SISTEM MUSKULOSKELETAL
MODUL 2
“NYERI EXTREMITAS”
III. Pertanyaan
1. Jelaskan topografi inervasi extremitas inferior !
2. Jelaskan patomekanisme tiap gejala !
3. Jelaskan hubungan aktivitas penderita (mengangkat barang berat)
dengan timbulnya gejala pada skenario !
4. Sebutkan penyakit apa saja yang menyebabkan nyeri pada extremitas !
5. Jelaskan faktor resiko !
6. Jelaskan bagaimana mekanisme nyeri akibat sindroma jebakan !
7. Jelaskan langkah – langkah diagnosis !
8. Jelaskan DD san DS pada skenario !
IV. Jawaban Pertanyaan
4.2 SPONDYLOLISTHESIS
Spondilolisthesis : pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang
lebih rendah,yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat
kelainan pada pars interartikularis (Dorland edisi 25).
4.3 SPONDILOSIS
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada
tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang
(osteofit), yang terutama terletak diaspek anterior, lateral, dan kadang-kadang
posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat,
sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi
intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra.
Anamnesis HNP dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran nyeri, sifat
nyeri, pengaruh aktivitas atau posisi tubuh terhadap nyeri, riwayat trauma, proses
terjadinya nyeri dan perkembangannya, obat-obat analgetika yang pernah
diminum, kemungkinan adanya proses keganasan, riwayat menstruasi, kondisi
mental/emosional
7.2 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi antara lain:
-Observasi apakah ada hambatan pada leher, bahu, punggung, pelvis, dan
tungkai selama bergerak.
-Adakah gerakan yang tidak wajar atau terbatas ketika penderita
menanggalkan atau mengenakan pakaian.
- Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring, dan
bangun dari berbaring.
-Perlu dicari kemungkinan adanya atropi otot, fasikulasi, pembengkakan
dan perubahan warna kulit
b. Palpasi
Palpasi dimulai dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya, kemudian ke
arah yang terasa paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang diperiksa. Ketika
meraba kolumna vertebralis, seyogyanya dicari kemungkinan adanya deviasi ke
lateral atau antero-posterior (Harsono, 2009). Nyeri dapat bertambah dengan
pemberian tekanan pada kepala (tes kompresi servikal) dan berkurang dengan
traksi (tes distraksi servikal). Dengan adanya tes kompresi dan distraksi dapat
membantu menyingkirkan nyeri pada diskus dan nyeri karena penyebab lain.
9. DD dan DS
9.1 HNP
Definisi
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan
sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus
intervertebralis, yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau
radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek
Epidemiologi
Prevalensi hernia nukleus pulposus berkisar antara 1-2% dari
populasi.Kejadian hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus
intervertebralis L5-S1 dan L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6)
dan paling jarang terkena di daerah torakalis.Prevalensi tertinggi terjadi antara
umur 30-50 tahun, dengan rasio pria dua kali lebih besar daripada wanita. Pada
usia 25-55 tahun, sekitar 95% kejadian HNP terjadi di daerah lumbal. HNP di atas
daerah tersebut lebih sering terjadi pada usia di atas 55 tahun.
Etiologi
Herniasi dapat terjadi pada usia muda dan usia tua. Pada usia muda
umumnya disebabkan oleh trauma atau gravitasi dan kolumna vertebra yang
mendapat beban berat sehingga menyebabkan penonjolan diskus intervertebra.
Pada usia tua disebabkan proses degenerasi diskus intervertebra yang dimulai
dengan kekakuan diskus, kemudian diikuti kehilangan elastisitas nukleus pulposus
dan degenerasi tulang rawan sendi. Penyebab HNP biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif yang terjadi oleh karena proses penuaan dan kebanyakan
oleh karena adanya suatu trauma yang berulang mengenai diskus intervetebralis
sehingga menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala
trauma bersifat singkat dan gejala ini disebabkan oleh cedera diskus yang tidak
terlihat selama beberapa bulan atau tahun
Faktor Risiko
Faktor risiko penderita HNP dapat dibagi atas :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita.
c. Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya.
Patofisiologi
Sebagian besar HNP terjadi di daerah lumbal antara ruang lumbal IV ke V
(L4 ke L5) atau lumbal kelima ke sakral pertama (L5 ke S1). Herniasi diskus
antara L5 ke S1 menekan ke akar saraf S1, sedangkan herniasi diskus antara L4
dan L5 menekan akar saraf L5.Herniasi diskus servikalis biasanya mengenai satu
dari tiga akar servikalis bawah yang berpotensi menimbulkan kelainan serius, dan
dapat terjadi kompresi medula spinalis, bergantung pada arah penonjolan.
