Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae dengan
diameter sekitar 30 nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4 x 10-6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut semuanya telah ditemukan
di Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah DEN-3. Pada satu decade terakir
dengue sebagai suatu ancaman dan beban pada pelayanan kesehatan serta
ekonomi telah meningkat secara signifikan. Dibandingkan dengan situasi 50 tahun
lalu, insidensi di seluruh dunia telah meningkat 30 kali lipat. Saat ini dengue telah
menjadi penyakit virus yang ditularkan melalui nyamuk yang paling penting di
dunia. WHO ( World Health Organization ) memperkirakan terjadi sekitar 50
samapai 100 juta kasus setiap tahun dan hampir separuh populasi dunia tinggal di
lebih dari 100 negara endemik dengue dan 75 persen populasi yang terinfeksi
dengue tinggal di regional asia pasifik.1,5

Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat
setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka
fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan
yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 %. 2

Data WHO mengenai rata – rata jumlah kasus per tahun pada 30 negara
paling endemik di dunia yang diambil tahun 2004 sampai 2010 didapati Indonesia
menempati urutan ke 2 setelah brazil dengan jumlah rata – rata kasus tahunan
129.435 kasus, kemudian menurut data WHO yang di publikasi tahun 2016
didapati rata – rata jumlah kasus dari tahun 2010 sampai 2016 indonesia tidak
banyak mengalami perubahan dengan rata - rata jumlah kasus lebih dari 100.000
per tahunnya.1,2

1
Tahun 2016 terdapat jumlah kasus DBD sebanyak 204.171 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 1.598 orang. Jumlah kasus DBD tahun 2016
meningkat dibandingkan jumlah kasus tahun 2015 (129.650 kasus). Jumlah
kematian akibat DBD tahun 2016 juga meningkat dari tahun 2015 (1.071
kematian). IR atau angka kesakitan DBD tahun 2016 juga meningkat dari tahun
2015, yaitu 50,75 menjadi 78,85 per 100.000 penduduk. Namun, Case Fatality
Rate (CFR) mengalami penurunan dari 0,83% pada tahun 2015 menjadi 0,78%
pada tahun 2016.3.

Pada tahun 2016 terdapat 10 provinsi dengan angka kesakitan / incidence rate
kurang dari 49 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan angka kesakitan DBD
tertinggi yaitu Bali sebesar 515,90 per 100.000 penduduk, Kalimantan Timur
sebesar 305,95 per 100.000 penduduk, dan DKI Jakarta sebesar 198,71 per
100.000 penduduk. Angka kesakitan pada provinsi Aceh menempati urutan ke 23
dengan 52,02 per 100.000 pada tahun 2016, jumlah kasus 2651 dan jumlah kasus
meninggal 21, namun lebih dari 90 persen kabupaten / kota yang terjangkit DBD
pada tahun 2016 , pada provinsi Bali dan Kalimantan Timur meningkat hampir
dua kali lipat jika dibandingkan dengan angka kesakitan / incidence rate tahun
2015, dimana Bali sebesar 257,75 per 100.000 penduduk dan Kalimantan Timur
sebesar 188,46 per 100.000 penduduk. Kenaikan drastis juga terjadi di DKI
Jakarta yaitu pada tahun 2015 angka kesakitan DBD hanya 48,55 per 100.000
penduduk menjadi 198,71 per 100.000 pada tahun 2016. Kenaikan angka
kesakitan tersebut perlu mendapat perhatian khusus.3

Kematian CFR akibat DBD lebih dari 1% dikategorikan tinggi. Pada tahun
2016 terdapat 11 provinsi yang memiliki CFR tinggi dimana 3 provinsi dengan
CFR tertinggi adalah Maluku (5,79%), Maluku Utara (2,69%), dan Gorontalo
(2,68%), sedangkan pada provinsi Aceh didapati CFR ( 0,79 % ) Pada provinsi-
provinsi dengan CFR tinggi masih diperlukan upaya peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan dan peningkatan pengetahuan masyarakat untuk segera
memeriksakan diri ke sarana kesehatan jika ada gejala DBD sehingga tidak

2
terlambat ditangani dan bahkan menyebabkan kematian.3 Salah satu indikator
yang digunakan untuk upaya pengendalian penyakit DBD yaitu angka bebas jentik
(ABJ) dengan dilakukannya beberapa pencegahan yang termasuk didalamnya
yaiut Program PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ). Sampai dengan tahun
2016, ABJ secara nasional belum mencapai target program yang sebesar ≥95.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, maka


identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana gambaran kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas


Penangggalan
2. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Penanggalan tentang penyakit dan pencegahan DBD.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan


masyarakat tentang penyakit dan pencegahan DBD, sehingga terjadi penurunan
angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Penanggalan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas


Penangggalan
2. Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Penanggalan tentang penyakit dan pencegahan DBD.

