Anda di halaman 1dari 51

CASE REPORT SESSION

* Program Studi Profesi Dokter / Juli 2022


** Pembimbing / Dr. dr Fitriyanti , Sp.KK , FINSDV,FAADV

PSORIASIS VULGARIS

Disusun Oleh:
Gemantri Veyonda Zikry *

Pembimbing:

Dr. dr Fitriyanti , Sp.KK , FINSDV,FAADV **

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

PSORIASIS VULGARIS

Disusun Oleh:

Gemantri Veyonda Zikry

G1A220013

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

Jambi, Juli 2022

Pembimbing,

Dr. dr Fitriyanti , Sp.KK , FINSDV,FAADV

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang
berjudul “Psoriasis Vulgaris” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Raden
Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr Fitriyanti , Sp.KK ,
FINSDV,FAADV yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Raden Matthaer Jambi
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada CRS ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan CRS ini. Penulis
mengharapkan semoga CRS ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Juli 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I Pendahuluan...............................................................................................1
BAB II Laporan Kasus..........................................................................................2
BAB III Tinjauan Pustaka.....................................................................................11
BAB IV Analisis Kasus.........................................................................................41
BAB V Kesimpulan...............................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46
LAMPIRAN..........................................................................................................47

iv
BAB I
PENDAHULUAN
Psoriasis adalah kelainan kulit poligenik yang dimediasi oleh imun.
Berbagai faktor pemicu lingkungan, misalnya trauma, infeksi, obat-obatan, dapat
menimbulkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi. Lesi yang khas
adalah plak eritematosa berbatas tegas dengan sisik seperti mika, dan plak dapat
terlokalisir atau tersebar luas. Secara histologis, hiperkeratosis, parakeratosis,
akantosis epidermis, pembuluh yang berliku-liku dan melebar, dan infiltrat
inflamasi yang sebagian besar terdiri dari limfosit.1
Psoriasis adalah proses penyakit sistemik di mana hingga 20-30% pasien
memiliki atau akan mengembangkan arthritis psoriatik. Selain itu, pada pasien
dengan psoriasis sedang hingga berat, ada peningkatan risiko relatif untuk
sindrom metabolik dan penyakit kardiovaskular aterosklerotik. Psoriasis juga
memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup pasien, dan dalam survei,
pasien merasa bahwa pengobatan saat ini, meskipun seringkali efektif, tidak
memberikan solusi jangka panjang yang memuaskan.1
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1- 11,8% di berbagai populasi
dunia. Insidens di Asia cenderung rendah (0,4%). Tidak ada perbedaan insidens
pada pria ataupun wanita. Beberapa variasi klinisnya antara lain psoriasis vulgaris
(85-90%) dan artritis psoriatika (10%). Seperti lazimnya penyakit kronis,
mortalitas psoriasis rendah namun morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada
kualitas hidup pasien ataupun kondisi sosio ekonominya.2
Psoriasis dapat dimulai pada usia berapa pun, tetapi jarang terjadi sebelum
usia 10 tahun. Kemungkinan besar muncul antara usia 15 dan 30 tahun.
Kepemilikan antigen human leukocyte antigen (HLA) kelas I tertentu, khususnya
HLA-Cw6, dikaitkan dengan onset usia yang lebih dini dan dengan riwayat
keluarga yang positif.3

1
BAB II
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Tn. C
Umur : 67 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. H. Ibrahim Rawasari
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Indonesia

I. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Bercak yang meninggi terasa gatal di daerah tangan , kaki , perut
sejak ± 3 bulan yang lalu
B. Keluhan Tambahan :
Tidak ada
C. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poli klinik kulit kelamin RSUD Abdul Manap
Kota Jambi dengan keluhan muncul bercak bercak berwana merah yang
pertama kali muncul di tungkai bawah , kemudian bercak tersebut
menyebar ke tangan dan perut psien
Awalnya keluhan mulai muncul berupa tiga buah bercak meninggi
berwarna merah dengan sisik yang tebal dan gatall berbentuk lonjong
pada bagian punggung kaki kanan dan kiri pasien, bercak tersebut
semakin membesar dan menyebar ditungkai bawah pasien, bercak juga
timbul di bagian siku tangan pasien. Gatal yang dirasakan pasien hilang
timbul. Gatal memberat pada saat berkeringat, saat cuaca panas dan pada
saat digaruk terasa semakin gatal. Saat digaruk sisik diatas

2
3

bercak merah terkelupas dan terdapat bintik bintik merah berdarah.


