Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 3


BLOK INTEGUMEN
“KETIAK KU NYERI DAN GATAL”

OLEH :

Made Ngurah Jiyesta Wibawa

019.06.0055

Kelompok 1/ Kelas A

Tutor : dr. Nadira Yumna, S.Ked

PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 3 yang berjudul “KETIAK KU NYERI DAN
GATAL” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa


(LBM) 3 yang berjudul “KETIAK KU NYERI DAN GATAL” meliputi seven
jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak
akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Nadira Yumna, S.Ked sebagai dosen fasilitator SGD 1 yang


senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan
SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk
menyusun makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 23 November 2021

Penyusun

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 2


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Skenario ................................................................................................... 4

1.2 Data Kasus .............................................................................................. 4

1.3 Deskripsi Masalah dan Pembahasan Skenario.................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 7


2.1 Kelainan yang Mungkin Dialami ............................................................... 7

2.1.1 Kelainan Kelenjar Sebasea dan kelenjar Ekrin................................. 7

2.1.2 Infeksi Bakteri (Radang Folikel Rambut) .......................................... 9

2.2.3 Infeksi Bakteri ..................................................................................... 10

2.3 Pembahasan Diagnosis Kerja ................................................................... 12

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19


3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 3


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Ketiak Ku Nyeri dan Gatal

Seorang laki- laki berusia 18 tahun datang ke klinik FK Unizar dengan


keluhan ketiaknya terasa nyeri, tampak dengan benjolan berisi nanah dan tampak
kemerahan sejak 3 hari yang lalu. Menurut pengakuan pasien, keluhan serupa
dirasakan berulang di lokasi yang sama. Pasien menanyakan kepada dokter yang
menangani apakah keluhannya sekarang ada hubungannya dengan keluhan yang
sebelumnya. Ibu pasien juga mengalami keluhan yang sama.

1.2 Data Kasus

Identitas Pasien

Nama :-

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 4


Data Dasar

a. Data subyektif

Pada anamnesis didapatkan data yaitu pasien mengeluhkan ketiak terasa


nyeri, tampak benjolan berisi nanah dan tampak kemerahan. Keluhan serupa
dirasakan berulang dan ibu pasien sebelumnya mengalami keluhan yang sama.

b. Data obyektif

Pada pemeriksaan didapatkan sebagai berikut :

Status Dermatologi :

Lokasi : axial dextra


Efloresensi atau UKK (Ujud Kelainan Kulit) : tampak ulkus tepi tidak
teratur, nodul eritematosa (tidak menggaung)
Dasar : pus
Ukuran lesi : 3- 10 cm
Bentuk lesi : linear dan serpiginosa
Susunan lesi : multipel
Distribusi lesi : soliter
Batas lesi : difus atau tidak berbatas tegas
Disekitar : papul dan nodul

1.3 Deskripsi Masalah dan Pembahasan Skenario

Berdasarkan hasil diskusi maka kelompok kami merumuskan beberapa


permasalahan yang penting untuk dikaji dan di diskusikan bersama untuk
menduga suatu diagnosis yang diambil dari keluhan pasien diantaranya yaitu
penyebab dari keluhan yang dialami pasien dimana keluhan utama nya adalah
ketiak nyeri dan gatal, hal ini disebabkan karena peradangan pada kelenjar
keringat yang terdapat pada ketiak yaitu kelenjar apokrin dimana kelenjar apokrin
merupakan salah satu kelenjar keringat pada manusia yang terdapat pada kepala,
aksila, anogenital, kelopak mata, meatus acusticus externus (external auditory

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 5


meatus), dan kelenjar mammae. Kelenjar apokrin dapat juga ditemukan pada
wajah dan perut. Istilah apokrin berasal dari bahasa Yunani apo yang berarti pergi
dan krinein yang berarti untuk memisahkan. Kelenjar ini merupakan bagian dari
adneksa kulit yang terletak di epidermis dan berkembang sebagai bagian dari
kelenjar pilosebasea pada bulan ke 4 dan 5 dari kehidupan janin. Kelenjar apokrin
tidak berfungsi sampai pada masa pubertas; oleh karena itu perkembangannya
dikaitkan dengan faktor hormonal yang mengalami perubahan pada masa pubertas
sehingga keluhan pasien akan berhubungan dengan usia pasien yaitu 18 tahun
yang merupakan usia pubertas.