3
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis


Memperkaya konsep/teori yang menyokong perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya yang terkait dengan tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit dan pencegahan DBD.

1.4.2 Manfaat praktis

Memberikan masukkan yang berarti bagi masyarakat dalam


meningkatkan pengetahuan tentang penyakit dan pencegahan DBD khususnya
melalui perspektif motivasi.

1.4.3 Manfaat bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan , pengalaman dalam membuat penelitian


dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan masyarakat

1.4.4 Manfaat bagi puskesmas

Untuk memberi tambahan informasi sebagai bahan acuan dan evaluasi


dalam melaksanakan pengendalian DBD .

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi5


Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis
hemoragik dan perembesan plasma. Yang membedakan demam berdarah dengue
dengan demam dengue adalah ada tidaknya perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae dengan
diameter sekitar 30 nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4 x 10-6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut semuanya telah ditemukan
di Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah DEN-3.

2.2 Epidemiologi1,2,3,5
Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali
lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak.
Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan
penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 %.

Data WHO mengenai rata – rata jumlah kasus per tahun pada 30 negara
paling endemik di dunia yang diambil tahun 2004 sampai 2010 didapati Indonesia
menempati urutan ke 2 setelah brazil dengan jumlah rata – rata kasus tahunan
129.435 kasus, kemudian menurut data WHO yang di publikasi tahun 2016
didapati rata – rata jumlah kasus dari tahun 2010 sampai 2016 indonesia tidak
banyak mengalami perubahan dengan rata - rata jumlah kasus lebih dari 100.000
per tahunnya.

Tahun 2016 terdapat jumlah kasus DBD sebanyak 204.171 kasus dengan

5
jumlah kematian sebanyak 1.598 orang. Jumlah kasus DBD tahun 2016
meningkat dibandingkan jumlah kasus tahun 2015 (129.650 kasus). Jumlah
kematian akibat DBD tahun 2016 juga meningkat dari tahun 2015 (1.071
kematian). IR atau angka kesakitan DBD tahun 2016 juga meningkat dari tahun
2015, yaitu 50,75 menjadi 78,85 per 100.000 penduduk. Namun, Case Fatality
Rate (CFR) mengalami penurunan dari 0,83% pada tahun 2015 menjadi 0,78%
pada tahun 2016.

Pada tahun 2016 terdapat 10 provinsi dengan angka kesakitan / incidence rate
kurang dari 49 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan angka kesakitan DBD
tertinggi yaitu Bali sebesar 515,90 per 100.000 penduduk, Kalimantan Timur
sebesar 305,95 per 100.000 penduduk, dan DKI Jakarta sebesar 198,71 per
100.000 penduduk. Angka kesakitan pada provinsi Aceh menempati urutan ke 23
dengan 52,02 per 100.000 pada tahun 2016, jumlah kasus 2651 dan jumlah kasus
meninggal 21, namun lebih dari 90 persen kabupaten / kota yang terjangkit DBD
pada tahun 2016 , pada provinsi Bali dan Kalimantan Timur meningkat hampir
dua kali lipat jika dibandingkan dengan angka kesakitan / incidence rate tahun
2015, dimana Bali sebesar 257,75 per 100.000 penduduk dan Kalimantan Timur
sebesar 188,46 per 100.000 penduduk. Kenaikan drastis juga terjadi di DKI
Jakarta yaitu pada tahun 2015 angka kesakitan DBD hanya 48,55 per 100.000
penduduk menjadi 198,71 per 100.000 pada tahun 2016. Kenaikan angka
kesakitan tersebut perlu mendapat perhatian khusus.

Kematian CFR akibat DBD lebih dari 1% dikategorikan tinggi. Pada tahun
2016 terdapat 11 provinsi yang memiliki CFR tinggi dimana 3 provinsi dengan
CFR tertinggi adalah Maluku (5,79%), Maluku Utara (2,69%), dan Gorontalo
(2,68%), sedangkan pada provinsi Aceh didapati CFR ( 0,79 % ) Pada provinsi-
provinsi dengan CFR tinggi masih diperlukan upaya peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan dan peningkatan pengetahuan masyarakat untuk segera
memeriksakan diri ke sarana kesehatan jika ada gejala DBD sehingga tidak
terlambat ditangani dan bahkan menyebabkan kematian.