Menurut keterangan pasien, Luka / bekas garukan ditempat yang lain
menimbulkan bercak baru dengan bentuk yang sama.
Pasien merupakan seorang petani sehingga pasien sering terpapar
sinar matahari , pasien tidak pernah memakai sunblock .Pasien tidak
riwayat asma, menyangkal adanya riwayat alergi makanan dan obat-
obatan. Pasien memiliki kebiasaan mandi dua kali dalam sehari tetapi
tidak sering mengganti baju jika mulai berkeringat, pasien hanya
menggantikan bajunya jika mandi dalam dua kali sehari saja. Pasien tidak
mempunyai riwayat alergi dengan sabun mandi. Pasien tidak memelihara
anjing kucing ataupun ternak lainnya.

D. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat penyakit serupa (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat alergi makanan (-), obat-obatan (-)
- Riwayat penyakit kulit lain sebelumnya (-)
- Riwayat infeksi berulang (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (-)
- Riwayat alergi (-), makanan (-)
- Riwayat penyakit kulit lain sebelumnya (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi:


4

- Pasien tinggal bersama istri dan anak nya


- Pasien tidak memiliki hewan peliharaan dirumahnya
- Aktivitas sehari hari bekerja sebagai petani
- Riwayat merokok (+)

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Compos Mentis RR : 24 x/menit
TD : 130/90 mmHg Nadi : 83 x/menit
Suhu : 36,4 oC TB : 167 cm
BB : 76 kg IMT : 28,2 (Obes)
3. Kepala :
a. Bentuk : Normocephal
b. Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik
(-/-), Pupil Isokor (+/+), Reflex Cahaya (+/+)
c. THT : Otorrhea (-/-), Rhinorrea (-/-)
d. Leher : pembesaran Kgb (-)
4. Thoraks :
a. Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Paru : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
6. Ekstremitas :
a. Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, terdapat bercak
merah meningi dan bersisik di siku kanan dan kiri
b. Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, terdapat bercak
merah meninggi dan bersisik di bagian dorsum pedis, cruris
anterior posterior, kanan dan kiri
5

B. Status Dermatologis
1. Inspeksi :
Regio antebrachii dextra
Lesi : Plak
Bentuk : Ireguler
Ukuran : Lentikuler
Jumlah : Multipel
Batas : Sirkumskrip
Warna : Hipopigmentasi
Tepi : Tidak
Aktif
Distribusi : Regional
Permukaan :Rata,
Konsistensi : Kenyal
Sekitar : -
6

Regio antebrachii sinistra


Lesi : Patch
Bentuk : Ireguler
Ukuran : Plakat
Jumlah : Soliter
Batas : Sirkumskrip
Warna : Hipopigmentasi
Tepi : Tidak
aktif
Distribusi : Regional
Permukaan : Rata
Konsistensi :-
Sekitar : Terdapat
Skuama

Lesi : papul Lesi : Skuama


Bentuk : Ireguler Bentuk : Pityriosiform
Ukuran : lentikuler Ukuran :-
Jumlah : Multipel ( 8 ) Jumlah : Multipel
Batas : Sirkumskrip Batas : difusa
Warna : Hipopigmentasi Warna : Hipopigmentasi
Tepi : Tidak aktif Tepi : Tidak aktif
Distribusi : Regional Distribusi : Regional
Permukaan : Meninggi Permukaan : Meninggi
Konsistensi : padat Konsistensi : halus
Sekitar :- Sekitar : tidak terdapat
kelainan
7

Regio cruris et pedis dextra


Lesi : Plak
Bentuk : Ireguler
Ukuran : nummular(12) -
Plakat (2)
Jumlah : Multipel
Batas : Sirkumskrip
Warna : Hipopigmentasi
Tepi : Tidak
Aktif
Distribusi : Regional
Permukaan :Rata, terdapat
skuama halus diatas permukaan
lesi
Konsistensi : Kenyal
Sekitar :Terdapat skuama

Lesi : Skuama
Bentuk : Pityriosiform
Ukuran :-
Jumlah : Multipel
Batas : difusa
Warna : Hipopigmentasi
Tepi : Tidak aktif
Distribusi Regional
Permukaan : Meninggi
Konsistensi : halus
Sekitar : tidak terdapat kelainan
8

Regio cruris et pedis sinistra


Lesi : Plak
Bentuk : Ireguler
Ukuran : Nummular (4) -
Plakat (1)
Jumlah : Multipel
Batas : Sirkumskrip
Warna : Hipopigmentasi
Tepi : Aktif
Distribusi : Regional
Permukaan :Rata, terdapat
skuama halus diatas permukaan
lesi
Konsistensi : -
Sekitar :Terdapat skuama

