Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL

SISTEM MUSKULOSKELETAL
MODUL 2
“NYERI EXTREMITAS”

Dosen Pengampuh : dr. Ashaeryanto, M. Med. Ed


Tutor : dr. Nur Yuniarti
Kelompok VII(Tujuh)

WA ODE NAFISAH (K1A114 127)


NURHASANAH SSYIFAA (K1A118 019)
NUR FITRASARI LAIRU (K1A118 020)
ZAHWA FATIMAH ROCKY (K1A118 021)
FERISA PARASWATI (K1A118 047)
UTAMI CHAIRUNNISA M. (K1A118 049)
AYIKACANTYA SUDAYASA (K1A118 079)
MUH. SYUKUR SAKARIA (K1A118 080)
YUSRIL MARHAEN (K1A118 081)
NADIA DARWIS (K1A118 082)
VIRA ADININGSI (K1A118 106)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
I. Skenario
Seorang laki-laki berumur 39 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan
nyeri pada bokong yang menjalar ke bagian posterolateral paha, tungkai bawa dan
tumit, hal ini dirasakan sejak 5 hari yang lalu setelah penderita mengangkat
barang berat di kantor. Nyeri ini bertambah berat bila penderita duduk dan
berkurang bila penderita berdiri atau berjalan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penurunan sensoris pada sisi lateral tungkai bawah dan kaki serta 3 jari lateral
kaki kanan. Reflex achilles juga menurun.

II. Kata/kalimat kunci


1. Laki-laki 39 tahun
2. Nyeri bokong yang menjalar ke bagian posterolateral paha, tungkai
bawah dan tumit (extr. Bawah)
3. Dirasakan 5 hari lalu setelah mengangkat beban berat
4. Nyeri bertambah saat duduk dan berkurang saat berjalan
5. Penurunan sensoris lateral tungkai bawah dan kaki serta 3 jari lateral
kaki kanan
6. Reflex achilles menurun

III. Pertanyaan
1. Jelaskan topografi inervasi extremitas inferior !
2. Jelaskan patomekanisme tiap gejala !
3. Jelaskan hubungan aktivitas penderita (mengangkat barang berat)
dengan timbulnya gejala pada skenario !
4. Sebutkan penyakit apa saja yang menyebabkan nyeri pada extremitas !
5. Jelaskan faktor resiko !
6. Jelaskan bagaimana mekanisme nyeri akibat sindroma jebakan !
7. Jelaskan langkah – langkah diagnosis !
8. Jelaskan DD san DS pada skenario !
IV. Jawaban Pertanyaan