6
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
penularan virus dengue, yaitu: (1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke
tempat lain; (2) Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; (3) Lingkungan: curah
hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.3 Vektor dan Cara Penularan5,6

Manusia dapat tertular virus dengue apabila digigit oleh vektor nyamuk

yang infektif. Ada beberapa vektor dari virus dengue, yaitu nyamuk Aedes

aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan anggota dari kelompok Aedes

scutellaris. Akan tetapi, vektor utama dan yang paling efisien untuk virus dengue

adalah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini berukuran kecil, badannya berwarna

hitam dan memiliki loreng-loreng putih. Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa

berkembang biak di tempat penampungan air atau barang-barang yang

memungkinkan air tergenang di lingkungan rumah, seperti bak mandi, drum, vas

bunga, kaleng atau ban bekas yang terisi air hujan, tempat minum burung, atau

botol. Nyamuk ini lebih sering menggigit manusia pada pagi hari (pukul 8.00 –

12.00) dan sore hari (pukul 15.00 – 17.00). Nyamuk Aedes aegypti betina dapat

menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.Perilaku inilah

yang menyebabkan nyamuk Aedes aegypti disebut vektor yang efisien.

Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang infektif, virus dengue akan

memasuki masa inkubasi selama 3 sampai 14 hari (rata-rata 4 sampai 7 hari),

setelah itu pasien akan mengalami demam disertai gejala menyerupai flu, periode

ini berlangsung selama 2 sampai 10 hari. Pada saat ini virus dengue bersirkulasi di

7
aliran darah tepi. Apabila nyamuk Aedes aegypti menggigit pasien pada fase

tersebut, nyamuk tersebut menjadi infektif dan dapat menularkan virus dengue

kepada individu lainnya setelah virus menyelesaikan masa inkubasi di tubuh

nyamuk selama 8 sampai 12 hari

2.4 Patogenesis5
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan
patofisiologis yang signifikan, yaitu:

 Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya


plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian
unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
 Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan
C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen
tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD,
namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi
komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan
dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam
makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infeksi dengue sebelumnya.
Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cell-
mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.

2.5 Manifestasi Klinis5


Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.
Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang
tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat

8
yaitu dengue shock syndrome (DSS). Diagnosis demam berdarah dengue
ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari
kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).

Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji tourniquet positif
- Petekia, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena

Kriteria Laboratoris :
- Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
- Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc) > 20%)

Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4


derajat seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit

Kategori Derajat Gejala Laboratorium


Demam diserai 2/lebih tanda: - leukopenia
nyeri kepala, nyeri retro- - trombositopenia ringan
DD
orbital, nyeri otot dan nyeri - tidak ada tanda
sendi kebocoran plasma
- trombositopenia
Gejala di atas + uji tourniquet
DBD I <100.000 /ml
positif
- ada kebocoran plasma

9
- trombositopenia
Gejala di atas + perdarahan
DBD II <100.000 /ml
spontan
- ada kebocoran plasma
Gejala di atas + tanda-tanda
- trombositopenia
pre-syok (kulit dingin, lembab,
DBD III <100.000 /ml
dan gelisah, nadi cepat, tekanan
- ada kebocoran plasma
darah turun)
- trombositopenia
Syok berat (nadi tidak teraba,
DBD IV <100.000 /ml
tekanan darah tidak terukur)
- ada kebocoran plasma

Adapun yang dimaksud tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage)


antara lain:
- peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
- penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
- hipoproteinemia
- hiponatremia
- efusi pleura atau asites

2.6 Diagnosis5,6
Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis
dan pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis
DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis DBD antara lain:

a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),

10
hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada
tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB).
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit
dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis yang
dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan
memeriksa kadar IgM dan IgG.
Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan
darah adalah:
 Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat
ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit
plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan
meningkat jumlahnya
 Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
 Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit
awal, umumnya mulai terlihat padaa hari ke-3 demam
 Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT
jika dicurigai adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah
 Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran plasma
 Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT
 Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika terjadi
syok
 Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3
sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta
terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2
(infeksi sekunder)
 Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk
kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada
fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti
pada tabel berikut ini.

11
Tabel 2.2 Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Interval Serum I-II Kenaikan Titer Titer Serum II Kesimpulan
≥ 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi Primer
Berapapun ≥ 4 kali ≥ 1: 1560 Infeksi Sekunder
< 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi primer atau
infeksi sekunder
Berapapun tidak ada ≥ 1: 2560 Mungkin infeksi
dengue
≥ 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Bukan infeksi
dengue
< 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Tidak bisa
disimpulkan
Hanya 1 serum ≤ 1: 1280 Tidak bisa
disimpulkan

b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi
komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites. Efusi pleura dapat dilihat pada
foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan
USG Abdomen.

