Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU THT-KL Makassar, September 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Otitis Media Efusi

DISUSUN OLEH:
PUTRI NADILA IRYANTI. S
111 2019 2113

PEMBIMBING:
dr. Rismayanti, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
melimpahkan rahmat, anugrah, dan karunianya sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan kasus ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Rismayanti,
Sp.THT-KL selaku pembimbing di bagian Ilmu Kesehatan telinga hidung
dan tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan ini saya masih kurang. Untuk itu
saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca agar kedepannya saya dapat memperbaiki dan
menyempurnakan tulisan saya. Saya berharap yang saya tulis ini berguna
bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber
informasi. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Makassar, September 2022

Penulis
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Putri Nadila Iryanti. S


NIM : 111 2019 2113
Judul : Otitis Media Efusi
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia.

Makassar, September 2022

Pembimbing

dr. Rismayanti, Sp.THT-KL


BAB I

Pendahuluan

Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu masalah serius

dengan pelayanan kesehatan di seluruh dunia, bukan hanya

mengakibatkan situasi menyulitkan bagi pasien dan kelurarganya tapi juga

merupakan beban ekonomi yang menekan system pelayanan kesehatan.

Di Indonesia masih jarang ditemukan kepustakaan yang melaporkan

angka kejadian penyakit ini, hal ini di sebabkan kerena belum ada

penelitian yang khusus mengenai penyakit ini, atau tidak terdeteksi karena

minimalnya keluhan pada anak yang menderita OME.

OME merupakan penyakit yang sering di derita oleh bayi dan anak-

anak. Diluar negeri, khususnya di Negara yang mempunyai 4 musim

penyakit ini di temukan dengan angka insiden dan prevalensi yang tinggi.

Dari beberapa kepustakaan dapat disimpulkan rata-rata insiden OME

sebesar 14% - 62%, sedang peneliti lain ada yang melaporkan angka

rata-rata prevelensi OME sebesar 2% - 52%.

Meski OME kebanyakan didiagnosis dan terapi pada anak-anak oleh

dokter anak ataupun dokter THT-KL, terdapat kecenderungan terjadi over

diagnosis dan diikuti pula over treatment.

OME adalah peradangan telinga tengah yang di tandai dengan

adanya cairan efusi di rongga telinga tengah dengan membran timpani

utuh tanpa disertai dengan tanda-tanda infeksi akut. OME termasuk dalam
golongan otitis media non supuratif. Terdapat banyak sinonim dari OME