1. Topografi inervasi extremitas inferior


Topografi adalah menjelaskan letak arteri, vena, serabut saraf dan
percabangannya terhadap lingkungan di sekitarnya, seperti skeleton dan musculus
atau terhadap sesamanya. Kelainan serabut saraf dan pembuluh darah arteri dapat
membuat musculus menjadi paralisis sampai atrophi. Serabut saraf membawa
komponen sensibil dan motoris, sedangkan arteri membawa bahan makanan dan
oksigen ke jaringan serta vena membawa sisa-sisa metabolisme serta karbon
dioksida ke sistem ekskretorius.
Plexus Lumbalis Dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L 1 – 4,
seringkali juga turut dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis thoracalis XII.
Plexus ini berada pada dinding dorsal cavum abdominis, ditutupi oleh m.psoas
major. Dari plexus ini dipercabangkan : 1. n.iliohypogastricus 2. n.ilioinguinalis 3.
n.genitofemoralis 4. n.cutaneus femoris lateralis 5. n.obturatorius 6. n.femoralis
Percabangan-percabangan tersebut tadi mempersarafi dinding cavum abdominis di
bagian caudal, regio femoris bagian anterior dan regio cruralis di bagian medial.
Ad.1. N.iliohypogastricus Saraf ini berpusat pada medulla spinalis segmen
thoracalis XII – L 1, Saraf ini memberi cabang motoris untuk m.obliquus internus
abdominis dan m.transversus abdominis. Ad.2. N.ilioinguinalis Nervus ini
berpusat pada medulla spinalis L 1, berada di sebelah ventral dari m.quadratus
lumborum, berjalan sejajar dengan n.iliohypogasticus (di sebelah caudalnya),Saraf
ini mempercabangkan serabut motoris untuk m.obliquus internus abdominis dan
m.transversus abdominis.N.ilioinguinalis kadang-kadang bersatu dengan
n.iliohypogastricus. Ad.3. N.genitofemoralis Berpusat pada medulla spinalis L 1
– 2, berjalan ke caudal, menembusi m.psoas major setinggi vertebra lumbalis 3
atau 4. saraf ini bercabang dua menjadi ramus genitalis (=n.spermaticus externus)
dan ramus femoralis (= n.lumboinguinalis). N.spermaticus externus berjalan ke
distal, di sebelah medial dari nervus lumboinguinalis, masuk ke dalam anulus
inguinalis internus, berjalan melalui canalis inguinalis. Saraf ini mempersarafi
m.cremaster dan kulit scrotum. N.lumboinguinalis berjalan ke distal dan berada di
sebelah ventral m.psoas major, berada di sebelah lateral n.spermaticus externus,
berjalan bersama-sama dengan a.iliaca externa melewati tepi caudal ligamentum
inguinale, mempersarafi kulit regio femoralis cranioanterior. Ad.4. Ramus
cutaneus femoris lateralis. Berasal dari medulla spinalis L 2 – 3, mempersarafi
regio femoris di bagian lateroposterior, yaitu mulai dari trochanter major. Ad.5.
N.obturatorius Dibentuk oleh nervus spinalis L 2 - 4, bersifat motoris untuk
mm.adductores. Ad.6. N.Femoralis Merupakan cabang yang terbesar dari plexus
lumbalis, dibentuk oleh nervus spinalis L 2 - 4, menampakkan diri pada tepi
lateral bagian distal m.psoas major, berjalan di antara m.psoas major dan
m.iliacus, ditutupi oleh fascia iliaca, berada di bagian caudal dari ligamentum
inguinale, di sebelah lateral arteria femoralis yaitu melalui lacuna musculorum,
dan memberi cabang-cabang motoris untuk m.iliacus, m.pectineus dan
m.sartorius. Cabang yang lain adalah rami cutanei femoris anteriores yang
menembusi fascia lata di sebelah ventral m.sartorius dan mempersarafi kulit di
bagian ventral regio femoris sampai setinggi patella. Cabang yang ketiga disebut
n.saphenus yang merupakan cabang yang terbesar dan terpanjang dari n.femoralis,
mempersarafi regio crunalis di bagian medial, berjalan ke caudal bersama-sama
dengan vena saphena magna sampai di 1/3 bagian distal crus.
Plexus Sacralis Dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L 4 – S 3 (S 4)
dan berada di sebelah ventral m.piriformis. Plexus sacralis melayani struktur pada
pelvis, regio glutea dan extremitas inferior. Dari plexus sacralis dipercabangkan :
1. n.gluteus superior
2. n.gluteus inferior
3. n.cutaneus femoris posterior
4. nn.clunium inferiores mediales
5. n.ischiadicus (= sciatic nerve)
6. rr.musculares
Ad.1. N.gluteus superior Dibentuk oleh n.spinalis Lumbalis 4 – Sacral 1,
berjalan melalui foramen suprapiriformis. Bersifat motoris untuk m.gluteus
medius, m.gluteus minimus dan m.tensor fascia latae.
Ad.2. N.gluteus inferior Dibentuk oleh n.spinalis L 5 – S 2, meninggalkan
pelvis melalui foramen infrapiriformis di sebelah caudalis m.piriformis, berjalan
di sebelah profunda m.gluteus maximus, dan memberi innervasi untuk otot
tersebut.
Ad.3. N.cutaneus femoris posterior Dibentuk oleh n.spinalis Sacralis 1 – 3,
berjalan melalui foramen infrapiriformis bersama-sama dengan vasa glutea
inferior. Saraf ini bersifat sensibel untuk kulit perineum, bagian posterior regio
femoris dan regio cruralis.
Ad.5. N.ischiadicus. Saraf ini adalah saraf yang terbesar dalam tubuh
manusia yang mempersarafi kulit regio cruralis dan pedis serta otot-otot di bagian
dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis, serta seluruh persendian
pada extremitas inferior. Berasal dari medulla spinalis L 4 – S 3, berjalan melalui
foramen infra piriformis, berjalan descendens di sebelah dorsal m.rotator triceps,
di sebelah dorsal m.quadratus femoris, di sebelah ventral caput longum m.biceps
femoris, selanjutnya berada di antara m.biceps femoris dan m.semimembranosus,
masuk ke dalam fossa poplitea. Lalu saraf ini bercabang dua menjadi N.tibialis
dan N.peronaeus communis. Rami musculares dipercabangkan untuk
mempersarafi m.biceps femoris caput longum, m.semitendinosus,
m.semimembranosus dan m.adductor magnus. Rami musculares ini
dipercabangkan dari sisi medial n.ischiadicus sehingga bagian di sebelah medial
n.ischiadicus disebut danger side dan bagian di sebelah lateral disebut safety side.
Ad.6. Rami musculares Cabang-cabang ini berjalan melalui foramen infra
piriformis, mempersarafi m.piriformis, mm.gemelli superior et inferior,
m.obturator internus, m.quadratus femoris. Sebenarnya plexus sacralis adalah
bagian dari plexus lumbosacralis, yang dibentuk oleh rr.anteriores n.spinalis
segmental lumbal, sacral dan coccygeus.
Pembuluh darah pada regio glutea terdapat a.glutea superior dan a.glutea
inferior. A.glutea superior. Merupakan cabang yang terbesar dari percabangan
a.iliaca interna, bentuknya pendek, berjalan ke arah doorsal melalui plexus
sacralis, selanjutnya berjalan melalui foramen supra piriformis, berada di sebelah
medial n.gluteus superior. Pada tepi caudal m.gluteus medius arteri ini bercabang
menjadi ramus superficialis dan ramus profundus. Ramus superficialis
melanjutkan diri di antara m.gluteus maximus dan m.gluteus medius, memberi
ramus muscularis dan mengadakan anastomose dengan cabang a.glutea inferior.
Ramus profundus berjalan di antara m.gluteus medius dan m.gluteus minimus,
bercabang dua membentuk ramus superior dan ramus inferior. Ramus superior
mengadakan anastomose dengan a.circumflexa ilium profunda dan ramus
ascendens dan a.circumflexa femoris lateralis. Ramus inferior mengadakan
anastomose dengan a.circumflexa femoris lateralis.
A.glutea inferior, merupakan salah satu cabang terminal dari a.hypogastrica,
dan ujung lainnya disebut a.pudenda interna. Arteri ini berjalan ke dorsal melalui
plexus sacralis, melalui foramen infra piriformis, berada di sebelah ventral
m.gluteus maximus. Pembuluh vena berjalan mengikuti arteri bersangkutan.
Ragio Femoris terdapat dua kelompok pembuluh vena, yaitu vena
superficialis dan vena profunda (berjalan mengikuti arteri bersangkutan). Vena
superficialis terdiri atas vena saphena magna dan vena saphena parva. Vena
saphena magna Merupakan lanjutan dari vena marginalis, tampak di sebelah
ventral malleolus medialis, berjalan ascendens di sebelah medial dari crus, tiba di
sebelah dorsal condylus medialis tibiae et femoris, selanjutnya berada di sebelah
medial crus, masuk ke dalam fossa ovalis dan bermuara ke dalam vena femoralis.
Vena saphena parva. Merupakan lanjutan dari vena marginalis lateralis, berada di
sebelah dorsal malleolus lateralis, berjalan ascendens pada sisi lateral tendo
calcaneus, makin ke cranial vena ini terletak makin ke medial (tengah),
menembusi fascia poplitea, dan bermuara ke dalam vena poplitea (di antara kedua
caput m.gastrocnemius). Pada vena saphena parva terdapat 9 – 12 buah katup.
Arteria Femoralis adalah lanjutan dari a.iliaca externa setelah arteri ini
melewati tepi caudal ligamentum inguinale. Arteria iliaca commucis setinggi
articulus lumbosacralis membentuk bifurcatio menjadi arteri iliaca interna (= A.
hypogastrica) dan arteri iliaca externa. A.iliaca externa menuju ke bagian
pertengahan ligamentum inguinale, berjalan melalui lacuna vasorum sebagai arteri
femoralis, yang berada di sebelah lateral dari vena femoralis.
A.femoralis selanjutnya berjalan ke distal, berada pada trigonum femorale,
melalui fossa ileopectinea, berjalan melalui canali adductorius hunteri, lalu masuk
ke dalam fossa poplitea dan menjadi arteri poplitea Pada trigonum femorale
