Anda di halaman 1dari 16

DERMATITIS HERPETIFORMIS

  Russell P.
Hall Stephen I.
Kat

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit yang


ditandai dengan erupsi papulovesikular kronis yang sangat gatal,
biasanya didistribusikan secara simetris pada permukaan
ekstensor. Penyakit ini dapat dengan jelas dibedakan dari erupsi
papulovesikular sub- epidermal lainnya dengan kriteria histologis,
immunologi, dan gastrointestinal. Prevalensi DH di berbagai
populasi kaukasia bervariasi antara ! sampai "# $ !!.!!! orang.
Dapat muncul pada

semua usia, termasuk anak-anak% &amun, dekade kedua,


ketiga, dan keempat adalah yang paling sering. 'etelah muncul,
DH akan
berlanjut terus, alaupun dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
Pasien dengan DH biasanya mengalami enteropati yang sensitive
terhadap gluten gluten-sensitif enteropati  ('*) yang
biasanya asimtomatik.

RIWAYAT

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Pada tahun ###, Dieterich dan rekan - rekan. mengidenti+kasi


antibodi  antibodi dari transglutaminase jaringan (  Tgases  ) di
serum dari patient DH. ntuk membedakan antara berbagai
jenis dari gases sardy dan rekan  rekan pada tahun /!!/
melakukan studi untuk menunjukkan baha Tgase  epidermis
adalah autoantigen dominan pada DH.
luten, adalah suatu protein yang ditemukan dalam gandum,
jelai ( barley ), dan gandum hitam, yang memainkan peran
penting dalam patogenesis DH. 0ats, sejak lama diduga
mengandung gluten dan berperan dalam menginduksi lesi pada
DH, telah terbukti tidak memiliki toksisitas sama sekali pada
pasien dengan DH. Pada tahun#11, 2arks dan rekan - rekan.
Pertama kali mencatat adanya suatu kelainan gastrointestinal
pada pasien dengan DH. ak lama kemudian, ditemukan baha
lesi bersifat reversibel dengan penghindaran diet protein gluten.
3alnya, kelainan gastrotestinal tersebut dianggap muncul pada
1! persen sampai 45 persen dari pasien DH. &amun,
pandangan ini telah diubah dalam dua cara. Pertama, kriteria
diagnostik untuk DH telah digambarkan lebih tepat, dan yang
kedua, dapat dibuktikan baha pasien tertentu tanpa kelainan
jelas gastrointestinal dapat 6diinduksi6 agar mengalami kelianan
gastrointestinal dengan memberikan mereka asupan gluten
dalam jumlah besar, pasien - pasien tersebut telah dikatakan
memiliki celiac sprue laten. Dengan demikian, sebagian besar
pasien dengan DH memiliki kelainan gastrointestinal yang mirip (
7ika tidak identic ) dengan penyakit celiac, namun yang
minimal ketika pasien memakan gluten dengan beban normal
normal. 'eperti dalam penyakit celiac, terdapat
peningkatan kepadatan dari 'el  intra epitel usus dengan
suatu reseptor - reseptor gamma $ delta sel  dalam jejunum
pasien dengan DH. temuan baha sel  dari pasien dengan DH
secara signi+kan lebih memproduksi interleukin 8 (9:-8) daripada
mereka dengan '* serta biosi usus dari pasien yang
bergejala '* menunjukkan peningkatan ekspresi interferon-
gamma yang menunjukkan baha pola sitokin yang berbeda
mungkin memainkan peran dalam beragam manifestasi klinis
dua penyakit ini . ;ukti sistemik dari respon imun mukosa usus
juga telah ditemukan dalam serum dan kulit pasien  pasien
dengan DH. Pasien dengan DH dengan diet teratur yang
mengandung gluten telah ditemukan mengalami peningkatan
kadar reseptor 9:-/ serum dan kadar 9:-< serum,
peningkatan ekspresi *-selektin sel endotel di kulit dan peningkatan
ekspresi =D9 lb pada neutrophil sirkulasi. 2anifestasi sistemik dari
respon imun mukosa usus mungkin memainkan peran dalam
menciptakan lingkungan proin>amasi pada kulit yang diperlukan
untuk pengembangan lesi kulit.