2.7 Penatalaksanaan5,6
a. Promotif
Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat
adalah melalui semboyan “3M plus” yaitu menguras bak mandi minimal
seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-
barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti,
pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat
penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan
fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.

12
b. Preventif
Pencegahan demam berdarah yang paling efektif dan efisien sampai
saat ini adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus,
yaitu:

1. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat


penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es dan lain-lain
2. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan
3. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam
Berdarah.

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan
seperti

1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit


dibersihkan;
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3. Menggunakan kelambu saat tidur;
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk,
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan terutama
pada musim penghujan dan pancaroba, karena meningkatnya curah hujan dapat
meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD,
sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada saat
musim penghujan.

c. Kuratif
Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah
dengan terapi simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian

13
dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
intravaskular merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan demam
berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus dijaga terutama cairan oral. Apabila
asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan
secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi
darah.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
Divisi Tropik Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

Protokol 1: Penanganan Pasien Dewasa Tersangka DBD tanpa Syok


Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat serta
digunakan sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Adapun hal-hal
yang harus dilakukan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Protokol I (Penanganan Pasien Tersangka DBD tanpa Syok)

Protokol II: Pemberian Cairan pada Pasien Tersangka DBD di Ruang Rawat

14
Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini.

1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg – 20)}

atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula
digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di
bawah ini.

Tabel 2.3 Tabel Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut


Holiday-Segar

Berat Badan (kg) Kebutuhan Cairan


≤ 10 kg 100 cc/kgBB/hari
11 – 20 kg 50 cc/kgBB/hari
> 20 kg 20 cc/kgBB/hari

Misal:
 Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah
(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250
cc/hari = 1250 cc/hari
 Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10
kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) =
1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari

Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di


ruang rawat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

15
Gambar 1.2 Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di Ruang Rawat)

Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%


Meningkatnya hematokrit > 20% menunjukkan adanya defisit cairan tubuh
sebanyak kurang lebih 5%. Penatalaksanaannya seperti yang terlihat pada bagan
berikut ini.

Gambar 2.2 Protokol III (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%)

16
Protokol IV: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dapat berupa
epistaksis, hematemesis, melena, hematokezia, hematuria, perdarahan
intraserebral atau perdarahan tersembunyi lainnya. Pada keadaan seperti ini
pemberian cairan tetap sama seperti keadaan tanpa syok. Observasi tanda vital,
Hb, hematokrit, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam sekali.
Pemberian heparin dilakukan bila secara klinis dan laboratoris ditemukan
tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation). Tranfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb
< 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte Concentrate) dilakukan bila trombosit <
50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau tanpa tanda-tanda DIC.
Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor pembekuan (PT dan
aPTT memanjang).

KASUS DBD:
Perdarahan spontan masif
Tanda-tanda syok (-)

Pemeriksaan Hb, Hematokrit,


Trombosit, Leukosit,
Hemostasis, Golongan Darah,
Uji Cross-Match

DIC (+): DIC (-):


Tranfusi komponen darah (k/p) Tranfusi komponen darah (k/p)
Heparinisasi 5000-10.000/hari drip Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-
Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4- 6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
kemudian

Gambar 2.3. Protokol IV (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD)

17
Dalam memberikan transfusi komponen darah hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan
kebutuhan transfusi komponen darah. Untuk menentukan kebutuhan transfusi
PRC dapat digunakan rumus:

(Hb target – Hb pasien) x Berat Badan (kg) x 3

Sedangkan kebutuhan trombosit dapat dihitung dengan perkiraan bahwa


50 cc suspensi trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-
10.000/mm3 pada pasien dengan berat badan minimal 50 kg. Ada beberapa
institusi yang menyatakan bahwa untuk membantu meningkatkan kadar trombosit
dapat juga ditambahkan Dexamethason atau Metilprednisolon (parenteral).
Namun pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang
memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat
mudah menaikkan kadar glukosa darah dan tekanan darah.

Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome


Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok
(DBD Derajat III dan IV) yang merupakan kegawatdaruratan pada penyakit ini.
Tatalaksana Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan
berikut ini.

18
Gambar 2.4. Protokol V (Tatalaksana Dengue Shock Syndrome)

19
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yang berbentuk penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif. dimana dalam penelitian ini
peneliti ingin mengetahui gambaran kejadian dan pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit dan pencegahan DBD.

3.2. Variabel Penelitian


Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
peneliti, sering kali di katakan variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan di teliti. Dalam penelitian ini
variabelnya adalah pengetahuan masyarakat terhadap penyakit dan pencegahan
DBD dan kejadian DBD.

