Anda di halaman 1dari 29

Infeksi Kulit oleh bakteri yang

ditularkan melalui Vektor

Oleh : dr. Widya Gabriella Manurung


PATOGENESIS DAN FAKTOR RISIKO
INFEKSI BAKTERI PADA KULIT
 Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak akibat dari ketidakseimbangan antara
kemampuan mikroorganisme patogen dan mekanisme pertahanan tubuh manusia.
Perkembangan dan evolusi infeksi bakteri meliputi 3 faktor utama:
 Lokasi masuk dan fungsi barrier kulit
 Pertahanan host
 Respons inflamasi terhadap invasi mikroba, dan sifat patogenik organisme
LOKASI MASUK

 Kulit normal relatif resistan terhadap infeksi. Sebagian besar infeksi kulit terjadi ketika
terdapat kerusakan barrier kulit. Maserasi, mencukur, luka kronis, ekskoriasi gigitan
serangga yang gatal, variasi pH kulit, kondisi kulit kering, kelainan inflamasi kulit, dan
kerusakan barrier epidermis akibat patogen lainnya merupakan beberapa cara bakteri
melewati barrier kulit
Infeksi bakteri pada kulit :

 (1) infeksi primer (pioderma)


 (2) infeksi sekunder
 (3) manifestasi kulit akibat penyakit bakteri sistemik
 (4) kondisi reaktif akibat infeksi pada lokasi yang jauh.
RICKETTSIAL INFECTIONS

 Rickettsiae: small pathogens in family Ricket- tsiaceae


 Coccobacilli gram-negatif/basil pendek
 Berukuran kecil (0,3 x 0,8- 2,0 ), tidak berflagel
 Lokalisasi di sel eukariotik
 Ditularkan ke manusia oleh artropoda: kutu, tungau
INDONESIA ?

 Yang pernah ada diindonesia Murine Typus yang disebab kan oleh Rickettsia typhi.
Transmisi

 Gigitan kutu yang terinfeksi riketsia replikasi di sel


endotel, lalu penyebaran hematogen dan limfogen
 Masa inkubasi 3-4hari setelah gigitan kutu
 Klinis = Demam ,mual, muntah, mialgia, fotofobia
 Gejala pada kulit :
 Hari 1 : 14% mengalami ruam, hari ke 3 beberapa
makula kecil berwarna merah muda akan lebih tampak,
tempat biasanya dipergelangan tangan, peregelangan
kaki dan ruam menyebar secara sentrifetal
ROCKY MOUNTAIN SPOTTED FEVER

 Zoonosis Etiologi: R. rickettsii


 Vektor: berbagai kutu
 Geografi: terjadi di seluruh Belahan Barat (Amerika)
 Infeksi riketsia Trias klasik: demam, ruam, riwayat gigitan kutu (bukan umum)
 Temuan klinis: demam mendadak, sakit kepala parah, mialgia, eksantema akral yang khas
menyebar secara sentripetal
Tick BONE Typus

 papula terbentuk di tempat gigitan dan berkembang menjadi ulkus berkrusta hitam tanpa
rasa sakit dengan lingkaran merah (menyerupai luka bakar rokok) dalam 3-7 hari. erupsi
makulopapular eritematosa muncul di badan.
RICKETTSIALPOX

Rickettsialpox

 Etiologi: R. akari
 Vektor: tungau tikus (Liponyssoides sanguineus), tungau lainnya; transmisi transovarium
 Geografi: Amerika Serikat, Eropa, Rusia, Afrika Selatan, Korea, Eropa
 Gejala klinis: Pembesaran kelenjar getah bening regional 10-17 hari setelah gigitan, gejala nonspesifik dari
malaise, menggigil/demam, sakit kepala, mialgia, mual/muntah/nyeri perut, batuk, konjungtivitis, fotofobia
dapat terjadi Ruam: 2-6 hari setelah timbulnya gejala nonspesifik, makula merah dan papula muncul
 vesikel yang khas (cacar), terjadi erosi berkerak ,lesi sembuh tanpa jaringan parut
 Demam sembuh dalam 6-10 hari tanpa pengobatan
 Diagnosis banding: Varicella, pityriasis lichenoides et varioliformis acuta (PLEVA), virus eksantema, infeksi
gonokokal diseminata
 Dermatopatologi: Lapisan basal epidermis menunjukkan degenerasi vakuolar; vesikulasi adalah subepidermal.
Terdapat infiltrat sel neutrofilik dan sel mononuklear superfisial dan mid-dermal Pengobatan: doksisiklin, 100
mg BID (dewasa)
Pemeriksaan Laboraturium

 Trombositopenia , hiponatreni
 Biopsi Kulit : rickettsia terkadang dapat dilihat dalam sel endotel dengan teknik pewarnaan
imunofluoresensi atau imunoenzim.
 Serodiagnosa : Indirect immunofluorescence assay (IFA) dapat digunakan untuk
mengukur IgG and IgM anti-R. rickettsii antibodies.
 Titer >64 terdeteksi antara 7 dan 10 hari setelah onset penyakit.
Diagnosa

 Pertimbangan klinis dan epidemiologis lebih penting daripada diagnosis laboratorium


awal.
 Tersangka pada anak demam, remaja, dan pria berusia > 60 tahun dengan paparan kutu di
daerah endemik.
 Diagnosis harus dibuat secara klinis dan dikonfirmasi kemudian.
 Hanya 3% pasien datang dengan trias ruam, demam, dan riwayat gigitan kutu selama 3
hari pertama sakit.
Pengobatan

 Hindari gigitan kutu: pakaian pelindung


 Doxycycline
Bartonella sp

 Bartonella adalah basil Gram-negatif intraseluler fakultatif, yang parasit eritrosit.