Herniasi lateral diskus servikalis biasanya menekan akar di bawah ketinggian
diskus, misalnya pada diskus C5 ke C6 menekan akar saraf C6, dan diskus C6 ke
C7 mengenai akar C7. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia
(dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan jumlah kolagen
bertambah menjadi lebih kasar serta mengalami hialinisasi. Mukopolisakarida
juga berkurang bersama dengan rasio jumlah karatan sulfat yang dibandingkan
dengan kondroitin sulfat yang meningkat.Ukuran molekular proteoglikan menjadi
lebih kecil dan lebih dapat menempel pada serabut kolagen. Elastisitas, viskositas,
dan kapasitas untuk berikatan dengan air pada proteoglikan berkurang serta
berperan menyebabkan HNP yang disertai penekanan akar saraf spinalis. Pada
umumnya HNP didahului oleh gaya traumatik seperti mengangkat benda berat,
aktivitas berlebihan, menegakkan badan waktu terpeleset, dan sebagainya yang
mengakibatkan sobekan pada anulus fibrosus yang bersifat sirkumferensial.
Sobekan tersebut ditandai dengan terbentuknya nodus Schmorl yang dapat
menyebabkan inflamasi dan nekrosis tulang vertebra, sehingga terjadinya low
back pain subkronis atau kronis, kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai
yang dikenal sebagai ischialgia. Menjebolnya nukleus pulposus secara vertikal ke
kanalis vertebralis berarti nukleus pulposus menekan radiks dan arteri radikularis
yang berada pada lapisan dura.Hal ini terjadi apabila penjebolan berada pada sisi
lateral, sedangkan tidak ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di
tengah karena tidak adanya kompresi pada kolumna anterior.Prolapsus secara
horizontal memiliki dua bentuk yang disebut dengan nuclear herniation yang
mengarah ke bagian posterior dan annular protrusion dengan pembengkakan
serabut anulus. Herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau
posterolateral karena ligamentum longitudinalis anterior lebih kuat dibandingkan
ligamentum longitudinalis posterior. Herniasi tersebut biasanya menggelembung
berupa massa padat dan tetap menyatu pada badan diskus, walaupun fragmen-
fragmennya kadang dapat menekan keluar dan masuk menembus ligamentum
longitudinalis posterior lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis. Perubahan
morfologi pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang
rawan dari korpus vertebra di dekatnya, sedangkan saat kronis akan memberikan
gambaran sisa diskus intervertebral mengalami lisis, sehingga dua korpora
vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Manifestasi Klinis
Hernia nukleus pulposus umumnya terjadi di daerah lumbosakral, paling
sering terjadi di antara L4 dan L5 atau L5 dan S1, sedangkan pada bagian servikal
umumnya terjadi pada C5 dan C6.Pasien hernia nukleus pulposus biasanya
mempunyai riwayat cedera dan keluhan nyeri yang menjalar dari punggung
bawah, betis, tumit, dan telapak kaki, sedangkan pada kasus yang parah, sering
dikeluhkan kebas-kebas dan lemah. Pada ruptur diskus yang melibatkan akar saraf
L4, L5 atau S1 akan menunjukkan Lasegue sign positif .Herniasi pada garis
tengah servikal menghasilkan tekanan pada medula spinalis yang menyebabkan
paraparesis spastik progresif dan urgensi miksi.
Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis hernia nukleus pulposus didasarkan pada :
1. Anamnesis
Anamnesis HNP dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran nyeri,
sifat nyeri, pengaruh aktivitas atau posisi tubuh terhadap nyeri, riwayat
trauma, proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, obat-obat
analgetika yang pernah diminum, kemungkinan adanya proses keganasan,
riwayat menstruasi, kondisi mental/emosional.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi antara lain:
Observasi apakah ada hambatan pada leher, bahu, punggung, pelvis, dan
tungkai selama bergerak.
Adakah gerakan yang tidak wajar atau terbatas ketika penderita
menanggalkan atau mengenakan pakaian.
Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring, dan
bangun dari berbaring.
