayi dan anak, cara melakukannya yaitu.
a. Posisikan bayi atau anak dengan posisi kepala mengarah ke bawah
supaya gaya gravitasi dapat membantu pengeluaran benda asing.
5
b. Penolong yang berlutut atau duduk, dapat menopang bayi di
pangkuannya dengan lebih aman saat melakukan tindakan.
c. Pada bayi, topang kepala dengan menggunakan ibu jari tangan untuk
membuka mulut bayi. Jangan sampai menekan jaringan lunak di
bawah rahang, akan menyebabkan sumbatan jalan napas kembali.
Pada anak diatas 1 tahun kepala tidak perlu ditopang secara khusus.
d. Lakukan 5 hentakkan back blow dengan menggunakan telapak tangan
di tengah punggung.
e. Bila gagal, melakukan tindakan lanjutan yaitu: chest trus pada bayi
dan abdominal thrus pada anak usia diatas 1 tahun.
Back blow
Chest thrust
6
Tindakan Abdominal trust
a. Dilakukan pada anak berumur di atas satu tahun, dengan cara berdiri
atau berlutut dibelakang penderita, kemudian lingkarkan kedua lengan
pada bagian atas abdomen.
b. Condongkan penderita ke depan, kepalkan tangan penolong dan
letakkan di antara umbilikus dan xyphisternum
c. Raih kepalan tangan tersebut dengan lengan yang lain, kemudian tarik
kedalam atau hentakan mendadak lima kali. Bila tindakan tersebut
gagal, lakukan kembali lima kali back blow dan lima kali abdominal
thrust berulang–ulang sampai sumbatan berhasil dikeluarkan
d. Resiko trauma yang terjadi, setiap penderita yang telah dilakukan
abdominal trust harus diperiksa dokter.
7
Jangan dipasang jika reflex muntah / menelan masih (+)
8
Tidak merangsang muntah, hati-hati pasien dengan fraktur basis
cranii, untuk dewasa 7 mm atau jari kelingking kanan
Bila dengan pemasangan alat tersebut jalan napas belum bebas dengan
baik, dilakukan pemasangan pipa endotracheal. Pemasangan pipa
endotracheal akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari
aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan
9
Tehniknya:
Hubungkan pipa penghisap yang bersih dengan mesin penghisap
(suction). Gunakan sarung tangan untuk proteksi diri, buka mulut pasien
bila perlu tengadahkan kepala agar jalan napas terbuka. Lakukan
pengisapan (5-10 detik), kemudian cuci pipa pengisap dengan
memasukkannya pada air bersih atau cairan infus untuk membilas,
ulangi lagi bila di perlukan.
10
BREATHING MANAGEMENT
( PENGELOLAAN FUNGSI PERNAFASAN )
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki oksigenasi otak dan bagian tubuh lainnya
melalui ventilasi dan pemberian oksigen.
Jika gerakan turun naiknya dada tidak didapatkan dan aliran udara keluar
waktu ekspirasi tidak ada, maka pasien dipastikan mengalami gagal nafas.
Evaluasi ini sebaiknya dilakukan dalam waktu 3 – 5 detik. Perlu diperhatikan
bahwa meskipun pasien tampak berusaha bernafas tetapi saat itu jalan nafas
masih tertutup maka pembebasan jalan nafas perlu dilakukan.
11
a. Ada tidak pernafasan, status mental pasien, warna kulit.
Bila ada nafas, hitung frekwensi pernafasan & keteraturannya, ada
tidaknya pernapasan cuping hidung, tarikan otot bantu pernapasan.
b. Pergerakan dinding dada simetris/ tidak, bila asimetris pikirkan kelainan
intra thorakal atau flail chest.
c. Ada tidaknya jejas/ lacerasi thorak
2. Listen ( Dengar )
Auscultasi kedua paru. Sura napas yang berkurang atau menghilang pada 1
atau ke 2 paru, menunjukan kelainan intra thorakal. Suara napas yang
normal adalah vesikuler.
3. Feel ( Raba )
a. Adakah hawa ekshalasi dari lubang hidung/mulut/trakheostomi atau pipa
endotrakheal
b.Lakukan perkusi; normalnya sonor pada kedua lapang paru. Jika
hipersonor berarti ada pneumothorax, bila pekak ada darah (hemato
thorax).
c. Adakah empisema subkutis, krepitasi / nyeri tekan.