a.femoralis terletak superficial di sebelah profunda subcutis (di sini dapat diraba
pulsasinya). Dari a.femoralis dipercabangkan :
1. A.epigastrica superficialis
2. A.circumflexa ilium superficialis
3. A.pudenda externa superficialis
4. A.pudenda externa profunda
5. A.profunda femoris
6. RR.musculares
7. A.genus suprema.
Ad.1. A.epigastrica superficialis Dipercabangkan kira-kira 1 cm di sebelah
caudal ligamentum inguinale, berjalan ascendens di sebelah superficial
ligamentum inguinale menuju ke arah umbilicus; mengadakan anstomose dengan
percabangan a.epigastrica inferior dan dengan arteri yang sama dari pihak sebelah.
Ad.2. A.circumflexa ilium superficialis Merupakan cabang yang kecil,
dipercabangkan dekat pada percabangan a.epigastrica superficialis.
Ad.3. A.pudenda externa superficialis Berjalan ke arah medialis menyilang
funiculus spermaticus (lig.teres uteri pada wanita), dan mensuplai darah kepada
kulit pada regio pubica, penis dan scrotum (labium majus), mengadakan
anastomose dengan percabangan a.pudenda interna.
Ad.4. A.pudenda externa profunda Memberi suplai darah kepada kulit
scrotum dan perineum, mengadakan anastomose dengan percabangan a.perinealis.
Ad.5. A.profunda femoris Suatu cabang yang besar, dipercabangkan dari
dinding latero-dorsal kurang lebih 2 – 5 cm di sebelah caudal ligamentum
inguinale. Arteri profunda femoris dan a.femoralis bersama-sama berada di dalam
fossa iliopectinea, melanjutkan diri masuk ke dalam canalis adductoris Hunteri.
Selain kedua buah arteri tersebut maka di dalam canalis adductorius Hunteri
terdapat juga serabut motoris untuk m.vastus medialis dan nervus saphenus
(kedua saraf ini adalah cabang dari n.femoralis).
Ad.6. Rami musculares a.femoralis. Cabang ini mensuplai m.sartorius,
m.vastus medialis dan mm.adductores.
Ad.7. A.genus suprema Dipercabangkan oleh a.femoralis di dalam canalis
adductorius, berjalan bersamasama dengan m.saphenus di dalam canalis
adductorius, berjalan descendens ke distal dan turut membentuk rete articulare
genus.
Pembuluh vena berjalan bersama-sama dengan arterinya; vena femoralis
ketika berada di sebelah distal canalis adductorius terletak di sebelah dorsal
a.femoralis, makin ke cranial letaknya semakin ke arah medial sehingga ketika
melalui lacuna vasorum vena femoralis berada di sebelah medial a.femoralis
(nervus femoralis berada di sebelah lateral arteria femoralis).
Arteria Poplitea berada di dalam fossa poplitea, terletak pada lantai fossa
tersebut, dan pada tepi cranialis m.soleus arteria poplitea bercabang dua
membentuk arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior.
A.Tibialis Anterior Pada tepi caudal m.popliteus a.tibialis anterior berjalan
ke arah ventral melalui tepi cranialis membrana interossea cruris, lalu berjalan ke
arah distal dan berada di antara m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum
longus. Makin ke distal arteri ini berada di antara m.tibialis anterior dan
m.extensor hallucis longus.
Kemudian arteri ini berjalan di sebelah profunda ligamentum transversum
cruris dan ligamentum cruciatum cruris, meninggalkan ligamentum tersebut
sebagai A.dorsalis pedis.
A.Tibialis Posterior dimulai pada tepi caudal m.popliteus, berjalan turun
dengan arah miring, berada di sebelah dorsal m.tibialis posterior, ditutupi oleh
fascia cruris lamina profunda, berjalan di antara m.flexor digitorum longus dan
m.flexor hallucis longus, tiba di antara malleolus medialis dan calcaneus. Di
sebelah dorso-caudal malleolus medialis arteri ini bercabang dua menjadi arteri
plantaris medialis dan arteri plantaris lateralis.
A.Dorsalis Pedis merupakan lanjutan dari a.tibialis anterior. Berjalan ke
arah anterior pada dorsum pedis,
Nervus Tibialis, saraf ini mempunyai bentuk yang lebih besar daripada
nervus peroneus communis [= n.fibularis communis]. Berasal dari medulla
spinalis segmen lumbal 4 – 5 dan sacral 1 – 3. Ditutupi oleh caput longum
m.biceps femoris, berjalan di tengah-tengah fossa poplitea, ditutupi oleh jaringan
lemak dan fascia. Sealnjutnya menyilang m.popliteus, berjalan di antara kedua
caput m.gastrocnemius, ditutupi oleh m.soleus. Kemudian berjalan descendens ke
distal, berada tetap pada facies ventralis m.soleus, menuju ke tepi medial tendo
calcaneus, ditutupi oleh retinaculum musculorum flexorum, membentuk bifurcatio
menjadi nervus plantaris medialis dan nervus plantaris lateralis. N.tibialis
meninggalkan fossa poplitea dengan berjalan bersama dengan arteria tibialis
posterior, mula-mula berada di sebelah medialnya, lalu menyilang arteri tersebut
dan tiba di bagian lateralnya, mencapai pergelangan kaki. Memberi percabangan :
1. rami articulares yang mempersarafi articulatio genu dan articulatio
talocruralis;
2. rami musculares yang mempersarafi m.gastrocnemius, m.plantaris,
m.soleus, m.popliteus, m.tibialis posterior, m.flexor digitorum longus dan m
flexor hallucis longus;
3. n.cutaneus surae medialis yang tetap berada superficial di antara kedua
caput m.gastrocnemius, berjalan bersama-sama dengan vena saphena parva, dan
pada pertengahan facies dorsalis crus saraf ini berjalan menembusi fascia
profunda, dan bergabung dengan ramus communicans yang dipercabangkan oleh
n.cutaneus surae lateralis, yakni suatu cabang dari n.peroneus communis;
gabungan kedua serabut tersebut membentuk nervus suralis. Nervus suralis
berjalan pada sisi lateral tendo calcaneus, turun ke distal, berada di antara
malleolus lateralis dan calcaneus, mempersarafi kulit pada bagian dorsal crus,
mengadakan hubungan dengan n.cutaneus femoris posterior. Selanjutnya n.suralis
membelok ke anterior di sebelah caudal malleolus lateralis, dan menjadi nervus
cutaneus dorsalis lateralis, yang berjalan sepanjang sisi lateral pedis, termasuk jari
V. membentuk hubungan dengan n.cutaneus dorsalis intermedius pada dorsum
pedis, yang merupakan cabang dari n.peroneus superficilais;
4. n.plantaris medialis, bentuknya lebih besar daripada n.plantaris lateralis,
berjalan bersama-sama dengan arteria plantaris medialis. Saraf ini berjalan di
sebelah profunda m.abductor hallucis, menampakkan diri di antara m.abductor
hallucis dan m.flexor digitorum brevis, memberi cabang nervus digitalis plantaris
proprius untuk jari I. Dari n.plantaris medialis dipercabangkan tiga buah nervi
digitales plantares communes; masing-masing bercabang dua membentuk nervi
digitales plantares proprii, yang mempersarafi permukaan-permukaan yang saling
berhadapan dari jari I, II, III dan IV;
5. n.plantaris lateralis, mempersarafi kulit pada jari V dan seperdua lateral
jari IV, dan juga otot-otot lapisan profunda. Saraf ini berjalan ke distal bersama-
sama dengan arteria plantaris lateralis menuju ke sisi lateral pedis, terletak di
antara m.flexor digitorum brevis dan m.quadratus plantae, bercabang mejadi
ramus superficialis dan ramus profundus.
Nervus Peroneus Communis = N.Fibularis Communis, dibentuk oleh saraf-
saraf yang membentuk pars dorsalis plexus sacralis, berpusat pada medulla
spinalis segmen lumbalis 4 – sacralis 2. Berjalan oblique sepanjang sisi lateral
fossa poplitea, dekat pada tepi medial m.biceps femoris, lalu berada di antara
m.biceps femoris dan caput lateral m.gastrocnemius, berjalan menuju ke caput
fibulae. Kemudian saraf ini berjalan berputar mengelilingi collum fibulae, berada
di sebelah profunda m.peroneus longus, bercabang dua membentuk nervus
peroneus [ fibularis ] superficialis dan nervus peroneus [ fibularis ] profundus.
Memberi percabangan sebagai berikut: 1. rami articulares yang memberi innervasi
kepada articulatio genu; 2. nervus cutaneus surae lateralis, mempersarafi kulit
pada facies posterior dan lateral crus; 3. N.peroneus [ fibularis ] profundus,
berjalan ke arah distal ditutupi oleh m.extensor digitorum longus, berjalan menuju
ke facies ventral membrana interossea cruris. N.peroneus profundus
mempercabangkan; Rami musculares, mempersarafi m.tibialis anterior,
m.extensor digitorum longus, m.peroneus tertius dan m.extensor hallucis longus;
Ramus articularis, mempersarafi articulatio talocruralis; Ramus lateralis, berjalan
ke distal dan ditutupi oleh m.extensor digitorum brevis, bersifat motoris untuk
otot ini; Ramus medialis, berjalan bersama-sama dengan arteria dorsalis pedis
pada dorsum pedis, pada ruang interosseus I bercabang dua membentuk
nn.digitales dorsales yang mempersarafi kedua permukaan yang saling
berhadapan dari jari I dan jari II; membentuk hubungan dengan nervus cutaneus
dorsalis medialis (suatu cabang dari nervus peroneus superficialis); 4. nervus
peroneus (fibularis) superficialis, berjalan ke arah distal di antara mm.peronei dan
m.extensor digitorum longus, menembusi fascia profunda cruris pada sepertiga
bagian distal cruris, dan bercabang dua membentuk nervus cutaneus dorsalis
medialis dan nervus cutaneus dorsalis intermedius. Membawa komponen motoris
untuk otot-otot tersebut tadi, dan komponen sensibel yang mempersarafi kulit crus
bagian cranial.