Keluhan pasien yang dirasakan berulang dengan lokasi yang sama


disebabkan karena dilatasi folikular atau pembentukan kista, diikuti dengan ruptur
folikular yang disertai inflamasi, kemudian terbentuk fistula di area yang sama.
Sedangkan faktor genetic juga berperan dalam keluhan pasien dimana hal ini
diduga karena adanya mutasi gen yang berperan pada diferensiasi epidermal dan
folikel rambut terminal, perkembangan, dan fungsi sel imun.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 6


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kelainan yang Mungkin Dialami

2.1.1 Kelainan Kelenjar Sebasea dan kelenjar Ekrin


Hidradenitis Supuratif Miliaria
Definisi Hidradenitis supuratifa (HS) adalah Miliaria merupakan kelainan yang timbul
penyakit inflamasi pada apendiks akibat terganggunya integritas duktus
kulit (kelenjar apokrin) yang bersifat kelenjar ekrin (kelenjar keringat). Sebagai
kronik dan disebabkan oleh akibatnya, maka akan terjadi sekresi
multifaktorial. Hidradenitis supuratifa keringat dalam lapisan epidermis
sering muncul sesudah pubertas,
dengan keluhan benjolan yang
mengalami reaksi radang dan terasa
nyeri.

Etiologi Sumbatan pada kelenjar apokrin kelainan yang timbul akibat terganggunya
integritas duktus kelenjar ekrin (kelenjar
keringat).
Manifestasi Hidradenitis supuratifa memiliki 3 Miliaria kristalina (sudamina) nampak
Klinis derajat keparahan menurut klasifikasi sebagai vesikel 1-2 mm berdinding tipis,
Hurley. Pada stadium awal akan mudah pecah. Pada miliaria rubra terjadi
terjadi abses, yang kemudian menjadi inflamasi sehingga dapat dijumpai adanya
tratus sinus dan muncul jembatan papul eritematosa di sekitar pori-pori
skar. Pada stadium ketiga lesi akan rambut. Jika dijumpai adanya multipel
memudar menjadi skar, mengalami pustula di atas dasar eritematosa maka
inflamasi dan muncul discharge kelainan tersebut digolongkan dalam
kronik. Onset HS terjadi secara miliaria pustulosa. Miliaria rubra
mendadak, yang ditandai dengan bermanifestasi sebagai papul multipel
papul yang lunak atau nodul yang tersusun diskret secara uniform, sewarna
terletak di lapisan kulit dalam, dan kulit, yang terkadang menyerupai

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 7


dapat dijumpai pustul. Nodul ini goosejlesh atau merinding.
dapat sembuh, atau bahkan dapat
berkembang hingga menjadi abses
yang mengalami inflamasi, dikelilingi
nekrosis sentral yang dapat ruptur
secara spontan sehingga
menghasilkan discharge yang
purulen. Saat fase penyembuhan
dapat terjadi skar dengan jaringan
fibrosis dan kontraktur dermis.

Predileksi Petanda gambaran klinis yang paling Miliaria rubra seringkali dijumpai pada area
penting adalah area yang terkena punggung pada penderita yang dirawat di
terbatas, yaitu pada area rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh
intertriginosa. Daerah yang sering keringat serta faktor oklusi oleh alas tahan
terlibat yaitu aksila, inguinal, air.
perineum dan perianal, sekitar
mammae, sekitar bokong, area pubis,
dada, kulit kepala, retroaurikuler dan
kelopak mata.
(Saunte DML and Jemec GBE. 2017).