'* yang terlihat pada pasien DH mungkin berhubungan dengan


deposit immunoglobulin 3 (9g3) yang ditemukan pada kulit ini
pasien, meskipun suatu hubungan langsungnya belum terbukti.
 elah diketahui baha pasien dengan baik '* maupun DH
memiliki antibodi terhadap Tgases  yang dianggap autoantigen
utama ada penyakit ini . ampaknya terdapat kecenderungan
baha autoantibodi untuk mengikat gase epidermal pada DH,
sedangkan kecenderungan autoantibodi untuk mengikat Tgase 
jaringan pada pasien  pasien dengan '* saja. mekanisme
dimana deposit 9g3 anti-epidermal gase di kulit pasien DH
tidak diketahui. 'atu hipotesis yang telah lama diketahui baha
kompleks imun sikrkulasi yang mengandung 9g3 bertanggung
jaab atas deposit 9g3 di kulit DH. Penemuan terbaru dari
antibody 9g3 anti-epidermal gase menunjukkan baha
kompleks imun 9g3-epidermal gase dapat berdeposit di kulit
pasien DH. 3kan tetapi hanya sebagian kecil dari pasien - pasien
DH, yang telah ditemukan memiliki deposit 9g3 dan
 gase yang terlokalisir dalam sebuah pola perivascular. 'elain
itu, deposit netro+l perivaskular yang biasanya ditemukan dengan
deposit kompleks imun perivaskular jarang terjadi pada pasien
dengan DH.

 emuan ini menunjukkan suatu hipotesis baha 9g3 anti-epidermal


 gase mungkin secara langsung berikatan dengan gase epidermal
 jaringan kulit. 3kan tetapi mekanisme yang tepat dari ikatan
9g3 pada kulit pasien dengan DH, masih belum diketahui. 3pakah
deposit 9g3 kulit memainkan peran dalam
pato+siologi pembentukan blister tidak diketahui. emuan 9g3 dan
komplemen di
hampir semua lokasi kulit, tidak hanya di lesi kulit, membuat satu
postulat baha jika 9g3 ( baik sendiri atau sebagai bagian
dari kompleks imun ) tidak berperan, faktor tambahan masih
diperlukan untuk menjelaskan inisiasi lesi. akeuchi dan rekan -
rekan. telah membuktikan baha trauma minor pada kulit
menyebabkan peningkatan ekspresi 9:-< dan *-selectin, yang
keduanya dapat menjadi predisposisi untuk suatu in+ltrat
in>amasi neutro+lik .
 emuan ini, ditambah dengan tampilan khas lesi DH pada
permukaan e?tensor di lokasi trauma, hal ini menunjukkan
produksi sitokin $ kemokin lokal setelah trauma mungkin salah
satu faktor yang membangkitkan lesi kulit pada DH. 2ungkin
setelah in+ltrasi neutro+lik mengikat 9g3 kulit, faktor-faktor seperti
sitokin, kemokin, dan protease yang dilepaskan secara langsung
mengakibatkan pembentukan blister dan menginduksi keratinosit
basal untuk menghasilkan kolagenase atau stromelysin- yang
lebih lanjut memberikan kontribusi untuk pembentukan blister .

Penelitian lain telah menunjukkan baha sel-sel  mungkin


memainkan peran dalam patogenesis lesi kulit, namun, tidak
terdapat respon sel  khusus untuk gluten yang terdeteksi. elah
diketahui baha kadang  kadang iodida, yang diberikan secara
oral, dapat menyebabkan eksaserbasi atau memicu erupsi dari DH,
dan hal ini telah digunakan untuk tujuan diagnostik, pada @aman
dulu. Aetersediaan teknik - teknik imunopatologi untuk deteksi
deposit 9g3 pada kulit telah membuat tes provokasi menjadi usang.
 idak adanya model hean percobaan DH, baik alami atau
dikembangkan di laboratorium, telah membatasi kemajuan yang
dalam pemahaman kita tentang patogenesis DH.