ini. Tetapi yang paling banyak diterima berdasarkan terminologi adalah

otitis media efusi. Penyakit otitis media ini dibagi menjadi dua divisi yaitu

otitis media akut dan otitis media efusi. Otitis media akut merujuk kepada

hadirnya cairan pada bagian telinga disertai dengan gejala dan tanda

infeksi akut. Sedangkan otitis media efusi merujuk pada hadirnya cairan

pada telinga bagian tengah tanpa kehadiran gejala infeksi akut. 1


BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi

Area tengah dari membrane timpani adalah rongga tengah yang

berisi udara. Dua lubang yang tertutup, jendela yang berbentuk bundar,

dan jendela yang berbentuk oval pada sisi tengah memisahkan rongga

ini dari telinga bagian dalam. Dua lubang yang mengalirkan udara dari

bagian telinga tengah. Satu bagian yang terbuka ke arah dalam

mastoid cell pada bagian mastoid dari tulang temporal. Bagian lainnya,

tuba auditiva, atau tuba pharyngotimpani (biasa disebut tuba

eustachius) yang membuka ke arah faring dan menyamakan tekanan

udara yang ada diluar dan rongga di telinga tengah. Tekanan yang

tidak seimbang antara telinga tengah dan telinga luar dapat merusak

membrane timpani, mengurangi getarannya, dan mengganggu

pendengaran. Distorsi pada membrane timpani terkait kondisi ini juga

merangsang serabut nyeri yang terhubung dengan membran timpani itu

sendiri. Dengan adanya distorsi ini, ketika seseorang berada didaerah

ketinggian, suara yang terdengar akan seperti teredam dan gendang

telinga akan terasa sakit. Menelan, mengupa, mengunyah, dan

memegang hidung dan menutup mulut sambil mengeluarkan udara dari

paru – paru akan meredakan distorsi ini. Tindakan ini akan membuka

tuba eustachius yang akan menyamakan tekanan udara di rongga

telinga tengah.
Gambar 1

Telinga bagian tengah memiliki 3 tulang pendengaran, diantaranya

malleus, incus, dan stapes. Tulang pendengaran ini mengirimkan

getaran dari membran timpani ke jendela oval. Mirip seperti benda yang

lentur, tulang yang membentuk jembatan, tulang pendengaran ini akan

membentuk atau menghubungkan antara membrane timpani dan

telinga bagian dalam. Maleus yang melekat pada abgaian dalam

membrane timpani. Fibrasi yang ada pada membrane timpani akan

membuat maleus juga ikut bergetar. Bagian caput dari maleus melekat

ke sendi synovial kecil yang ada pada incus, yang selanjutnya akan

melekat lagi dari incus ke stapes. Bagian bawah dari stapes melekat

pada jendela oval dan terlekat pula ligament annular yang fleksibel.

Jadi, arah pergerakannya adalah dari membrane timpani dibawa

melalui malleus, incus, dan stapes lalu ke jendela oval.


Gambar 2

Terdapat dua muskulus kecil yang berasal dari sekitar telinga

tengah dan masuk ke tulang pendengaran. Musculus tensor timpani

yang melekat pada malleus dan dipersarafi oleh nervus trigeminal (V).

musculus stapedius melekat pada stapes dan diperasarafi oleh nervus

facialis (VII).2

2. Definisi

Otitis media efusi adalah inflamasi pada telinga tengah yang ditandai

dengan adanya penumpukan cairan efusi di telinga tengah dengan

membran timpani utuh tanpa adanya tanda dan gejala inflamasi akut.

Nama lain OME adalah otitis media serosa, otitis media musinosa,otitis

media sekretoria, otitis media mucoid (glue ear).


Gambar 1

Untuk memahami terjadinya OME, anatomi dan fungsi tuba

Eustachius memegang peranan penting. Tuba Eustachius merupakan

bagian dari system yang paling berhubungan termasuk hidung,

nasofaring, telinga tengah, dan rongga mastoid. Tuba Eustachius tidak

hanya berupa tabung melainkan sebuah organ yang mengandung lumen

dengan mukosa, kartilago, dikelilingi jaringan lunak, muskulus peritubular

seperti veli palatine, levator veli palatine, salpingofaringeus, dan tensor

timpani dan di bagian superior didukung tulang. Perbedaan tuba

Eustachius pada anak dan dewasa yang menyebabkan meningkatnya

insiden otitis media pada anak-anak.

Panjang tuba pada anak setengah panjang tuba dewasa, sehingga

sekret nasofaring lebih mudah refluks ke dalam telinga tengah melalui

tuba yang pendek. Arah tuba bervariasi pada anak, sudut antara tuba

dengan bidang horizontal adalah 10 0. Sedangkan pada dewasa 450. Sudut

antara tensor veli palatine dengan kartilago bervariasi pada anak-anak

tetapi relatif stabil pada dewasa. Perbedaan ini dapat membantu


menjelaskan pembukaan lumen tuba ( kontraksi tensor veli palatini ) yang

tidak efisien pada anak-anak. Masa kartilago bertambah dari bayi sampai

dewasa. Densitas elastin pada kartilago lebih sedikit pada bayi tetapi

densitas kartilago lebih besar. Ostmann fat pad lebih kecil volumenya

pada bayi. Pada anak-anak banyak lipatan mukosa di lumen tuba

Eustachius, hal ini dapat menjelaskan peningkatan compliance tuba pada

anak-anak.

