Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan fisiologik dan
anatomik pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi
perubahan hormonal di dalam tubuhnya. Perubahan yang terjadi dapat mencakup sistem
gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal dan saraf. Perubahan yang
terjadi pada satu sistem dapat saling memberi pengaruh pada sistem lainnya dan dalam
menanggulangi kelainan yang terjadi harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada
masing-masing sistem. Perubahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang disebabkan
kebutuhan janin, plasenta dan rahim.1
Penyakit jantung masih merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian nonobstetrik yang tinggi pada kehamilan/persalinan, dapat terjadi pada 0,4-4% dari kehamilan.
Dilaporkan angka rata-rata mortalitas wanita hamil dengan klasifikasi New York Heart
Association kelas I dan II sebesar 0,4 hingga 6,8 % dan lebih tinggi lagi pada penderita yang
tingkat keparahannya kelas III dan IV. Dilaporkan bahwa penyakit jantung merupakan penyebab
kematian sebesar 5,6 % dari 1459 kehamilan di Amerika Serikat sejak tahun 1987 hingga 1990.
Hal itu disebabkan oleh peningkatan beban hemodinamik pada saat hamil, bersalin dan
melahirkan yang dapat meperburuk gejala dan mencetuskan berbagai macam komplikasi pada
wanita yang sebelumnya sudah menderita penyakit jantung.2
Deteksi dini serta follow up yang teliti serta penatalaksanaan yang agresifn sangat
membantu untuk menurunkan angka mortalitas bagi wanita yang hami dengan penyakit jantung.
Dibutuhkan pengetahuan tentang perubahan fisiologis pada system kardiovaskuler selama
kehamilan dan puerpurium, gejala dan tanda yang menyerupai penyakit jantung pada kehamilan
yang normal, efek darim perubahan fisiologis pada kehamilan pada kelainan kardiovaskuler, dan
diagnosis serta penatalaksanaan pada penyakit kardiovaskuler yang sudah ada.2

B.

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami lebih jelas bagaimana penyakit jantung pada
kehamilan agar lebih mengerti dan memahami.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Kehamilan
2.1 Definisi
Kehamilan merupakan proses yang fisiologis dan alamiah. Masa kehamilan dimulai dari
konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan
7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir , kehamilan melibatkan berbagai perubahan
fisiologi antara lain perubahan fisik, perubahan sistem pencernaan, respirasi, sirkulasi, darah,
metabolisme, taktus urinarus serta perubahan psikologis. Pada umumnya kehamilan berkembang
dengan normal namun kadang tidak sesuai yang diharapkan. Sulit diprediksi apakah ibu hamil
akan bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu asuhan antenatal merupakan cara penting
untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan
kehamilan normal.
Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena kehamilan dapat
memberatkan penyakit jantung yang dideritanya. Dan penyakit jantung dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Penyakit jantung dalam kehamilan
merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi pada kehamilan atau
persalinan. Pasien dengan penyakit jantung biasanya dibagi dalam 4 golongan. Klasifikasi
fungsional yang diajukan oleh New York Heart Association adalah:1,2,3,4
Klas I : aktivitas tidak terganggu (tidak perlu membatasi kegiatan fisik).
Klas II : aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila
melakukan aktifitas fisik maka terasa lelah, jantung berdebar-debar, sesak nafas atau terjadi
angina pektoris).
Klas III : aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja merasa lelah, sesak
nafas, jantung berdebar).
Klas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan gejalagejala
dekompensasio walaupun dalam istirahat).

Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian
intrauterin karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi
sangat berat sehingga klas I dan II dalam kehamilan dapat masuk ke dalam klas III atau IV.
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam kehamilan berkisar
antara 1 2%. Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit jantung terbanyak, dan lebih
dari 90% biasanya dengan kelainan katup mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung
kongenital dan penyakit otot jantung.1
Meskipun banyak kasus penyakit jantung dengan kehamilan dijumpai diklinik dan rumah
sakit di Indonesia, akan tetapi hanya sedikit yang pernah dilaporkan dalam tulisan ilmiah. Dari
laporan pendahuluan mengenai insiden kelainan jantung pada kehamilan diperoleh angka 3,1 %
dari sekitar 20 % penderita yang dirawat di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSCM/FKUI
Jakarta dan dikonsulkan ke kardiologis (Aziz, Hartanuh, Sugeng dan Samil). Menurut Samil
angka kematian penyakit jantung di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSCM Jakarta
merupakan urutan keempat setelah eklamsia, perdarahan dan infeksi. Mortalitas terbanyak pada
multipara sebesar 1,6 %, dengan insiden 1,21 % dari seluruh kasus obstetric/ginekologis yang
dirawar dibagian tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang DW, Suhatno Djoko
Sumantri terhadap 4741 kasus persalinan di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama empat tahun
(1990-1993), didapatkan ibu hamil dengan penyakit jantung (tidak termasuk hipertensi dalam
kehamilan) adalah 31 kasus per tahun atau 0,65 % per tahun dengan angka kematian sebesar 4,88
%. Dibandingkan dengan 0,3 % per tahun 91972-1973) dan 0,5% per tahun (1978-1982), angka
kejadian ibu hamil dengan penyakit jantung tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari
tahun ke tahun.1
2.3 Etiologi
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat
kelainan kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain
seperti hipertensi, anemia berat, dan lain-lain.1,3
2.4 Kehamilan dan Fisiologi Kardiovaskuler1,2,5
Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk
system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala

penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi
pada saat kehamilan.1,2
Perubahan Hemodinamik
Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan volume
darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah
ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan sistem vaskuler
kulit dan tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume
plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%) mengakibatkan
terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin. Peningkatan volume darah ini
mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas pernafasan, nutrien dan
metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat
kelahiran. Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cardiac output saat istirahat akan
meningkat sampai 40%. Peningkatan cardiac output yang terjadi mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 20 minggu. Pada pertengahan sampai akhir kehamilan cardiac output dipengaruhi
oleh posisi tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari
ekstremitas bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cardiac output dimana bila
dibandingkan dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cardiac output akan
menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2 l/menit. Umumnya
perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi gejala, dan pada beberapa wanita hamil lebih
menyukai posisi supinasi. Tetapi pada posisi supinasi yang dipertahankan akan memberi gejala
hipotensi yang disebut supine hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki
dengan memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perubahan hemodinamik
juga berhubungan dengan perubahan atau variasi dari cardiac output. Cardiac output adalah hasil
denyut jantung dikali stroke volume. Pada tahap awal terjadi kenaikan stroke volume sampai
kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun
secara perlahan karena obstruksi vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi
venous bed. Denyut jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai
akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada saat
melahirkan.

