Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Granuloma Annulare (GA) ditemukan pertama kali tahun 1895 dengan

sebutan “ringed eruption” oleh Dr. Colcett Fox. Hal ini dikarenakan pada anak

perempuannya ditemukan lesi bulat dengan tepi berbatas tegas dan bagian tengah

yang berwana merah. Entitas penyakit tersebut nantinya akan disebut “granuloma

annulare” oleh Dr. Radcliffe Crocker tahun 1902.1

GA merupakan salah satu penyakit kulit dan jaringan subkutan yang dapat

mempengaruhi semua usia dan RAS. Penyakit ini ditandai oleh adanya plak

annular granulomatosa, nodul atau papul yang berisi fokus perubahan kolagen

yang dikelilingi histiosit dan limfosit.2

Prevalensi GA dalam suatu komunitas belum jelas diketahui, namun

diperkirakan berkisar antara 0,1-0,4% pasien yang datang ke klinik dermatologi

dengan GA. Sebagian besar kasus GA terjadi sebelum usia 30 tahun, namun

jarang pada infant.3,4 Pada beberapa studi dikatakan bahwa GA secara umum

terjadi pada semua kelompok umur, namun paling sering pada anak dan dewasa

muda.2 Rasio perbandingan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin

(Perempuan : laki-laki) adalah 2:1.3 Hal ini menunjukkan bahwa GA lebih banyak

terjadi pada perempuan. Walaupun demikian, GA tetap dapat terjadi pada semua

jenis kelamin.

Penyebab GA secara umum dikaitkan dengan beberapa kondisi, seperti

diabetes mellitus, penyakit tiroid, malignansi, infeksi HIV dan EBV serta

hepatitis B.3 Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai etiologi dan
patogenesis GA penting dipahami untuk dapat mendiagnosis serta manajemen

klinis yang sesuai. Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk dijadikan bahan

informatif bagi pembaca mengenai granuloma annulare (GA), dari definisi hingga

prognosisnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi GA

Granuloma annulare (GA) merupakan gangguan idiopatik pada dermis dan

jaringan subkutan. Gangguan ini dapat terjadi pada semua RAS dan kelompok

usia tetapi pengaruhnya pada perempuan dua kali lebih besar dibandingkan

dengan laki-laki. GA mungkin menunjukkan respon isomorfik dari Koebner,

mempengaruhi area penyembuhan herpes zoster, dan mungkin terbatas pada area

yang terpapar sinar matahari. Kebanyakan kasus sembuh secara spontan,

meninggalkan kulit yang sepenuhnya normal, tetapi kehilangan jaringan elastis

dapat terjadi, menyisakan lesi atrofi menyerupai elastolisis middermal atau

anetoderma. Beberapa studi menunjukkan bahwa GA yang reaktif berasosiasi erat

dengan gangguan dan pengobatan yang mendasarinya.5

Terdapat banyak morfologi klinis GA. Biasanya, pasien menunjukkan satu

jenis klinis selama perjalanan penyakit mereka, kecuali dalam bentuk subkutan, di

mana papullar khas atau GA lokal juga dapat terjadi.5

2.2. Etiopatogenesis GA

GA biasanya muncul untuk alasan yang tidak diketahui, walaupun beberapa

studi telah dilaporkan bahwa GA kaitannya dengan tes tuberkulin; trauma; infeksi

virus seperti HIV, EBV, herpes zozter; dan terapi PUVA. Namun, GA juga dapat

menunjukkan bahwa adanya infeksi sekunder pada immunocompromised host.6


Apapun penyebabnya, hal tersebut menimbulkan semacam reaksi inflamasi

yang khas. sebagian besar ahli percaya bahwa reaksi ini dimediasi secara

imunologis di mana peradangan mengelilingi perubahan pembuluh darah, kolagen

serta jaringan elastis.6

Perubahan akibat proses nekrosis menunjukkan terjadinya vaskulitis pada

pembuluh darah dermal, walaupun vaskulitis leukositoklastik akut jelas jarang

terjadi. Purpura secara klinis jarang terjadi, namun kemerahan akibat ekstravasasi

sel darah merah ditemukan pada specimen biopsy dari 1-3 pasien. Imunoglobulin,

komplemen, dan fibrinogen terkadang ditemukan pada pembuluh darah dermal di

sekitar daerah nekrobiotik. Pembahasan mengenai tipe reaksi imun masih

diperdebatkan, namun kemungkinan vaskulitis dapat diakibatkan deposisi

kompleks imun sirkulasi, atau dapat juga dikarenakan mediator sitotoksik yang

disekresikan sel-sel imun. Hal ini didukung dengan penemuan kompleks imun

sirkulasi pada pasien GA. Namun demikian, bukti yang menunjukkan adanya

reaksi sel-sel imun terhadap GA masih sedikit.6

Limfosit teraktivasi dan histiosit telah dibuktikan terdapat dalam infiltrat

inflamasi. Sebagian besar limfosit dalam infiltrat adalah dalam bentuk teraktivasi