3.3. Definisi Operasional


Definisi operasional adalah batasan tentang variabel yang dimaksud,
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

Variabel Definisi operasional Kriteria Alat ukur Skala

Pengetahuan  Baik : 78-100%


Segala sesuatu yang Kuesioner Ordinal
mengenai  Cukup : 68-77%
dipahami, dimengerti
penyakit dan oleh ibu tentang Kurang : 0-67%
pencegahan penyakit dan
DBD. pencegahan DBD.
Ya / tidak Data sekunder rasio
Kejadian Jumlah kasus DBD
DBD yang diambil dari
data sekunder Dinas

20
Kesehatan Kota
Subulussalam tahun
2015 – 2017

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan di teliti (Arikunto,
2006). Berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa populasi adalah
semua objek yang di amati dalam penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien yang berobat di Puskesmas Penanggalan, Kota Subulussalam.
Dalam penelitian ini populasinya adalah semua masyarakat kecamatan
Penanggalan 15.398 orang yang terbagi didalam beberapa desa.

3.4.2. Sampel
Adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang ) dengan
teknik accidental sampling.

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian di lakukan di Puskesmas Penanggalan, Kota
Subulussalam.

Waktu penelitian di lakukan pada Penelitian berlangsung tanggal 3 Januari


2018 – 26 januari 2018 dimulai saat jam 08.00 sampai dengan 14.00 sesuai
dengan jam kerja Puskesmas.

21
3.6. Kerangka Kerja
Adalah langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah yang dilakukan dalam
melakukan penelitian.

Populasi

Seluruh pasien di Puskesmas Penanggalan.

Sampel

Seluruh pasien yang berobat di Puskesmas Penanggalan sebanyak 60 orang.

Teknik Sampling

Accidental Sampling

Pengumpulan data

Melakukan penyebaran kuesioner terhadap responden yang menjadi sampel


penelitian dan melakukan pengambilan data kejadian DBD di Dinas Kesehatan
Kota Subulussalam

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

22
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

 Pasien yang berobat di Puskesmas Penanggalan, Kota Subulussalam.


 Pasien yang bersedia mengisi kuisioner

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

 Pasien yang tidak bersedia mengisi kuesioner


 Pasien yang tidak kooperatif dalam proses pengambilan data

3.7. Pengumpulan Data


3.7.1. Proses Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini proses pengumpulan data dilakukan dengan cara
pemberian kuesioner oleh peneliti kepada responden yang dijadikan sampel
penelitian sesuai kriteria inklusi dan eksklusi serta pengambilan data sekunder
kejadian DBD berupa Profil Kesehatan Kabupaten Kota Subulussalam.

- Data primer
Data primer diperoleh melalui kuesioner yang dinyatakan kepada
responden dengan wawancara terpimpin dengan berpedoman pada
kuesioner yang telah dipersiapkan.

- Data sekunder
Data Sekunder didapatkan dari kumpulan dokumen profil kesehatan Kota
Subulussalam tahun 2015 - 2017 tentang penyakit DBD di Kabupaten
Kota Subulussalam.

3.8. Instrumen Penelitian


Untuk mengukur pengetahuan pasien instrument penelitian yang
digunakan adalah kuisioner tertutup dengan jumlah 20 pertanyaan pengetahuan
dan responden tinggal memilih pilihan yang telah disediakan.Untuk penilaian
jawaban kuesioner digunakan skoring (Notoatmodjo, 2005).

23
3.9, Analisis Data
Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan atau menggambarkan karakteristik setiap variabel penelitian.
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
variabel .

3.10. Etika Penelitian


Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut

1. Informed Consent
Lembar persetujuan responden diberikan kepada calon responden dengan
tujuan supaya subyek mengetahui maksud dan tujuan serta dampak
pengumpulan data, jika subyek bersedia diteliti maka subyek harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika subyek tidak bersedia
diteliti maka peneliti harus tetap menghormati hak klien.

2. Anonymity ( Tanpa nama )


Untuk menjaga kerahasiaan subyek maka tidak dicantumkan identitas dari
subjek dengan tidak mencantumkan nama dalam lembar pengumpulan
data.

3. Confidentiality (kerahasian)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin oleh
peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan pada hasil
penelitian.

4. Privacy
Di dalam penelitian ini, peneliti menjamin privasi responden dengan tidak
menanyakan hal-hal lain selain yang berkaitan dengan lingkup peneliti.