2. Patomekanisme tiap gejala


2.1 Nyeri menjalar ke bagian posterolateral paha, tungkai bawah dan tumit karena
pada masus ini terjadi penekanan N. Ischiadicus pada hernia hukleus purposus
dimana saraf ini mempersarafi regio cruralis dan pedis serta otot otot abgian
dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis serta seluruh persendian
pada extremitas inferior.
2.2 Nyeri bertambah berat bila duduk dan berkurang bila penderita berdiri atau
berjalan menandakan adanya suatu herniasi diskus. Nyeri bertambah berat saat
duduk karena adanya ketegangan saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus
protusio sehingga meningkatkan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan
jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan disebelahnya
(jackhamer effect). Selain itu, terjadi penyempitan foramen sehingga
menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal
2.3 Penurunan saraf sensoris pada sisi lateral tungkai bawah dan kaki 3 jari lateral
kaki kanan. Gangguan sensoris yang terjadi sesuai dengan dermatoma
persarafan sensorik yang terkena. Pada kasus ini terjadi penekanan pada N.
Ischiadicus dimana N. Ischiadicus merupakan saraf sensoris yang
mempersarafi sisi lateral tungkai bawah dan tiga jari lateral
2.4 Refleks achiles menurun menunjukan ganvguan pada LMN (lower motor
neuron). Refleks achiles menurun karena otot-otot yang membentuk tendon
achiless yakni m. Tricepa surae (m.gastrocnemius caput medial,
m.gastrocnemius caput lateral, m.soleus, m.plantaris mengalami gangguan
akibat terjepitnya N.ischiadicus yang merupakan nervus yang mempersarafi
nervus tersebut.

3. Hubungan aktivitas penderita dengan gejala yang ditemukan

Hubungan antara aktivitas penderita (mengangkat barang berat) dengan


timbulnya gejala-gejala pada skenario, yaitu: mengangkat barang yang berat
dengan posisi yang salah merupakan salah satu faktor resiko nyeri pinggang
bawah akibat kelainan pada tulang belakang seperti Herniasi Nukleus Pulposus
(HNP). Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah terjebol atau menonjolnya
nukleus pulposus dari tempatnya semula. Salah satu akibat trauma berulang pada
diskus intervertebralis walaupun ringan dapat menyebabkan robeknya anulus
fibrosus. Diskus Intervertebrale atau bantalan tulang belakang merupakan struktur
yang kuat dan tidak menimbulkan rasa nyeri jika pembungkusnya (annulus
fibrosus) intak atau utuh. Pada trauma berulang berikutnya robeknya tersebut
dapat menjadi le;\bih lebar atau meluas dan di samping itu terjadi pula robekan-
robekan bersifat radial. Robeknya pembungkus diskus menyebabkan keluarnya
inti dari bantalan tulang yang masuk ke dalam rongga tulang belakang. Hal
tersebut dapat menekan pembuluh darah balik, kantung saraf maupun saraf itu
sendiri. Iritasi akibat penekanan dari bantalan tulang tersebut dapat menyebabkan
rasa nyeri sampai kelumpuhan dari saraf yang tertekan.

Os.lumbal merupakan sokoguru dari batang tubuh manusia. Sebagai suatu


unit struktural tulang belakang sangat terlibat dalam berbagai sikap tubuh yang
terjadi sehari-hari. Secara mekanika os.lumbal menerima beban tubuh yang besar
baik dalam keadaan diam maupun dalam resultan suatu gerak. Tulang Vertebra
lumbalis ke 4, 5 dan sakrum yang ke 1 merupakan titik tumpuan beban yang
diterima tulang belakang.

4. Penyakit-penyakit yang menyenabkan nyeri pada ekstremitas


4.1 HNP
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan
sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus
intervertebralis, yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau
radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek.

4.2 SPONDYLOLISTHESIS
Spondilolisthesis : pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang
lebih rendah,yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat
kelainan pada pars interartikularis (Dorland edisi 25).

4.3 SPONDILOSIS
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada
tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang
(osteofit), yang terutama terletak diaspek anterior, lateral, dan kadang-kadang
posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat,
sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada  sendi
intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra.

4.4 MERALGIA PARESTHETICA

Meralgia paresthetica adalah suatu penyakit mononeuropathy pada


n.cutaneus femoral lateralis (LFCN), meralgia paresthetica biasanya disebabkan
oleh penekanan fokal pada syaraf ini  ketika melalui ligament inguinalis. Etiologi
yang jarang terjadi seperti trauma langsung atau ischemia. Meralgia paresthetica
ditandai oleh perasaan baal, nyeri, dan terbakar pada bagian luar paha. Pemeriksa
awal MP, yaitu Bernhardt, yang pertama kali menguraikan kondisi meralgia
paresthetica pada tahun 1878; Hagar, yang menunjukan nyeri pada penekanan
LFCN; dan Roth, yang menggunakan terminologi meralgia paresthetica (nyeri
paha).
5. Faktor resiko

5.1 Faktor risiko yang tidak dapat dirubah

a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.


b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
c. Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.

5.2 Faktor risiko yang dapat dirubah


a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada
punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti
supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan
yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk lama dan berulang.

5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi:


a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b. Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
c. Keterampilan pekerja.
d. Peralatan kerja beserta keamanannya.