;aru-baru ini, 2arietta dan rekan kerja melaporkan model tikus


baru untuk DH. 2ereka melaporkan suatu tikus H:3-D0' transgenik
non- obesitas diabetik baha ketika diimunisasi dengan gluten
mengembangkan suatu lesi kulit neutro+lik bersama dengan
deposit
9g3 kulit. 'elain itu, pemberhentian diet gluten
menyebabkan resolusi pada tikus. Penyelidikan lebih lanjut dari
model tikus percobaan ini dapat memberikan informasi yang
pentingmengenai patogenesis DH.

MANIFESTASI KLINIS

:esi primer dari DH adalah papul eritematosa, plak seperti


urtikaria, atau, paling sering, suatu vesikel ( ambar. 5# , 5# /,
dan 5# " ). bula besar jarang terjadi. Besikel, terutama jika lesi
ini timbul di telapak tangan, dapat menjadi hemoragik. Hilang
timbul nya lesi terus-menerus dapat mengakibatkan
hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. pasien dapat muncul hanya
dengan lesi - lesi krusta, dan pencarian menyeluruh mungkin
tidak menunjukkan adanya lesi primer. :esi  lesi yang
berkelompok seperti seperti herpes ( herpetiform ) sering
muncul di beberapa daerah ( lihat
ambar. 5#  dan 5# " ), tetapi pasien juga mungkin memiliki
banyak lesi - lesi individual yang tidak berkelompok. ejala
sangat bervariasi dari rasa seperti terbakar yang biasanya parah
dan gatal- gatal pada kebanyakan pasien sampai hampir tidak
bergejala sam sekali, namun jarang. Aebanyakan pasien
biasanya dapat memprediksi lesi erupsi sebanyak < sampai /
jam sebelum timbul karena adanya rasa menyengat, terbakar,
atau gatal-gatal lokal pada kulit. ;iasa distribusi simetris lesi
pada siku, lutut, pantat, bahu, dan daerah sakral terlihat di
sebagian besar pasien  pasien pada aktu yang sama atau
yang berbeda ( lihat ambar. 5# -5# 8
). 2eskipun ilayah ini yang paling sering terkena, sebagian besar
pasien memiliki lesi di kulit kepala dan $ atau lesi di posterior
daerah nuchal. Daerah lesi umum lain yang terkena adalah ajah
dan garis rambut pada ajah. lesi di selaput lendir jarang terjadi
dibandingkan dengan lesi pada telapak tangan dan kaki.

TES LABORATORIUM
9A33& 92&0:0;:9& 3 D3& A02P:*2*& 9& B9B0

'etelah =ormane menunjukkan baha kedua kulit perilesional dan


kulit normal dari pasien dengan DH terkandung deposit 9g granular
(atau +brillar) yang terletak di papiler dermis, van der 2eer
menemukan baha jenis 9g yang paling sering terdeteksi pada kulit
DH adalah 9g3. (ambar. 5# 5). 3kan tetapi deposit 9g3
memiliki, tidak terlihat di kulit pasien hany dengan '* (
penyakit celiac ) . 2enemukan deposit 9g3 granular di kulit yang
tampaknya normal adalah yang paling dapat dipercaya sebagai
kriteria untuk diagnosis DH. Deposito 9g3 ini tidak terpengaruh
oleh pengobatan tetapi dapat menurun intensitasnya atau
menghilang dalam jangka panjang setelah ada kepatuhan
terhadap diet bebas gluten.