24
BAB 4
GAMBARAN UMUM, HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kota Subulussalam terbentuk sejak tahun 2007, dibagi menjadi 5
kecamatan yaitu Simpang Kiri, Penanggalan, Rundeng, Sultan Daulat, dan
Longkib.

Kecamatan Penanggalan berada di 02036’58” Lintang Utara dan 9803’20”


Bujur Timur. Berdasarkan topografi wilayah, Kecamatan Penanggalan terletak
pada ketinggian +/- 120 meter diatas permukaan laut (dpl).

Gambar 4.1. Peta Kota Subulussalam

a. Secara geografis kecamatan penanggalan berbatasan dengan :

Utara : Kabupaten Aceh Tenggara

Selatan : Kecamatan Suro

Barat : Kecamatan Simpang kiri

25
Timur : Kabupaten Dairi

b. Kecamatan Penanggalan memiliki luas sebesar 92,8 km2 dengan jumlah


kampong / desa sebanyak 10 (sepuluh) desa, Desa Penanggalan merupakan desa
dengan wilayah terluas yakni sebesar 21,8km2, atau 24% dari total luas
Kecamatan. Sedangkan desa Kuta Tengah merupakan desa dengan luas terkecil
yakni 4,3 km2 atau hanya 5% dari total luas Kecamatan.

1. Desa Penanggalan
Diagram 4.1
2. Desa Jontor
3. Desa Lae ikan
4. Desa Cepu
5. Desa Kampung baru
6. Desa Penuntungan
7. Desa Lae motong
8. Desa Lae bersih
9. Desa Sikelang
10. Desa Kuta tengah

c. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data registrasi penduduk pada Dinas Kependudukan dan


Catatan Sipil Kota Subulussalam pada tahun 2012, jumlah penduduk di
Kecamatan Penanggalan berjumlah 15.398 jiwa. Dengan jumlah penduduk laki-
laki sebesar 7.929 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 7.469 jiwa. Desa
Penanggalan merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan
Penanggalan yaitu sebanyak 6.721 penduduk. Sedangkan Desa Kuta Tengah
merupakan desa yang memiliki penduduk terkecil yaitu sebanyak 275 penduduk.

26
Diagram 4.2. Diagram 4.3.

c. Rasio jenis kelamin


Rasio jenis kelamin adalahperbandingan penduduk laki-laki
danperempuan. Jika nilai rasio di atas 100 berartijumlah penduduk laki-laki lebih
banyak daripada jumlah penduduk perempuan.Rasio jenis kelamin di
KecamatanPenanggalan pada tahun 2012 sebesar 106. Hal ini menunjuk kan
bahwa jumlah penduduklaki-laki di Kecamatan Penggalan jauh lebihbanyak dari
pada jumlah pendudukperempuan nya.

d. Sarana dan Teanaga kesehatan

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3
menyebutkan bahwa status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak
masyarakat (human rights). Untuk itu, berbagai upaya dilakukan untuk
meningkatkan sektor kesehatan baik dalam bidang pelayanan, pembangunan
infrastruktur dan masalah pembiayaan. Di Kecamatan Penanggalan berbagai
fasilitas kesehatan, seperti puskesmas, posyandu, praktek dokter dan lainnya telah
tersedia. Dari tahun ke tahun jumlah fasilitas terus mengalami peningkatan.
Adapun jumlah sarana Kesehatan di Kecamatan Penanggalan berjumlah 38 unit
yang terdiri dari 13 Posyandu, 1 Puskesmas, dan 3 tempat prakter dokter.

27
Selain fasilitas fisik kesehatan, hal lain yang juga sangat penting adalah
ketersediaan tenaga kesehatan. Pada tahun 2012 tenaga kesehatan yang terdapat di
Kecamatan Penanggalan adalah dokter praktek, mantri, bidan, dan perawat,
termasuk dukun bayi / tradisional yang sudah terdaftar di Dinas Kesehatan.
Dengan rincian dokter 1 orang, mantri kesehatan 3 orang, bidan 12 orang dan
dukun bersalin berjumlah 7 orang.

Diagram 4.4.

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Data Umum

Tabel 4.1. Tren Kejadian Kasus di Kota Subulussalam DBD tahun


2015 sampai 2017

No. Ket
Kecamatan 2015 2016 2017
1. Penanggalan 0 2 7
2. Simpang kiri 5 5 28
3. Rundeng 0 0 0
4. Sultan Daulat 1 0 0
5. Longkib 0 0 1
Jumlah 6 7 36

28
Dari table diatas didapati bahwa jumlah kasus di kecamatan penanggalan
di tahun 2015 tidak ada, namun terdapat peningkatan kasus menjadi 2 kasus pada
tahun 2016 dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2017.