Hidradenitis Supuratif Miliaria

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 8


2.1.2 Infeksi Bakteri (Radang Folikel Rambut)
Furunkel Karbunkel
Definisi Furunkel atau furunkulosis merupakan Karbunkel adalah bentuk
nodul peradangan yang dalam yang kumpulan beberapa lesi furunkel yang
muncul di sekitar folikel rambut, lebih luas, dalam, menyatu satu sama
biasanya berasal dari folikulitis lain dan infiltrasi.
superfisial dan seringnya berkembang
menjadi abses.
Etiologi Faktor predisposisi terjadinya furunkel atau karbunkel adalah adanya koloni
Staphylococcus aureus yang kronik di hidung, aksila, atau perineum, gesekan yang
diakibatkan oleh kerah baju dan ikat pinggang, obesitas, higienitas yang buruk,
rusaknya kemampuan bakterisidal, rusaknya kemampuan kemotaksis, sindroma
hiperglobulin-E, dan diabetes mellitu
Manifestasi Keluhan utamanya adalah nyeri, terutama Pada karbunkel sering disertai gejala
Klinis pada yang akut, besar, di hidung, lubang konstitusional yang sedang (panas
telinga luar. badan, malaise, mual).

Lesi kulit furunkel berupa nodul Lesi pada karbunkel lebih besar,
eritematosa, berbentuk kerucut, ukuran 1- ukuran 3- 10 cm, dasar lebih dalam area
3 cm, keras, folikulosentrik, di tengahnya sekitarnya eritema, terdapat indurasi,
terdapat pustul dan mengalami nekrose dan muncul beberapa pustul pada
dan menyembuh setelah pus keluar dan permukaannya. Lesi kemudian
meninggalkan sikatrik. berkembang menjadi kawah berwarna
kekuningan pada tengah lesi,
menyembuh perlahan walau area
sekitarnya akan tetap berwarna
violaceus untuk waktu yang lebih lama,
menghasilkan skar permanen.

Predileksi Tempat predileksinya adalah tempat yang Predileksi pada leher, punggung atau
banyak gesekan, misalnya aksila dan paha.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 9


pantat.

(Murlistyarini, Sinta., dkk. 2018)

Furunkel Karbunkel

2.2.3 Infeksi Bakteri


Skrofuloderma
Definisi Skrofuloderma disebut juga dengan Tuberculosis Colliquativa Cutts. Skrofuloderma
berasal bahasa latin yaitu Scrofula yang berarti pembengkakan kelanjar. Bentuk ini
sering juga didapatkan pada pasien dengan keadaan imunitas yang rendah.

Etiologi Tuberkulosis kutaneus dapat disebabkan oleh M. tuberculosis, M.bovis dan dalam
keadaan khusus Basil Calmette-Guerin, sebuah vaksin berasal dari strain M. bovis
yang dilemahkan. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, panjang 2-4/μ dan
lebar 0, 3-0, 5/ μ, tahan asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bersifat aerob
dan suhu optimal pertumbuhan 37°C.

Infeksi sering terjadi setelah adanya inokulasi primer pada tonsil atau oral dari M.
bovis setelah mengkonsumsi susu yang terinfeksi.
Manifestasi Kelenjar getah bening yang terkena akan tampak sebagai suatu nodul yang
Klinis membesar secara perlahan, pada perabaan terasa keras dan tidak nyeri. Limfedenopati
pada tuberculosis dapat dibagi menjadi 5 tahapan.
- Pada tahap 1, tampak adanya pembesaran kelenjar getah bening secara

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 10


terpisah yang teraba padat, berbatas tegas dan mobile, dengan hiperplasia
reaktif non spesifik.
- Pada tahap 2, kelenjar getah bening akan teraba kenyal dan didapatkan
periadenitis yang ditandai dengan adanya perlekatan dengan daerah sekitar.
Kemudian beberapa kelenjar bening akan berkonfluens.
- Pada tahap 3, terdapat perlunakan pada bagian tengah yang disebabkan adanya
pembentukan abses.
- Pada tahap 4, terjadi pembentukan abses yang akan tampak seperti kancing
baju. Pada kulit di atasnya akan tampak adanya indurasi dan jika abses pecah
akan terlihat adanya pembentukan ulkus. Ulkus mempunyai gambaran yang
khas yaitu bentuknya yang akan nampak linier atau serpiginosa dengan tepi
yang tidak jelas, berwarna kebiruan, dinding bergaung, jaringan granulasi
tertutup oleh pus seropurulen dan jika mengering terdapat krusta yang
berwarna kekuningan. Dan pada tahap terakhir setelah ulkus mengering akan
timbul sikatrik- sikatrik yang memanjang dan tidak teratur. Pada bagian atas
sikatrik didapatkan adanya jembatan kulit (skin bridge) yang kedua ujungnya
melekat pada sikatrik dan dapat dimasukkan sonde.