Deposit 9g3 tidak seragam intensitasnya di seluruh kulit


dan mungkin lebih mudah dideteksi di kulit yang tampak normal di
dekat lesi aktif, pada DH, immunoglobulin lainnya terkadang terikat
pada kulit di daerah yang sama dimana terdapat deposit 9g3. 9g3
juga dapat terlihat di kulit pasien dengan pemphigoid bulosa,
sikatrisial
  pemgoid, Henoch Schlein purpura, dan penyakit hati alkoholik,
meskipun dalam pola yang berbeda dari distribusi yang terlihat
pada DH. Aarena deposit 9g3 kulit dan hubungan antara DH dan
'* ( Penyakit celiac ), beberapa kelompok telah mempelajari
subclass 9g3 di DH. 9g3adalah subklas dominan ( atau eksklusif )
yang telah diidenti+kasi pada kulit pasien DH. Aebanyakan
9g3 adalah diproduksi di sumsum tulang, sedangkan
kebanyakan 9g3/ diproduksi di daerah mukosa. Hal 9ni
tidak meniadakan kemungkinan baha 9g3 di kulit mungkin
masih berasal mukosa karena 9g3 adalah subklas 9g3 yang
dominan dari antibodi 9g3 yang diarahkan terhadap protein
makanan yang diproduksi di sekret usus pada pasien dengan DH.
Aomponen komplemen ketiga ( =" ) sering ditemukan di lokasi
yang sama seperti 9g3. Aehadiran =" di
kedua kulit perilesional dan normal tidak dipengaruhi oleh
pengobatan dengan dapson ( Diaminodifenil sulfon ), tapi ="
mungkin tidak terdeteksi setelah pengobatan dengan diet beba
sgluten. =5 dan komponen jalur alternative dari komplemen juga
dapat dilihat di daerah yang sama dengan yang terdapat deposit
9g3.

=5-=# kompleks membran, yang dibentuk sebagai suatu bagian


terminal di aktivasi komplemen, juga terlihat muncul di kulit
normal dan kulit perilesional dari pasien. lokasi yang tepat dari
deposit 9g3 di kulit DH telah dipelajari dengan mikroskop
immunoelektron. 'tudi aal mengindikasikan baha 9g3 yang
secara istimea terkait dengan bundel dari mikro+bril dan
dengan +bril jangkar ( anchoring
+bril ) dari papiler dermis papiler tepat di baah lamina basalis.
;agaimanapun penelitian yang lebih baru, beberapa atau hampir
semua deposit 9g3 terkait dengan komponen non+brillar kulit dan
 jaringan ikat lainnya. erdapat juga ketidaksepakatan apakah
deposit 9g3 pada DH terlokalisisr pada +brilin, komponen
utama dari bundel mikro+brillar elastis.

STUDI SERUM

3ntibody - antibodi antireticulin dari 9g3 dan 9g telah terdeteksi di


serum dari 4 persen sampai #" persen dari pasien-dengan DH dan
dalam persentase yang lebih tinggi pada pasien dengan penyakit
lain, terutama penyakit celiac . antibody microsomal iroid dan
antibody anti nuklear juga telah terdeteksi meningkat pada serum
sera pasien dengan DH. kompleks imun putatif telah terdeteksi dalam
serum dari /5 sampai 8! persen dari pasien. =hor@elski dan rekan
- rekan. telah menggambarkan sebuah antibody 9g3 yang
berikatan ke substansi intermyo+bril ( endomysium ) pada otot polos.
'ifat antigen ini telah diidenti+kasi baru-baru ini oleh studi 'ardy
dan rekan - rekan., yang menunjukkan baha autoantibodi
9g3 memiliki kekhususan untuk gases, terutama gases epidermal
spesi+k.

TEMUAN IMMUNOGENETIC

 erdapat peningkatan yang jelas pada kejadian antigen kompleks


mayor histocomptabilitas pada pasien dengan DH. 'tudi di seluruh
dunia telah menemukan baha 44 persen sampai <4 persen
pasien DH memiliki H:3-;' ( dibandingkan dengan /! persen
sampai "! persen orang sehat yang tidak terkena DH ) . 'elain
itu, antigen mayor histokomptabilitas kelas 99 H:3-DC dan D0
berhubungan dengan DH bahkan lebih sering dari yang H:3-;<.
aman dan rekan
- rekan. melaporkan baha lebih dari #! persen dari
pasien diekspresikan e/8, yang kemudian terbukti mirip
dengan H:3- D0/, dan emuan ini telah dikon+rmasi oleh
studi molekuler lainnya. Hal ini menunjukkan baha kerentanan
terhadap DH tidak terkait dengan molekul H:3-D0/. Hampir
semua pasien dengan DH memiliki gen yang menyandikan H:3-D0
(3lfa !50, ;eta l!/) atau H:3-D0 (3lfa !", ;eta o"!/)
heterodimer, pola ini identik dengan yang terlihat di penyakit
celiac. Hubungan yang kuat antara kerentanan gen dan DH serta
'* penting secara klinis dan secara pato+siologis yang mana
terdapat konkordansi kuat antara kedua penyakit tersebut pada
kembar mono@igot. 'elanjutnya, kerabat tingkat pertama dari
kedua pasien DH dan '* sering ( 8 persen sampai 5 persen )
terkena dengan satu atau yang lain dari penyakit ini.