12
saat pemberian Bagging pastikan jalan napas bersih, tidak ada sumbatan,
kepala diposisikan hingga jalan napas terjaga, sungkupnnya harus
menutup sempurna tidak boleh ada kebocoran. Jika bagging diberikan
tidak tepat, maka paru-paru tidak bisa mengembang dengan baik.
c. Menggunakan jackson rees
Perlu oksigen flow ≥ 10 L / menit memberikan konsentrasi O2 100%. Bila
ada perlengkapan yang mendukung boleh digunakan ventilator
Terapi Oksigen
Merupakan pemberian tambahan oksigen pada pasien agar kebutuhan
oksigennya dapat terpenuhi. Definisi lain terapi oksigen merupakan suatu
tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dilakukan dengan cara meningkatkan kadar oksigen inspirasi (FiO2) dan
meningkatkan tekanan oksigen (hiperbarik). Secara umum indikasi terapi
oksigen adalah :
13
1. Mencegah terjadinya hipoksia
2. Terapi terhadap hipoksia
Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flow rate (liter permenit) yang
diberikan. Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen
yang diperlukan.
KONSENTRASI
JENIS ALAT ALIRAN OKSIGEN
OKSIGEN
Nasal prong - nasal kateter 24% - 40% 2 – 4 LPM
Simple Mask/ Masker sederhana 40% - 60% 6 – 8 LPM
Rebreathing
Masker dengan reservoir Non 40% - 90% 10 – 15 LPM
14
PERHATIAN :
1. Pemberian oksigen atas indikasi tepat.
2. Awas pasien muntah, siapkan penghisap
3. Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)
15
CATATAN :
1. Oksigen menyebabkan mukosa kering
2. Pergunakan humidifier pada pemberian O2 > 30 menit
3. Terangkan pada pasien tindakan yang dilakukan
B. Tak langsung :
1. Nosokomial infeksi
2. Mucus plug
3. Kembung
4. Barotrauma
5. Meledak
16
Kesimpulan kondisi Fungsi pernapasan :
1. Fungsi pernafasan ada dan adekuat lakukan monitoring ketat, jaga jangan
sampai mengalami gangguan.
2. Fungsi pernafasan ada namun tidak adekuat, penderita masih bernafas
maka pengelolaan dapat berupa bantuan oksigenasi dan ventilasi.
3. Fungsi pernafasan berhenti :
a. Tambah oksigen, nafas spontan, dibantu
b. Tambah oksigen, tidak bernafas, dikendalikan
CIRCULATION
(PENGELOLAAN SIRKULASI)
TUJUAN :
Mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama bila terjadi henti jantung
dan shock.
1. Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi dalam
10 detik. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung (primer)
dan kelainan jantung di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi.
2. Diagnosis shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada
ekstremitas (akral) teraba dingin, basah dan memanjangnya waktu pengisian
kapiler (capillary refill time > 2 detik).
TINDAKAN :
17
1. Pada henti jantung lakukan pijat jantung luar
2. Pada pasien shock, letakkan pasien dalam ”posisi shock” yaitu
mengangkat kedua tungkai lebih tinggi dari jantung.
a. Bila pasien shock karena perdarahan, lakukan penghentian sumber
perdarahan yang tampak dari luar dengan melakukan penekanan, diatas
sumber perdarahan kemudian dilakukan pemasangan jalur intra vena (IV
access). Dan pemberian cairan infus kristaloid berupa ringer lactat atau
larutan garam faali (NaCl 0,9 %).
b. Pada pasien dewasa pemasangan jalur intra vena dilakukan dengan
pilihan menggunakan jarum besar. Sebaiknya dipasang 2 jalur intra vena
bila terdapat perdarahan masif.
CATATAN :
1. Pada pasien trauma dengan fraktur tulang extremitas, maka pemasangan
jalur intra vena tak dilakukan pada bagian distal trauma tersebut.
2. Bagi petugas medis terlatih dan terampil dapat dilakukan pemasangan
jalur intravena pada vena subclavia/ vena jugularis untuk itu harus diketahui
komplikasinya.