Perlu dicari kemungkinan adanya atropi otot, fasikulasi, pembengkakan
dan perubahan warna kulit.
b. Palpasi
Palpasi dimulai dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya,
kemudian ke arah yang terasa paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang
diperiksa. Ketika meraba kolumna vertebralis, seyogyanya dicari
kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-posterior (Harsono,
2009)
.
3. Pemeriksaan neurologis
Pada posisi terlentang, dilakukan tes provokasi sebagai berikut:
a. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus.
Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan
melakukan kompresi pada ikatan sfigmomanometer selama 10 menit
tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien merasakan penuh di kepala.
Dengan penekanan tersebut mengakibatkan tekanan intrakanial
meningkat yang akan diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan
memprovokasi nyeri radikuler bila ada HNP.
Tes Valsava
Dalam sikap berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri
akan bangkit di tempat lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos
Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus intervertebralis pada HNP
fase lanjut, sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit.
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis
seperti proses metastasis dan fraktur kompresi
b. Kaudiografi, Mielografi, CT (Computerized Tomography)
Pada pemeriksaan kaudio/mielografi adalah pemeriksaan invasif yang
hanya dikerjakan dengan indikasi ketat dan tidak dikerjakan secara
rutin.CT scan mungkin diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut struktur
tulang yang terkena.
c. Diskografi
Dilakukan dengan penyuntikan pada diskus dengan media kontras yang
larut dalam air, namun pemeriksaan ini dapat menimbulkan infeksi pada
ruang diskus intervertebralis, terjadinya herniasi diskus, dan bahaya
radiasi.Biaya relatif mahal dan hasilnya tidak lebih unggul dari
pemeriksaan MRI sehingga jarang digunakan.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan standard baku emas untuk HNP. Pada MRI, dapat
terlihat gambaran bulging diskus (anulus intak), herniasi diskus (anulus
robek), dan dapat mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf
atau medulla spinalis oleh fragmen diskus.
Penata laksanaan
Penata laksanaan hernia nukleus pulposus adalah sebagai berikut:
1. Konservatif Mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik, dan
melindungi serta meningkatkan fungsi tulang belakang adalah tujuan terapi
konservatif. Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik dalam waktu
enam minggu dengan atau tanpa terapi, dan hanya sebagian kecil saja yang
memerlukan tindakan bedah
a. Tirah baring
Tirah baring merupakan cara paling umum dilakukan yang berguna
mengurangi rasa nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, serta
direkomendasikan selama 2 sampai 4 hari. Pasien dapat kembali ke aktivitas
normal secara bertahap, dan pada umumnya pasien tidak memerlukan
istirahat total.
b. Terapi farmakologi
Analgetik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug) Tujuan
diberikan obat ini adalah untuk mengurangi nyeri dan inflamasi.
Kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral dipakai pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi, tetapi pemakaiannya masih kontroversial.
Analgetik ajuvan
Dipakai pada penderita HNP kronis.
Suntikan pada titik picu
Caranya adalah dengan menyuntikan campuran anastesi lokal dan
kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada daerah sekitar tulang
punggung.
c. Terapi fisik
Traksi pelvis
Dengan memberikan beban tarikan tertentu di sepanjang sumbu panjang
kolumna vertebralis.
Ultra Sound Wave (USW) diaterni, kompres panas/ dingin
Tujuannya adalah mengurangi nyeri dengan mengurangi peradangan dan
spasme otot.
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Dilakukan dengan memakai alat yang dijalankan dengan baterai kecil
yang dipasang pada kulit untuk memberi rangsangan listrik terus-menerus
lewat elektroda.Diharapkan terjadi aliran stimulasi yang melawan (counter
stimulation) terhadap susunan saraf sehingga mengurangi persepsi nyeri.
Korset lumbal dan penopang lumbal lain
Pemakaian kedua alat ini tidak mengurangi nyeri dengan HNP akut,
tetapi bermanfaat untuk mencegah timbulnya HNP dan mengurangi nyeri
pada HNP kronis.
Latihan dan modifikasi gaya hidup
Menurunkan berat badan yang berlebihan karena dapat memperberat
tekanan. Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stress secepat
mungkin. Endurance exercise dimulai pada minggu kedua setelah awitan dan
conditioning exercise yang bertujuan memperkuat otot dimulai sesudah 2
minggu.