6. Mekanisme nyeri akibat sindrom jebakan


Gerakan dan pembebanan yang berlebihan menimbulkan adanya
pergesekan, tekanan, dan iskemia pada sekitar sendi carpometacarpal I, serta nyeri
pada pergelangan tangan tepatnya pada m. abductor pollicis longus dan m.
ekstensor pollicis brevis. Proses peradangan ini juga bisa mengakibatkan
timbulnya bengkak dan nyeri. Kompartemen dorsal pertama pada pergelangan
tangan termasuk pembungkus tendon yang menutupi tendon otot abduktor pollicis
longus dan tendon otot ekstensor pollicis brevis pada tepi lateral. Inflamasi pada
daerah ini umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan tangan dan ibu
jarinya untuk kegiatan-kegiatan yang repetitif. Karena itu, de Quervain’s
syndrome dapat terjadi sebagai hasil dari mikrotrauma kumulatif (repetitif).
Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada
jari-jari tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon
sheath yang memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas
cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan
otot dengan tendon sheath karena cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi
sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak
sebagai inflamasi dari tendon sheath. Proliferasi ini menyebabkan pergerakan
tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon
sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada tendon sheath tersebut dan hal
ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus lanjut
akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-otot ini
merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan
nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada
penderita penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus
dan ekstensor polisis brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus
radius

7. Langkah – langkah diagnosis


7.1 Anamnesis

Anamnesis HNP dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran nyeri, sifat
nyeri, pengaruh aktivitas atau posisi tubuh terhadap nyeri, riwayat trauma, proses
terjadinya nyeri dan perkembangannya, obat-obat analgetika yang pernah
diminum, kemungkinan adanya proses keganasan, riwayat menstruasi, kondisi
mental/emosional
7.2 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi antara lain:
-Observasi apakah ada hambatan pada leher, bahu, punggung, pelvis, dan
tungkai selama bergerak.
-Adakah gerakan yang tidak wajar atau terbatas ketika penderita
menanggalkan atau mengenakan pakaian.
- Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring, dan
bangun dari berbaring.
-Perlu dicari kemungkinan adanya atropi otot, fasikulasi, pembengkakan
dan perubahan warna kulit
b. Palpasi
Palpasi dimulai dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya, kemudian ke
arah yang terasa paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang diperiksa. Ketika
meraba kolumna vertebralis, seyogyanya dicari kemungkinan adanya deviasi ke
lateral atau antero-posterior (Harsono, 2009). Nyeri dapat bertambah dengan
pemberian tekanan pada kepala (tes kompresi servikal) dan berkurang dengan
traksi (tes distraksi servikal). Dengan adanya tes kompresi dan distraksi dapat
membantu menyingkirkan nyeri pada diskus dan nyeri karena penyebab lain.

7.3 Pemeriksaan neurologis

Pada posisi terlentang, dilakukan tes provokasi sebagai berikut


a. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus
1.1 Tes Laseque (straight leg raising = SLR) Fleksikan tungkai yang sakit dalam
posisi lutut ekstensi. Tes normal apabila tungkai dapat difleksikan hingga 80-
90%, dan positif apabila tungkai timbul rasa nyeri di sepanjang perjalanan
saraf iskhiadikus sebelum tungkai mencapai kecuraman 70%. Tes ini
meregangkan saraf spinal L5 dan S1, sedangkan yang lain kurang
diregangkan.
1.2 Tes Laseque menyilang/crossed straight leg raising test (Test O’Conell). Tes
positif apabila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu
sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang
sakit).

b. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal.


1.1 Tes Naffziger Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau
dengan melakukan kompresi pada ikatan sfigmomanometer selama 10 menit
tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien merasakan penuh di kepala. Dengan
penekanan tersebut mengakibatkan tekanan intrakanial meningkat yang akan
diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan memprovokasi nyeri radikuler
bila ada HNP.
1.2 Tes Valsava Dalam sikap berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan.
Nyeri akan bangkit di tempat lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal.

7.4 Pemeriksaan penunjang


a. Foto polos
Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus intervertebralis pada HNP
fase lanjut, sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit. Pemeriksaan ini
dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis seperti proses metastasis
dan fraktur kompresi.
b. Kaudiografi, Mielografi, CT (Computerized Tomography)
Pada pemeriksaan kaudio/mielografi adalah pemeriksaan invasif yang
hanya dikerjakan dengan indikasi ketat dan tidak dikerjakan secara rutin. CT scan
mungkin diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut struktur tulang yang terkena.
c. Diskografi
Dilakukan dengan penyuntikan pada diskus dengan media kontras yang
larut dalam air, namun pemeriksaan ini dapat menimbulkan infeksi pada ruang
diskus intervertebralis, terjadinya herniasi diskus, dan bahaya radiasi. Biaya relatif
mahal dan hasilnya tidak lebih unggul dari pemeriksaan MRI sehingga jarang
digunakan.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan standard baku emas untuk HNP. Pada MRI, dapat terlihat
gambaran bulging diskus (anulus intak), herniasi diskus (anulus robek), dan dapat
mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf atau medulla spinalis
oleh fragmen diskus.
e. Electromyography
Dari pemeriksaan EMG, dapat ditentukan akar saraf mana yang terkena
dan sejauh mana gangguannya, masih dalam taraf iritasi atau sudah ada kompresi.

9. DD dan DS
9.1 HNP
Definisi
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan
sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus
intervertebralis, yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau
radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek
Epidemiologi
Prevalensi hernia nukleus pulposus berkisar antara 1-2% dari
populasi.Kejadian hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus
intervertebralis L5-S1 dan L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6)
dan paling jarang terkena di daerah torakalis.Prevalensi tertinggi terjadi antara
umur 30-50 tahun, dengan rasio pria dua kali lebih besar daripada wanita. Pada
usia 25-55 tahun, sekitar 95% kejadian HNP terjadi di daerah lumbal. HNP di atas
daerah tersebut lebih sering terjadi pada usia di atas 55 tahun.
Etiologi
Herniasi dapat terjadi pada usia muda dan usia tua. Pada usia muda
umumnya disebabkan oleh trauma atau gravitasi dan kolumna vertebra yang
mendapat beban berat sehingga menyebabkan penonjolan diskus intervertebra.
Pada usia tua disebabkan proses degenerasi diskus intervertebra yang dimulai
dengan kekakuan diskus, kemudian diikuti kehilangan elastisitas nukleus pulposus
dan degenerasi tulang rawan sendi. Penyebab HNP biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif yang terjadi oleh karena proses penuaan dan kebanyakan
oleh karena adanya suatu trauma yang berulang mengenai diskus intervetebralis
sehingga menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala
trauma bersifat singkat dan gejala ini disebabkan oleh cedera diskus yang tidak
terlihat selama beberapa bulan atau tahun
Faktor Risiko
Faktor risiko penderita HNP dapat dibagi atas :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita.
c. Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya.

2. Faktor risiko yang dapat diubah


a. Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama, mengangkat
ataupun menarik beban yang berat, terlalu sering memutar punggung
ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat dan berlebihan, paparan
pada vibrasi yang konstan.
b. Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah
sekian lama tidak dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam
jangka waktu yang cukup lama.
c. Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu kemampuan
diskus menyerap nutrisi yang diperlukan dari darah.
d. Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.