Diagram 4.5 Tren Kejadian Kasus di Kota Subulussalam DBD tahun 2014 –
2017.

Kejadian DBD
8
7
6
5
4
Kejadian DBD
3
2
1
0
2015 2016 2017

Dari diagram diatas didapati bahwa jumlah kasus di kecamatan


penanggalan di tahun 2015 tidak ada, namun terdapat peningkatan kasus menjadi
2 kasus pada tahun 2016 dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2017.

Tabel 4.2 Distribusi alamat responden

Nama Dusun Jumlah Responden

Desa Penanggalan 33

Desa Jontor 11

Desa Lae ikan 1

Desa Cepu 9

Desa Penungtungan 6

29
Desa Kampung Baru

Desa Lae bersih -

Desa Lae motong -

Desa Sikelang -

Desa Kuta Tengah -

Diagram 4.6 Distribusi alamat responden

Alamat Responden
0% 0% 0% 0% 0%
Penanggalan
10%
Jontor
15% Lae ikan

2% Cepu
55%
penuntungan
18%
Kampung baru
Lae bersih

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa responden tinggal di Penanggalan


sebanyak 55%, Jontor sebanyak 18% dan Cepu sebanyak 15%, Penuntungan 10
%, lae ikan 2 %.

30
Tabel 4.3 Distribusi usia responden

Usia Jumlah Responden

15-35 tahun 16

36- 49 tahun 37

>50 tahun 7

Diagram 4.7. Distribusi usia responden

Usia Responden

12%
27% 15-35 tahun

36- 49 tahun

>50 tahun
61%

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa responden yang berusia 15-35
tahun sebanyak 27%, 36-49 tahun sebanyak 62%, dan responden yang berusia
>50 tahun sebanyak 11%.

31
Tabel 4.4 Distribusi tingkat pendidikan responden

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden

SD 31

SMP 8

SMA/K 11

Diagram 4.8. Distribusi tingkat pendidikan responden

Tingkat Pendidikan Responden

22%

SD

SMP
16%
62%
SMA/K

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa responden yang mengeyam


pendidikan sampai SD sebanyak 62%, SMP sebanyak 16%, dan responden yang
mengeyam pendidikan sampai SMA/K sebanyak 22%.

32
4.2.2 Data Khusus

Tabel 4.5 Pengetahuan Responden Terhadap Penyakit DBD

Pertanyaan Jawaban benar Jawaban salah Tidak Tahu

Penyebab DBD 25 33 2

Cara penularan 37 10 13

Ciri nyamuk 31 29 0

Waktu penggigitan 29 22 9

Tempat nyamuk hinggap 32 28 0

Tempat berkembangbiak 37 18 5

Pola demam 17 38 5

Menyebabkan kematian 40 14 6

Menular 38 12 10

Kapan dibawa ke RS 9 45 6

Total 295 249 56

Keseluruhan Pertanyaan 600

33
Diagram 4.9 Tingkat pengetahuan pasien terhadap penyakit DBD

Tingkat Pengetahuan Ibu


Terhadapa Penyakit DBD

9%

Jawaban yang benar


49%
Jawaban yang salah
43% Tidak tahu

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa banyak jawaban yang benar
sebanyak 49%, jawaban yang salah 42% dan jawaban tidak tahu sebanyak 9%.

Tabel 4.6 Pengetahuan Responden Terhadap Pencegahan DBD

Pertanyaan Jawaban Benar Jawaban Salah Tidak Tahu

Kegunaan abate 11 36 13

Cara pencegahan 18 15 27

3M 27 21 12

Menguras dalam seminggu 22 35 3

Cara menguras bak mandi 36 22 2

3M+ 23 32 5

Kegunaan abate 11 24 25

Pemberian abate 14 6 40

34
Kegunaan fogging 19 31 10

Program puskesmas 5 17 38

Total 186 239 165

Keseluruhan Pertanyaan 600

Diagram 4.10. Tingkat pengetahuan pasien terhadap pencegahan DBD

Tingkat Pengetahuan Pasien


Terhadap Pencegahan DBD

28% 32% Jawaban yang benar


Jawaban yang salah
Tidak tahu

40%

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa banyak jawaban yang benar
sebanyak 32%, jawaban yang salah 40% dan jawaban tidak tahu sebanyak 28%.

35
BAB 5
PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

5.1. Pembahasan
Dari diagram diatas didapati bahwa jumlah kasus di kecamatan
penanggalan di tahun 2015 tidak ada, namun terdapat peningkatan kasus
menjadi 2 kasus pada tahun 2016 dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada
tahun 2017.

