Anda di halaman 1dari 14

DERMATITIS HERPETIFORMIS

Russell P. Hall
Stephen I. Kat

EPIDEMIOLOGI
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan erupsi papulovesikular kronis yang sangat gatal, biasanya
didistribusikan secara simetris pada permukaan ekstensor. Penyakit
ini dapat dengan jelas dibedakan dari erupsi papulovesikular subepidermal lainnya dengan kriteria histologis, immunologi, dan
gastrointestinal. Prevalensi DH di berbagai populasi kaukasia
bervariasi antara 10 sampai 39 / 100.000 orang. Dapat muncul pada
semua usia, termasuk anak-anak; Namun, dekade kedua, ketiga,
dan keempat adalah yang paling sering. Setelah muncul, DH akan
berlanjut

terus,

walaupun

dengan

tingkat

keparahan

yang

bervariasi. Pasien dengan DH biasanya mengalami enteropati yang


sensitive terhadap gluten gluten-sensitif enteropati (GSE) yang
biasanya asimtomatik.
RIWAYAT
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Pada tahun 1999, Dieterich dan rekan - rekan. mengidentifikasi
antibodi antibodi dari transglutaminase jaringan ( Tgases ) di
serum dari patient DH. Untuk membedakan antara berbagai jenis
dari Tgases sardy dan rekan rekan pada tahun 2002 melakukan
studi

untuk

menunjukkan

autoantigen dominan pada DH.

bahwa

Tgase

epidermis

adalah

Gluten, adalah suatu protein yang ditemukan dalam gandum, jelai


( barley ), dan gandum hitam, yang memainkan peran penting
dalam patogenesis DH. Oats, sejak lama diduga mengandung gluten
dan berperan dalam menginduksi lesi pada DH, telah terbukti tidak
memiliki toksisitas sama sekali pada pasien dengan DH. Pada
tahun1966, Marks dan rekan - rekan. Pertama kali mencatat adanya
suatu kelainan gastrointestinal pada pasien dengan DH. Tak lama
kemudian,

ditemukan

bahwa

lesi

bersifat

reversibel

dengan

penghindaran diet protein gluten. Awalnya, kelainan gastrotestinal


tersebut dianggap muncul pada 60 persen sampai 75 persen dari
pasien DH. Namun, pandangan ini telah diubah dalam dua cara.
Pertama, kriteria diagnostik untuk DH telah digambarkan lebih
tepat, dan yang kedua, dapat dibuktikan bahwa pasien tertentu
tanpa

kelainan

jelas

gastrointestinal

dapat

"diinduksi"

agar

mengalami kelianan gastrointestinal dengan memberikan mereka


asupan gluten dalam jumlah besar, pasien - pasien tersebut telah
dikatakan memiliki celiac sprue laten. Dengan demikian, sebagian
besar pasien dengan DH memiliki kelainan gastrointestinal yang
mirip ( Jika tidak identic ) dengan penyakit celiac, namun yang
minimal ketika pasien memakan gluten dengan beban normal
normal.

Seperti

dalam

penyakit celiac,

terdapat peningkatan

kepadatan dari Sel T intra epitel usus dengan suatu reseptor reseptor gamma / delta sel T dalam jejunum pasien dengan DH.
temuan bahwa sel T dari pasien dengan DH secara signifikan lebih
memproduksi interleukin 4 (IL-4) daripada mereka dengan GSE serta
biosi

usus

dari

pasien

yang

bergejala

GSE

menunjukkan

peningkatan ekspresi interferon-gamma yang menunjukkan bahwa


pola sitokin yang berbeda mungkin memainkan peran dalam
beragam manifestasi klinis dua penyakit ini . Bukti sistemik dari
respon imun mukosa usus juga telah ditemukan dalam serum dan
kulit pasien pasien dengan DH. Pasien dengan DH dengan diet
teratur yang mengandung gluten telah ditemukan mengalami
peningkatan kadar reseptor IL-2 serum dan kadar IL-8 serum,