Beberapa ahli memberi batasan yaitu otitis media efusi adalah

keadaan terdapat cairan di telinga tengah baik berbentuk nanah,sekret

encer, ataupun sekret yang kental (mukoid/glue ear). Dengan kata lain

otitis media efusi dapat berupa OMA (otitis media akut), OMS (otitis media

serosa), atau OMM (otitis media mukoid/ glue ear). Menurut penulis

batasan otitis media efusi tersebut akan mempersulit pengertian, terutama

lagi mahasiswa dan dokter umum.3

3. Epidemiologi

OME merupakan penyakit yang sering di derita oleh bayi dan anak-

anak. Diluar negeri, khususnya di Negara yang mempunyai 4 musim

penyakit ini di temukan dengan angka insiden dan prevalensi yang

tinggi. Dari beberapa kepustakaan dapat disimpulkan rata-rata insiden

OME sebesar 14% - 62%, sedang peneliti lain ada yang melaporkan

angka rata-rata prevelensi OME sebesar 2% - 52%. Di Amerika Serikat,

90% anak usia di bawah 10 tahun pernah menderita OME. Insidens

OME pada usia neonatus adalah 0-12%, usia 1 tahun 12%, usia 2
tahun 7-12%, usia 3-4 tahun 2-18%, usia 5 tahun 4-17%, usia 6-8 tahun

3-9%, dan usia 8-9 tahun 0-6%.Di Inggris, 80% anak-anak usia sampai

4 tahun pernah menderita OME.Penelitian di Arab Saudi mendapatkan

prevalensi OME 7,5% pada anak usia di bawah 8 tahun. 4

Pada sebuah penelitian di negara Malaysia, didapatkan prevalensi

OME pada anak-anak Malaysia berusia antara tiga bulan sampai dua

belas tahun adalah 18,3%. Anak-anak yang menderita episode sering

AOM memiliki peningkatan risiko berkembang ke arah OME nantinya.5

4. Etiologi

Bakteri khas yang terlibat dalam OME adalah Streptococcus

pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenzae.Dalam

penelitian lain yang lebih baru, virus telah diisolasi bersamaan dengan

bakteri pada 15-20% kasus otitis media akut. Virus saluran pernapasan

(RSV) dan virus influenza adalah yang paling sering.6

5. Faktor Predisposisi

Faktor lingkungan, usia, gangguan pada tubaeustachia telah dikaitkan

dengan otitis media dengan efusi.6

1) Faktor-faktor lingkungan

Faktor lingkungan telah ditunjukkan dalam berbagai studi

epidemiologi sangat terkait dengan peningkatan prevalensi otitis

media dengan efusi. Faktor-faktor ini termasuk botol makan,

memiliki saudara dengan otitis media, memiliki alergi terhadap


entitas lingkungan umum, memiliki status sosial ekonomi rendah,

tinggal di sebuah rumah di mana ada orang merokok, dan memiliki

riwayat orangtua otitis media dengan efusi.6

2) Umur

Usia merupakan faktor predisposisi dalam pengembangan otitis

media dengan efusi. Pada bayi, tuba eustachius memiliki orientasi

hampir horizontal (relatif terhadap tanah) dan memiliki sudut 45°

(seperti pada orang dewasa) setelah beberapa tahun. Selain itu,

ukuran dan bentuk tabung eustachius saat lahir, tidak seperti pada

orang dewasa, tidak menguntungkan untuk ventilasi telinga tengah 6

3) Gangguan tuba Eustachius

Gangguan dalam pembukaan normal tuba eustachius juga

dikaitkan dengan peningkatan prevalensi otitis media dengan efusi.