 Bartonella henselae biasa disebut penyakit cakar kucing, angiomatosis basiler, dan
endokarditis.
 Bartonella bacilliformis
 Transmisi = cakaran kucing, gigitan kucing
 Vektornya adalah kutu kucing (Ctenocephalides felis), kucing adalah inang reservoir, dan
infeksi pada manusia bersifat insidental.
 Bartonella quintana menyebabkan demam parit, angiomatosis basiler, dan
endokarditis. Manusia berperan sebagai inang reservoir, dan kutu tubuh
manusia (Pediculus humanus) adalah vektornya, dimana gejalanya demam
dengan bakterimia perkepanjangan .
 Bartonella bacilliformis adalah agen etiologi penyakit Carrion, infeksi
bifasik dengan fase akut yang dikenal sebagai demam Oroya, diikuti oleh
fase kronis, verruga peruana. Manusia adalah satu-satunya inang reservoir
yang diketahui, dan vektornya adalah lalat pasir (Lutzomyia verrucarum).
 Spesies Bartonella menyebabkan bakteremia intraeritrositik berkepanjangan
pada inang reservoir alami, tetapi bukan inang insidental, sehingga
memposisikan diri mereka sendiri. menyebar dari reservoir ke reservoir
melalui artropoda penghisap darah.
 Penyakit cakaran kucing biasanya terjadi pada inang yang imunokompeten.
Daripada menghasilkan lesi angiomatous, B. henselae dapat memicu
pembentukan granuloma dengan menghambat penyerapan fagosit dan
menunda kematian bakteri dalam makrofag.
 Isolasi kultur Bartonella sulit dilakukan dalam praktik klinis, dan spesimen
mungkin memerlukan inkubasi berminggu-minggu. Uji antibodi fluoresen
tidak langsung sering digunakan.
Cat- scratch Disease / penyakit cakar kucing

 B. Henselae
Transmisi melalu cakaran atau kontak langsung dengan kucing
Tempat masuk : kulit atau konjungtiva.
 Imunocompetent
Masa inkubasi : 3-5 hari setelah paparan
 Gejala awal : Demam ringan , mual .
 Pada kulit : papula, vesikel pada tangan dan wajah , limpadenopati terjadi 2-3 minggu
 Jika tempat masuk dari konjungtiva = granulasi pada palpebra 2-5mm
Pemeriksaan

 Kultur B. henselae jarang diisolasi dari aspirasi kelenjar getah bening.


 Serologi Antibodi terhadap B. henselae biasanya positif 1:64.
 PCR Dilakukan pada jaringan dari kelenjar getah bening
Diagnosa

 Setelah adanya pembesaran kelenjar getah bening, dengan ada nya bukti kontak dengan
kucing , dan lesi primer di tempat kontak , dikonfirmasi dengan di temukannya B.
Henselae dari jaringan
BACILLARY ANGIOMATOSIS
BACILLARY ANGIOMATOSIS

Baccilary Angiomatosis

 Etiologi : B. henselae, B. quintana


Keduanya menyebabkan angioma kulit
 B. quintana menyebabkan nodul subkutan dan lesi tulang litik ( lytic bone lesion )
 Insiden jarang , biasanya terkena pada pasien dengan HIV/AIDS
 Faktor risiko
-B. henselae: kontak dengan kucing Atau kutu kucing
-B. quintana: biasa pada orang dengan ekonomi terkebelakang , dengan seringnya terkena
humanis corporis
Gejala Klinis :

 Papula atau nodul yang menyerupai angioma (merah, merah terang, ungu, atau berwarna
kulit) diameter hingga 2-3 cm biasanya terletak di dermis dengan penipisan atau erosi
epidermis di atasnya yang dikelilingi oleh collarette of scale.
 Lesi yang lebih besar dapat mengalami ulserasi.
 Nodul subkutan, diameter 1-2 cm, menyerupai kista. Jarang, pembentukan abses.
Papula/nodul berkisar dari lesi soliter hingga >100. Tegas, tidak memucat.
 Infeksi dapat menyebar secara hematogen / melalui limfatik
Pemeriksaan

 Dermatopatologi :
Proliferasi vaskular lobular terdiri dari endotel "epithelioid" yang Besar. Neutrofil tersebar di seluruh lesi, terutama di
sekitar agregat granular eosinofilik, yang merupakan massa bakteri.
 Kultur
Kultur Bartonella dapat diisolasi dari spesimen biopsi kulit lesi, darah, atau jaringan lain yang terinfeksi pada monolayer
sel endotel
 PCR
Mendeteksi DNA Bartonella dalam jaringan.
 Kimia
Hepatitis peliosis basiler terkait dengan peningkatan aminotransferase, alkaline phosphatase.
 Serologi
Antibodi Anti-Bartonella dideteksi dengan pengujian antibodi fluoresen tidak langsung (terdeteksi oleh CDC). Juga,
enzim immunoassay untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap B. henselae.
Diagnosa

 Temuan klinis dikonfirmasi dengan ditemukan basil Bartonella pada pewarnaan Silver
dari spesimen biopsi lesi atau kultur / antibodi.
Prognosis

 Jarang terlihat pada orang HIV/AIDS yang berhasil diobati dengan ART. Pada penyakit
HIV/AIDS yang tidak diobati.
 dapat terjadi dan memerlukan profilaksis sekunder seumur hidup.
 Azitromisin yang diberikan untuk profilaksis Mycobacterium avium complex (MAC) juga
mencegah BA.

Anda mungkin juga menyukai