Tabel l. Perobahan hemodinamik normal semasa kehamilan


Parameter
Perobahan saat
Perobahan saat
hemodinamika
kehamilan normal
melahirkan
Volume Darah
40 - 50%
Denyut Jantung
10 15 beat per menit
Cardiac output

Tekanan Darah
Stroke Volume

Resistensi Vascular
Sistemik

30 50% diatas Bertambah 50%


nilai-nilai normal

Perobahan masa
post partum

Mula, dengan
load, kemudian
dengan diuresis

pre

10 mm HG
Kembali normal
Pada trimester I dan II, (300 500 ml perkontraksi)
sedikit pada trimester III

Kembali normal

Curah jantung (cardiac output) juga berhubungan langsung dengan tekanan darah merata
dan berhubungan terbalik dengan resistensi vascular sistemik. Pada awal kehamilan terjadi
penurunan tekanan darah dan kembali naik secara perlahan mendekati tekanan darah tanpa
kehamilan pada saat kehamilan aterm. Resistensi vascular sistemik akan menurun secara drastic
mencapai 2/3 nilai tanpa kehamilan pada kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara perlahan
mendekati nilai normal pada akhir kehamilan. Cardiac output sama dengan oxygen consumption
dibagi perbedaan oksigen arteri-venous sistemik Oxygen consumption ibu hamil meningkat 20
persen dalam 20 minggu pertama kehamilan dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas nilai
tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena kebutuhan metabolisme
janin dan kebutuhan ibu hamil yang meningkat. Cardiac output juga akan meningkat pada saat
awal proses melahirkan. Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7 liter/menit. Setiap
kontraksi uterus cardiac output akan meningkat 34 persen akibat peningkatan denyut jantung dan
stroke volume, dan cardiac output dapat meningkat sebesar 9 liter/menit. Pada saat melahirkan
pemakaian anestesi epidural mengurangi cardiac output menjadi 8 liter/menit dan penggunaan
anestesi umum juga mengurangi cardiac output. Setelah melahirkan cardiac output akan
meningkat secara drastic mencapai 10 liter/menit (7-8 liter / menit dengan seksio sesaria) dan
mendekati nilai normal saat sebelum hamil, setelah beberapa hari atau minggu setelah

melahirkan. Kenaikan cardiac output pada wanita hamil kembar dua atau tiga sedikit lebih besar
dibanding dengan wanita hamil tunggal. Adakalanya terjadi sedikit peningkatan cardiac output
sepanjang proses laktasi.

Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah akan meningkat
20-30% dan jumlah leukosit bervariasi selama kehamilan dan selalu berada dalam batas atas nilai
normal. Kadar fibronogen, factor VII, X dan XII meningkat, juga jumlah trombosit meningkat
tetapi tidak melebihi nilai batas atas nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan
ukuran jantung dan perobahan posisi EKG. Ukuran jantung berubah karena dilatasi ruang
jantung dan hipertrofi. Pembesaran pada katup trikuspid akan menimbulkan regurgitasi ringan
dan menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim keatas rongga
abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan mengakibatkan posisi jantung

berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung bergeser keluar dan keatas. Perubahan ini
menyebabkan perubahan EKG sehingga didapati deviasi aksis kekiri, sagging ST segment dan
sering didapati gelombang T yang inversi atau mendatar pada lead III.
Distribusi Aliran Darah1,2
Aliran darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui. Distribusi aliran dipengaruhi
oleh resistensi vaskuler lokal. Renal blood flow meningkat sekitar 30 persen pada trimester
pertama dan menetap atau sedikit menurun sampai melahirkan. Aliran darah ke kulit meningkat
40 - 50 persen yang berfungsi untuk menghilangkan panas. Mammary blood flow pada wanita
tanpa kehamilan kurang dari 1 persen dari cardiac output. Dan dapat mencapai 2 persen pada saat
kehamilan aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke rahim sekitar 100 ml/menit (2
persen dari cardiac output) dan akan meningkat dua kali lipat pada kehamilan 28 minggu dan
meningkat mencapai 1200 ml/menit pada saat kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai darah
yang mengalir ke ginjalnya sendiri. Nilai semasa kehamilan pembuluh darah rahim berdilatasi
maksimal,aliran darah meningkat akibat meningkatnya tekanan darah maternal dan aliran darah.
Pada dasarnya wanita hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya, apabila redistribusi aliran
darah total diperlukan oleh ibu atau jika terjadi penurunan tekanan darah maternal dan cardiac
output, maka aliran darah ke uterus menurun dan tetap dipertahankan. Vasokonstriksi yang
disebabkan katekolamin endogen, obat vasokonstriksi, ventilasi mekanix, dan beberapa obat
anestetik yang berhubungan dengan pre eklampsi dan eklampsi akan menurunkan aliran darah ke
rahim.
Pada wanita normal aliran darah rahim mempunyai potensi dapat dibatasi. Dan pada
berpenyakit jantung, pengalihan aliran darah dari rahim menjadi masalah karena aliran darah
sudah tidak teratur. Mekanisme perubahan hemodinamik juga tidak sepenuhnya dimengerti, yang
diakibatkan oleh perobahan volume cairan tubuh. Total body water semasa kehamilan meningkat
6 sampai 8 lifer yang sebagian besar berada pada ekstraseluler. Segera setelah 6 minggu
kehamilan volume plasma meningkat dan pada trimester kedua mencapai nilai maksimal 11/2
dari normal. Masa sel darah merah juga meningkat tetapi tidak untuk tingkatan yang sama;
hematokrit menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai nilai kurang dari 30 persen,
Perubahan vaskuler berhubungan penting dengan perobahan hemodinamik pada saat kehamilan.
Arterial compliance meningkat dan terjadi peningkatan kapasitas venous vascular. Perubahan ini
sangat penting dalam memelihara hemodinamik dari kehamilan normal. Perubahan arterial yang

berhubungan dengan peningkatan fragilitas bila kecelakaan vaskuler terjadi yang sering terjadi
pada kehamilan dapat merugikan hemodinamik. Peningkatan level hormon steroid saat
kehamilan inilah yang menjadi alasan utama terjadinya perubahan pada vaskuler dan miokard.
Perubahan hemodinamik dengan exercise1,2
Kehamilan akan merubah respons hemodinamik terhadap exercise. Pada wanita hamil
derajat exercise yang diberikan pada posisi duduk menyebabkan peningkatan cardiac output
yang lebih besar dibanding dengan wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama.
Dan maksimum cardiac output dicapai pada tingkatan exercise yang lebih rendah. Peningkatan
cardiac output relatif lebih besar dari peningkatan konsumsi oksigen, sehingga terdapat
perbedaan oksigen arterio-venous yang lebih lebar dari yang dihasilkan pada wanita tanpa
kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Keadaan ini menunjukkan pelepasan oksigen ke
perifer sedikit kurang efisien selama kehamilan.
Pada wanita tanpa kehamilan, latihan akan meningkatkan stroke volume yang lebih besar
dan sedikit peningkatan denyut jantung dari pada yang didapati pada individu yang tidak terlatih.
Pada saat kehamilan efek latihan ini tidak kelihatan dan kemungkinan karena peningkahin stroke
volume dibatasi akibat kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility vena.
Exercise semasa kehamilan tidak jelas apakah lebih berbahaya atau lebih bermanfaat pada wanita
dengan penyakit jantung daripada pada wanita tanpa kehamilan. Pada manusia, diketahui tipe
exercise mempengaruhi hemodinamik maternal dan perfusi uterus. Regular aerobic endurance
exercise semasa hamil berhubungan dengan berkurangnya berat kelahiran. Sebagian besar
pengurangan tersebut karena berkurangnya massa lemak janin dan tidak jelas apakah hal ini
merugikan.
2.5 Kelainan Katup Jantung pada Kehamilan3,4,5
Kelainan katup jantung adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemukan pada
saat kehamilan. Gangguan ini dapat meningkatkan kejadian gagal jantung, morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janin yang dikandung. Jenis-jenis kelainan ini meliputi mitral stenosis
yang disebabkan penyakit jantung rematik, mitral dan aorta regurgitasi, kelainan katup tricuspid
serta katup jantung prostetik. Sudah diketahui bahwa pada kehamilan terjadi peningkatan volume
darah mencapai 30 hingga 50 % yang diikuti dengan meningkatnya curah jantung (cardiac
output). Hal ini muncul pada trimester pertama dan mencapai puncaknya pada 20-24 minggu
usia kehamilan. Setelah itu akan bertahan dan mulai menurun 3 hari setelah melahirkan. Suara