Ini biasanya terjadi pada pasien yang memiliki langit-langit tidak

sempurna dan pada anak-anak dengan sindrom Down dan

gangguan lain yang mempengaruhi langit-langit. Selain itu,

pembersihan mukosiliar menurun dan viskositas lebih tinggi dari

lendir pada cystic fibrosis telah dihipotesiskan untuk menjelaskan

prevalensi yang lebih tinggi dari otitis media dengan efusi pada

pasien dengan kondisi ini.6

4) Down syndrome

Anak – anak dengan down syndrome memiliki kemungkinan besar

untuk memderita penyakit otitis media diakibatkan karena beebrapa


hal speerti defisiensi sitem imun ( ketidakseimbangan dari fungsi

limfosit T dan Limfosit B ), Hipoplasia midfacial, hipotoni dari

musculus tensor palatine dan lebih banyak hal yang menyebabkan

tuba estachius menjadi collapse.7

5) Diet

Diet tinggi lemak akan menghambat produksi dari sitokin Th1, hal

ini akan mengganggu fungsi dar makrofag dan sel T sehingga

menekan limfoesis dari sel B dan menurun ekspresi dari Toll like

receptor 2. Pada anak – anak yang menderita obesitas disertai

OME didapatkan penurunan dalam ekspresi mRNA dari Toll-like

receptor 2,4,5, dan 9. Perubahan yang disebabkan oleh diet tinggi

lemak ini akan menyebabkan perubahan pada sistem imun

sehingga menyebabkan rentan akan terjadi infeksi saluran

pernapasan atas dan disfungsi tuba eustachius yang merupakan

faktor predisposisi OME. GERD yang disebabkan oleh diet tinggi

lemak dapat menjadi salah satu faktor predisposisi kejadian OME. 8

6) Tumor

Tuba Eustachius terletak pada nasofaring sehingga ganggua pada

nasofranig seperti adenoid dan karsinoma faring kemungkinan.

Menyebabkan otitis media efusi. Oleh karena itu, penting dilakukan

pemeriksaan pada pasien – pasien yang menderita penyakit otitis

media nonsupuratif ini khususnya pada pasien lanjut usia. Di sisi

lain, tuba eustachius menghubungkan nasofaring ke rongga telinga


tengah dimana tuba eustachius ini berada diantara rongga

parapharyngeal. Meskipun jarang, beberapa tumor muncul didekat

tuba eustachius dan melekat atau mengganggu tuba eustachius.

Kondisi ini mungkin dapat menginduksi kejadian telinga bagian

tenagh seperti OME. Pada sebuah penelitian, obstruksi mekanik

pada rongga parapharyngela yang terjadi akibat tumor jinak tidak

selalu menyebabkan OME. Tumor ganas lebih rentan untuk

menyebabkan OME dibandingkan dengan tumor jinak . 9

7) Unresolved otitis media

Pemberian antibiotic pada terapi otitis media akut supuratif mungkin

dapat meng-inaktifkan infeksi tetapi gagal dalam menyembuhkan

sepenuhnya. Hal ini akan dapat menyebabkan low-grade infeksi, ini

akan menstimulus mukosa untuk mengeluarkan banyak cairan.

Jumah dari sel goblet dan kelenjar mukosa juga meningkat.

Peningkatan insidensi ini di duga akibat dari faktor ini. 10

6. Patofisiologi

Terdapat 2 mekanisme tyang diduga menjadi penyebab penyakit ini :

1) Malfungsi dari Tuba Eustasia

2) Peningkatan aktivitas secret pada mukosa di telinga tengah 10


Gambar 2.

Teori klasik menjelaskan disfungsi persisten tuba Eustachius (TE).

Fungsi TE adalah sebagai ventilasi, proteksi, dan drainase. Fungsi

ventilasi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah sama

dengan tekanan udara luar. Fungsi proteksi untuk perlindungan telinga

tengah terhadap tekanan dan secret nasofaring. Fungsi drainase untuk

mengalirkan produksi secret dari telinga tengah ke nasofaring.

TE tidak hanya tabung melainkan sebuah organ yang mengandung

lumen dengan mukosa, kartilago, dikelilingi jaringan lunak, musculus

tensor veli palatine, levatorveli palatine, salpingofaringeus, dan tensor

timpani. Tuba terdiri atas tulang rawan pada 2/3 ke arah nasofaring dan

sepertiganya terdiri atas tulang. Panjang tuba pada anak 17,5 mm, lebih

pendek, lebih lebar, dan lebih horizontal daripada TE dewasa. Anatomi

tuba pada anak inilah yang mengakibatkan secret dari nasofaring dapat

lebih mudah refluks ke dalam telinga tengah melalui TE.