Lesi : Makula Lesi : Skuama


Bentuk : Reguler Bentuk : Pityriosiform
Ukuran : Numular Ukuran :-
Jumlah : Soliter (3) Jumlah : Multipel
Batas : Difus Batas : difusa
Warna : Hipopigmentasi Warna : Hipopigmentasi
Tepi : Tidak aktif Tepi : Tidak aktif
Distribusi : Regional Distribusi : Regional
Permukaan : Rata Permukaan : Meninggi
Konsistensi : - Konsistensi : halus
Sekitar :- Sekitar : tidak terdapat
kelainan

2. Palpasi : Permukaan tidak rata, nyeri tekan didaerah lesi (-)


3. Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Lain-lain :
9

Antebrachii dextra Antebrachii Sinistra

Cruris dextra Cruris sinistra

Pedis dextra Pedis sinistra

C. Status Venerelogi
1. Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

IV. DIAGNOSA BANDING


 Psoriasis Vulgaris
 Pytiriasis versikolor
 Dermatitis seboroik
 Lichen Planus
 Tinea Corporis
10

V. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis Vulgaris

VI. TERAPI
a. Non
medikamentosa
Edukasi:
- Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien pengobatan, dan
komplikasi dari penyakit tersebut
- Menyarankan pasien untuk menjaga lesi kulit untuk tetap bersih, dan
gunakan pakaian yang longgar
- Menjaga agar kulit area infeksi tidak lembab
- Menyarankan pasien untuk tidak menggaruk dibagian lesi, dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi

b. Medikamentosa
- Betametason cream 0,1 % dioleskan 2 x sehari pada lesi
- Vaseline ( dioleskan pada kulit yang kering )
- Cetirizine tablet 10 mg 1x1
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad
bonam Quo ad Sanationam : Dubia
ad bonam
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Feomena koebner
- Fenomena tetesan lilin
- Autzpit sign
- KOH 10%
- Histopatologi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Psoriasis adalah kelainan kulit poligenik yang dimediasi oleh imun.


Berbagai faktor pemicu lingkungan, misalnya trauma, infeksi, obat-obatan, dapat
menimbulkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi. Lesi yang khas
adalah plak eritematosa berbatas tegas dengan sisik seperti mika, dan plak dapat
terlokalisir atau tersebar luas. Secara histologis, hiperkeratosis, parakeratosis,
akantosis epidermis, pembuluh yang berliku-liku dan melebar, dan infiltrat
inflamasi yang sebagian besar terdiri dari limfosit.1
Psoriasis adalah proses penyakit sistemik di mana hingga 20-30% pasien
memiliki atau akan mengembangkan arthritis psoriatik. Selain itu, pada pasien
dengan psoriasis sedang hingga berat, ada peningkatan risiko relatif untuk
sindrom metabolik dan penyakit kardiovaskular aterosklerotik. Psoriasis juga
memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup pasien, dan dalam survei,
pasien merasa bahwa pengobatan saat ini, meskipun seringkali efektif, tidak
memberikan solusi jangka panjang yang memuaskan.1

2.2 Epidemiologi
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1- 11,8% di berbagai populasi
dunia. Insidens di Asia cenderung rendah (0,4%). Tidak ada perbedaan insidens
pada pria ataupun wanita. Beberapa variasi klinisnya antara lain psoriasis vulgaris
(85-90%) dan artritis psoriatika (10%). Seperti lazimnya penyakit kronis,
mortalitas psoriasis rendah namun morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada
kualitas hidup pasien ataupun kondisi sosio ekonominya.2
Psoriasis dapat dimulai pada usia berapa pun, tetapi jarang terjadi sebelum
usia 10 tahun. Kemungkinan besar muncul antara usia 15 dan 30 tahun.
Kepemilikan antigen human leukocyte antigen (HLA) kelas I tertentu, khususnya
HLA-Cw6, dikaitkan dengan onset usia yang lebih dini dan dengan riwayat
keluarga yang positif.3