murmur dapat terdengar sebagai hal yang normal pada kehamilan. Biasanya lemah, middiastolik
dan terdengar sepanjang garis sternalis kiri. Intensitasnya meningkat seiring dengan
meningkatnya curah jantung, namun bila terdengar sangat keras serta berupa musmur diastolik,
murmur kontinus atau murmur sistolik yang kuat maka pemeriksaan ekokardiografi sangat
diperlukan.
Risiko terjadinya komplikasi jantung pada ibu hamil akan menigkat pada kasus dengan
stenosis katup yang berat serta menurunkan fungsi sistolik ventrikel kiri (stenosis aorta dengan
area katup <1,5 cm2 dan stenosis mitral dengan area katup < 2 cm2), seperti stenosis mitral
dengan hipertensi pulmonal, regurgitasi berat dengan gangguan fungsi ventrikel kiri dan sindrom
Marfans dengan aneurisma pada ascending aorta. Risiko juga akan meningkat pada ibu yang
memiliki riwayat penyakit jantung seperti: aritmia, gagal jantung dengan kelas NYHA III-IV.
Untuk itu peran konseling sebelum konsepsi sangat diperlukan.
Semua kejadian kelainan katup diharapkan dapat ditemukan sebelum kehamilan terjadi. Untuk
mendapatkan adanya kelainan katup diperlukan pemeriksaan fisik jantung yang tepat. Auskultasi
jantung yang benar tentu sangat membantu untuk menemukan kecurigaan terjadinya kelaina
katup jantung. Pemeriksaan penunjang utama adalah ekokardiografi untuk memastikan adanya
kelainan katup jantung tersebut. Pemeriksaan ekokardiografi meliputi jenis murmur, gradiennya,
anatomi katup mitral, ukuran anatomi aorta descending, dimensi ventrikel kiri dan Fraksi Ejeksi
(EF). Hal lain yang perlu diperhatikan adalahpersiapan menjalani kehamilan pada ibu yang
menggunakan katup jantung prostetik. Untuk memrediksi komplikasi pada nenonatal yang perlu
diperhatikan adalah adanya gangguan pada fungsi jantung (NYHA II ke atas) dan obstruksi
jantung kiri. Komplikasi yang dapat terjadi adalah lahir premature, intrauterine growth
retardation, respiratory distress syndrome, hemoragik intraventrikeldan kematian. Pada beberapa
kasus kehamilan dengan kelainan katup jantung, penggunaan antibiotika diperlukan untuk
menghindari terjadinya (profilaksis) endokarditis.
Stenosis Mitral
Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kelainan katup ini. Pada stenosis mitral
terjadi tahanan pada ventrikel kiri yang menyebabkan tekanan pada atrium kiri dan vena
pulmonal meningkat. Hal ini dapat menimbulkan kongesti pulomal dan edema. Selain itu,
stenosis mitral dapat diikuti dengan aritmia atrial selama kehamilan dan saat melahirkan. Karena
selama kehamilan terjadi peningkatan volume dan curah jantung maka dapat terjadi sesak nafas

10

dan menurunnya kemampuan aktivitas fisik. Bila frekuensi detak jantung meningkat maka
pengisian saat diastolic turun maka tekanan atrial yang meningkat dapat menimbulkan kongesti
paru dan edema. Risiko maternal pada ibu dengan mitral stenosis yang lain adalah
tromboemboli.
Terapi yang diberikan untuk mengatasi gejala antara lain adalah : diuretic, mengurangi
asupan garam dan mengurangi aktivitas fisik. Unutk mengatasi peningkatan frekuensi detak
jantung dan perbaikan pengisian diastolic digunakan Beta Blocker. Bila terjadi fibrilasi atrial
yang dapat menambah risiko terjadinya tromboemboli maka dapat dilakukan kardioversi.
Pengguanan Beta Blocker dan digoxin dimaksudkan untuk mengontrol frekuensi detak jantung.
Jika diperlukan maka prokainamid dan quinidine dapat dipakai sebagai antiaritmia. Guna
mencegah tromboemboli, antikoagulan digunakan jika diperlukan. Selain itu, digunakan pula
antibiotic sebagai profilaksis endokarditis selama masamelahirkan.
Pada mitral stenosis dengan area katup mitral yang ketat ( area katup < 1 cm2) dan
disertai gejala yang signifikan ( NYHA III-IV), maka dapat dilakukan valvuloplasti mitral
dengan balon atau pembedahan. Percutaneous ballon mitral valvulopasty biasa dikerjakan pada
trimester kedua dan selama pelaksanaan maka dibutuhkan pelindung pelvis untuk pencegahan
radiasi pada janin. Terkadang hal ini dapat dikerjakan dengan bantuan transesofageal
ekokardiografi (TEE). Bila tidak ada yang ahli dalam melakukan valvuloplasti maka
pembedahan untuk dilakukan commisurotomy dapat diupayakan. Melahirkan pervaginam dapat
dilakukan dengan bantuan anestesi pada epidural. Secti caesarea dikerjakan jika memang ada
indikasi dari gangguan ajlan lahir. Saat melahirkan dapat terjadi peningkatan tekanan 8-10
mmHg pada atrium kiri dan vena pulmonal. Unutk mengetahui gejala dan gangguan
hemodinamik selama proses melahirkan dianjurkan menggunakan Swan-Ganz kateter.
Mitral Regurgitasi
Kelainan katup ini biasa disebabkan oleh penyakit jantung rematik, endokarditis, prolaps
atau penyakit jaringan koneksi (connective tissue disease). Walau terkadang regurgitasi ini berat
namun hal ini dapat ditoleransi dengan baik oleh ibu yang hamil karena menurunkan tahanan
vaskuler sistemik. Bila ditemukan sebelum kehamilan maka tindakan repair katup lebih
diutamakan tetapi bila sudah ada gangguan pada fungsi sitolik ventrikel kiri (EF <0,40)
terkadang operasi perbaikan katup tidak memberikan hasil yang optimal dan gangguan fungsi ini