3. Pada pasien anak dengan kesulitan melakukan pemasangan jalur
intravena dapat dilakukan segara pemasangan jalur intra osseus pada
tuberositas tibia.
4. Karakteristik dari jenis – jenis shock.
5. Pada shock hipovolemik terutama karena perdarahan (terdapat klasifikasi
berat – ringannya) dan karena dehidrasi (muntah, diare).
Diagnosa :
a. Perubahan pada perfusi exstremitas : dingin, basah dan pucat.
18
b. Takikardia.
c. Pada keadaan lanjut; takipnoe, penurunan tekanan darah, penurunan
produksi urine, tampak pucat, lemah, apatis.
Tindakan :
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan
kristaloid (jumlah lebih dari yang hilang).
Catatan :
Pada perdarahan dengan shock kelas III – IV selain diberikan infus kristaloid
sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan
dihentikan.
19
Kelas II : Takhikardia (100 – 120 X/ Penggantian volume
Kehilangan volume menit), Takipnea ( 20-30 darah yang hilang
darah 15-30% EBV X/ menit ), penurunan dengan cairan
pulse pressure, kritaloid ( sejumlah 3
penurunan produksi urine kali volume darah yang
( 20 – 30 cc/jam ). hilang )
Catatan :
a. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respons
minimal kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif harus
dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golomgam darah dan cross
matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang
tampak.
b. Pemasangan monitor CVP di anjurkan (bila memungkinkan, mampu
melakukan) pada perdarahan hebat.
c. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (whole blood) atau
komponen darah (packed red cell), yang harus diingat jangan berikan
transfusi darah yang dingin karena akan memperburuk keadaan
(hipotermi), bahkan bila mungkin untuk mencegah hipotermi berikan
kristaloid yang dihangatkan.
2.Shock Kardiogenik
Penyebab :
20
a. Kontusio jantung.
b. Tamponade jantung.
c. Tension pneumothoraks.
Diagnosa :
a. Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
b. Mungkin terdapat peningkatan tekanan vena jugularis (JVD).
c. Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi
jantung menjauh/ redup), pada tension pneumotoraks (hipersonor dan
pergeseran trakea).
Tindakan :
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid.
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropik.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.
d. Pemasangan jarum torakostomi pada ICS II untuk mengurangi udara
dalam rongga pleura.
Catatan :
Pada pembagian jenis shock ada pula yang membagi bahwa shock
kardiogenik hanya karena gangguan pada fungsi myocard (misal : karena
kontusio jantung) sedangkan tamponade jantung dan tension
pneumothoraks dikelompokkan dalam shock obstruktif (shock karena
obstruksi mekanik).
3. Shock Septik
Penyebab; karena proses infeksi berlanjut.
Diagnosa:
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
Tindakan :
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (MAP 60 mmHg).
21
a. Tindakan awal.
Infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik, membuang sumber infeksi
(pembedahan).
b. Tindakan lanjut.
Penggunaan cairan koloidlebih baik dengan diberikan vasopresor
(Dopamine atai kombinasi dengan Noradrenalin).
4. Shock Anafilaktik
Penyebab : Reaksi anafilaktik berat.
Diagnosa :
Tanda-tanda shock (penurunan tensi yang tiba – tiba) dengan riwayat adanya
alergi (makanan atau hal – hal lain) atau setelah pemberian obat – obatan.
Tindakan :
Resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan.
Catatan :
Tak semua kasus hipotensi adalah tanda – tanda shock. Tetapi denyut nadi
abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan
tanda hipotensi.
TERAPI CAIRAN
Pada saat resusitasi sering diperlukan terapi cairan. Pemilihan jenis cairan
dapat dilakukan bila diketahui isi cairan yang digunakan. Untuk kasus – kasus
gawat darurat dapat dipilih :
1. Cairan kristaloid (Ringer Laktat, NaCl 0,9 %).
a. Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume
terutama kehilangan cairan interstitial.
b. Harganya murah, tak memberikan reaksi anafilaktik tetapi tidak
dapat bertahan lama di intravaskuler.
c. Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru dan edema
perifer.
22
b. Harganya mahal, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik mempunyai
molekul besar dan menimbulkan tekanan onkotik.
c. Pemberian berlebihan juga dapat menyebabkan edema paru tetapi tak
akan menyebabkan edema perifer.
23