peningkatan ekspresi E-selektin sel endotel di kulit dan peningkatan


ekspresi CDI lb pada neutrophil sirkulasi. Manifestasi sistemik dari
respon imun mukosa usus mungkin memainkan peran dalam
menciptakan lingkungan proinflamasi pada kulit yang diperlukan
untuk pengembangan lesi kulit.
GSE yang terlihat pada pasien DH mungkin berhubungan dengan
deposit immunoglobulin A (IgA) yang ditemukan pada kulit ini
pasien, meskipun suatu hubungan langsungnya belum terbukti.
Telah diketahui bahwa pasien dengan baik GSE maupun DH memiliki
antibodi terhadap Tgases yang dianggap autoantigen utama ada
penyakit

ini

Tampaknya

terdapat

kecenderungan

bahwa

autoantibodi untuk mengikat Tgase epidermal pada DH, sedangkan


kecenderungan autoantibodi untuk mengikat Tgase jaringan pada
pasien pasien dengan GSE saja. mekanisme dimana deposit IgA
anti-epidermal Tgase di kulit pasien DH tidak diketahui. Satu
hipotesis yang telah lama diketahui bahwa kompleks imun sikrkulasi
yang mengandung IgA bertanggung jawab atas deposit IgA di kulit
DH. Penemuan terbaru dari antibody IgA anti-epidermal Tgase
menunjukkan bahwa kompleks imun IgA-epidermal Tgase dapat
berdeposit di kulit pasien DH. Akan tetapi hanya sebagian kecil dari
pasien - pasien DH, yang telah ditemukan memiliki deposit IgA dan
Tgase yang terlokalisir dalam sebuah pola perivascular. Selain itu,
deposit

netrofil perivaskular yang biasanya ditemukan dengan

deposit kompleks imun perivaskular jarang terjadi pada pasien


dengan DH.
Temuan ini menunjukkan suatu hipotesis bahwa IgA anti-epidermal
Tgase mungkin secara langsung berikatan dengan Tgase epidermal
jaringan kulit. Akan tetapi mekanisme yang tepat dari ikatan IgA
pada kulit pasien dengan DH, masih belum diketahui. Apakah
deposit

IgA

kulit

memainkan

peran

dalam

patofisiologi

pembentukan blister tidak diketahui. Temuan IgA dan komplemen di

hampir semua lokasi kulit, tidak hanya di lesi kulit, membuat satu
postulat bahwa jika IgA ( baik sendiri atau sebagai bagian dari
kompleks imun ) tidak berperan, faktor tambahan masih diperlukan
untuk menjelaskan inisiasi lesi. Takeuchi dan rekan - rekan. telah
membuktikan

bahwa

trauma

minor

pada

kulit

menyebabkan

peningkatan ekspresi IL-8 dan E-selectin, yang keduanya dapat


menjadi predisposisi
Temuan

ini,

untuk suatu infiltrat inflamasi neutrofilik .

ditambah

dengan

tampilan

khas

lesi

DH

pada

permukaan extensor di lokasi trauma, hal ini menunjukkan produksi


sitokin / kemokin lokal setelah trauma mungkin salah satu faktor
yang membangkitkan lesi kulit pada DH. Mungkin setelah infiltrasi
neutrofilik mengikat IgA kulit, faktor-faktor seperti sitokin, kemokin,
dan protease yang dilepaskan secara langsung mengakibatkan
pembentukan blister dan menginduksi keratinosit basal untuk
menghasilkan kolagenase atau stromelysin-1 yang lebih lanjut
memberikan kontribusi untuk pembentukan blister .
Penelitian

lain

telah

menunjukkan

bahwa

sel-sel

mungkin

memainkan peran dalam patogenesis lesi kulit, namun, tidak


terdapat respon sel T khusus untuk gluten yang terdeteksi. Telah
diketahui bahwa kadang kadang iodida, yang diberikan secara
oral, dapat menyebabkan eksaserbasi atau memicu erupsi dari DH,
dan hal ini telah digunakan untuk tujuan diagnostik, pada zaman
dulu. Ketersediaan