Gambar 3

Disfungsi TE bisa terjadi karena upper respiratory tract infection

(URTI), trauma, obstruksi mekanis, atau alergi yang mengakibatkan

inflamasi. Jika disfungsi tuba persisten, akan terbentuk tekanan negatef

dalam telinga tengah akibat absorpsi dan/ ataudifusi nitrogen dan oksigen

ke dalam sel mukosa telinga tengah. Selanjutnya sel mukosa akan

menghasilkan transudasi, kemudian akan terjadi akumulasi cairan serous,

berupa efusi steril sehingga terjadi OME. Jika disfungsi tuba Eustachius

berlanjut, efusi menjadi media ideal untuk tumbuhnya bakteri, sehingga

OME berubah menjadi OMA. Beberapa ahli mengoreksi teori ini karena

ditemukan patogen pada OME, sama seperti pada kasus OMA. 4

7. Diagnosis

1) Anamnesis dan gejala klinik

Penderita OME jarang memberikan gejala sehingga pada

anak –anak sering terlambat diketahui. Gejala OME ditandai

dengan rasa penuh dalam telinga, terdengar bunyi berdengung

yang hiang timbul terus menerus, gangguan pendengaran dan rasa

nyeri yang ringan.11


Pada otitis media serosa Gejala yang menonjol pada otitis

media serosa akut biasanya pendengaran berkurang. Selain itu

pasien juga dapat mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau

suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda. pada te linga

yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang - kadang terasa seperti

ada cairan yang ber gerak dalam telinga pada saat posisi kepala

berubah. Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat

awal tuba terganggu. yang menyebabkan timbul tekanan negatif

pada telinga tengah (misalnya pada barotrauma), tetapi setelah

sekret terbentuk tekanan negative ini pelan-pelan hilang. Rasa

nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya

sekret adalah virus atau alergi. Tinitus, vertigo atau pusing kadang-

kadang ada dalam bentuk yang ringan.3

Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol

(40-50 dB), oleh karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada

anak-anak yang berumur 5 - 8 tahun keadaan ini sering diketahui

secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan THT atau dilakukan

uji pendengaran.3

2) Pemeriksaan fisik

Pasien dengan OME seringkali asimptomatik atau mungkin

muncul dengan penrunan pendengaran. Pada.pemeriksaan

otoskopi klasik menunjukkan membrane timphani yang immobile

dengan warna abu – abu yang kusam atau kuning kusam. Jika
membrane timpani yang tampak bersih, dapat tampak gelembung

atau “air fluid level”.12

Pada pemeriksaan otoskopi otitis media serosa akut dapat

terlihat membran timpani yang retraksi. Jika membran timpani

translusen, maka dapat terlihat air-fluid level atau gelembung udara

kecil pada telinga tengah.Pada otitis media serosa yang sudah

lama, membran timpani yang terlihat pada otoskopi masih utuh

tetapi suram, berwarna kuning kemerahan atau keabu-abuan 3

Gambar 4 Gambar 5

Gambar 6
Gambar 7

3) Pemeriksaan penunjang

a) Timpanometri

Timpanometri merupakan pemeriksaan yang objektif dan

mengevaluasi secara kuantitaitf mobilitas dari membrane timpani

dan fungsi dari telinga tengah. Pemeriksaan ini menunjukkan

sebagai “ Pengukuran ketepatan akurasi telinga sebagai mana

fungsi nya yaitu mengatur tekanan udara pada telinga “. Prosedur

ini dengan menempatkan alat yang digunaan pada saluran canalis

ekserna pendengaran dan melihat jumlah energy suara yang di

kembalikan. Pada pasien dengan OME maka pada timpanometry

nya memperlihatkan garis yang mendatar ( timpanogram B ) yang ,

mengindikasikan adanya cairan pada ruang telinga tengah. 12


Gambar 8
Keterangan :

I. Tipe A : Tekanan pada telinga tengah dalam ambang

normal dalam artian fungsi telinga tengah normal. 14

II. Tipe As : Tekanan yang ada didalam telinga tengah

normal namun terjadi penurunan tekanan yang

diterima, hal ini berhubungan dengan kekakuan pada


tulang pendengaran.Keadaan ini biasa terjadi pada

timpanosklerosis atau otoskelrosis.14

III. Tiper Ad : Tekanan yang ada didalam telinga tengah

normal namun terjadi peningkatan tekanan yang

diterima, hal ini berkaitan dengan sistem telinga tengah

yang lemah atau hipermobilitas. Keadaan ini biasa

terjadi pada diskontinuitas tulang pendengaran. 14

IV. Tipe B : Tidak dapat menilai tekanan maksimum yang

ada, hal ini berkaitan dengan kekakuan yang cukup

parah yang berasal dari luar dan atau berasal dari

telinga tengah dan terlihat kurva membentuk flat.