Patofisiologi
Sebagian besar HNP terjadi di daerah lumbal antara ruang lumbal IV ke V
(L4 ke L5) atau lumbal kelima ke sakral pertama (L5 ke S1). Herniasi diskus
antara L5 ke S1 menekan ke akar saraf S1, sedangkan herniasi diskus antara L4
dan L5 menekan akar saraf L5.Herniasi diskus servikalis biasanya mengenai satu
dari tiga akar servikalis bawah yang berpotensi menimbulkan kelainan serius, dan
dapat terjadi kompresi medula spinalis, bergantung pada arah penonjolan.
Herniasi lateral diskus servikalis biasanya menekan akar di bawah ketinggian
diskus, misalnya pada diskus C5 ke C6 menekan akar saraf C6, dan diskus C6 ke
C7 mengenai akar C7. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia
(dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan jumlah kolagen
bertambah menjadi lebih kasar serta mengalami hialinisasi. Mukopolisakarida
juga berkurang bersama dengan rasio jumlah karatan sulfat yang dibandingkan
dengan kondroitin sulfat yang meningkat.Ukuran molekular proteoglikan menjadi
lebih kecil dan lebih dapat menempel pada serabut kolagen. Elastisitas, viskositas,
dan kapasitas untuk berikatan dengan air pada proteoglikan berkurang serta
berperan menyebabkan HNP yang disertai penekanan akar saraf spinalis. Pada
umumnya HNP didahului oleh gaya traumatik seperti mengangkat benda berat,
aktivitas berlebihan, menegakkan badan waktu terpeleset, dan sebagainya yang
mengakibatkan sobekan pada anulus fibrosus yang bersifat sirkumferensial.
Sobekan tersebut ditandai dengan terbentuknya nodus Schmorl yang dapat
menyebabkan inflamasi dan nekrosis tulang vertebra, sehingga terjadinya low
back pain subkronis atau kronis, kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai
yang dikenal sebagai ischialgia. Menjebolnya nukleus pulposus secara vertikal ke
kanalis vertebralis berarti nukleus pulposus menekan radiks dan arteri radikularis
yang berada pada lapisan dura.Hal ini terjadi apabila penjebolan berada pada sisi
lateral, sedangkan tidak ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di
tengah karena tidak adanya kompresi pada kolumna anterior.Prolapsus secara
horizontal memiliki dua bentuk yang disebut dengan nuclear herniation yang
mengarah ke bagian posterior dan annular protrusion dengan pembengkakan
serabut anulus. Herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau
posterolateral karena ligamentum longitudinalis anterior lebih kuat dibandingkan
ligamentum longitudinalis posterior. Herniasi tersebut biasanya menggelembung
berupa massa padat dan tetap menyatu pada badan diskus, walaupun fragmen-
fragmennya kadang dapat menekan keluar dan masuk menembus ligamentum
longitudinalis posterior lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis. Perubahan
morfologi pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang
rawan dari korpus vertebra di dekatnya, sedangkan saat kronis akan memberikan
gambaran sisa diskus intervertebral mengalami lisis, sehingga dua korpora
vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Manifestasi Klinis
Hernia nukleus pulposus umumnya terjadi di daerah lumbosakral, paling
sering terjadi di antara L4 dan L5 atau L5 dan S1, sedangkan pada bagian servikal
umumnya terjadi pada C5 dan C6.Pasien hernia nukleus pulposus biasanya
mempunyai riwayat cedera dan keluhan nyeri yang menjalar dari punggung
bawah, betis, tumit, dan telapak kaki, sedangkan pada kasus yang parah, sering
dikeluhkan kebas-kebas dan lemah. Pada ruptur diskus yang melibatkan akar saraf
L4, L5 atau S1 akan menunjukkan Lasegue sign positif .Herniasi pada garis
tengah servikal menghasilkan tekanan pada medula spinalis yang menyebabkan
paraparesis spastik progresif dan urgensi miksi.
Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis hernia nukleus pulposus didasarkan pada :
1. Anamnesis
Anamnesis HNP dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran nyeri,
sifat nyeri, pengaruh aktivitas atau posisi tubuh terhadap nyeri, riwayat
trauma, proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, obat-obat
analgetika yang pernah diminum, kemungkinan adanya proses keganasan,
riwayat menstruasi, kondisi mental/emosional.

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi antara lain:
 Observasi apakah ada hambatan pada leher, bahu, punggung, pelvis, dan
tungkai selama bergerak.
 Adakah gerakan yang tidak wajar atau terbatas ketika penderita
menanggalkan atau mengenakan pakaian.
 Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring, dan
bangun dari berbaring.
 Perlu dicari kemungkinan adanya atropi otot, fasikulasi, pembengkakan
dan perubahan warna kulit.
b. Palpasi
Palpasi dimulai dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya,
kemudian ke arah yang terasa paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang
diperiksa. Ketika meraba kolumna vertebralis, seyogyanya dicari
kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-posterior (Harsono,
2009)
.
3. Pemeriksaan neurologis
Pada posisi terlentang, dilakukan tes provokasi sebagai berikut:
a. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus.

Tes Laseque (straight leg raising = SLR)


Fleksikan tungkai yang sakit dalam posisi lutut ekstensi.Tes normal
apabila tungkai dapat difleksikan hingga 80-90%, dan positif apabila
tungkai timbul rasa nyeri di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus
sebelum tungkai mencapai kecuraman 70%. Tes ini meregangkan saraf
spinal L5 dan S1, sedangkan yang lain kurang diregangkan.
Tes Laseque menyilang/crossed straight leg raising test (Test O’Conell).
Tes positif apabila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit
(biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler
dari tungkai yang sakit).
b. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal.

Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan
melakukan kompresi pada ikatan sfigmomanometer selama 10 menit
tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien merasakan penuh di kepala.
Dengan penekanan tersebut mengakibatkan tekanan intrakanial
meningkat yang akan diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan
memprovokasi nyeri radikuler bila ada HNP.
Tes Valsava
Dalam sikap berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri
akan bangkit di tempat lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal.