teknik - teknik imunopatologi untuk deteksi

deposit IgA pada kulit telah membuat tes provokasi menjadi usang.
Tidak adanya model hewan percobaan DH, baik alami atau
dikembangkan di laboratorium, telah membatasi kemajuan yang
dalam pemahaman kita tentang patogenesis DH.
Baru-baru ini, Marietta dan rekan kerja melaporkan model tikus baru
untuk DH. Mereka melaporkan suatu tikus HLA-DOS transgenik nonobesitas

diabetik

bahwa

ketika

diimunisasi

dengan

gluten

mengembangkan suatu lesi kulit neutrofilik bersama dengan deposit

IgA kulit. Selain itu, pemberhentian diet gluten menyebabkan


resolusi pada tikus. Penyelidikan lebih lanjut dari model tikus
percobaan ini dapat memberikan informasi yang pentingmengenai
patogenesis DH.
MANIFESTASI KLINIS
Lesi primer dari DH adalah papul eritematosa, plak seperti urtikaria,
atau, paling sering, suatu vesikel ( Gambar. 59 1, 59 2, dan 59 3 ).
bula besar jarang terjadi. Vesikel, terutama jika lesi ini timbul di
telapak tangan, dapat menjadi hemoragik. Hilang timbul nya lesi
terus-menerus

dapat

mengakibatkan

hiperpigmentasi

dan

hipopigmentasi. pasien dapat muncul hanya dengan lesi - lesi


krusta, dan pencarian menyeluruh mungkin tidak menunjukkan
adanya lesi primer. Lesi lesi yang berkelompok seperti seperti
herpes ( herpetiform ) sering muncul di beberapa daerah ( lihat
Gambar. 59 1 dan 59 3 ), tetapi pasien juga mungkin memiliki
banyak lesi - lesi individual yang tidak berkelompok. Gejala sangat
bervariasi dari rasa seperti terbakar yang biasanya parah dan gatalgatal pada kebanyakan pasien sampai hampir tidak bergejala sam
sekali,

namun

jarang.

Kebanyakan

pasien

biasanya

dapat

memprediksi lesi erupsi sebanyak 8 sampai 12 jam sebelum timbul


karena adanya rasa menyengat, terbakar, atau gatal-gatal lokal
pada kulit. Biasa distribusi simetris lesi pada siku, lutut, pantat,
bahu, dan daerah sakral terlihat di sebagian besar pasien pasien
pada waktu yang sama atau yang berbeda ( lihat Gambar. 59 1-59 4
). Meskipun wilayah ini yang paling sering terkena, sebagian besar
pasien memiliki lesi di kulit kepala dan / atau lesi di posterior daerah
nuchal. Daerah lesi umum lain yang terkena adalah wajah dan garis
rambut

pada

wajah.

lesi

di

selaput

lendir

jarang

dibandingkan dengan lesi pada telapak tangan dan kaki.


TES LABORATORIUM

terjadi

IKATAN IMUNOGLOBULIN A DAN KOMPLEMEN IN VIVO


Setelah Cormane menunjukkan bahwa kedua kulit perilesional dan
kulit normal dari pasien dengan DH terkandung deposit Ig granular
(atau fibrillar) yang terletak di papiler dermis, van der Meer
menemukan bahwa jenis Ig yang paling sering terdeteksi pada kulit
DH adalah IgA. (Gambar. 59 5). Akan tetapi deposit IgA memiliki,
tidak terlihat di kulit pasien hany dengan GSE ( penyakit celiac ) .
Menemukan deposit IgA granular di kulit yang tampaknya normal
adalah yang paling dapat dipercaya sebagai kriteria untuk diagnosis
DH. Deposito IgA ini tidak terpengaruh oleh pengobatan tetapi
dapat menurun intensitasnya atau menghilang

dalam jangka

panjang setelah ada kepatuhan terhadap diet bebas gluten.