Keadaan ini biasa berhubungan dengan telinga tengah

yang terisi efusi dan otosclerosis.14

V. Tipe C : abnormalitas tekanan telinga tengah yang

negative disertai tekanan yang diterima normal atau

mendekati normal. Keadaan ini biasa terjadi pada

disfungsi tuba eustachius dengan atau tanpa kehadiran

adanya cairan di telinga tengah.14

VI. Keterangan tambahan yaitu untuk bayi berusia 2 bulan

menggunakan frekuensi 1000 Hz, usia 3 sampai 6

bulan menggunakan 226 sampai 1000 Hz, dan usia 7

bulan atau lebih, menggunakan 226 Hz. 14


b) Pneumootoskopi atau otoskopi pneumatic

Seorang praktisi klinis seharusnya menggunakan otoskopi

pneumatic sebagai salah satu metode untuk mendiagnosis OME.

Pada sebuah peneliatian meta analisis menunjukkan bahwa

otoskopi pneumatic memiliki sensitivitas 87 % dan spesifitas 74%.

Dengan memilih ukuran speculum yang tepat agar sesuai dengan

liang telinga pasien dan menjaga seal pneumatic selama proses

pemeriksaan, keduanya membantu unutk memasstikan mobilitas

dari membrane timpani. Hiangnya mobilitas pada membran timpani

selama proses penekanan udara pada bulb menunjukkan

gangguan pada membrane timpani. Hal ini dapat dilihat pada efusi

telinga tengah atau peningkatan kekakuan yan gberasal dari

jaringan parut atau penebalan membrane timpani yang inflamasi. 15

Gambar 9

c) Pemeriksaan lain

Pada pemeriksaan garpu tala menunjukkan tuli konduktif dan

begitu juga pada audiometric didapatkan tuli konduktif dengan 20 –


40 dB. Terkadang didapatkan tuli sensorineural akibat cairan yang

menekan pada “window membrane”. 10

Gambar 10

8. Tatalaksana

Pada beberapa panduan terapi medical mengenai terapi OME.

Beberapa diantaranya menunjukkan bahwa pasien yang menirima

antibiotic menunjukkan sedikit manfaat dalam penyembuhan OME. Pada

pasien anak-anak yang menerima antibiotic secara signifikan terjadi

peningkatan resiko terjadinya diare, mual muntah dan bercak merah

dikulit. Pada panduan yang dikeluarkan oleh American Academy of

Otolaryngology (2016) merekomendasikan untuk tidak menggunakan

antibiotic terhadap terapi OME. Sementara penggunaan steroid,

dekongestan dan anti histamin sering digunakan sebagai terapi adjuvant

pada disfungsi tuba eustasius dan OME oleh spesialis otolaryngology. 12

Terapi miringotomy tanpa disertai pemasangan tuba timpanostomi

terbukti tidak efektif untu kterapi jangka panjang dan sebenarnya tidak

direkmonendasikan untuk OME. Miringotomi dengan bantuan sinar laser

telah di jelaskan bahwa sebagai standar miringotomi dan prosedurnya


bisa dilakukan dengan menggunakan anestesi local dan dianggap aman.

Namun waktu yang dibutuhkan untuk penutupan perforasinya

membutuhkan waktu 2 sampai 3 minggu. Tabung timpanostomy

berfunngsi untuk meringankan gangguan pendengaran yang konduktif

dengan membiarkan cairan mengalir keluar dari telinga tengah sebagai

pengganti tuba eustachius yang tidak berfungsi. Pada anak – anak yang

mengalami middle ear effusion yang persisten, keputusan apakah

dilakukan pemasangan tabung timpamostomi didasarkan pada status

pendengaran si anak dan adanya resiko masalah perkembangan.

Adenoidektomi dapat dilakukan pada anak – anak yang menderita OME.