4. Pemeriksaan penunjang

a. Foto polos
Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus intervertebralis pada HNP
fase lanjut, sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit.
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis
seperti proses metastasis dan fraktur kompresi
b. Kaudiografi, Mielografi, CT (Computerized Tomography)
Pada pemeriksaan kaudio/mielografi adalah pemeriksaan invasif yang
hanya dikerjakan dengan indikasi ketat dan tidak dikerjakan secara
rutin.CT scan mungkin diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut struktur
tulang yang terkena.
c. Diskografi
Dilakukan dengan penyuntikan pada diskus dengan media kontras yang
larut dalam air, namun pemeriksaan ini dapat menimbulkan infeksi pada
ruang diskus intervertebralis, terjadinya herniasi diskus, dan bahaya
radiasi.Biaya relatif mahal dan hasilnya tidak lebih unggul dari
pemeriksaan MRI sehingga jarang digunakan.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan standard baku emas untuk HNP. Pada MRI, dapat
terlihat gambaran bulging diskus (anulus intak), herniasi diskus (anulus
robek), dan dapat mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf
atau medulla spinalis oleh fragmen diskus.
Penata laksanaan
Penata laksanaan hernia nukleus pulposus adalah sebagai berikut:
1. Konservatif Mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik, dan
melindungi serta meningkatkan fungsi tulang belakang adalah tujuan terapi
konservatif. Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik dalam waktu
enam minggu dengan atau tanpa terapi, dan hanya sebagian kecil saja yang
memerlukan tindakan bedah
a. Tirah baring
Tirah baring merupakan cara paling umum dilakukan yang berguna
mengurangi rasa nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, serta
direkomendasikan selama 2 sampai 4 hari. Pasien dapat kembali ke aktivitas
normal secara bertahap, dan pada umumnya pasien tidak memerlukan
istirahat total.
b. Terapi farmakologi
Analgetik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug) Tujuan
diberikan obat ini adalah untuk mengurangi nyeri dan inflamasi.
 Kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral dipakai pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi, tetapi pemakaiannya masih kontroversial.
 Analgetik ajuvan
Dipakai pada penderita HNP kronis.
 Suntikan pada titik picu
Caranya adalah dengan menyuntikan campuran anastesi lokal dan
kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada daerah sekitar tulang
punggung.
c. Terapi fisik
 Traksi pelvis
Dengan memberikan beban tarikan tertentu di sepanjang sumbu panjang
kolumna vertebralis.
 Ultra Sound Wave (USW) diaterni, kompres panas/ dingin
Tujuannya adalah mengurangi nyeri dengan mengurangi peradangan dan
spasme otot.
 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Dilakukan dengan memakai alat yang dijalankan dengan baterai kecil
yang dipasang pada kulit untuk memberi rangsangan listrik terus-menerus
lewat elektroda.Diharapkan terjadi aliran stimulasi yang melawan (counter
stimulation) terhadap susunan saraf sehingga mengurangi persepsi nyeri.
 Korset lumbal dan penopang lumbal lain
Pemakaian kedua alat ini tidak mengurangi nyeri dengan HNP akut,
tetapi bermanfaat untuk mencegah timbulnya HNP dan mengurangi nyeri
pada HNP kronis.
 Latihan dan modifikasi gaya hidup
Menurunkan berat badan yang berlebihan karena dapat memperberat
tekanan. Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stress secepat
mungkin. Endurance exercise dimulai pada minggu kedua setelah awitan dan
conditioning exercise yang bertujuan memperkuat otot dimulai sesudah 2
minggu.
1. Bedah
Terapi bedah dipertimbangkan ketika terapi konservatif selama sebulan
tidak ada kemajuan, iskhialgia yang berat/menetap, adanya gangguan
miksi/defekasi dan seksual, serta adanya paresis otot tungkai bawah Pasien
hernia diskus intervertebralis dengan penanganan bedah menunjukkan
perbaikan yang lebih besar dari segi nyeri, fungsi, kepuasan dan kesembuhan
yang dinilai pasien dibandingkan dengan pasien dengan penanganan non-bedah
, tetapi tidak dapat mengembalikan kekuatan otot. Microdiscectomy adalah
gold-standard penanganan bedah pada HNP.
a. Microdiscectomy
Microdiscectomy adalah pembedahan pada diskus yang terkena
yang telah dikonfirmasi dengan radiografi.
b. Open Discectomy
Open disectomy mempunyai prosedur yang sama dengan
microdiscectomy.
c. Minimal access/ Minimally Invasive Discectomy
Discectomy dilakukan melalui sebuah insisi yang sangat kecil pada
gangguan dari jaringan di dekatnya.Hal ini sering dilakukan pada
pasien rawat jalan atau rawat inap 23 jam.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk
jangka waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan
fungsi kandung kemih dan usus.Selain itu, kerusakan permanen pada akar saraf
dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik.Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis dan spondilosis yang menekan
medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan mielopati
dengan spastik paraplegia atau kuadriplegia.
Prognosis
Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi
medis yang memadai (10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut
dengan ketidaknyamanan dan parestesis ringan. Pada beberapa pasien, gejala
radikular atau mielopati kambuh setelah kembali beraktivitas penuh.Untuk 25%
pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan
operasi.Perbaikan tampak pada sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif
pada diskus servikalis. Pada hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus
membutuhkan penangan terapi bedah dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya
setelah penanganan bedah.

9.2 SPONDYLOLISTHESIS
Definisi :
Spondylolisthesis” berasal dari bahasa yunani “.
Spondilolisthesis : pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang
lebih rendah,yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat
kelainan pada pars interartikularis (Dorland edisi 25).
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus
vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya
terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser
(slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih
tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang terjadi.
Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut.
Biasanya akibat stres fraktur yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus
laminar vertebra. Tekanan yang berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri
keatas atau aktivitas atletik yang menggunakan penyangga punggung (misalnya
senam, sepakbola, dan lain sebagainya).
Etiologi :
-Bersifat multifaktorial
-Faktor predisposisinya antara lain gravitasi, tekanan rotasional dan stress
fraktur / tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh
Epidemiologi :
-Usia
5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai 6-7% pada umur 18
tahun
-Seks
Pria>wanita perbandinagn 2:1
-Suku bangsa
Orang berkulit putih 6,4%, > orang yang berkulit hitam 2,8%.
Klasifikasi :
Lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):
A. Tipe I ( Diplastik )
àbersifat sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan sakral
superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran
vertebra L5.
B. Tipe II ( Isthmic atau Spondilolitik ), pergeseren satu vertebra yang
lesinya terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis.
- Tipe IIA, Disebut juga lytic atau stress spondilolisthesis akibat mikro
fraktiur rekuren yang disebabkan oleh hipereksetensi. Sering terjadi pada
pria.
-Tipe II, terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis dan pars
interartikularis meregang dimana fraktur mengisinya dengan
tulang baru.
- Tipe IIC, sangat jarang terjadi, dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis.
C. Tipe III ( degeneratif ), akibat degenerasi permukaan sendi lumbal.
Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran
vertebra ke depan atau ke belakang.
D. Tipe IV(traumatik ), berhubungan dengan fraktur akut pada elemen
posterior (pedikel, lamina atau permukaan / facet) dibandingkan dengan
fraktur pada bagian pars interartikularis
E. Tipe V(patologik ), terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder
akibat proses penyakit seperti penyakit Pagets, Giant Cell Tumor, dan
tumor atau penyakit tulang lainnya.