1. Bedah
Terapi bedah dipertimbangkan ketika terapi konservatif selama sebulan
tidak ada kemajuan, iskhialgia yang berat/menetap, adanya gangguan
miksi/defekasi dan seksual, serta adanya paresis otot tungkai bawah Pasien
hernia diskus intervertebralis dengan penanganan bedah menunjukkan
perbaikan yang lebih besar dari segi nyeri, fungsi, kepuasan dan kesembuhan
yang dinilai pasien dibandingkan dengan pasien dengan penanganan non-bedah
, tetapi tidak dapat mengembalikan kekuatan otot. Microdiscectomy adalah
gold-standard penanganan bedah pada HNP.
a. Microdiscectomy
Microdiscectomy adalah pembedahan pada diskus yang terkena
yang telah dikonfirmasi dengan radiografi.
b. Open Discectomy
Open disectomy mempunyai prosedur yang sama dengan
microdiscectomy.
c. Minimal access/ Minimally Invasive Discectomy
Discectomy dilakukan melalui sebuah insisi yang sangat kecil pada
gangguan dari jaringan di dekatnya.Hal ini sering dilakukan pada
pasien rawat jalan atau rawat inap 23 jam.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk
jangka waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan
fungsi kandung kemih dan usus.Selain itu, kerusakan permanen pada akar saraf
dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik.Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis dan spondilosis yang menekan
medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan mielopati
dengan spastik paraplegia atau kuadriplegia.
Prognosis
Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi
medis yang memadai (10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut
dengan ketidaknyamanan dan parestesis ringan. Pada beberapa pasien, gejala
radikular atau mielopati kambuh setelah kembali beraktivitas penuh.Untuk 25%
pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan
operasi.Perbaikan tampak pada sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif
pada diskus servikalis. Pada hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus
membutuhkan penangan terapi bedah dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya
setelah penanganan bedah.
9.2 SPONDYLOLISTHESIS
Definisi :
Spondylolisthesis” berasal dari bahasa yunani “.
Spondilolisthesis : pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang
lebih rendah,yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat
kelainan pada pars interartikularis (Dorland edisi 25).
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus
vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya
terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser
(slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih
tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang terjadi.
Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut.
Biasanya akibat stres fraktur yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus
laminar vertebra. Tekanan yang berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri
keatas atau aktivitas atletik yang menggunakan penyangga punggung (misalnya
senam, sepakbola, dan lain sebagainya).
Etiologi :
-Bersifat multifaktorial
-Faktor predisposisinya antara lain gravitasi, tekanan rotasional dan stress
fraktur / tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh
Epidemiologi :
-Usia
5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai 6-7% pada umur 18
tahun
-Seks
Pria>wanita perbandinagn 2:1
-Suku bangsa
Orang berkulit putih 6,4%, > orang yang berkulit hitam 2,8%.
Klasifikasi :
Lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):
A. Tipe I ( Diplastik )
àbersifat sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan sakral
superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran
vertebra L5.
B. Tipe II ( Isthmic atau Spondilolitik ), pergeseren satu vertebra yang
lesinya terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis.
- Tipe IIA, Disebut juga lytic atau stress spondilolisthesis akibat mikro
fraktiur rekuren yang disebabkan oleh hipereksetensi. Sering terjadi pada
pria.
-Tipe II, terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis dan pars
interartikularis meregang dimana fraktur mengisinya dengan
tulang baru.
- Tipe IIC, sangat jarang terjadi, dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis.
C. Tipe III ( degeneratif ), akibat degenerasi permukaan sendi lumbal.
Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran
vertebra ke depan atau ke belakang.
D. Tipe IV(traumatik ), berhubungan dengan fraktur akut pada elemen
posterior (pedikel, lamina atau permukaan / facet) dibandingkan dengan
fraktur pada bagian pars interartikularis
E. Tipe V(patologik ), terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder
akibat proses penyakit seperti penyakit Pagets, Giant Cell Tumor, dan
tumor atau penyakit tulang lainnya.
Patofisiologi
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung
berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis
berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan
kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis
spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka
prevalensi 5-7%. kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan
tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. dengan mempelajari
perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan
banyak yang mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya
tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik.
Untuk menilai beratnya pergeseran didasarkan pada pengukuran jarak dari
pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus
vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak
berdekatan dengannya pada foto X ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra
superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 26-50%
- Grade 3 adalah 51-75%
- Grade 4 adalah 76-100%
- Grade 5 adalah lebih dari 100%
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan
spondilolisis menjadi spondylolisthesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan
postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis.
Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam
perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars
inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas
selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis.