HISTOPATOLOGI

Histologi dari lesi kulit dini ( secara Alinis non vesikular ) ditandai
oleh kumpulan netro+l di papiler dermis ( mikroabses ), fragmen
neutro+lik, berbagai jumlah eosino+l, +brin, dan, dan pemisahan
tepi papiler dari epidermis diatasnya ( ambar. 5# 1 ). 'elain itu,
pada lesi aal tersebut, bagian atas dan tengah pembuluh darah
dermis dikelilingi oleh suatu in+ltrate limfohistiositik serta beberapa
neutro+l dan sesekali eosino+l. Pada lesi aal mungkin akan sulit
atau tidak mungkin untuk dibedakan dari orang-orang dengan
penyakit 9g3 linear ( lihat =hap. 51 ), erupsi bullosa dari
lupus eritematosus ( lihat ;ab. 51 ), Pem+goid bulosa ( lihat
;ab. 58 ), atau lesi kaya neutro+l dari epidermolisis bulosa akuisita
( lihat ;ab. 5< ). histologi dari lesi yang lebih tua menunjukkan
vesikel subepidermal yang mungkin mustahil untuk dibedakan dari
erupsi bulosa subepidermal lainnya, seperti pem+goid bulosa,
eritema multiforme, erupsi obat, dan pem+goid gestationis.
9mmuno>uoresensi lokal dan studi ultrastructural dari
lokasi pembentukan blister di DH telah menunjukkan baha blister
terdapat di atas lamina densa dan didalam lamina lusida. Hal ini
diduga terjadi karena lamina lusida adalah Aomponen yang paling
rentan dari penghubung dermal - epidermal.

MASALAH YANG TERKAIT

MANIFESTASI GASTROINTESTINAL

'ekarang telah diterima baha sebagian besar, jika tidak


semua, pasien DH memiliki hubungan dengan kelainan
gastrointestinal yang disebabkan oleh sensitivitas terhadap
gluten. patologi dari '* terkait dengan DH dan pada penyakit
dengan '* tunggal ( '* yang tidak terkait dengan DH ) pada
dasarnya sama, meskipun lesi di penyakit yang terakhir tadi
biasanya jauh lebih parah, hal ini berlaku untuk kekacauan
sel epitelial serta untuk karakter in+ltrat limfoplasmasitik .
'elain itu, distribusi lesi gastrointestinal di usus halus adalah,
suatu aturan umum, lebih luas pada penyakit celiac. Perubahan
fungsional dalam usus dan gejala klinis sisa terdapat pada '*
yang terkait dengan DH dan mirip yang ditemui pada penyakit
celiac, tapi sekali lagi berbeda dalam derajat, yang
terdapat pada penyakit celiac lebih parah. Pada DH didapati
steatorrhea  ( /! persen sampai "! persen dari pasien ),
abnormalitas absorbsi D-?ylose ( ! persen sampai ""
persen pasien), dan kadang  kadang anemia sekunder besi atau
de+siensi folat. Pada pasien yang tidak memakai dapson atau
terkait obat- obatan, penyakit yang terakhir ini biasanya karena
malabsorbsi. 'tudi yang menggunakan diet elemental ( :ihat
terapi *lemental dan erapi Diet :ain) dalam pengobatan DH
mempertanyakan peran penting yang terkait dengan gluten pada
patogenesis penyakit ini.

'ebagai tambahan pada lesi usus halus, pasien dengan DH memiliki


peningkatan insiden aklorhidria dan gastritis atro+.