11
12

Temuan ini mengarahkan Henseler dan Christophers untuk mengusulkan


bahwa ada dua bentuk psoriasis yang berbeda: tipe I, dengan onset usia sebelum
40 tahun dan terkait dengan HLA, dan tipe II, dengan usia onset setelah 40 tahun,
meskipun banyak pasien tidak cocok dengan ini. klasifikasi.3
Tingkat kesesuaian untuk psoriasis pada kembar monozigot berkisar antara
35% hingga 73%. Variabilitas ini dan fakta bahwa angka ini tidak mendekati
100% mendukung peran faktor lingkungan. Dengan demikian, cara pewarisan
untuk psoriasis paling baik digambarkan sebagai multifaktorial (yaitu, poligenik
ditambah faktor lingkungan). Menariknya, prevalensi psoriasis secara
keseluruhan, dan kesesuaian psoriasis pada kembar monozigot dan dizigotik
menurun dengan berkurangnya jarak dari ekuator. Pengamatan ini menunjukkan
bahwa paparan sinar ultraviolet (UV) mungkin menjadi faktor lingkungan utama
yang berinteraksi dengan faktor genetik pada psoriasis.3
Di Indonesia sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen
(bahkan bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia
saat ini berkisar 200 juta, berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita
psoriasis yang hanya sebagian kecil saja sudah terdiagnosis dan tertangani secara
medis.4

2.3 Etiologi
Penyebab psoriasis masih belum diketahui, tetapi diduga berhubungan
dengan beberapa aspek berikut:
a. Faktor Genetik
Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit
keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko
menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita
psoriasis. Bila orangtua tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat
psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita
psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:
- Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial
13

- Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersufat nonfamilial


Hal lain yang menyokong adanya factor genetik adalah bahwa
psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan
HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-
B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27.4
b. Faktor imunologik
Bukti menunjukkan bahwa psoriasis adalah penyakit autoimun.
Studi menunjukkan tingginya kadar TNF-α pada dermal dan sirkulasi.
Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya.
Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T di
dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan
limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya
lebih didominasis oleh sel linfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat
sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi
epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen
maupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan
epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada
kulit normal lamanya 27 hari.4
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan
penyakit autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati
dengan imunosupresif. Berbaga faktor pencetus pada psoriasis yang
disebutkan dalam kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi
fokal, trauma (Fenomenan Kobner), endokrin, gangguan metabolic, obat,
alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan factor pencetus utama.
Infeksi fokal mempunyai hunungan yang erat dengan salah satu jenis
psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis
vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis gutata
setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh
14

Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalan


penyakit.4
Puncak insidens psoriasis terutama pada masa pubertas dan
menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik sedangkan pada
masa postpartum umumnya memburuk. Gangguan metabolisme seperti
dialysis dan hipokalsemia dilaporkan menjadi salah satu factor pencetus.
Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta adrenergic
blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian mendadak steroid
sistemik.4
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini,
yaitu: 4
a. Trauma fisik gesekan dan garukan merupakan faktior pencetus
mayor munculnya lesi psoriasis.
b. Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian
menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress,
dan kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.
c. Infeksi fokal. Infeksi dapat berupa carries, tonsillitis, infeksi
hidung dan telinga, tuberkulosis paru, dermatomikosis, arthritis
dan radang menahun ginjal.
d. Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten.
e. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
f. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk
menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim
penghujan akan kambuh dan lebih hebat.

2.4 Patofisiologi
Psoriasis merupakan penyakit yang komplek dan multifaktorial,
dipengaruhi factor genetik dan imunitas. Pathogenesis psoriasis belum
sepenuhnya dipahami. Beberapa teori menyebutkan ada pencetus dari
psoriasis seperti penyakit infeksi, trauma dan stess. Sedangkan, pada banyak
pasien tidak ditemukan pemicu yang jelas. Setelah paparan trigger terjadi
15

perpindahan substansi leukosit ke dermis dan epidermis yang menyebabkan


plak psoriasis5
Lebih spesifiknya, terjadi infiltrasi oleh sejumlah besar sel T yang
telah aktif yang akhirnya merangsang proliferasi keratinosit. Hal ini didukung
dengan pemeriksaan histologis dan pewarnaan imunohistokimia plak
psoriasis, pada pasien dengan 20% permukaan tubuh yang terkena lesi
psoriasis, memiliki 8 milyar sel T di sirkulasi dan 20 milyar sel T yang
terletak di dermis dan epidermis plak psoriasis. Proses inflamasi terjadi akibat
migrasi sel T aktif ke dermis, terjadi pelepasan sebagian besar sitokin (seperti
TNF-α, interferon gama, interleukin-12) kemudian menyebabkan proliferasi
keratinosit, angiogenesis dan terjadinya kemotaksis dari sel-sel radang dalam
dermis dan epidermis. Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesis
psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis di awali dengan adanya pergerakan
antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3 - 4 hari
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.5