Predileksi Daerah yang paling sering terkena adalah leher, ketiak dan yang terakhir adalah lipat
paha.
(Murlistyarini, Sinta., dkk. 2018)

Skrofuloderma

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 11


2.3 Pembahasan Diagnosis Kerja
Berdasarkan hasil pembahasan dari kelompok kami dari semua differensial
diagnosis, sesuai dengan manifestasi klinis yang paling dominan adalah pada
“Hidradenitis Supuratif Tingkat II”, akan dijelaskan dalam tabel berikut :

Keluhan Hidradenitis Skrofuloderma Furunkel Karbunkel Milia


Pasien Supuratif
Laki- laki 18 + +/- +/- +/- +/-
tahun
Ketiak nyeri + + + + +
Benjolan berisi + + + + +/-
nanah (pus)
Kemerahan + - +/- +/- +/-
(eritema)
3 hari yang lalu + + +/- +/- +
(akut)
Keluhan + - +/- +/- +/-
berulang di
lokasi sama
Riwayat ibu +/- +/- +/- +/- +/-

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 12


Berdasarkan tingkat dari Hidradenitis Supuratif maka gambaran yang paling
sesuai yaitu tingkat II terlihat seperti gambar diatas dan keterangan manifestasi
klinis dibawah.

Tingkat Karakteristik

I Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus

II Abses rekuren, lesi soliter atau multipel yang terpisah jauh, dengan sinus

III Keterlibatan area sekitar yang difus atau luas dengan sinus dan abses yang saling
berhubungan.

Patogenesis

Sumbatan pada kelenjar apokrin awalnya diduga sebagai patogenesis utama


HS, tetapi berdasarkan hasil pengamatan histopatologi adanya keterlibatan
folikular lebih berperan. HS diawali dengan hiperkeratosis infundibular kemudian
terjadi dilatasi folikular/pembentukan kista, diikuti dengan ruptur folikular yang
disertai inflamasi, kemudian terbentuk fistula.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 13


Faktor genetik juga diduga berperan pada patogenesis HS. Riwayat keluarga
HS didapatkan pada 1/3 pasien. Pada kasus HS familia adanya -secretase
Nicastrin, Presenilin-1, dan Presenilin enhancer-2.©mutasi pada gen Gamma-
secretase berperan pada diferensiasi epidermal dan folikel rambut terminal,
perkembangan, dan fungsi sel imun.

Penyakit lain yang berhubungan dengan HS antara lain adalah follicular


occlusion tetrad, penyakit inflamasi sistemik, dan genodermatosis. Acne
konglobata, selulitis scalp, dan sinus pilonidal dapat terjadi bersamaan dengan
HS; keempat penyakit ini dikenal dengan follicular occlusion tetrad. Penyakit
inflamasi sistemik yang berhubungan dengan HS adalah penyakit Chron,
spondyloarthropathy, pyoderma gangrenosum, dan sindroma SAPHO (synovitis,
acne, pustulosis, hyperostosis, dan osteitis), PAPA (pyogenic arthritis, pyoderma
gangrenosum, dan acne), PASH (pyoderma gangrenosum, acne conglobata, dan
hidradenitis supurativa), PAPASH (pyogenic arthritis, pyoderma gangrenosum,
acne, dan hidradenitis supurativa), dan keratitis ulseratif perifer (ulkus kornea tipe
Mooren). Penyakit genodermatosis yang berhubungan dengan HS antara lain
keratosis ichtyosis deafness syndromes, pachynochya congenita, steatocystoma
multiplex, dan penyakit Dowling-Degos.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 14