Deposit IgA tidak seragam intensitasnya di seluruh kulit dan
mungkin lebih mudah dideteksi di kulit yang tampak normal di dekat
lesi aktif, pada DH, immunoglobulin lainnya terkadang terikat pada
kulit di daerah yang sama dimana terdapat deposit IgA. IgA juga
dapat terlihat di kulit pasien dengan pemphigoid bulosa, sikatrisial
pemfigoid, Henoch Schlein purpura, dan

penyakit hati alkoholik,

meskipun dalam pola yang berbeda dari distribusi yang terlihat


pada DH. Karena deposit IgA kulit dan hubungan antara DH dan GSE
( Penyakit celiac ), beberapa kelompok telah mempelajari subclass
IgA di DH. IgA1adalah subklas dominan ( atau eksklusif ) yang telah
diidentifikasi pada kulit pasien DH. Kebanyakan IgA1 adalah
diproduksi

di

sumsum

tulang,

diproduksi

di

daerah

mukosa.

sedangkan
Hal

Ini

kebanyakan
tidak

IgA2

meniadakan

kemungkinan bahwa IgA1 di kulit mungkin masih berasal mukosa


karena IgA1 adalah subklas IgA1 yang dominan dari antibodi IgA
yang diarahkan terhadap protein makanan yang diproduksi di sekret
usus pada pasien dengan DH. Komponen komplemen ketiga ( C3 )
sering ditemukan di lokasi yang sama seperti IgA. Kehadiran C3 di

kedua kulit perilesional dan normal

tidak dipengaruhi oleh

pengobatan dengan dapson ( Diaminodifenil sulfon ), tapi C3


mungkin tidak terdeteksi setelah pengobatan dengan diet beba
sgluten. C5 dan komponen jalur alternative dari komplemen juga
dapat dilihat di daerah yang sama dengan yang terdapat deposit
IgA.
C5-C9 kompleks membran, yang dibentuk sebagai suatu bagian
terminal di aktivasi komplemen, juga terlihat muncul di kulit normal
dan kulit perilesional dari pasien. lokasi yang tepat dari deposit IgA
di kulit DH telah dipelajari dengan mikroskop immunoelektron. Studi
awal mengindikasikan bahwa IgA yang secara istimewa terkait
dengan bundel dari mikrofibril dan dengan fibril jangkar ( anchoring
fibril ) dari papiler dermis papiler tepat di bawah lamina basalis.
Bagaimanapun penelitian yang lebih baru, beberapa atau hampir
semua deposit IgA terkait dengan komponen nonfibrillar kulit dan
jaringan ikat lainnya. Terdapat juga ketidaksepakatan apakah
deposit IgA pada DH terlokalisisr

pada fibrilin, komponen utama

dari bundel mikrofibrillar elastis.


STUDI SERUM
Antibody - antibodi antireticulin dari IgA dan IgG telah terdeteksi di
serum dari 17 persen sampai 93 persen dari pasien-dengan DH dan
dalam persentase yang lebih tinggi pada pasien dengan penyakit
lain, terutama penyakit

celiac . antibody microsomal Tiroid dan

antibody anti nuklear juga telah terdeteksi meningkat pada serum


sera pasien dengan DH. kompleks imun putatif telah terdeteksi
dalam serum dari 25 sampai 40 persen dari pasien. Chorzelski dan
rekan - rekan. telah menggambarkan sebuah antibody IgA yang
berikatan ke substansi

intermyofibril ( endomysium ) pada otot

polos. Sifat antigen ini telah diidentifikasi baru-baru ini oleh studi
Sardy dan rekan - rekan., yang menunjukkan bahwa autoantibodi