Imunopatogenesis psoriasis.
Terjadinya faktor lingkungan pemicu pada individu yang memiliki
kecenderungan genetik, membawa alel kerentanan gen terkait psoriasis,
menghasilkan perkembangan penyakit. Selama fase inisiasi, keratinosit yang
stres dapat melepaskan DNA dan RNA sendiri, yang membentuk kompleks
dengan cathelicidin LL37 yang kemudian menginduksi produksi interferon-α
(IFN-α) oleh sel dendritik plasmasitoid (pDCs; direkrut ke dalam kulit melalui
kemerin yang dilepaskan fibroblast), dengan demikian mengaktifkan DC
dermal (dDC). Interleukin-1β yang diturunkan dari keratinosit (IL-1β), IL-6,
dan faktor nekrosis tumor-α (TNF-) juga berkontribusi pada aktivasi dDCs.
DDC yang diaktifkan kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening yang
mengeringkan kulit untuk menghadirkan antigen yang belum diketahui (baik
dari diri sendiri atau asal mikroba) ke sel T naif dan (melalui sekresi berbagai
16

jenis sitokin seperti IL-12 dan IL- 23 oleh DC) mempromosikan diferensiasi
mereka menjadi sel T helper 1 (Th1), Th17, dan Th22. 1
Sel Th1 (mengekspresikan cutaneous lymphocyte antigen [CLA],
CXC-chemokine receptor 3 [CXCR3], dan CC-chemokine receptor 4
[CCR4]), sel Th17 (mengekspresikan CLA, CCR4, dan CCR6), dan sel Th22
(mengekspresikan CLA, CCR4 dan CCR10) bermigrasi melalui limfatik dan
pembuluh darah ke dermis psoriasis, tertarik oleh kemokin yang diturunkan
dari keratinosit CCL20, CXCL9-11, CCL17, dan CCL27; ini akhirnya
mengarah pada pembentukan plak psoriasis. Sel Th1 melepaskan IFN-γ dan
TNF-α, yang memperkuat kaskade inflamasi, bekerja pada keratinosit dan
dDC. Sel Th17 mensekresi IL-17A dan IL-17F (dan juga IFN-γ dan IL-22),
yang merangsang proliferasi keratinosit dan pelepasan -defensin 1/2,
S100A7/8/9 dan kemokin perekrutan neutrofil CXCL1, CXCL3, CXCL5 dan
CXCL8. 1
Neutrofil (N) menyusup ke stratum korneum dan menghasilkan spesies
oksigen reaktif (ROS) dan -defensin dengan aktivitas antimikroba, serta
CXCL8, IL-6 dan CCL20. Sel Th22 mensekresi IL-22, yang menginduksi
pelepasan lebih lanjut dari kemokin perekrutan sel T yang diturunkan dari
keratinosit. Selain itu, inflamasi DC (iDCs) menghasilkan IL-23, radikal
oksida nitrat (NO) dan TNF-α, sedangkan sel natural killer T (NKT)
melepaskan TNF-α dan IFN-γ. 1
Keratinosit juga melepaskan faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF), faktor pertumbuhan fibroblas dasar (bFGF), dan angiopoietin (Ang),
sehingga mendorong neoangiogenesis. Kemokin CCL19 yang diturunkan dari
makrofag (M) mempromosikan pengelompokan sel Th yang mengekspresikan
reseptor kemokin CCR7 dengan DC di dekat pembuluh darah, dengan aktivasi
sel T lebih lanjut. Pada dermal-epidermal junction, sel T sitotoksik CD8+
memori (Tc1) yang mengekspresikan antigen-1 (VLA-1) yang sangat
terlambat berikatan dengan kolagen IV, memungkinkan masuk ke epidermis
dan berkontribusi pada patogenesis penyakit dengan melepaskan sitokin Th1
dan Th17. Cross-talk antara keratinosit, memproduksi TNF-α, IL-1β dan
17

transforming growth factor-β (TGF-β), dan fibroblas, yang pada gilirannya


melepaskan keratinocyte growth factor (KGF), epidermal growth factor (EGF)
dan TGF-β , dan mungkin sel Th22 yang melepaskan FGF, berkontribusi pada
reorganisasi jaringan dan deposisi matriks ekstraseluler (misalnya kolagen,
proteoglikan). LC, sel Langerhans.1