Sebagian besar penyakit ini merupakan kelompok penyakit autoinflamasi yang
terutama diperankan oleh sel Th17. Terjadinya HS pada masa pubertas atau post
pubertas menunjukan adanya peran hormon androgen. Penyakit ini juga
didapatkan pada post partum dengan penggunaan pil kontrasepsi oral, dan pada
masa premenstruasi (sekitar 50% pasien). Namun, pengaruh androgen pada HS
sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Obesitas dan merokok
merupakan dua faktor utama yang berhubungan dengan kejadian HS. Obesitas
dianggap sebagai faktor penyebab eksaserbasi akibat peningkatan gesekan,
keadaan oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga dapat
menyebabkan kekambuhan melaui keadaan androgen yang. Penggunaan produk
tembakau didapatkan lebih sering pada pasien HS dibandingkan kontrol orang
sehat. Kebiasaan merokok diduga memengaruhi kemotaksis sel
polimomorfonuklear. Peran infeksi bakteri masih belum diketahui secara jelas.
Keterlibatan bakteri diduga bersifat sekunder. Bakteri yang paling sering
didapatkan adalah Staphylococcus aureus dan Staphylococcus koagulase negatif.
Bakteri lain yang juga dapat ditemukan adalah Streptococcus, batang Gram
negatif, dan anaerob. Bakteri ini merupakan suatu kolonisasi bukan penyebab, hal
-defensinini yang menjelaskan peningkatan ekspresi Toll Like Receptor 2, 2
dan psoriasin pada lesi HS (Saunte DML and Jemec GBE. 2017).

Epidemiologi

Insidensi HS dilaporkan 6 per 100.000 orang di Amerika; insiden tertinggi


didapatkan pada wanita berusia 20–29 tahun. Prevalensi sekitar 1–2% dilaporkan
di Eropa. Angka kejadian HS yang dilaporkan bervariasi antara 0,00033% sampai
4%. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan populasi penelitian, kriteria
diagnosis, dan cara pelaporan. Rerata usia pasien yang terkena adalah 24,2 tahun.
HS terutama terjadi setelah pubertas; dengan rerata usia dekade kedua dan ketiga,
kemudian mengalami penurunan saat usia dekade kelima. Wanita lebih sering
terkena dibandingkan lakilaki dengan rasio 2,7:1. Distribusi lesi dapat bervariasi
antar jenis kelamin. Pada laki-laki lesi lebih sering didapatkan pada bokong dan

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 15


sekitar anus, sedangkan pada wanita lesi lebih sering didapatkan pada area
pahagenital dan bawah payudara (Desai et al., 2016).

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Pasien hidradenitis supurativa dengan lesi akut dapat menunjukan


peningkatan Laju Endap Darah (LED) atau C-reactive ptotein (CRP).
Pemeriksaan kultur dari lesi dilakukan bila adanya kecurigaan infeksi bakteri,
tuberkulosis, dan jamur. Pemeriksaan ultrasonografi folikel dan dermis
menunjukan bentukan abses dan kelainan pada folikel bagian dalam. Magnetic
resonance imaging (MRI) menunjukan penebalan pada kulit, indurasi jaringan
subkutan, dan multipel abses subkutan.

Diagnosis ditegakkan secara klinis. Kriteria diagnosis berdasarkan The


Second International Hidradenitis Suppurativa Research Symposium di San
Francisco pada bulan Maret 2009, yaitu :

1. Lesi tipikal – nodul yang nyeri, blind boil pada awal lesi; abses,
draining sinuses, skar, dan “tombstone” komedo terbuka pada lesi
sekunder ;
2. Topografi tipikal – aksila, pelipatan paha, perineal dan lesi perianal,
bokong, lipatan infra, dan intermama; dan
3. Kronis dan kambuh- kambuhan (Saunte DML and Jemec GBE.
2017).

Terapi

Pengobatan HS ditentukan berdasarkan stadium Hurley.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 16


(Saunte DML and Jemec GBE. 2017).