11

meningkatkian risiko maternal salaam kehamilan. Sedangkan regurgitasi akut yang terjadi
selama kehamilan tidak dapat ditoleransi oleh ibu seta meningkatkan mortalitas maternal.
Bila timbul gejala gagal jantung maka pemberian diuretic dan digoxin dapat membantu
memperbaiki gejala. Penurunan afterload dengan hidralazin juga tidak merugikan. Pemberian
antibiotic sebagai profilaksis endokarditis dianjurkan. Untuk mitral regurgitasi yang terisolasi
risiko maternal dan fetal selama kehamilan rendah . Namun demikian data yang lengkap tentang
tata laksana kelainan mitral regurgitasi belum cukup dan masih lemah.
Stenosis Aorta
Penyebab stenosis aorta adalah congenital. Kelainan stenosis yang berat dengan gradian
lebih dari 50 mmHg tidak dapat ditoleransi oleh ibu. Bila hal ini ditemukan sebelum kehamilan
maka dianjurkan untuk menunda kehamilan dan dilakukan koreksi katup dengan operasi. Bila
sudha hamil maka termiansi menjadi pilihan. Sednagkan pada aorta stenosis dengan gradient
kurang dari 50 mmHg maka gejala gagal jantung selama hamil dan melahirkan risikonya rendah.
Walau demikian anjuran koreksi katup didahulukan sebelum kehamilan meskipun tidak
ditemukan gejala. Prognosis fetal pada gangguan katup jantung dengan stenosis terganggu
dengan adanya growth retardation, lahir premature dan berat badan lahir rendah. Pada beberapa
kasus pernah dilakukan palliative aortic ballon valvuloplasty dan aortic-valve replacement
tentunya dengan risiko maternal dan fetal yang mengkutinya.
Insufisiensi Aorta4
Pada aorta insufisiensi (AI), terjadi aliran darah balik dari aorta ke ventrikel kiri pada
waktu diastolik. Darah yang kembali dengan darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel kiri sewaktu diastolic.Ventrikel kiri
menyesuaikan dengan memperbesar kemampuan menampung darah sewaktu diastolic sehingga
tidak terjadi peninggian tekanan ventrikel kiri, atrium kiri dan pembuluh pulmonal. Dapat
ditemukan bising diastolic pada sela iga II kanan atau sepanjang garis sternalis kiri yang mulai
terdengar segera setelah bunyi jantung II. Bising menjadi lebih jelas pada posisi duduk atau
berdiri sesudah ekspirasi yang dalam, iktus kordis lebih lateral dari yang normal dan pada perifer
ditemukan tekanan nadi yang besar, pulsasi arterial dapat terlihat di kuku dan pistol shoot sound
pada arteri besar terutama arteri femoralis. Kadang-kadang terdapat flushing di muka dan leher.
Bila terjadi dekompensasi, maka keluhan utamanya adalah dyspnea deffort. Tindakan bedah
harus dipertimbangkan bila ditemukan tekanan nadi yang bertambah, pembesaran jantung pada

12

foto rontgen dan hipertrofi miokardium pada EKG. Juga pada penderita dengan keluhan sedikit
namun mengalami pembesaran jantung dalam waktu yang singkat atau penurunan fungsi
ventrikel pada pemeriksaan invasive maupun non-invasive.
Regurgitasi Aorta
Regurgitasi aorta pada perempuan muda disebabkan oleh annulus aorta dilatasi (pada
sindrom Marfans), katup aorta bicuspid atau riwayat endokarditis sama seperti mitral
regurgitasi, akan terjadi penurunan tahanan vaskuler sistemik. Untuk aorta regurgitasi yang
terisolasi dapat digunakan vasodilator dan diuretic.
Bila ditemukan adanya gangguan pada fungsi sistolik ventrikel kiri maka risiko maternal
dan fetal meningkat. Penggunaan ace inhibitor dihindari, namun dapat ditambahkan hidralazin
dan nifedipine. Untuk menemukan adanya sindrom Marfans maka bila dicurigai adanya
regurgitasi aorta harus dilakukan pengkajian klinis dan ekokardiografi sebelum kehamilan.
Sindrom ini dapat meningkatkan risiko selama kehamilan.
Katup Jantung Prostetik
Mortalitas maternal diperkirakan 1-4% dan banyak berhubungan dengan kejadian
tromboemboli. resiko ini banyak ditemukan pada katub mitral prostetik. untuk itu, pada pasien
ini perlu diberikan informasi lengkap tentang resiko ini. Pengkajian resiko dan pengawasan ketat
terhadap terapi antikoagulan wajib dilakukan.Termasuk didalamnya evaluasi klinis status
fungsional dan kejadian penyakit jantung. Pengguanaan antagonis vitamin K meningkatkan
keguguran, premature dan embriotomi. namun ada beberapa cara dalam memberikan
antikoagulan selama kehamilan. ACC/AHA menyarankan pemberian heparin unfractionated
sampai melahirkan. 4-6 jam setelah melahirkan hjeparin dilanjutkan jika tidak ada
kontraindikasi. pemberian warfarin semalam setelah melahirkan dapat dilakukan bila komplikasi
perdarahan tidak terjadi.

13

BAB III
PEMBAHASAN

Penyakit Jantung Kehamilan3,5


Penyakit jantung kehamilan (peripartum cardiopmyopathy/PPCM) adalah kelainan otot
jantung (cardiomyopathy) spesifik yang timbul pada akhir kehamilan atau awal puerpurium.
criteria diagnostic pertama kali dibuat oleh demaskis et al (1971), yaitu :
1. gagal jantung yang timbul pada bulan-bulan akhir kehamilan atau dalam kurun waktu 5 bulan
setelah melahirkan.
2. tidak adanya penyakit jantung yang diketahui sebelumnya.
3. tidak adanya penyebab penyakit jantungyang dapat diidentifikasi.
4. disfungsi sistolik ventrikel kiri, yangb memenuhi criteria secara ekocardiografi:
- fraksi ejeksi < 45 %
- fractional shortening < 30%
- dimensi diastolic akhir > 2,7 cm/m2
Berdasarkan definisi tersebut, maka untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit ini
harus melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan ekokardiografi. Pada Workshop tahun 1997
dibuat tambahan criteria bahwa disfungsi ventrikel kiri harus ditunjukkan berdasarkan
ekokardiografi. Angka kejadian penyakit ini bervariasi dari daerah ke daerah dari ras ke ras,
menunjukkkan adanya kemungkinan pengaruh perilaku terhadap kejadian penyakit ini. Di
Amerika, kejadian kasus ini diperkirakan 1 dari 1300-1500 kelahiran hidup, di Jepang dilaporkan
1 dari 6000 kelahiran hidup, di Afrika Selatan 1 dari 1000 kelahiran hidup, dan di Haiti 1 dari
350-400 kelahiranh hidup.
Patogenesis penyebab dari kardiomiopati ini tidak diketahui, beberapa kemungkinan
penyebab diantaranya adalah ; miokarditis, respon imun abnormal terhadap kehamilan, adaptasi
yang salah terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan, peranan sitokin, dan penggunaan