Gambar 3.1 Imunopatogenesis Psoriasis1

Faktor Pemicu
Faktor Pemicu, baik eksternal (berinteraksi langsung dengan kulit) dan sistemik,
dapat menimbulkan psoriasis pada individu yang memiliki kecenderungan
genetik.
Faktor pemicu eksternal
Fenomena Koebner atau isomorfik, yaitu timbulnya lesi psoriasis oleh
cedera pada kulit, diamati pada ~25% pasien dengan psoriasis. Seorang pasien
tertentu mungkin “Koebner-negatif” pada satu waktu dan kemudian menjadi
“Koebner-positif”. Fenomena Koebner menunjukkan bahwa psoriasis adalah
18

penyakit kulit umum yang dapat dipicu secara lokal. Lesi psoriasis juga dapat
diinduksi oleh bentuk lain dari cedera kulit, misalnya terbakar sinar matahari,
erupsi obat morbiliform, eksantema virus. Jeda waktu antara trauma dan
munculnya lesi kulit biasanya 2-6 minggu.1
Faktor pencetus sistemik
Infeksi
Infeksi, terutama infeksi bakteri, dapat menyebabkan atau
memperburuk psoriasis. Infeksi yang memprovokasi telah diamati pada
hingga 45% pasien psoriasis. Infeksi streptokokus, terutama faringitis,
adalah pelanggar yang paling umum. Pada tonsil palatine pasien psoriasis,
respon imun telah terbukti disregulasi, dengan peningkatan ekspresi CLA
dan reseptor IL-2349. Streptococci juga dapat diisolasi dari tempat infeksi
lain, misalnya abses gigi, selulitis perianal, impetigo.1
HIV
InfeksiHIV juga telah terbukti memperburuk psoriasis1
Faktor endokrin
Hipokalsemia telah dilaporkan menjadi faktor pemicu psoriasis
pustular umum. Meskipun analog vitamin D3 aktif memperbaiki psoriasis,
kadar vitamin D3 yang abnormal belum terbukti menginduksi psoriasis.
Kehamilan dapat mengubah aktivitas penyakit, misalnya 50% pasien
dalam satu seri melaporkan perbaikan. Namun, wanita hamil dapat
mengembangkan psoriasis pustular, juga disebut sebagai impetigo
herpetiformis, kadang-kadang berhubungan dengan hipokalsemia.1
Stres psikogenik Stres
Psikogenik adalah faktor pemicu sistemik yang mapan pada
psoriasis, dengan respons kortisol yang meningkat terhadap stres telah
ditunjukkan pada pasien yang terkena50. Stres dikaitkan dengan presentasi
awal penyakit serta serangan psoriasis yang sudah ada sebelumnya. Dalam
sebuah studi prospektif, pola kognitif dan perilaku khawatir dan
menggaruk keduanya secara independen terkait dengan peningkatan
keparahan penyakit dan pruritus 4 minggu kemudian.1
19

Obat-obatan
Beberapa obat telah diduga sebagai penginduksi psoriasis,
khususnya lithium, IFNs, -blocker, dan antimalaria. Taper cepat
kortikosteroid sistemik dapat menginduksi psoriasis pustular serta
psoriasis plak. Konsumsi alkohol, merokok dan obesitas Obesitas,
peningkatan konsumsi alkohol, dan merokok semuanya dikaitkan dengan
psoriasis. Dalam satu analisis, merokok tampaknya memiliki peran dalam
timbulnya psoriasis, sementara obesitas tampaknya merupakan
konsekuensi dari psoriasis. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa
kenaikan berat badan sering mendahului perkembangan psoriasis.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa prevalensi psoriasis pada
populasi individu yang berhenti merokok atau yang menurunkan berat
badan akhirnya kembali ke tingkat latar belakang.1

2.5 Manifestasi Klinis


2.5.1 Manifestasi kulit3
1. Psoriasis Vulgaris/Tipe Plakat Kronis/ Chronic Stationary Psoriasis
Lesi psoriasis vulgaris berupa plak eritematous, berbatas tegas,
simetris, kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh
skuama tebal berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika. Lesi dapat
bervariasi dalam ukuran dari papula pinpoint hingga plak yang menutupi
area tubuh yang luas. Plak eritematous yang tebal menandakan adanya
hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh darah dan
inflamasi. 3,4
Psoriasis cenderung menjadi erupsi simetris namun bisa hanya
sesisi saja Keluhan yang dirasakan adalah gatal dan kadang rasa panas
yang membuat pasien merasa tidak nyaman. Bentuk kelainan bervariasi:
lentikuler, numular atau plakat dapat berkonfluensi.3,4
Lesi psoriasis memiliki empat karakteristik yaitu: 4
20

(1) bercak-bercak eritem yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya.


Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada stadium lanjut sering
eritema yang ditengah menghilang dan hanya terdapat dipingir,
(2) skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika dan
transparan,
(3) pada kulit terdapat eritema mengkilap yang homogen dan terdapat
perdarahan kecil jika skuama dikerok (Auspitz sign),
(4) ukuran lesi bervariasi-lentikuler, numuler, plakat.

Pada psoriasis terdapat 3 fenomena yang khas yaitu fenomena bercak


lilin (Karsvlek phenomen), Auspitz sign, Koebner phenomena.3,4
1. Fenomena bercak lilin (karsvlek phenomena) yaitu bila skuama
psoriasis dikerok maka akan terlihat warna seperti kerokan lilin.
2. Auspitz Sign: bila cara mengerok tadi diteruskanakan terlihat titik-titik
perdarahan oleh karena terkena papilla dermis pada ujung-ujung yang
memanjang.
3. Koebner phenomena: bila pada kulit yang masih normal terkena
trauma/ garukan maka akan timbul lesi baru yang bersifat sama
dengan lesi yang telah ada. (Griffiths CCR, Barker J. 2011) Reaksi
Koebner biasanya terjadi 7 hingga 14 hari setelah cedera, dan dari
25% hingga 75% pasien dapat mengalami fenomena Koebner terkait
trauma di beberapa titik selama penyakit mereka.3,6
Psoriasis vulgaris adalah bentuk psoriasis yang paling umum,
terlihat pada sekitar 90% pasien. Plak merah, bersisik, terdistribusi secara
simetris secara khas terlokalisasi pada aspek ekstensor ekstremitas;
terutama siku dan lutut, bersama dengan kulit kepala, lumbosakral bawah,
bokong, dan keterlibatan genital Tempat predileksi lainnya termasuk
umbilikus dan celah intergluteal. 3
21

Gambar 3.2 A-F Plak Psoriasis Kronik. Tampak plak eritematous psoriasis dengan
skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih dan transparan. 3

Gambar 3.3 A. Auspitz sign. B, titik perdarahan setelah skuama terkelupas3

Gambar 3.4 Koebner phenomenon. A, psoriasis muncul pada lokasi biopsy keratom
setelah 4 minggu biopsy. B, Flare psoriasis pada daerah punggung yang terkena sinar
matahari. Perhatikan area yang terlindung dinar matahari.3
22

Tingkat keterlibatan sangat bervariasi pada setiap pasien. Lesi


dapat meluas ke lateral dan menjadi melingkar karena pertemuan beberapa
plak (psoriasis gyrata). Kadang-kadang, ada pembersihan sentral parsial,
yang mengakibatkan lesi seperti cincin (psoriasis annular). Ini biasanya
dikaitkan dengan pembersihan lesi dan menandakan prognosis yang baik.
Varian klinis lain dari psoriasis plak telah dijelaskan tergantung pada
morfologi lesi, terutama yang berhubungan dengan hyperkeratosis.
Psoriasis rupioid mengacu pada lesi dalam bentuk kerucut atau limpet.
Psoriasis ostraceous, istilah yang jarang digunakan, mengacu pada lesi
cekung hiperkeratosis seperti cincin, menyerupai cangkang tiram. Psoriasis
elephantine adalah bentuk yang tidak umum yang ditandai dengan skuama
tebal, plak besar, biasanya pada ekstremitas bawah. Cincin hipopigmentasi
(cincin Woronoff) yang mengelilingi lesi psoriatik individu kadang-
kadang dapat terlihat dan biasanya berhubungan dengan pengobatan,
paling sering radiasi UV atau kortikosteroid topical. Patogenesis cincin
Woronoff tidak dipahami dengan baik tetapi mungkin akibat dari
penghambatan sintesis prostaglandin.

Gambar 3.5 Bentuk psoriasis tipe plak yang tidak biasa. A, Psoriasis annular di panggul. B,
psoriasis Rupioid pada bayi. Perhatikan lesi berbentuk kerucut. C, Pasien psoriasis yang
menjalani terapi Goeckerman yang dimodifikasi (sinar ultraviolet B, tar batu bara, dan
steroid topikal), menunjukkan cincin Woronoff. D, psoriasis Elephantine pada ekstremitas
bawah.
Catatan psoriasis keterlibatan kuku kaki.3
23