Komplikasi

Hidradenitis supurativa dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup,


menimbulkan komplikasi lokal, dan sistemik. Komplikasi lokal yang dapat terjadi
antara lain adalah keterbatasan mobilitas akibat skar, striktur anus, uretra, atau
rektum, fistula uretra, limfedema yang menetap pada penis, skrotum, atau vulva,
karsinoma sel skuamosa, dan perubahan ke arah keganasan. Komplikasi sistemik
dapat terjadi sepsis, abses epidural lumbosacral, anemia, leukositosis (Zouboulis
and Tsatsou, 2012).

Prognosis

Perjalanan penyakit kronis. Durasi penyakit rata-rata sekitar 18,8 tahun.


Stadium I Hurley merupakan bentuk yang paling banyak didapatkan yaitu pada
2/3 pasien, stadium II Hurley didapatkan pada 1/4 pasien, dan stadium III Hurley

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 17


didapatkan pada 1/5 pasien. Perjalanan penyakit pada setiap stadium dapat
intermiten dan berkelanjutan (Desai et al., 2016).

KIE

Pencegahan dan edukasi yang dapat diberikan kepada pasien HS (Saunte


and Jemec, 2017) adalah :

1. Memberikan penjelasan mengenai self management penyakit;


2. Memakai pakaian yang longgar untuk menghindari gesekan dengan
kulit;
3. Menjaga kebersihan kulit untuk menghindari bau;
4. Menurunkan berat badan bagi pasien yang overweight akan membantu
mengontrol penyakit; dan
5. Menyarankan berhenti merokok untuk memperbaiki perjalanan klinis
penyakit.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 18


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasien di
skenario memiliki diagnosis “Hidradenitis Supuratif Tingkat II” dimana hal ini
dapat ditentukan dari manifestasi klinis pada pasien berupa bintik yang nyeri dan
gatal pada ketiak pasien.

Oleh karena itu diperlukan upaya preventif, curative dan rehabilitative untuk
memberikan prognosis yang baik pada pasien, dimana penatalaksanaan
Hidradenitis suppurativa berupa antibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses
dilakukan insisi. Jika abses belum lunak perlu di kompres terbuka. Pada kasus
yang kronik residif, kelenjar apokrin di eksisis.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 19


DAFTAR PUSTAKA
Desai N, Zee HH, and Jemec GBE. 2016. Hidradenitis Suppurativa. In: Rooks.
9th Ed. Griffi ths CEM, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D,
editors. Oxford: John Wiley & Sons.

Djuanda Adhi, Mochtar Hamzah, Siti Aisyah, 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi Kelima. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : FKUI

James WD, Berger TG, Elston GM, et al. 2016. Acne. In: Andrews’ Diseases of
the Skin. Clinical Dermatology. 12th Ed. Philadelphia: Elsevier.

Margesson LJ and Danby FW. 2012. Diseases and Disorders of The Female
Genitalia. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed.

Menaldi, Sri., dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh.
Cetakan Kedua. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
ISBN : 978- 979- 496- 852- 9

Murlistyarini, Sinta., dkk. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. UB
Press. ISBN : 978- 602- 432- 449- 0

PERDOSKI. 2017. Panduan praktis klinis Bag Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin.

Saunte DML and Jemec GBE. 2017. Hidradenitis Suppurativa Advances in


Diagnosis and Treatment. JAMA, 318(20):2019–32.

Siregar, R.S. 2016. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Edisi 3. ISBN 979-448-686-8

Sjamsoe, Emmy S,. dkk. Sebuah Panduan Bergambar ; Penyakit Kulit yang
Umum di Indonesia. PT. Medical Multimedia Indonesia. ISBN : 979-
99294- 1- 5

Soutor, Carol., Hordinsky, Maria. 2013. Clinical Dermatology. Edisi 1. Mc Graw


Hill Education ; LANGE

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 20


UNAIR. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Departemen/ SMF Kesehatan Kulit
dan Kelamin FK Unair/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Edisi 2.

Zouboulis CC and Tsatsou F. 2012. Disorders of the Apocrine Sweat Glands. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed.Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, et al editors. New York: McGraw Hill Medical.

Laporan LBM 3 “Ketiak Ku Nyeri dan Gatal” 21

Anda mungkin juga menyukai