KEGANASAN

:eonard dan rekan - rekan. telah melaporkan peningkatan


frekuensi keganasan, limfoma terutama di pencernaan, dan =ollin
dan rekan - rekan. telah melaporkan peningkatan yang signi+kan
limfoma non- Hodgkin pada pasien dengan DH. 'ebuah
gabungan penelitian retrospektif dari kedua kelompok ini
menunjukkan peran proteksi dari diet bebas gluten terhadap
limfoma gastrointestinal. Hervonen dan rekan kerja melaporkan
baha  persen dari .!8 pasien dengan DH mengalami
limfoma / - " tahun setelah diagnosis DH.
 Eang menarik, hanya dua limfoma adalah jenis yang terkait
enteropati, sedangkan delapan adalah 7enis limfoma sel ; dan satu
tidak terklasi+kasikan. Pasien dengan DH yang mengalami
limfoma telah kurang patuh pada diet ketat bebas gluten
dibandingkan pasien tanpa limfoma. ;aru-baru ini, Blljamaa
dan rekan - rekan melaporkan tingkat keganasan dan kematian
pada pasien dengan DH dengan berbasis studi pada populasi
berusia "! tahun. 2ereka melaporkan tidak ada perbedaan dalam
keseluruhan tingkat keganasan pada pasien dengan DH dari
populasi umum, &amun, terdapat peningkatan limfoma non-
Hodgkin. Eang menarik, tingkat
kematian untuk pasien dengan DH lebih rendah daripada di
populasi umum. 'ecara total, studi ini menunjukkan baha
pasien dengan DH yang mengalami peningkatan, meskipun
rendah, risiko limfoma dan baha risiko ini tidak terbatas pada
limfoma yang terkait enteropati.

PENYAKIT LAINNYA

 
'elain penyakit celiac, gastritis atro+, dan anemia pernisiosa ( lihat
2anifestasi gastrointestinal ), pasien DH memiliki insiden yang lebih
tinggi terjadinya penyakit autoimun lain seperti tiroid, diabetes
insulin-dependent, lupus eritematosus, sindrom 'jogren, dan
vitiligo. kecenderungan untuk penyakit autoimun ini mungkin karena
tingginya frekuensi dari 8,1 ancestral haplotipe  pada pasien DH.
Penyakit neurologis telah dilaporkan pada pasien dengan penyakit
celiac, termasuk epilepsi, ataksia, dan demensia, &amun kon+rmasi
temuan ini kon+rmasi menanti penelitian epidemiologi yang lebih
besar. ;eberapa penulis telah mengusulkan baha pasien dengan
DH mungkin pada risiko lebih tinggi untuk komplikasi neurologis
karena lama mengkonsumsi gluten, &amun, Fills dan rekan kerja
tidak menemukan bukti penyakit neurologis yang dimediasi oleh
imun dalam evaluasi mereka pada pasien dengan DH. Pasien
dengan penyakit celiac yang tidak diobati juga telah ditemukan
memiliki peningkatan frekuensi pengeroposan tulang. Pasien
dengan DH sering melanjutkan diet mengandung gluten dalam
aktu lama, meskipun rendah. Di 'tefano menunjukkan kepadatan
mineral tulang berkurang secara signi+kan di pasien dengan DH
yang menlakukan diet mengandung glute. emuan ini menunjukkan
baha pasien dengan DH akan sangat erat dan orang-orang
dengan diet yang mengandung gluten menjadi penanda untuk
potensi penurunan massa tulang. 7ika penurunan kepadatan
mineral tulang
yang ditemukan, pasien harus didorong untuk memulai diet bebas
gluten.