Faktor genetik juga berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas
intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty.
Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat
spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada
L4-L5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya
tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau
permukaan sendi.1,2,3 Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis,
sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.
Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang,
atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan
mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior
sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada
penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor.
Manifestasi Klinis
-Terbatasnya pergerakan tulang belakang
-Kekakuan otot hamstring ( otot betis )
-Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
-Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
-Hiperkifosis lumbosacral junction
-Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
-Kesulitan berjalan
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis
a.Gambaran klinis
Nyeri punggung pada regio yang terkena merupakan gejala khas.
Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan
aktivitas maka nyeri makin bertambah hebat dan istirahat akan dapat
menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada
bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti
adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan
masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit.
b.Gambaran fisik
Subluksasio bersifat ringan àPostur normal
Subluksasi berat à gangguan bentuk postur
c.Radiologis
1. Rontgen
X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi
tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi
lateral persendian lumbosakral Posisi lateral pada lumbosacral joints,
membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi
defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi
tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.
2. CT-Scan
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress /
tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto
polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah
dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang
definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada
tulang dengan baik
3. MRI
MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus,
kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondylolisthesis
derajat tinggi.
Tata Laksana
Terapi nonsurgical
-tirah baring.
-obat antiinflamasi untuk mengurangi edema.
-analgesik untuk mengontrol nyeri.
-Therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas.
Terapi pembedahan (surgical)
Indikasi pembedahan :
-Klaudikasio neurogenik.
-Pergeseran berat (high grade slip>50%)
-Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas
listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.
-Spondylolisthesis traumatik.
-Spondylolisthesis iatrogenik.
-Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
-Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan (gait abnormality).
Prognosis
-Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II à
prognosa cukup baik dengan terapi konservatif
-Isthmic spondylolisthesis grade III à lebih mempunyai prognosis
bervariasi dan kadang-kadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang
belakang. Terapi pembedahan memberikan perbaikan pada gejala claudicatio
dan radikular
-Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang
memuaskan untuk mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.
9.3 SPONDILOLIS
Definisi
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang.
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak diaspek anterior, lateral,
dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis
(corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi
degenerasi pada sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .
Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskusi ntervertebralis antara lain:
a. Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar
dan muncul retak pada berbagai sisi.
b. Nucleus pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi diskus berkurang
d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus
dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan
gejala.Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa
adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus
yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat
terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predis posisi
terjadinya crush fracture. Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi
memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami
perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk
suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi
karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.Terjadi perubahan
patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan
pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
Gejala klinis
Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik
itu cervical, lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal
memberikan gambaran klinis sebagai berikut:
a. Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak
menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya
ditimbulkan dari aktivitas tidak sesuai.
b. Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint.
Dan mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau
kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.
c. Referred pain:
1) Nyeri mungkin saja menjalar kearah tungkai karena adanya iritasi
pada akar persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya
2) Paha (L1)
3) Sisi anterior tungkai (L2)
4) Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
5) Sisi medial kaki dan big toe (L4)
6) Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
7) Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki
(S1)
8) Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
d. Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit
dan tertusuk, suatu
Diagnosa Banding
- Hernia Nukleus Pulposus (HNP) - Spondilolisthesis - Lumbar
sprain/strain – Fraktur kompresi osteoporotic
Prognosis
Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana hal
ini sulit untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan
kecacatan yang nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab dan faktor yang
mempengaruhinya, seperti adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya
dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan gangguan perkemihan. Pada pasien yang
sudah mengalami degenerative pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan
adanyan yeri pada daerah punggung bawah dalam waktu satu minggu, maka
kondisi pasien akan membaik dalam waktu 3 bulan (Woolfson, 2008).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk melihat gambaran yang
mungkin dapat terlihat, seperti:
1. Penyempitan ruang discus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang
Patogenesis
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang
tersusun atas banyak unit rigid (vertebra dan unit fleksibel (diskus intervertebralis)
yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, ligament-ligament dan otot
paravertebralis. Konstruksi yang unik ini memungkinkan fleksibilitas dan
memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tuang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan saat lari atau melompat.
Diskus intervertebralis aka nmengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago
dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan
tak teratur. Penonjlan faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika
keluar dari kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf
tersebut.
Tabel DD dan DS
Kata/kalimat kunci HNP Spondilolisis Spondilolistesis
Laki-laki +/- + +
39 tahun + - +