14

tokolitik yang berlebihan. Faktor keturunan pernah dilaporkan pada beberapa kejadian, faktor
risiko lainnya yang telah diketahui meliputi usia kehamilan yang lanjut, multiparitas, obesitas
kehamilan multiple, preeklamsia, hipertensi kronis dan ras kulit hitam. Miokarditis sebagai
penyebab dari PPCM atas dasar adanya infiltrate limfositik yang padat, edema miosit, nekrosis
dan fibrosis pada biopsy ventrikel kiri pasien dengan PPCM, serta adanya perbaikan klinis
dengan menggunakan imunosupresan, bahkan diduga adanya peranan infeksi virus pada penyakit
ini. Multiparitas merupakan salah satu factor risiko, maka timbul dugaan adanya pajanan
terhadap antigen fetus atau suami yang diikuti oleh respon inflamasi miokard yang abnormal
sebagai penyebab terjadinya penyakit ini. Selain hal tersebut diatas, stress hemodinamik yang
terjadi pada masa kehamilan diduga memainkan peranan dalam pathogenesis PPCM. Pada masa
kehamilan terdapat beberapa perubahan fisiologis pada system kardiovaskular. Perubahan
fisiologis tersebut oleh beberapa ahli dikatakan menyebabkan perubahan kontraktilitas dan
remodeling otot jantung, bahkan dapat menyebabkan hipertropi otot ventrikel. Faktor-faktor lain
yang diduga berhubungan dengan kejadian penyakit ini meliputi penggunaan tokolitik yang
lama, sitokin proinflamasi (TNF, IL-1, IL-6), asupan garam berlebihan, kadar relaksin (hormone
yang dihasilkan ovarium selama kehamilan) yang abnormal, dan defisiensi selenium.
Gejala Klinis
Gejala klinis nya antara lain paroksismal nocturnal dispneu, nyeri dada, batuk di malam
hari, ronkhi di paru, peningkatan tekanan vena jugularis, dan hepatomegali. Pada mulanya gejala
dapat hanya berupa dispneu, kelahan dan edema perifer, yang semuanya menyerupai gejalagejala yang terjadi pada kehamilan normal, sehingga kebanyakan pasien berobat karena
komplikasi yang sudah terjadi seperti gagal jantung kronik. Ekokardiografi merupakan alat bantu
yang sangat penting dalam mendiagnosa penyakit ini. Melalui ekokardiografi dapat ditemukan
penurunan fungsi sistolik kiri dan dilatasi ventrikel, walaupun secara umum gambarannya
menyerupai penyakit jantung dilatasi non iskemik lainnya.
Prognosis
Walaupun gambaran PPCM menyerupai penyakit jantung dilatasi lainnya, namun
penyakit ini memiliki angka pemulihan spontan yang tinggi. Sekitar 50 % pasien kembali ke
kondisi normal dalam beberapa kali tindak lanjut, kebanyakan dalam 6 bulan pertama. Pada
sebuah penelitian retrospektif, wanita yang fungsi sistoliknya kembali normal, pada saat
kehamilan berikutnya 21 % mengalami gagal jantung, namun tanpa komplikasi serius. Di lain

15

pihak, wanita yang mengalami disfungsi sistolik yang menetap, pada kehamilan berikutnya 19%
mengalami kehamilan.
Penatalaksanaan
Pasien dianjurkan untuk melakukan aktivitas semampunya, meskipun demikian latihan
beban dan aerobic tidak dianjurkan selama 6 bulan pertama post partum, bahkan menyusui pun
sebaiknya dihindarkan, bukan hanya untuk mencegah beban tambahan bagi jantung, namun juga
karena obat-obatan yang diminum dapat masuk ke dalam air susu ibu.
Pengobatan secara umum menyerupai obat-obatan pada penyakit gagal jantung lainnya,
dengan catatan pada saat kehamilan inhibitor ACE dan ARB dihindarkan karena akibatnya yang
buruk terhadap janin.
Mengatasi gejala kongestif dapat digunakan diuretic loop dengan dosis serendah mungkin, dan
dosis digoksin harian yang kecil dapat ditambahkan.
Untuk mengurangi beban afterload dapat digunakan vasodilator seperti hidralazin dan
nitrat. Pada perempuan yang sebelum ditegakkan PPCM sudah mengkonsumsi beta blocker,
maka obat tersebut dapat dengan aman dilanjutkan. Apabila pasien dalam masa postpartum, ACE
inhibitor harus diberikan. ARB menjadi pertimbangan selanjutnya apabila pasien mengalami
batuk yang sangat mengganggu. Pasien dapat tetap diberikan loop diuretic apabila terdapat
kongesti (untuk mengurangi gejala kongesti). Spironolakton dapat bermanfaat pada gagal
jantung dengan fraksi ejeksi < 40 % (gagal jantung berat). Beta blocker (karvedilol, bisoprolol
atau metoprolol) dapat diberikan bila sudah tidak ada kongesti.
MEDIKASI JANTUNG DALAM KEHAMILAN
Obat-obat jantung atau kardiaka adalah obat-obat yang secara langsung dapat
memulihkan fungsi otot jantung yang terganggu ke keadaan normal. Berdasarkan efeknya atas
jantung, kardiaka dapat dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yakni :
1. Kardiotonika6,7
Efeknya memperkuat kontraktilitas otot jantung (efek inotrop positif), terutama digunakan pada
gagal jantung untuk memperbaiki fungsi pompanya. Kelompok kardiotonika terdiri dari :

16

glikosida jantung (digoksin, metildigoksin, digitoksin), dopaminergika (dopamine, ibopamin,


dobutamin) dan penghambat fosfodiesterase (amrinon, milrinon).
2. Obat angina pektoris6,8
Mempunyai daya vasodilatasi atau memperlambat frekuensi jantung. Kelompok obat angina
pektoris dibagi menjadi : vasodilator koroner (nitrogliserin, isosorbid-dinitrat, dipiridamol), betabloker (sotalol, labetolol), dan antagonis-Ca (nifedipin, verapamil, diltiazem).
3. Antiaritmika9
Khasiatnya meniadakan kelainan irama jantung.

Dalam bab ini juga akan dibahas jenis obat lain yang juga penting dalam penyakit jantung dan
vaskular, meliputi obat anti hipertensi dan anti trombotik (zat-zat yang digunakan untuk
pengobatan atau pencegahan trombosis dan emboli).
1. KARDIOTONIKA
a. Glikosida Jantung
Cara Kerja
Khasiat digoksin yang terpenting adalah efek inotrop positif, yakni memperkuat kontraksi
jantung, sehingga volume pukulan, volume menit dan diuresis diperbesar, serta jantung yang
membesar dapat mengecil lagi. Frekuensi denyutan juga diturunkan (efek kronotrop negatif)
akibat stimulasi nervus vagus. Hal ini berbeda dengan banyak zat inotrop positif lain.
Efek pada Wanita Hamil
Wanita hamil boleh menggunakan digoksin dalam dosis normal. Digoksin digunakan untuk
mengontrol frekuensi jantung dan memperlama waktu untuk aliran darah ke ventrikel kiri.

17

Sebagian besar ahli menyetujui jika wanita mempunyai risiko fibrilasi atrium atau penyakit
jantung mitral dan pembesaran atrium kiri, digoksin diindikasikan.
Dosis : digitalisasi oral 0,25-0,75 mg sehari a.c selama 1 minggu, pemeliharaan 1 dd 0,125-0,5
mg a.c.
b. Dopaminergika9
Cara Kerja
Dopamin adalah neurotransmiter sentral prekursor adrenalin. Stimulasi dopaminergik
mengakibatkan efek yang sama dengan khasiat dopamin, seperti vasodilatasi, memperkuat
kontaktilitas jantung, dan penghambat pelepasan adrenalin.
Efek pada Kehamilan
Belum terdapat cukup data mengenai penggunaannya pada wanita hamil.
c. Penghambat Fosfodiesterase
Cara kerja
Berkhasiat inotrop positif dan memiliki efek vasodilatasi.
Efek pada Kehamilan
Belum terdapat cukup data mengenai penggunaannya pada wanita hamil.
2. OBAT ANGINA PEKTORIS9,10
a. Vasodilator Koroner
Cara Kerja
Berkhasiat relaksasi otot pembuluh darah, bronkus, saluran empedu, lambung dan usus serta
saluran kemih.