IgA memiliki kekhususan untuk Tgases, terutama Tgases epidermal


spesifik.
TEMUAN IMMUNOGENETIC
Terdapat peningkatan yang jelas pada kejadian antigen kompleks
mayor histocomptabilitas pada pasien dengan DH. Studi di seluruh
dunia telah menemukan bahwa 77 persen sampai 87 persen pasien
DH memiliki HLA-BS ( dibandingkan dengan 20 persen sampai 30
persen orang sehat yang tidak terkena DH ) . Selain itu, antigen
mayor histokomptabilitas kelas II HLA-DR dan DO berhubungan
dengan DH bahkan lebih sering dari yang HLA-B8. Taman dan rekan
- rekan. melaporkan bahwa lebih dari 90 persen dari pasien
diekspresikan Te24, yang kemudian terbukti mirip dengan HLADOw2, dan Temuan ini telah dikonfirmasi oleh studi molekuler
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kerentanan terhadap DH tidak
terkait dengan molekul HLA-DOw2. Hampir semua pasien dengan
DH memiliki gen yang menyandikan HLA-DO (Alfa 1'05O1, Beta l02)
atau HLA-DO (Alfa 03, Beta 1'o302) heterodimer, pola ini identik
dengan yang terlihat di penyakit celiac. Hubungan yang kuat antara
kerentanan gen dan DH serta GSE penting secara klinis dan secara
patofisiologis yang mana terdapat konkordansi kuat antara kedua
penyakit tersebut pada kembar monozigot. Selanjutnya, kerabat
tingkat pertama dari kedua pasien DH dan GSE sering ( 4 persen
sampai 5 persen ) terkena dengan satu atau yang lain dari penyakit
ini.
HISTOPATOLOGI
Histologi dari lesi kulit dini ( secara Klinis non vesikular ) ditandai
oleh kumpulan netrofil di papiler dermis ( mikroabses ), fragmen
neutrofilik, berbagai jumlah eosinofil, fibrin, dan, dan pemisahan
tepi papiler dari epidermis diatasnya ( Gambar. 59 6 ). Selain itu,

pada lesi awal tersebut, bagian atas dan tengah pembuluh darah
dermis dikelilingi oleh suatu infiltrate limfohistiositik serta beberapa
neutrofil dan sesekali eosinofil. Pada lesi awal mungkin akan sulit
atau tidak mungkin untuk dibedakan dari orang-orang dengan
penyakit IgA linear ( lihat Chap. 56 ), erupsi bullosa dari lupus
eritematosus ( lihat Bab. 156 ), Pemfigoid bulosa ( lihat Bab. 54 ),
atau lesi kaya neutrofil dari epidermolisis bulosa akuisita ( lihat Bab.
58 ). histologi dari lesi yang lebih tua menunjukkan vesikel
subepidermal yang mungkin mustahil untuk dibedakan dari erupsi
bulosa subepidermal lainnya, seperti pemfigoid bulosa, eritema
multiforme,

erupsi

Immunofluoresensi

obat,

dan

dan

studi

lokal

pemfigoid
ultrastructural

gestationis.
dari

lokasi

pembentukan blister di DH telah menunjukkan bahwa blister


terdapat di atas lamina densa dan didalam lamina lusida. Hal ini
diduga terjadi karena lamina lusida adalah Komponen yang paling
rentan dari penghubung dermal - epidermal.
MASALAH YANG TERKAIT
MANIFESTASI GASTROINTESTINAL
Sekarang telah diterima bahwa sebagian besar, jika tidak semua,
pasien DH memiliki hubungan dengan kelainan gastrointestinal yang
disebabkan oleh sensitivitas terhadap gluten. patologi dari GSE
terkait dengan DH dan pada penyakit dengan GSE tunggal ( GSE
yang tidak terkait dengan DH ) pada dasarnya sama, meskipun lesi
di penyakit yang terakhir tadi biasanya jauh lebih parah, hal ini
berlaku untuk kekacauan sel epitelial serta untuk karakter infiltrat
limfoplasmasitik . Selain itu, distribusi lesi gastrointestinal di usus
halus adalah, suatu aturan umum, lebih luas pada penyakit celiac.
Perubahan fungsional dalam usus dan gejala klinis sisa terdapat
pada GSE yang terkait dengan DH dan