Berdasarkan diagram 4.8 tentang pengetahuan pasien terhadap


penyakit DBD, dapat dinilai bahwa rata-rata tingkat pengetahuan pasien
sebesar 49% (kurang). Hasil ini dapat dicapai dari pengetahuan pasien tentang
penyebab DBD, cara penularan penyakit DBD, ciri nyamuk penyebab
penyakit DBD, waktu penggigitan nyamuk, tempat hinggap nyamuk, tempat
berkembangbiaknya nyamuk DBD, pola demam dari penyakit DBD, apakah
penyakit DBD dapat menular dan menyebabkan kematian seta kapan harus
membawa anak ke RS.

Berdasarkan diagram 4.10 tentang pengetahuan pasien terhadap


pencegahan penyakit DBD, dapat dinilai bahwa rata-rata tingkat pengetahuan
pasien sebesar 32 % (kurang). Hasil ini dapat dicapai dari pengetahuan pasien
tentang kegunaan abate, cara mencegah, arti dari 3M, berapa kali pasien
menguras bak mandi dalam seminggu, arti dari 3M+, kegunaan abate, cara
pemberian abate yang benar, kegunaan dari fogging, dan program puskesmas.

5.2.Pemecahan Masalah
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dengan
melakukan promosi kesehatan selama 3 hari berturut-turut dalam jam
operasional (08.00 – 14.00 wib) di Puskesmas Penanggalan mengenai
tentang penyebab DBD, cara penularan penyakit DBD, ciri nyamuk
penyebab penyakit DBD, waktu penggigitan nyamuk, tempat hinggap
nyamuk, tempat berkembangbiaknya nyamuk DBD, pola demam dari
penyakit DBD, apakah penyakit DBD dapat menular dan menyebabkan
kematian seta kapan harus membawa anak ke RS, kegunaan abate, cara

36
mencegah, arti dari 3M, berapa kali pasien menguras bak mandi dalam
seminggu, arti dari 3M+, kegunaan abate, cara pemberian abate yang
benar, kegunaan dari fogging, dan program puskesmas yang dilakukan
oleh dokter internship.

Gambar 5.1. Penyuluhan DBD terhadap masyarakat Kecamatan


Penaggalan di Puskesmas Penanggalan

37
Gambar 5.2. Pembagian kuisioner ke masyarakat Kec. Penanggalan

38
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran kejadian dan tingkat
pengetahuan pasien mengenai penyakit dan pencegahan Demam Berdarah,
didapatkan hasil bahwa :

1. Gambaran kejadian DBD tahun 2015 - 2017 di wilayah kerja


Puskesmas Penanggalan terdapat peningkatan kejadian dua kali lipat
pada tahun 2016 – 2017, sedangkan tahun 2105 tidak ada kasus.

2. Gambaran tingkat pengetahuan Pasien terhadap penyakit penyakit


DBD di Puskesmas Penanggalan kurang ( 49 % ), dan pencegahan
juga masih kurang ( 32 % ).

6.2. Saran
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini, maka penulis
menyarankan :

1. Diharapkan Dinas Kesehatan menyediakan gambaran data yang


lebih lengkap lagi.
2. Diharapkan Tenaga kesehatan ataupun puskesmas sebagai unit
pelayanan primer diharapkan dapat memberikan penjelasan atau
keterangan secara lebih detail tentang hal-hal yang berkaitan dengan
DBD pada masyarakat.
3. Diharapkan Puskesmas dapat melatih kader – kader puskesmas
sebagai perpanjangan tangan dalam memberikan informasi, dan
mempermudah akses masyarakat akan informasi mengenai DBD.
4. Diharapkan masyarakat untuk lebih aktif menambah pengetahuan
dan kemudian berpartisipasi dalam program-program kesehatan.

39
5. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah baru
yang berkaitan dengan peningkatan kejadian DBD di Kecamatan
Penangggalan.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Strategy for dengue prevention and


control, 2012–2020.
http://www.who.int/denguecontrol/resources/9789241504034/en/
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a. Perkembangan
Kejadian DBD Indonesia, 2004 - 2007.
http://www.penyakitmenular.info/detil.asp?m=5&s=5&i=217
3. Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf
4. Lily S. Sulistyowati, Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemkes
(Kementrian Kesehatan). 2014. Akibat DBD, 641 Orang Meninggal
Selama 2014.http://m.bersatu.com/kesehatan/236614-akibat-dbd-641-
orang-meninggal-selama-2014.html
5. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. “Demam Berdarah Dengue”.
Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Wiradharma, Danny. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. J
Kedokter Trisakti 18(1): 77-90

41

Anda mungkin juga menyukai