Hal ini berfungsi untuk meningkatkan fungsi tuba eustasius dan telinga

tengah. Adenoidektomi sebagai single terapi atau sebagai tambahan dari

pemasangan tuba timpanostomi paling bermanfaat pada anak – anak

dengan OME yang berusia 4 tahun ke atas. Eustachian tube dilatation

menjadi prosedur yang beberapa tahun ini telah diusulkan sebagai

pengobatan terbaru untuk anak – anak dengan OME persisten, tapi saat

ini belum ada bukti yang membuktikan ke efektifan terapi ini. 13

Gambar 7
Gambar 8

Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan

tindakan operatif. Pengobatan konservatif secara local ( obat tetes

hidung atau spray ) dan sistemik antara lain antibiotika spektrum luas,

antihistamin, dekongestan, dengan atau tanpa kortikosteroid.

Pengobatan dan control terhadap alergi dapat mengurangi atau

menyembuhkan otitis media efusi. Pengobatan secara operatif

dilakukan pada kasus dimana setelah dilakukan pengobatan

konservatif selam lebih dari 3 bulan tidak sembuh. Untuk memberikan

hasil yang baik terhadap drainase dilakukan miringotomi dan

pemasangan pipa ventilasi. Pipa ventilasi dipasang pada daerah

kuadran antero inferior atau antero superior. Pipa ventilasi akan

dipertahankan sampai fungsi tuba ini paten.  Penatalaksanaan secara

operatif meliputi mirigotomi dengan atau tanpa pemasangan pipa

ventilasi dan adenoidektomi dengan atau tanpa tonsilektomi. Tujuan

pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan cairan pada telinga

tengah, mengatasi gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah


kekambuhan, mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara,

bahasa dan psikososial.

Gambar 9

9. Komplikasi

1) Gangguan pendengaran konduktif

Gangguan ini diketahui menjadi salah satu komplikasi pada OME.

Beberapa studi menunjukkan bahwa efusi akan sembuh dengan sendiri

nya ketika diatas 9 bulan. Meskipun gangguan pendengaran pada OME

seringkali bersifat sementara, namun dapat berdampak secara signifikan

pada perkembangan. Gangguan pendengaran yang dihasilkan OME pada

beberapa penelitian secara intermitten dapat mempengaruhi aspek

perkembangan bahasa termasuk artikulasi, kosakata resptif, kesadaran

terutama pada anak dengan gangguan perkembangan atau kelainan

kraniofasial.12

2) Atelectasis
Atelektasis pada OME merujuk pada membrane timpani yang retraksi

dan kolaps. Membran timpani yang mengalami retraksi akibat tekanan

negative di ruang telinga tengah hal ini paling sering disebabkan oleh

disfungsi tuba eustachius yang kronik. Seiring waktu, membrane timpani

yang mengalami retraksi akan menyebabkan erosi pada tulang ossicular

dan tuli konduktif yang memerlukan perbaikan dengan pembedahan. 12

3) Cholesteatoma

Kolesteatoma merupakan komplikasi dari otitis media akut,otitis media

dengan efusi, atau keduanya. Penyakit ini dapat dibagi menjadi dua

kategori : primer dan sekunder. Kolesteatoma primer terjadi akibat dari

membrane timpani yang teretraksi dan muncul pada epitimpanium yang

berdekatan dengan pars flaccid. Sedangkan kolesteatoma sekunder

terjadi akibat perpindahan jaringan skuamosa melalui perforasi membrane

timpani ke telinga tengah.12

4) Otitis media adhesive

Otitis jenis ini adalah keadaan dimana terbentuk jaringan fibrosis

ditelinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung

lama sebelumnya. Keadaan ini dapat berupa komplikasi dari otitis media

supuratif atau oleh karena otitis media non supuratif yang menyababkan

rusaknya mukosa telinga tengah.3

10. Prognosis
Secara umum prognosis OME baik. Kasus OME pada anak usia 2-

4 tahun, sebanyak 50% sembuh dalam 3 bulan dan 95% dalam setahun.