mirip yang ditemui pada

penyakit celiac, tapi sekali lagi berbeda dalam derajat, yang

terdapat pada penyakit celiac lebih parah. Pada DH didapati


steatorrhea

20

persen

sampai

30

persen

dari

pasien

),

abnormalitas absorbsi D-xylose ( 10 persen sampai 33 persen


pasien), dan kadang kadang anemia sekunder besi atau defisiensi
folat. Pada pasien yang tidak memakai dapson atau terkait obatobatan, penyakit yang terakhir ini biasanya karena malabsorbsi.
Studi yang menggunakan diet elemental ( Lihat terapi Elemental
dan Terapi Diet Lain) dalam pengobatan DH mempertanyakan peran
penting yang terkait dengan gluten pada patogenesis penyakit ini.
Sebagai tambahan pada lesi usus halus, pasien dengan DH memiliki
peningkatan insiden aklorhidria dan gastritis atrofi.
KEGANASAN
Leonard dan rekan - rekan. telah melaporkan peningkatan frekuensi
keganasan, limfoma terutama di pencernaan, dan Collin dan rekan rekan. telah melaporkan peningkatan yang signifikan limfoma nonHodgkin pada pasien dengan DH. Sebuah gabungan penelitian
retrospektif dari kedua kelompok ini menunjukkan peran proteksi
dari diet bebas gluten terhadap limfoma gastrointestinal. Hervonen
dan rekan kerja melaporkan bahwa 1 persen dari 1.104 pasien
dengan DH mengalami limfoma 2 - 31 tahun setelah diagnosis DH.
Yang menarik, hanya dua limfoma adalah jenis yang terkait
enteropati, sedangkan delapan adalah Jenis limfoma sel B dan satu
tidak terklasifikasikan. Pasien dengan DH yang mengalami limfoma
telah kurang patuh pada diet ketat bebas gluten dibandingkan
pasien tanpa limfoma. Baru-baru ini, Vlljamaa dan rekan - rekan
melaporkan tingkat keganasan dan kematian pada pasien dengan
DH dengan berbasis studi pada populasi berusia 30 tahun. Mereka
melaporkan

tidak

ada

perbedaan

dalam

keseluruhan

tingkat

keganasan pada pasien dengan DH dari populasi umum, Namun,


terdapat peningkatan limfoma non-Hodgkin. Yang menarik, tingkat

kematian untuk pasien dengan DH lebih rendah daripada di populasi


umum. Secara total, studi ini menunjukkan bahwa pasien dengan
DH yang mengalami peningkatan, meskipun rendah, risiko limfoma
dan bahwa risiko ini tidak terbatas pada limfoma yang terkait
enteropati.

PENYAKIT LAINNYA
Selain penyakit celiac, gastritis atrofi, dan anemia pernisiosa ( lihat
Manifestasi gastrointestinal ), pasien DH memiliki insiden yang lebih
tinggi terjadinya penyakit autoimun lain seperti tiroid, diabetes
insulin-dependent, lupus eritematosus, sindrom Sjogren, dan vitiligo.
kecenderungan untuk penyakit autoimun ini mungkin karena
tingginya frekuensi dari 8,1 ancestral haplotipe pada pasien DH.
Penyakit neurologis telah dilaporkan pada pasien dengan penyakit
celiac, termasuk epilepsi, ataksia, dan demensia, Namun konfirmasi
temuan ini konfirmasi menanti penelitian epidemiologi yang lebih
besar. Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa pasien dengan
DH mungkin pada risiko lebih tinggi untuk komplikasi neurologis
karena lama mengkonsumsi gluten, Namun, Wills dan rekan kerja
tidak menemukan bukti penyakit neurologis yang dimediasi oleh
imun dalam evaluasi mereka pada pasien dengan DH. Pasien
dengan penyakit celiac yang tidak diobati juga telah ditemukan
memiliki

peningkatan

frekuensi

pengeroposan

tulang.

Pasien

dengan DH sering melanjutkan diet mengandung gluten dalam


waktu lama, meskipun rendah. Di Stefano menunjukkan kepadatan
mineral tulang berkurang secara signifikan di pasien dengan DH
yang menlakukan diet mengandung glute. Temuan ini menunjukkan
bahwa pasien dengan DH akan sangat erat dan orang-orang dengan
diet yang mengandung gluten menjadi penanda untuk potensi
penurunan massa tulang. Jika penurunan kepadatan mineral tulang

yang ditemukan, pasien harus didorong untuk memulai diet bebas


gluten.
DIAGNOSA BANDING
DH mungkin sulit dibedakan dengan berbagai kondisi lain karena
manifestasi pleomorfik dan sesekali kurangnya lesi diagnostik
(Kotak 59 1). exkoriasi neurotik , eksim, papular urtikaria, transient
dermatosis acantholytic, pemfigoid, gestasionis, eritema multiforme,
dan berbagai dermatosis lainnya dapat dibedakan mudah atas dasar
histologis dan kriteria imunologi. penyakit IgA linear mungkin lebih
sulit untuk dibedakan secara klinis dan histologis, tetapi dapat
dibedakan secara imunologis. Sebuah indeks kecurigaan

yang

tinggi sangat membantu bila tidak adanya lesi primer, DH dapat


didiagnosis berdasarkan deposit ikatan

IgA granular khas in vivo

pada kulit yang tampak normal.