18

Efek pada Kehamilan


Penggunaan pada wanita hamil masih belum diketahui efeknya. Namun demikian menurut Roth
dan Elkayam, nitrogliserin boleh digunakan pada keadaan miokard infark dengan pengawasan
tekanan darah secara ketat.

b. Beta Bloker
Cara Kerja
Zat ini memperlambat pukulan jantung (bradikardi, efek kronotrop negatif). Di samping itu juga
dapat meningkatkan peredaran darah karena bradikardi akan memperpanjang waktu diastole.
Efek pada Kehamilan
Baik digunakan sebagai terapi untuk peripartum kardiomiopati, ventrikuler takikardia, Q-T
interval prolongation, miokard infark dan takiaritmia.
Dosis : kasus aritmia per-oral 2 dd 80 mg, berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 2 dd
160 mg. Kasus hipertensi dan angina 1 dd 160 mg.

c. Antagonis Kalsium
Cara Kerja
Zat ini memblok Calcium-channels di otot polos arterial dan menimbulkan relaksasi dan
vasodilatasi perifer (efek kronotrop negatif).
Efek pada Kehamilan

19

Nifedipin merupakan anti hipertensi lini pertama pada preeklampsia berat, namun tidak boleh
digunakan pada wanita hamil yang mempunyai penyakit jantung. Antagonis Ca juga boleh
digunakan pada kasus miokard infark dan takiaritmia.
Dosis Nifedipin : 10-20 mg per-oral diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
3. ANTIARITMIKA11,12
a. Kuinidin
Berefek pada stabilisasi membran, anti kolinergis, kronotrop negatif dan inotrop negatif. Wanita
hamil tidak boleh menggunakan zat ini karena bersifat teratogenik.
b. Amiodaron
Berkhasiat anti aritmia, anti adrenergis dan vasodilatasi. Wanita hamil tidak boleh menggunakan
amiodaron karena dapat menyebabkan struma pada janin.
c. Lidokain
Anestetikum lokal ini berkhasiat anti aritmia berdasarkan stabilisasi membran. Tetapi, berbeda
dengan kinin, masa refrakter dan penyaluran impulsnya dipersingkat tanpa mengurangi daya
kontraksi jantung. Aman digunakan pada wanita hamil, contohnya pada miokard infark.
Dosis : 300 mg i.m atau 50-100 mg i.v dalam 1-2 menit, jika perlu diulang setelah 5-10 menit.
Langsung dilanjutkan dengan infus 200-300 mg/jam.

OBAT JENIS LAIN8,12,13


I. Anti Hipertensi
Pemberian antihipertensi pada preeklampsia ringan maupun berat masih menjadi kontroversi,
karena Duley dan beberapa peneliti lain menyimpulkan tidak jelas kegunaannya. Ada juga yang

20

berpendapat bahwa anti hipertensi baru digunakan jika ditemukan tanda janin prematur, absence
of fetal compromise, dan pengawasan ketat pada pasien.
Di sisi lain Hendorson menyimpulkan bahwa sampai didapatkan bukti yang lebih teruji, maka
pemberian anti hipertensi diserahkan pada klinikus masing-masing. Ini berarti sampai sekarang
belum ada antihipertensi yang terbaik untuk pengobatan anti hipertensi pada kehamilan.
Obat anti hipertensi dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diuretika
Cara Kerja
Diuretik meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga volume darah dan tekanan
darah menurun.
Efek pada kehamilan :
Diuretik akan mengganggu volume plasma sehingga memperburuk perfusi organ dan aliran
darah utero-plasenta sehingga tidak boleh digunakan.

b. Alfa-reseptor bloker
Cara kerja
Zat ini memblok reseptor alfa adrenergik yang terdapat di otot polos pembuluh darah, khususnya
pembuluh kulit dan mukosa.
Efek pada kehamilan
Belum terdapat cukup data mengenai penggunaannya pada wanita hamil.

21

c. Beta bloker14
Cara kerja
Anti adrenergik dengan jalan menempati secara bersaing reseptor adrenergik.
Efek pada kehamilan
Beta bloker pada umumnya tidak boleh digunakan karena mengurangi penyaluran darah melalui
plasenta sehingga dapat merugikan perkembangan janin. Namun penggunaan labetolol (trandate)
pada akhir kehamilan dianggap aman. Labetolol merupakan beta bloker tidak selektif yang juga
bersifat 1-bloker. Berbeda dengan beta bloker lain, labetolol tidak berdaya inotrop negatif atau
memperlihatkan waktu laten, karena 1-blokade menyebabkan vasodilatasi langsung secara
cepat. Atenolol tidak boleh dipergunakan karena beberapa penelitian menunjukkan hubungannya
dengan kejadian hambatan pertumbuhan janin dan berat badan lahir rendah.
Dosis labetolol : 20-80 mg bolus i.v.

d. Obat-obat Susunan Saraf Pusat


Cara kerja
Menstimulasi reseptor 2-adrenergik yang banyak terdapat di SSP. Melalui perangsangan ini,
aktifitas saraf adrenergik perifer berkurang.
Efek pada kehamilan
Metildopa (Dopamet, Aldomet) dapat digunakan, karena metildopa mengurangi resistensi perifer
tanpa banyak mengubah denyut jantung dan curah jantung, sehingga metildopa dianggap aman
dan efektif, terutama untuk terapi hipertensi kronis.

22

Ferrer menyimpulkan bahwa penggunaannya pada trimester pertama tidak ada hubungannya
dengan kelainan janin. Obat-obat lain belum memiliki cukup data, namun beberapa referensi
beranggapan klonidin aman digunakan.
Dosis metildopa : 3 x 500 mg, dosis maksimal 3 gram per hari, dengan dosis permulaan 2 x 250
mg.
Dosis klonidine (Catapres): 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air.

e. Antagonis Kalsium
Cara kerja
Zat ini menghambat pemasukan ion-Ca ekstrasel ke dalam sel sehingga mengurangi penyaluran
impuls dan kontraksi miokard serta dinding pembuluh.
Efek pada kehamilan
Nifedipin (Adalat/Retard/Oros) merupakan anti hipertensi lini pertama pada preeklampsia berat,
sedangkan nimodipin (Nimotop) memiliki kontraindikasi mutlak pada kehamilan. Nifedipin
digunakan untuk hipertensi berat dan secara luas digunakan pula sebagai tokolitik , namun tidak
boleh digunakan pada wanita hamil yang mempunyai penyakit jantung dan wanita dengan
kehamilan ganda.
Dosis Nifedipin: 10-20 mg per oral diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Nifedipin tidak boleh digunakan sublingual karena memiliki efek vasodilatasi sangat cepat.

f. Penghambat RAAS (Penghambat ACE dan AT II Receptor Bloker)12,13,15


Cara kerja

23

Zat ini menurunkan tekanan darah dengan jalan mengurangi daya tahan pembuluh perifer dan
vasodilatasi.
Efek pada kehamilan
Wanita hamil tidak boleh menggunakan ACE inhibitor maupun AT II-bloker karena bersifat
teratogenik terutama bila obat digunakan ibu selama 2 trimester terakhir. Penghambat ACE
menyebabkan fetus mengalami gagal ginjal berkepanjangan, penurunan osifikasi tempurung
kepala, dan disgenesis tubulus renal. Pada 3 bulan pertama kehamilan, ACE inhibitor dan
angiotensin II dapat menyebabkan hipoplasia paru dan ginjal serta hipokalvaria antagonis
reseptor. Jika diberikan setelah 3 bulan pertama dapat menyebabkan oligohidramnion, retardasi
pertumbuhan, hipoplasia paru dan ginjal, anuria, hipotensi, serta hipokalvaria.
g. Vasodilatator
Cara kerja
Berkhasiat vasodilatasi langsung terhadap arteriole.
Efek pada kehamilan
Hanya hidralazin yang aman digunakan, sedangkan dihidralazin dan minoxidil belum tersedia
cukup data. Hidralazin adalah vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan refleks
takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi utero-plasenta. Namun
ada pendapat bahwa sodium nitroprusside dan diazokside dapat digunakan sebagai anti
hipertensi lini kedua pada preeklampsia berat.
Dosis Hidralazin dosis awal 5 mg bolus, jika tekanan darah turun 20-30 menit stelah pemberian
awal, ulangi dengan dosis yang sama atau naikkan menjadi 10 mg tiap 20-30 menit.
Sodium Nitroprusside 0,25 g iv/kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 g iv/kg/ 5 menit
Diazokside 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infus 10 mg/menit/dititrasi.
II. Trombolitik16
24