Patofisiologi
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung
berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis
berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan
kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis
spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka
prevalensi 5-7%. kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan
tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. dengan mempelajari
perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan
banyak yang mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya
tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik.
Untuk menilai beratnya pergeseran didasarkan pada pengukuran jarak dari
pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus
vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak
berdekatan dengannya pada foto X ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra
superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 26-50%
- Grade 3 adalah 51-75%
- Grade 4 adalah 76-100%
- Grade 5 adalah lebih dari 100%
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan
spondilolisis menjadi spondylolisthesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan
postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis.
Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam
perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars
inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas
selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis.
Faktor genetik juga berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas
intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty.
Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat
spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada
L4-L5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya
tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau
permukaan sendi.1,2,3 Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis,
sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.
Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang,
atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan
mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior
sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada
penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor.
Manifestasi Klinis
-Terbatasnya pergerakan tulang belakang
-Kekakuan otot hamstring ( otot betis )
-Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
-Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
-Hiperkifosis lumbosacral junction
-Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
-Kesulitan berjalan
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis
a.Gambaran klinis
Nyeri punggung pada regio yang terkena merupakan gejala khas.
Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan
aktivitas maka nyeri makin bertambah hebat dan istirahat akan dapat
menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada
bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti
adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan
masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit.
b.Gambaran fisik
Subluksasio bersifat ringan àPostur normal
Subluksasi berat à gangguan bentuk postur
c.Radiologis
1. Rontgen
X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi
tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi
lateral persendian lumbosakral Posisi lateral pada lumbosacral joints,
membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi
defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi
tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.
2. CT-Scan
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress /
tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto
polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah
dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang
definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada
tulang dengan baik
3. MRI
MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus,
kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondylolisthesis
derajat tinggi.
Tata Laksana
Terapi nonsurgical
-tirah baring.
-obat antiinflamasi untuk mengurangi edema.
-analgesik untuk mengontrol nyeri.
-Therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas.
Terapi pembedahan (surgical)
Indikasi pembedahan :
-Klaudikasio neurogenik.
-Pergeseran berat (high grade slip>50%)
-Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas
listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.
-Spondylolisthesis traumatik.
-Spondylolisthesis iatrogenik.
-Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
-Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan (gait abnormality).
Prognosis
-Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II à
prognosa cukup baik dengan terapi konservatif
-Isthmic spondylolisthesis grade III à lebih mempunyai prognosis
bervariasi dan kadang-kadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang
belakang. Terapi pembedahan memberikan perbaikan pada gejala claudicatio
dan radikular
-Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang
memuaskan untuk mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.

9.3 SPONDILOLIS

Definisi
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang.
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak diaspek anterior, lateral,
dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis
(corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi
degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra .

Etiologi dan Faktor Resiko

Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan


degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling
banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita dari
pada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal
adalah :
a.  Kebiasaan postur yang jelek
b.  Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang
melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan
barang.
c.  Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi
pada vertebra lumbal yaitu:
a.       Faktor usia ,beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan
bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk
degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi
menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat
secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula,
degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98%
pada usia 70 tahun.
b.      Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan
dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan
bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada
lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang
terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan),
semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
spondylosis dan keparahan spondylosis.
c.       Peran herediter, Faktor genetic mungkin mempengaruhi formasi
osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor
menjelaskanbahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis
berkaitan dengan factor herediter. Kedua penelitian tersebut telah
mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan
bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan factor genetic
dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik
dan resistance training.
d.      Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan
bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban
mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam
proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa
pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi
fungsional terhadap instabilitas atauperubahan tuntutan pada vertebra
lumbar.

Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskusi ntervertebralis antara lain:
a.    Annulus fibrosus  menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar
dan muncul retak pada berbagai sisi.
b.   Nucleus pulposus kehilangan cairan
c.    Tinggi diskus berkurang
d.   Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus
dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan
gejala.Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa
adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus
yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat
terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predis posisi
terjadinya crush fracture. Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi
memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami
perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk
suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi
karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.Terjadi perubahan
patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan
pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

Gejala klinis
Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik
itu cervical, lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal
memberikan gambaran klinis sebagai berikut:
a.    Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak
menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya
ditimbulkan dari aktivitas  tidak sesuai.
b.   Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint.
Dan mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau
kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.
c.    Referred pain:
1)   Nyeri mungkin saja menjalar kearah tungkai karena adanya iritasi
pada akar persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya
2)   Paha (L1)
3)   Sisi anterior tungkai (L2)
4)   Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
5)   Sisi medial kaki dan big toe (L4)
6)   Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
7)   Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki
(S1)
8)   Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
d.   Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit
dan tertusuk, suatu

Diagnosa Banding
- Hernia Nukleus Pulposus (HNP) - Spondilolisthesis - Lumbar
sprain/strain – Fraktur kompresi osteoporotic
Prognosis
Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana hal
ini sulit untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan
kecacatan yang nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab dan faktor yang
mempengaruhinya, seperti adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya
dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan gangguan perkemihan. Pada pasien yang
sudah mengalami degenerative pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan
adanyan yeri pada daerah punggung bawah dalam waktu satu minggu, maka
kondisi pasien akan membaik dalam waktu 3 bulan (Woolfson, 2008).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk melihat gambaran yang
mungkin dapat terlihat, seperti:
1. Penyempitan ruang discus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang

Adapun pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain:


1. Foto polos lumbosakral dengan arahan teroposterior, lateral dan oblique
Sangat membantu untuk melihat keabnormalan pada tulang.
2. Mielografi merupakan tindakan invasive dengan memasukan cairan
berwarna medium ke kanalis spinalis sehingga struktur bagian dalamnya
dapat terlihat. Myelografi digunakan untuk penyakit yang berhubungan
dengan diskus intervertebralis, tumor atau abses.
3. CT scan adalah metode terbaik untuk mengevaluasi adanya penekanan
Tulang dan terlihat juga struktur yang lainnya, antara lain ukuran dan
bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga
morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan liga mentum clavum
juga.
4. MRI memberikan gambaran yang lebih jelas CT scan.
5. Electro miography (ENG)/Nerve conduction study (NCS) digunakan untuk

Pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki. EMG dapat memberikan


Informasi tentang:
a. Adanya kerusakan pada saraf
b. Lama terjadinya kerusakan saraf (akut/kronik)
c. Lokasi terjadinya kerusakan saraf
d. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
e. Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf.

Patogenesis
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang
tersusun atas banyak unit rigid (vertebra dan unit fleksibel (diskus intervertebralis)
yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, ligament-ligament dan otot
paravertebralis. Konstruksi yang unik ini memungkinkan fleksibilitas dan
memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tuang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan saat lari atau melompat.
Diskus intervertebralis aka nmengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago
dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan
tak teratur. Penonjlan faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika
keluar dari kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf
tersebut.
Tabel DD dan DS
Kata/kalimat kunci HNP Spondilolisis Spondilolistesis

Laki-laki +/- + +

39 tahun + - +

Nyeri bokong yang menjalar ke + + +


bagian posterolateral paha,
tungkai bawah dan tumit (extr.
Bawah)
Dirasakan 5 hari lalu setelah + + -
mengangkat beban berat
Nyeri bertambah saat duduk dan + + +
berkurang saat berjalan
Penurunan sensoris lateral tungkai + - -
bawah dan kaki serta 3 jari lateral
kaki kanan
Reflex achilles menurun + - -
DAFTAR PUSTAKA

Harsono., 2009. Kapita selekta neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Dadjah


Mada University Press.
Glover, M.L., Reed, M.D., Khaliq, Y., Forgie, S., Zhanel, G, 2005,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, New
York.
Maliawan S. dan Mahadewa T. 2009. Diagnosa Dan Tatalaksana Kegawat
Daruratan Tulang Belakang. Jakarta.
Paulsen, F. 2010. Sobotta Jilid 1 Edisi 23. EGC : Jakarta
Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukleus
Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012.
Setiati S, Sudoyo AW, Alwi I, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam FA. Buku.
Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 6. Jakarta: Interna
Williams, S.D., 2009. Lumbar Spine Surgery : A Guide to Preoperative and
Postoperative Patient Care. AANN Reference for Clinical Practice, 1(1);
10-11
Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP.

Anda mungkin juga menyukai