Sekitar 5% anak-anak OME yang tidak dibedah mengalami OME

persisten dalam setahun. Gangguan pendengaran merupakan komplikasi

OME yang paling sering, biasanya konduktif, mungkin sensorineural, atau

keduanya. Jenis sensorineural biasanya permanen.23 Sebuah studi

kohort pada 534 anak melaporkan bahwa OME pada anak dapat

menyebabkan kesulitan mendengar pada usia 5 tahun (odds ratio 1,44;

95% confidence interval 1,18 s/d 1,76) dan dikaitkan dengan gangguan

bahasa pada anak-anak hingga usia 10 tahun. 4

BAB III
Kesimpulan

OME sering terjadi pada bayi dan anak-anak sehingga

cukup sulit dalam melakukan diagnosis penyakitnya. Orang

terdekat dan banyak berinteraksi dengan anak tersebut akan

menjadi sumber informasi yang baik. Perhatian orang tua dan guru

sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Etiologi dan patofisiologi OME sangat multifaktorial, saling

menunjang dan saling terkait. Pada bayi dan anak, status imunologi

sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan dalam

penegakan diagnosis OME. Penggunaan alat otoskopi pneumatik,

timpanometri, audiometric untuk pemeriksaan fisik sangat

membantu dalam menegakan diagnosis.

Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan

tindakan operatif. Pengobatan konservatif meliputi pemberian

antibiotika, antihistamin, dekogestan, dengan atau tanpa

kortikosteroid. Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi

dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi

dengan atau tanpa tonsilektomi.

Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan adekuat sangat

berperan dalam menghambat terjadinya proses gangguan

pendengaran dan komplikasi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suhluli J,R. et al. Otitis Media Diagnosis and Management in

Family Medicine Practice : Literature review. Arch Pharma Pract

2019;10(3): 21 -4.

2. Vanputte C,et al. 2020. Seely’s : Anatomy and Physiology 12 th

edition. McGrawHill : New York. Hal.535-536

3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 7.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2017.hal 67-69

4. Rimelda Aquinas, Tatalaksana Otitis Media Efusi pada Anak. CDK-

254/ vol. 44 no. 7 th. 2017

5. Tikaram A, Chew YK, Zulkiflee AB, Chong AW, et al. 2012.

Prevalence and Risk Factors Associated With Otitis Media with

Effusion in Children Visiting Tertiary Care Centre in Malaysia. The

International Medical Journal Malaysia, Vol 11 No 1

6. Higgins, Thomas S. 2020. Otitis Media with Effusion. Available in:

[https://emedicine.medscape.com/article/858990-overview] Cited on

22th September 2020.

7. Maris M,et al. A Cross-sectional analysisi of otitis media with

effusion in children with down syndrome.European Journal of

Pediatrics 173, 1319-1325 (2014).

8. Choi G.H,et al. a High-fat diet is associated with otitis media with

effusion. International Journal of pediatric Otorhinolaryngology 79

(2015) 2327-2331
9. Tsunoda A. et al. Otitis media effusion caused by a parapharyngeal

tumor showing normal nasopharyngeal findings.Ear,Nose & Throat

Journal 2019 ; 1-3

10. Dhingra S.2018. Disease pf Ear, Nose, and Throat & Head and

Neck Surgery 8th edition. Elsevier : India. Hal 69

11. Simbolon P.R, Saputra D.A.K. Distribusi pendertia otitis media efusi

berdasarkan ebebrapa faktor resiko pada siswa sekolah dasar di

kabupaten Kerangasem,Provinsi Bali. MEDICINA 2019,vol

50(1):85-89

12. Zenner K,Parikh R,S. 2020 . Current Diagnosis & treatment :

Otolaryngology, Head, and Neck Surgery. McGrawHill : New York .

Hal 833-834, hal 837-838.

13. Anne G.M, et al. 2021 .Cummings Otolaryngology, Head and Neck

Surgery 7th edition : Volume III. Elsevier : Canada . Hal 2966

14. DeBonis A.D,Donohue L,C. 2020. Survey of Audiology :

Fundamentals forAudiologists and Helath Professionals. SLACK

Incorporated : USA. Hal.117-118

15. Mazer D,B. 2016. Pediatric Allergy :Principles and practice. Elsevier

: USA . Hal. 224.

Anda mungkin juga menyukai