Adalah zat-zat yang digunakan untuk terapi dan prevensi trombosis.


a. Heparin
Berkhasiat menetralkan trombin dengan segera. Heparin yang tidak difraksionisasi merupakan
pengobatan pilihan untuk tromboembolisme akut. Heparin tidak melewati plasenta, dengan
demikian tidak bersifat teratogenik. Unfractioned heparin (UFH) dosis rendah masih menjadi
kontroversi untuk digunakan pada wanita hamil. Beberapa ahli menemukan kematian pada
wanita yang menggunakan heparin dosis rendah, namun beberapa penelitian menyarankan
penggunaan unfractioned heparin selama kehamilan sampai 6-12 minggu paska persalinan.
Setelah kelahiran, warfarin oral dapat digunakan. Heparin harus diberikan secara intravena atau
subkutan untuk menjaga agar PTT menjadi 1,5-2,0 x normal.
Heparin juga baik digunakan pada atrial flutter atau atrial fibrillation jika fibrilasi menetap dan
menjadi kronis saat kehamilan, terutama jika terdapat mitral stenosis.
Heparin dengan berat molekul rendah juga aman, namun efektivitasnya dalam kehamilan belum
dapat divalidasi. Akibat waktu paruhnya yang panjang dan resistensinya, beberapa pihak
menyarankan mengkonversi LMWH menjadi UFH pada usia gestasi 35-36 minggu.

b. Warfarin
Khasiat anti koagulannya berdasarkan mekanisme saingan dengan vitamin K. Terutama
digunakan untuk prevensi sekunder infark otak dan jantung. Reimold dan Rutherford
menyarankan penggunaannya selama kehamilan sampai usia kehamilan 36 minggu. Namun
beberapa peneliti menyimpulkan, warfarin bersifat teratogenik dan dapat menyebabkan abortus
dan malformasi janin

25

Evaluasi Pasien dengan Penyakit Jantung


Anamnesa
Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosis sebelum kehamilannya,
harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali diagnosis ditegakkan, gejala-gejala
sebelumnya dan komplikasi yang ada, prosedur diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi
jantung, excercise test (treadmill) atau ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat
operasi, derajatkesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet, pembatasan-pembatasan
aktifitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan rumah sakit,
prosedur diagnostik dan pengobatan sebelumnya. Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung
sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya
yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik lupus eritematosus,
penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat perawatan di Rumah sakit
dan riwayat operasi besar sebelumnya.
Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti sianosis
pada waktu lahir atau waktu aktivitas, squatting pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas
berulang, gangguan irama jantung, dispnu pada saat istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama,
hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan
kongenital.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan tinggi badan, kelainan
pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan congenital dan perubahan-perubahan
pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus
diukur secara hati-hati dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada
beberapa posisi. Denyut nadi radial harus dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat
dijumpai denyut yang kollaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang
rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus. Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari
adanya tanda-tanda kelainan kongenital, pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan
kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan bentuk dinding

26

toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi
perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb. Selanjutnya
juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistim-sistim
organ tubuh lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.
2. EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.
4. Ekokardiografi.
5. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO, kultur darah.
Diagnosis
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejalagejala
berikut :
1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;
2. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;
3. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;
4. Aritmia yang berat.
Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalausudah terjadi
dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau ascites.
Penanganan
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan berat badan
yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran pernafasan atas dan
preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat memberatkan pekerjaan jantung. Saatsaat berbahaya adalah pada kehamilan 28 32 minggu karena merupakan puncak hemodilusi,
partus kala II karena venous return yang meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai
akibat kembalinya cairan tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah
berat.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim yang
kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetric ginekologi, kardiologi, ilmu
penyakit dalam, dan anestesi.
a. Kelas I dan II

27

Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan
pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan
dan nifas. Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah endokarditis, oleh karena itu
semua wanita hamil dengan penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi
terutama infeksi saluran napas atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, jam setiap kali setelah makan ) dan hanya
pekerjaan ringan yang diizinkan.
2. harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat menularkan
infeksi saluran nafas atas, merokok, penggunaan obatobat yang memberatkan pekerjaan jantung.
3. Tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk, ronki basal,
dispnoe dan hemoptoe.
4. Sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk istirahat.
Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio sesarea.
Penggunaan teknik analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang
umum dipakai adalah analgesia epidural.
Apabila akan dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural
namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental,
suksinil kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan hasil yang memuaskan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam adalah :
1. Ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan miring ke kiri.
2. Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap tenang dan
merasa aman.
3. Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan
khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara berkala (tanda-tanda vital harus dimonitor
diantara tiap his, dalam kala I setiap 10-15 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila
terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari 115 x/mt atau peningkatan respirasi lebih dari 28
x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu
diberikan morfin, digitalis, oksigen dan diuretik).

28

4. Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr) dengan tetesan rendah
dan pengawasan keseimbangan cairan.
5. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg supositoria,
pethidin 50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.
6. Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum dan sedapat
mungkin ibu dilarang mengedan.
7. Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin merupakan
kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi
pengembalian darah ke dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter.
8. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat tersebut merupakan saat
yang paling kritis selama hamil, pemasangan gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat
dilakukan untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi (kolaps postpartum).
Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan jantung maka
penanganan awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya:
Perhatikan airway, breathing dan circulation.
Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri, untuk mencegah
efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus gravidarum.
Pemberian Morfin / petidin, Bloker atau diuretik.
Digitalisasi.
Antibiotika untuk profilaksis terhadap endokarditis.
b. Kelas III dan IV
Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua kemungkinan
penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan kehamilan dengan tirah baring
total dan pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi setengah duduk.
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di Rumah Sakit selama
kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan,
atau dapat dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya
pervaginam dan dianjurkan untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah
mengusahakan persalinan pervaginam.