dan mengekspresikan reseptor untuk interleukin 2 (IL-2).6,8 Berdasarkan hasil

penelitian Mempel, et al., (2002)7 menunjukkan bahwa IL-2 berperan penting

dalam menginduksi limfosit T ke arah lesi GA beserta proliferasi limfosit T

tersebut. Adanya limfosit dan histiosit dalam infiltrat inflamasi pada GA

menunjukkan kontribusi hiersensitivitas tipe IV (lambat) dalam patogenesisnya.8

Kaitan GA dengan beberapa penyakit sistemik ditinjau dari segi patogenesis

masih menjadi topik perdebatan. Hal ini diduga adanya infiltrasi limfosit ke arah
kulit. Alirezaei dan Farshchian (2017)9 dapat menunjukkan adanya hubungan

antara kedua kondisi tersebut, namun tidak dapat menjelaskan hubungan kedua

kondisi tersebut. Walaupun demikian, peningkatan circulating factor VIII-related

antigen terjadi pada pasien diabetes mellitus.8 Faktor tersebut merupakan faktor

yang menginduksi terjadinya adhesi platelet dengan sel endotel yang dibentuk

oleh sel endotel tersebut. Peningkatan jumlah faktor tersebut terjadi hanya pada

vaskulitis pembuluh darah besar dan bukan pada pembuluh darah kecil. 10 Hal ini

menjadi alasan terjadinya granuloma annulare tipe generalisata dan bukan tipe

lokalisata pada kasus diabetes mellitus.8

2.3. Diagnosis dan Manifestasi Klinis GA

Secara klinis, GA dapat dibagi menjadi beberapa tipe berbeda yang diawali

dengan pembagian berdasarkan distribusi (generalisata atau lokalisata) dan lesi

kulit (subkutan atau perforasi), yakni:

2.3.1. GA lokalisata

Tipe ini merupakan tipe yang paling umum terjadi pada anak-anak dan

dewasa muda. Gambaran makroskopis lesi GA terdiri dari cincin kecil yang halus,

papul sirkumskrip berwana merah atau lebih pucat dibandingkan kulit normal di

sekitarnya. Lesi akan terlihat jelas dengan meregangkan kulit sekitarnya.2,8,10

Daerah predileksi GA lokalisata biasanya pada dorsal tangan, jari-jari,

lengan bawah, dan daerah kaki. Terkadang lesi juga ditemukan pada kelopak mata

dan telinga.2,8,10
Gambar 2.1. Lesi pada GA lokalisata4

2.3.2. GA generalisata

Angka kejadian GA generalisata adalah sekitar 10-15% dari jumlah kasus

total, dan terjadi paling sering pada orang dewasa. 2 Gambaran lesi berupa papul

kecil, walaupun makula dan nodul kadang terlihat. Lesi dapat berwarna merah,

keunguan atau kuning.8,10 Pruritus juga dapat menyertai keluhan ini.2 Lesi GA

generalisata tersebar luas di daerah trunkus dan gambarannya simetris.8,10

Gambar 2.2. Lesi pada GA generalisata4

2.3.3. GA subkutan
GA subkutan merupakan salah satu tipe GA yang jarang terjadi. 2 GA tipe ini

memiliki dapat digambarkan lewat beberapa sinonim yakni: benign rheumatoid

benign, isolated subcutaneous nodule, subcutaneous palisading granuloma dan

palisading granuloma nodosum. GA subkutan secara umum paling sering terjadi

pada anak.2,8,10

Gambar 2.3. Lesi pada GA subkutan4

Lesi pada GA subkutan biasanya muncul dengan nodul atau massa, yang

dapat berkembang dengan cepat. Lesi tersebut dapat bersifat mudah digerakan

(mobile) namun dapat juga terfiksasi di bawah periosteum dan otot.8,10

Daerah predileksi GA subkutan meliputi kulit kepala, kaki dan area

pretibial, tangan serta lengan bawah. Kulit kepala yang paling sering terkena

adalah derah occiput. Lesi biasanya bersifat asimptomatik.8,10

2.3.4. GA perforasi

GA perforasi dilaporkan terjadi pada semua kelompok umur termasuk

infant dan pada HIV.2 Pada GA tipe ini, papul lokalisata maupun generalisata

berkembang dengan bagian tengahnya berwarna kekuningan dan mengeluarkan


cairan bening dan kental yang mengering membentuk krusta, akhirnya terpisah

untuk meninggalkan bekas luka hipo atau hiperpigmentasi.2

Gambar 2.4. Lesi GA perforasi4

2.4. Diagnosis Differensial

Gambaran klinis dan karakteristik predileksi memungkinkan banyak

diagnosis yang dapat dibuat pada banyak kasus.8,10 Konfigurasi annular sering

didiagnosis dengan tinea korporis. Hal ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan

kerokan dan biopsi jaringan yang menunjukkan tidak ada jamur atau kurangnya

perubahan permukaan epidermis.6

Gangguan kulit lainnya yang sama dengan GA juga termasuk di dalamnya

liken planus tipe annular, eritema annulare centrifugum, lyme disease, dan sifilis

tersier. Diagnosis GA dapat ditegakkan lewat anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan penunjang yakni histopatologi didapati

tiga pola khas pada GA, yakni: necrobiotic palisading granuloma yang paling

khas dari GA, dan pola intertisial serta granuloma tipe sarcoidal atau tuberculoid.2

Liken planus merupakan inflamasi dermatosis yang melibatkan kulit dan

membran mukosa yang diakibatkan reaksi hipersensitivitas dan diperantarai sel T


CD8+. Pada liken planus tipe annular didapati suatu pola khas yakni pola atrofi

sentral yang mencolok (striking central atrophy).11

Eritema annulare centrifugum merupakan salah satu tipe eritema yang

ditandai dengan erupsi eritema polisiklik yang perlahan membesar secara

sentrifugal. Tepi lesinya dapat berupa mikrovesikel atau juga kolaret. 12

Lyme disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Borellia sp. yang ditularkan melalui gigitan kutu Ixodes scapularis. Gejala aawal

penyakit ini ialah ruam yang menyebar dari lokasi gigitan kutu yang jika tidak

diatasi akan menyebar ke beberapa bagian tubuh. Untuk menegakan diagonis

penyakit ini dapat dilakukan tes ELISA dengan pendekatan dua tingkat. Awal

pemeriksaan dengan menggunakan ELISA yang sensitif namun tidak spesifik

untuk antibody lyme, kedua dilanjutkan dengan ELISA yang spesifik terhadap

antibodi.13

Sifilis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema

pallidum (T. pallidum), bersifat kronis, sejak awal merupakan infeksi sistemik,

dalam perjalanan penyakitnya dapat mengenai hampir seluruh struktur tubuh,

dengan manifestasi klinis yang jelas namun terdapat masa laten yang sepenuhnya

asimptomatik. Pada sifilis tersier, lesi kulit berasal dari subkutan (tuberous

syphilids) maupun subkutan (gumma), berupa nodul berkelompok dan asimetris.

Lesi kulit diawali dengan nodul subkutan kecil dank eras yang tumbuh

menginvasi dermis. Secara histopatologi, dapat terlihat granuloma mirip

tuberkulid dengan reaksi inflamasi, sel epiteloid, sel plasma, sel limfosit, sel datia

berinti banyak, dan nekrosis di bagian tengah.14


2.5. Pemeriksaan Histopatologi

Berdasarkan diagnosis diferensial, pola klinis GA memiliki banyak

kesamaan dengan penyakit lainnya. Hal ini penting dilakukan biopsi jaringan kulit

untuk mengonfirmasi diagnosis GA.5 Pola klinis GA yang paling khas pada

pemeriksaan histopatologi adalah necrobiotic palisading granuloma, walaupun

demikian, terdapat dua pola yang dapat ditemukan pada pemeriksaan

histopatologi GA, meliputi: necrobiotic palisading granuloma dan pola

intertisial.2

Necrobiotic palisading granuloma terjadi pada daerah dermis bagian

superfisial dan tengah yang dipisahkan oleh jaringan normal. Pola ini ditandai

dengan fokus nekrobiosis yang dikelilingi histiosit dan limfosit, dimana histiosit

tersusun membentuk gambaran palisade. Limfosit yang menginfiltarasi ke

jaringan kulit tersebut merupakan limfosit T CD4+, namun berdasarkan beberapa

penelitian, kasus GA pada infeksi HIV didominasi oleh sel T CD8+. Pada lesi

juga ditemukan adanya perubahan kolagen, dimana hal ini ditandai dengan

hilangnya serat elastis dan ditemukannya mucin dalam fokus perubahan kolagen

tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh enzim metalloproteinase pada jaringan

