DERMATITIS HERPETIFORMIS
Disusun Oleh :
Ferisa Paraswati, S.Ked
(K1B1 22 037)
Pembimbing :
dr. Siti Andayani, M.Kes., Sp.KK
A. PENDAHULUAN
Dermatitis herpetiformis (DH) merupakan penyakit
kulit autoimun kronik-residif akibat proses sekunder
hipersensitivitas terhadap gluten. Kejadian DH tinggi pada
populasi dengan predisposisi genetik HLA-DQ2 atau DQ8
DH mempengaruhi sebagian besar orang dewasa dan
laki-laki sedikit lebih dari perempuan. Usia rata-rata saat
onset adalah sekitar 50 tahun. diagnosis DH adalah
dikonfirmasi dengan menunjukkan deposit imunoglobulin
A granular di papiler dermis. Saat ini, prevalensi penyakit
DH-celiac adalah 1:8. Insiden DH menurun, sedangkan
penyakit celiac meningkat, mungkin karena diagnosis yang
lebih baik. Prognosis baik dengan diagnosis dan tata
laksana yang tepat
B. DEFINISI
Dermatitis herpetiformis (DH), atau dikenal dermatitis
Duhring-Brocq, merupakan penyakit kulit autoimun
bersifat kronis dan residif akibat proses sekunder
hipersensitivitas terhadap zat gluten, kelompok famili
protein serat pada wheat, rye, barley, dan hybrids, tetapi
tidak pada oats. Dermatitis herpetiformis atau penyakit
Duhring (DH) adalah penyakit bulosa subepidermal yang
langka, kronis, dengan autoimunitas untuk
transglutaminase, ditandai dengan perjalanan kambuh
kronis, lesi polimorfik pruritus dan tipikal.
C. EPIDEMIOLOGI
DH memiliki insiden yang dilaporkan antara 0,4
hingga 3,5 per 100.000 orang per tahun dan
prevalensi antara 11,2 hingga 75,3 per 100.000.
Tingkat yang lebih tinggi sering ditemukan di negara-
negara seperti Finlandia karena kecenderungan
penyakit ini untuk orang-orang utara keturunan
Eropa. Sebaliknya, DH jarang terjadi pada populasi
Asia dan bahkan lebih jarang lagi antara orang
Afrika-Amerika. DH dapat terjadi pada usia berapa
pun, tetapi paling sering didiagnosis antara 30 sampai
40 tahun, dengan rata-rata 43 tahun. Ada dominasi
laki-laki dengan rasio pria dan wanita antara 1,5:1–
2:1.
D. ETIOPATOGENESIS
Faktor Genetik
Antigen HLA-DR2 hanya ada di DH. Gen spesifik HLA
yang berinteraksi dengan reseptor sel-T diperkirakan
mempunyai spesifisitas antigen yang sama pada DH. Gen
yang mengkode HLA-DQ2 dan DQ8 terdapat baik pada
pasien CD maupun DH.
Faktor Lingkungan
Faktor pemicu lingkungan diwakili oleh konsumsi
gluten, komponen protein kompleks campuran
yang terkandung dalam tepung terigu
Fenomena Imunopatologis
Transglutaminase merupakan protein yang menjadi
target utama antigen autoantibodi IgA pada DH dan CD.
Gambar 1. Patogenesis Dermatitis Transglutaminase terdiri dari sembilan jenis protein
berbeda, yang diekspresikan pada berbagai variasi jenis
Herpetiformis sel. Dua di antaranya berkaitan dengan DH dan CD,
yaitu tissue transgulataminase (tTG atau TG-2) dan
epidermal transglutaminase (eTG atau TG-3).
E. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis herpetiformis mempunyai manifestasi lesi polimorfik pada
kulit, berupa papul eritema, plak urtikaria, dan vesikel. Distribusi lesi
simetris dengan predileksi pada bagian ekstensor tubuh, yaitu siku, bahu,
punggung, bokong, dan lutut yang dapat timbul secara bersamaan.
(Gambar 2). Lesi juga dapat muncul pada regio tubuh lain, seperti scalp,
area nuchal posterior, wajah, dan inguinal (Gambar 3).
Skabies Urtikaria
Diagnosis Banding : Dermatitis atopik
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit yang
paling sering ditemui pada praktek umum, dan paling
sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit
kulit ini diturunkan secara genetik, ditandai oleh infl
amasi, pruritus, dan lesi eksematosa dengan episode
eksaserbasi dan remisi.