29

c. Pengawasan Nifas
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat terjadi
pada saat nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung.
Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli
akan lebih berbahaya pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurangkurangnya 14 hari setelah
melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta diberi antibiotika untuk
mencegah endokarditis.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita penyakit
jantung kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui.
Konseling Prakonsepsi, Asuhan Antenatal dan Kontrasespsi
Sebagian besar wanita hamil dengan penyakit jantung sudah mengetahui tentang kelainan
jantung yang dialaminya dan biasanya sudah mendapat pengobatan atau bahkan telah menjalani
operasi jantung, jauh sebelum kehamilannya. Oleh karena itu konseling prakonsepsi memegang
peranan penting dalam manajemen penyakit jantung dalam kehamilan.
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus diberikan
penjelasan yang menyeluruh tentang kondisi penyakit jantung yang dialami dan risiko-risiko
yang akan terjadi dalam kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus dilakukan
optimalisasi kondisi jantung sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat diminimalisasi.
Sedangkan bagi pasien dengan kelas III dan IV dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila
menikah dianjurkan menghindari kehamilan. Apabila telah terjadi kehamilan sangat dianjurkan
untuk dilakukan terminasi kehamilan, sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana risikonya masih
minimal.
Kebanyakan pasien juga menginginkan informasi tentang risiko bagi janinyang
dikandung, terutama apakah janinnya akan mengalami penyakit jantung kongenital juga. Pada
ibu hamil dengan penyakit jantung berat, hipoksia berat dan cardiac output yang rendah sering
menyebabkan insiden abortus spontan, lahir mati, bayi berat lahir rendah atau bayi dengan
kelainan kongenital lain.
Pada asuhan antenatal, penting sekali diupayakan supaya ibu mendapat istirahat yang
cukup, sekurang-kurangnya 8-10 jam, dan istirahat baring sekurangkurangnya jam setiap kali

30

setelah makan dengan diit rendah garam, tinggi protein, dan pembatasan masuknya cairan.
Kenaikan berat badan yang berlebihan juga harus diwaspadai, dan total kenaikan berat badan
sebaiknya tidak melebihi 12 kg. Untuk mencegah peningkatan volume darah yang berlebihan
dapat diberikan diuretik. Aktivitas fisik harus dibatasi oleh karena pada wanita hamil dengan
penyakit jantung biasanya tidak dapat meningkatkan cardiac output seperti pada orang normal
sehingga jaringan akan mengambil lebih banyak oksigen dari darah arteri dengan akibat aliran
darah uteroplacenta akan berpindah ke organorgan lain.
Status hemodinamik juga harus dipantau secara teratur dan peningkatan tekanan darah
seperti pada preeklampsia harus dihindari. Pada setiap kunjungan harus ditentukan kelas
fungsional pasien, apabila terjadi dekompensasio kordis maka pasien digolongkan dalam satu
kelas lebih tinggi.
Pemberian suplementasi besi dan asam folat secara dini dan teratur dapat mencegah
anemia yang memperberat kerja jantung. Juga harus dilakukan pencegahan terhadap infeksi yang
dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung.
Pemeriksaan antenatal dilakukan 2 minggu sekali dan setelah kehamilan 28 minggu, seminggu
sekali.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup
keseluruhan informasi tentang metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping yang dapat
ditimbulkan. Secara umum preparat hormonal kurang disukai, oleh karena resiko tromboemboli
yang dapat terjadi. Namun pemberian prep arat progestin parenteral masih dianjurkan.

31

BAB IV
KESIMPULAN

Penyakit jantung dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan
kematian yang tinggi pada kehamilan atau persalinan. Pasien dengan penyakit jantung biasanya
dibagi dalam 4 golongan. Klasifikasi fungsional yang diajukan oleh New York Heart Association
adalah:1,2,3,4
Klas I : aktivitas tidak terganggu (tidak perlu membatasi kegiatan fisik).
Klas II : aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila
melakukan aktifitas fisik maka terasa lelah, jantung berdebar-debar, sesak nafas atau terjadi
angina pektoris).
Klas III : aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja merasa lelah, sesak
nafas, jantung berdebar).
Klas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan gejalagejala
dekompensasio walaupun dalam istirahat).
Kelainan katup jantung adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemukan pada
saat kehamilan. Gangguan ini dapat meningkatkan kejadian gagal jantung, morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janin yang dikandung. Jenis-jenis kelainan ini meliputi mitral stenosis
yang disebabkan penyakit jantung rematik, mitral dan aorta regurgitasi, kelainan katup tricuspid
serta katup jantung prostetik.
Penyakit jantung kehamilan (peripartum cardiopmyopathy/PPCM) adalah kelainan otot
jantung (cardiomyopathy) spesifik yang timbul pada akhir kehamilan atau awal puerpurium.
criteria diagnostic pertama kali dibuat oleh demaskis et al (1971), yaitu :
1. gagal jantung yang timbul pada bulan-bulan akhir kehamilan atau dalam kurun waktu 5 bulan
setelah melahirkan.
2. tidak adanya penyakit jantung yang diketahui sebelumnya.
3. tidak adanya penyebab penyakit jantungyang dapat diidentifikasi.
4. disfungsi sistolik ventrikel kiri, yangb memenuhi criteria secara ekocardiografi:

32

- fraksi ejeksi < 45 %


- fractional shortening < 30%
- dimensi diastolic akhir > 2,7 cm/m2
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan berat badan
yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran pernafasan atas dan
preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat memberatkan pekerjaan jantung. Saatsaat berbahaya adalah pada kehamilan 28 32 minggu karena merupakan puncak hemodilusi,
partus kala II karena venous return yang meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai
akibat kembalinya cairan tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah
berat.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim yang
kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetric ginekologi, kardiologi, ilmu
penyakit dalam, dan anestesi.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. McAnulty.J. H, Metcalfe.J, Ueland K. Heart disease and preganancy. In Alexander R.W,


Schlant RC, Fuster V, O'Rourke, Roberts R, and Sonnenblick EH. Hurst's The Heart; 9 th ed.
Mc Graw-Hilllnternational: New York, 1999; p. 2271-88.
2. Reiltorld S.C, Rutherford J.D. Valvular heart disease in pregnancy. N.Engl J Med 2003; 349:
52-9.
3. Siu, S.C., Sermer, M., Colman, J.M., Alvarez N, dkk., Prospective multicentre study of
pregnancy outcomes in women with heart disease. Circulation. 2001; 104: 515-21.
4. Chan, W.S., Anand, S., Ginsberg, J.S. Anticoagulant in pregnant women with mechanical
heart valves. Arch. Intern Med 2000; 160: 191-96.
5. Prasad, A.K, Ventura, H.O. Valvular heart disease and pregnancy. A high index of susupicion
is important to reduce risk. Postgraduate Medicine. 2001; 110; 69-76.

6. Cunningham, A. 2010. Williams Obstetric 23rd Edition. Medical and Surgical


Complication of Cardiovascular Disease. United States of America : The McGraw Hill
Companies. 958-978.
7. Danakas,G.T. 2007. The Care of The Gynecologic and Obstetric Patient 2nd edition. High
Risk Obstetric. Philadelphia : Mosby Inc. 437-440.
8. Jones, Llewellyn, D. 2002. Dasar- Dasar Obstetri dan Ginekologi. Gangguan
Kardiovascular. Jakarta : Hipocrates. 118-119.
9. Mc. Phee, S.J, Papadakis, M.A. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment.
Cardiovascular Complications of Pregnancy. California : McGraw-Hill Companies. 374.

34

10. Mc. Phee, S.J, Papadakis, M.A. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment.
Systemic Hypertension. California : McGraw-Hill Companies. 697.
11. Norwitz, E., Schorge, J. 2008. At a Glance Obstetri and Gynecology. Penyakit
Kardiovaskular dalam Kehamilan. Jakarta : Erlangga. 92-93.
12. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Obat pada Perempuan Hamil dan Janinnya.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 67-80.
13. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Hipertensi dalam Kehamilan. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 67-80.
14. Tjay, T.H, Raharja, K. 2007. Obat-Obat Penting. Obat- Obat selama Kehamilan dan
Laktasi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. 538-565.
15. Tjay, T.H, Raharja, K. 2007. Obat-Obat Penting. Obat Jantung. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo. 585-606.
16. Tjay, T.H, Raharja, K. 2007. Obat-Obat Penting. Antihipertensiva. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo. 538-565.

35

Anda mungkin juga menyukai