SULFON
Diaminodiphenyl sulfon ( dapson ), sulfoxone ( diasone-tidak
tersedia

di

Amerika

Serikat),

dan

sulfapyridine

memberikan

perbaikan cepat pada gejala dan tanda-tanda penyakit. Gejala


mungkin mereda dalam sedikitnya 3 jam atau selama beberapa hari
setelah pil pertama dikonsumsi, dan lesi baru tidak lagi mengalami
erupsi setelah 1 sampai 2 hari pengobatan. Eksaserbasi terjadi dari
jam sampai beberapa hari setelah penghentian pengobatan. Respon
terapi ini, dalam jangka waktu yang lama adalah sebagai elemen
paling penting dalam membuat diagnosis. Pengobatan pilihan untuk
orang dewasa adalah dapson pada dosis awal 100 untuk 150 mg /
hari ( ini biasanya dapat digunakan sekali sehari ). Kadang sebagian
pasien mungkin membutuhkan 300 hingga 400 mg dapson untuk
perbaikan awal. Pasien harus diinstruksikan untuk menggunakan
dosis minimal yang diperlukan untuk menekan tanda dan gejala.

Tidak semua pasien memerlukan pengobatan sehari-hari, dalam


kasus yang jarang, 25 mg per minggu sudah cukup. Sulfapyridine,
dalam dosis 1,0 sampai 1,5 g harian, sangat berguna pada pasien
yang tidak toleran pada dapson, pada pasien usia lanjut, dan pada
mereka dengan masalah jantung dan paru. Mekanisme Farmakologi,
(s) tindakan, efek samping, dan pemantauan dapson dibahas di bab.
226. Hal ini penting untuk mengetahui bahwa obat OAINS sering
memperburuk

DH,

bahkan

pada

pasien

yang

menggunakan

dapsone.
DIET BEBAS GLUTEN
PENGARUH PADA USUS KECIL
Tidak ada keraguan bahwa lesi usus pada DH merespon terhadap
pemberhentian diet gluten. Perjalanan Waktu dari respon pada
orang dewasa dengan DH adalah sama seperti yang di orang
dewasa dengan penyakit celiac.
PENGARUH PADA PENYAKIT KULIT
kepatuhan yang ketat pada diet bebas gluten, setelah berbagai
periode waktu ( dari 5 bulan ke 1 tahun ), mengurangi atau
sepenuhnya

menghilangkan

kebutuhan

untuk

pengobatan

di

sebagian besar, tapi tidak semua, pasien. studi yang paling luas
oleh Fry dan rekan - rekan. telah dikonfirmasi oleh beberapa
kelompok. Namun, hanya pasien yang sangat termotivasi yang
dapat mematuhi diet, dan membutuhkan konseling oleh seorang
individu yang sangat akrab dengan diet tersebut.
ELEMENTAL DAN LAINNYA TERAPI DIET

Studi dalam sejumlah kecil pasien DH telah menunjukkan bahwa


diet elemental ( terdiri dari asam amino bebas, polisakarida rantai
pendek, dan sejumlah kecil trigliserida ) bisa sangat bermanfaat
dalam mengurangi penyakit kulit dalam beberapa minggu. Efek
menguntungkan pada penyakit kulit mungkin dicapai bahkan jika
pasien mengkonsumsi sejumlah gluten. Sayangnya, diet elemental
sulit untuk ditolerir dalam waktu yang lama. Menariknya, resolusi
sempurna lesi kulit pada DH juga dilaporkan dengan kepatuhan
terhadap diet tinggi protein, lemak terbatas, diet rendah karbohidrat
yang dipopulerkan sebagai "Atkins Diet. ", Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengkonfirmasi laporan ini.

Anda mungkin juga menyukai