kulit.2,5,8,10 Enzim metalloproteinase merupakan salah satu enzim protease pada

jaringan kulit yang berperan dalam mendegradasi semua komponen protein dari

matriks ekstraselluler.15

Pada pola kedua GA yakni pola intertisial, lesi seluruhnya berada pada

intertisial atau bagian lesi palisade terlihat berdekatan dengan intertisial yang

terbentuk dengan baik. Infiltrat histiosit dan sel mononuclear lainnya pada kulit
yang tidak merata dengan neutrofil berada di antara serat kolagen. Distribusi yang

tidak merata pada kulit tersebut dapat ditunjukkan dengan baik melalui scanning

manigfication.5

2.6. Pengobatan

Pada sebagian besar kasus, terutama pada anak penalaksanaan perlu

dilakukan. Walaupun pada kondisi lain hal ini dapat sembuh secara spontan.

Tidak ada bukti yang menunjukan intervensi pada beberapa bentuk GA dan hanya

mengandalkan rekomendasi dari laporan kasus.2

Pada GA lokalisata persisten, pengobatan steroid topikal atau

trakolimus/pimekrolimus masuk akal untuk diberikan walaupun terkadang tidak

efektif. Cryotherapy dan injeksi steroid intralesi dapat di lakukan untuk lesi

lokalisata simptomatis walaupun pembentukan scar permanen atau atrofi dapat

terbentuk. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa pemberian nitric

oxide dapat menghasilkan efek kosmetik yang lebih baik.2

Untuk penyakit generalisata, PUVA dapat memberikan hasil yang lebih

baik. Salah satu penelitian retrospektif dari 33 pasien, menunjukkan bahwa 50%

dapat sembuh dan 31% sembuh dengan perbaikan sedang. Terapi sistemik seperti

dapson, retinoid, antimalarial, fumaric acid, dan metrotrexat telah dilaporkan

secara luas dapat menunjukkan manfaat yang reliabel. Hal ini dikarenakan

toksisitas potensial agen pengobatan tersebut harus dipertimbangkan dengan sifat

penyakit lainnya.2
Agen pengobatan lain yang efektif terhadap GA lokalisata yakni imiquimod,

isotretinoin, injeksi lokal interferon gamma dengan dosis rendah yang

rekombinan, terapi fotodinamik dan laser.2

Sebagian besar pengobatan yang telah disebutkan di atas dilaporkan telah

digunakan pada GA perforasi, sedangkan GA subkutan dapat dibiarkan sembuh

secara spontan setelah diagnosis GA ditegakkan.2

2.7. Prognosis

Pada 50% kasus GA telah dilaporkan dapat sembuh spontan dalam 2 tahun.

Namun, pada 40% kasus dapat bersifat rekuren walaupun lesinya sudah

dinyatakan sembuh. Pada salah satu penelitian, disebutkan bahwa tidak ada

perbedaan prognosis pada GA dengan lesi lokal maupun generalis. 2 Hal ini

dikarenakan GA dapat sembuh secara spontan.


BAB III

PENUTUP

Granuloma annulare (GA) merupakan gangguan idiopatik pada dermis dan

jaringan subkutan, diakibatkan hipersensitivitas tipe lambat. GA ditandai dengan

adanya histiosit dan infiltrat limfosit ke jaringan kulit yang disertai perubahan

serat kolagen. Secara klinis, GA dibagi berdasarkan distribusi yakni lokalisata dan

generalisata serta tipe lesi kulit yakni subkutan dan perforasi. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan gambaran klinis serta pemeriksaan histopatologi sebagai

standar diagnosis. Pengobatan GA dapat dilakukan walaupun dapat sembuh

sendiri secara spontan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Wang J, Kachemoune A. Granuloma Annulare: a focused review of

therapeuetic options. Am J Clin Dermatol. 2017.

2. Bourke J. Granulomatous disorder of the skin, In: Griffits CE, Barker J, Bleiker

T, Chalmers R, Creamer D. ed. Texbook of Dermatology. 9 th Ed. Ireland:

Shouth Infirmary-Victoria University Hospital. p. 97.1-7

3. Leung AK, Barankin B, Hon KM. Granuloma Annulare. International Journal

and Child Health. 2013;1(1):15-18

4. Lipworth AD, Saavedra AP, Weinberg AN, Johnson RA. Granulomatous

disorder, In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff

K. Fitzpatricks Dermatolgy in general medicine. 8 th Ed. USA: The McGraw-

Hill Companies,Inc;2012. p. 2163.

5.

Anda mungkin juga menyukai