DIAGNOSA BANDING

DH mungkin sulit dibedakan dengan berbagai kondisi lain karena


manifestasi pleomor+k dan sesekali kurangnya lesi diagnostik
(Aotak 5# ). e?koriasi neurotik , eksim, papular urtikaria,
transient dermatosis acantholytic, pem+goid, gestasionis,
eritema multiforme, dan berbagai dermatosis lainnya dapat
dibedakan mudah atas dasar histologis dan kriteria imunologi.
penyakit 9g3 linear mungkin lebih sulit untuk dibedakan secara
klinis dan histologis, tetapi dapat dibedakan secara imunologis.
'ebuah indeks kecurigaan yang tinggi sangat
membantu bila tidak adanya lesi primer, DH dapat didiagnosis
berdasarkan deposit ikatan 9g3 granular khas in
vivo pada kulit yang tampak normal.

SULFON

Diaminodiphenyl sulfon ( dapson ), sulfo?one ( diasone-tidak tersedia


di 3merika 'erikat), dan sulfapyridine memberikan
perbaikan cepat pada gejala dan tanda-tanda penyakit. ejala mungkin
mereda dalam sedikitnya " jam atau selama beberapa hari setelah pil
pertama dikonsumsi, dan lesi baru tidak lagi mengalami erupsi setelah 
sampai / hari pengobatan. *ksaserbasi terjadi dari
 jam sampai beberapa hari setelah penghentian pengobatan.
Cespon terapi ini, dalam jangka aktu yang lama adalah
sebagai elemen paling penting dalam membuat diagnosis.
Pengobatan pilihan untuk orang deasa adalah dapson pada
dosis aal !! untuk 5! mg $ hari ( ini biasanya dapat
digunakan sekali sehari ). Aadang sebagian pasien mungkin
membutuhkan "!! hingga 8!! mg dapson untuk perbaikan
aal. Pasien harus diinstruksikan untuk menggunakan dosis
minimal yang diperlukan untuk menekan tanda dan gejala.
 idak semua pasien memerlukan pengobatan sehari-hari, dalam
kasus yang jarang, /5 mg per minggu sudah cukup. 'ulfapyridine,
dalam dosis ,! sampai ,5 g harian, sangat berguna pada pasien
yang tidak toleran pada dapson, pada pasien usia lanjut, dan
pada mereka dengan masalah jantung dan paru. 2ekanisme
Garmakologi, (s) tindakan, efek samping, dan pemantauan
dapson dibahas di bab.
//1. Hal ini penting untuk mengetahui baha obat 039&' sering
memperburuk DH, bahkan pada pasien yang menggunakan
dapsone.

DIET BEBAS GLUTEN

PENGARUH PADA USUS KECIL

 idak ada keraguan baha lesi usus pada DH merespon terhadap


pemberhentian diet gluten. Perjalanan Faktu dari respon pada
orang deasa dengan DH adalah sama seperti yang di orang
deasa dengan penyakit celiac.

PENGARUH PADA PENYAKIT KULIT

kepatuhan yang ketat pada diet bebas gluten, setelah berbagai


periode aktu ( dari 5 bulan ke  tahun ), mengurangi atau
sepenuhnya menghilangkan kebutuhan untuk pengobatan di
sebagian besar, tapi tidak semua, pasien. studi yang paling luas
oleh Gry dan rekan - rekan. telah dikon+rmasi oleh beberapa
kelompok. &amun, hanya pasien yang sangat termotivasi yang
dapat mematuhi diet, dan membutuhkan konseling oleh seorang
individu yang sangat akrab dengan diet tersebut.

ELEMENTAL DAN LAINNYA TERAPI DIET


'tudi dalam sejumlah kecil pasien DH telah menunjukkan
baha diet elemental ( terdiri dari asam amino bebas,
polisakarida rantai pendek, dan sejumlah kecil trigliserida ) bisa
sangat bermanfaat dalam mengurangi penyakit kulit dalam
beberapa minggu. *fek menguntungkan pada penyakit kulit
mungkin dicapai bahkan jika pasien mengkonsumsi sejumlah
gluten. 'ayangnya, diet elemental sulit untuk ditolerir dalam
aktu yang lama. 2enariknya, resolusi sempurna lesi kulit pada
DH juga dilaporkan dengan kepatuhan terhadap diet tinggi
protein, lemak terbatas, diet rendah karbohidrat yang
dipopulerkan sebagai 63tkins Diet. 6, Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengkon+rmasi laporan ini.

Anda mungkin juga menyukai