2. Psoriasis Guttata (Eruptif )


Guttata berasal dari bahasa Latin “Gutta” yang berarti “tetesan”,
dengan lesi berupa papul kecil (diameter 0,5-1,5 cm) di tubuh bagian atas
dan ekstremitas proksimal.
● Muncul ketika anak-anak atau remaja dan secara tiba-tiba
● Karakteristik : bintik-bintik merah individual yang tersebar pada kulit
● Lokasi umumnya pada tubuh bagian atas serta tungkai lengan
● Penyebab serangan:
○ ISPA
○ Strep throat
○ Tonsilitis
○ Stres
○ Luka pada kulit
○ Obat-obatan (antimalaria & β-bloker)

Gambar 3.6 Psoriasis gutata, melibatkan paha (A), tangan (B), dan punggung (C dan D).
Pasien di D terus berkembang psoriasis plak kronis.3
3. Psoriasis Plakat Berukuran Kecil
Pada tipe ini, lesi muncul pada usia yang lebih tua, kronis,
berukuran lebih besar (1-2 cm), dengan skuama lebih banyak dan tebal.
Biasanya muncul pada lanjut usia di beberapa negara Asia.
24

4. Psoriasis Inversa
Pada tipe ini muncul di lipatan-lipatan kulit seperti aksila,
genitokruris, serta leher. Lesi biasanya berbentuk eritema mengkilat
berbatas tegas dengan sedikit skuama, disertai gangguan perspirasi pada
area yang terkena.
● Karakteristik : lesi berwarna merah cerah yang halus.
● Penyebab : iritasi akibat keringat dan penggosokkan area-area lipatan
tubuh
● Resiko meningkat pada orang dengan Berat badan berlebih dan
memiliki lipatan kulit yang dalam
● Ditemukan pada daerah tubuh yang memiliki lipatan kulit
(ketiak,paha,dll)

Gambar 3. 7 flexural psoriasis A, Plak berbatas tegas, merah gemuk, mengkilap.

5. Psoriasis Eritrodermik
Tipe ini mengenai hampir seluruh bagian tubuh, dengan efloresensi
utama eritema. Skuama tipis, superfi sial, tidak tebal, serta melekat kuat
pada permukaan kulit di bawahnya seperti psoriasis pada umumnya,
dengan kulit yang hipohidrosis. Risiko hipotermia sangat besar karena
vasodilatasi luas pada kulit.
● Berasosiasi dengan Von Zumbusch PP
● Karakteristik : kemerahan pada kulit secara periodik dan meluas serta
membentuk sisik berupa lapisan
25

● Kemerahan pada kulit menyebabkan gatal, nyeri, HR meningkat, suhu


tubuh berubah-ubah
● Jenis ini dapat menyebabkan kehilangan cairan dan protein tubuh

Gambar 3.8 Psoriasis eritroderma. A, Pasien ini dengan cepat mengembangkan


keterlibatan hampir lengkap dan mengeluhkan: kelelahan dan malaise. Perhatikan
pulau pulau yang terbentuk. B dan C, Pasien ini memiliki keterlibatan seluruh tubuh
dengan hiperkeratosis yang nyata dan deskuamasi3
6. Psoriasis Pustular
Psoriasis pustular memiliki beberapa variasi secara klinis seperti
psoriasis pustular generalisata (Von Zumbuch), psoriasis pustular annular,
impetigo herpetiformis, dan psoriasis pustular lokalisata (pustulosis
palmaris et plantaris dan akrodermatitis kontinua).
● Muncul terutama saat dewasa
● Karakteristik : adanya lepuhan kulit warna putih berisi nanah, kulit
kemerahan
● Lokasi : tangan dan kaki
● Dapat dipicu oleh :
○ Obat-obatan (oral/topikal)
○ Overexposure sinar UV
○ Kehamilan
26

○ Steroid sistemik
○ Infeksi
○ stress

Gambar 3.9 Psoriasis pustular. A dan B, psoriasis pustular umum tipe von Zumbusch.
Perhatikan pustula kecil, 1 sampai diameter 2 mm, pada kulit eritematosa. C dan D,
psoriasis pustular lokal pada tungkai dan kaki, masing- masing. E, Perbaikan psoriasis
pustular. Perhatikan area deskuamasi yang luas.3
7. Sebopsoriasis
Sebopsoriasis ditandai dengan adanya plak eritematosa dengan
skuama berminyak pada area kulit yang seboroik (kulit kepala, glabella,
lipatan nasolabialis, perioral, serta sternum).4
8. Napkin Psoriasis
Bentuk ini biasanya muncul pada usia 3-6 bulan di area kulit yang
terkena popok (diaper area).
27

Gambar 3.10 Bayi dengan “napkin psoriasis.”


9. Psoriasis Linear
Bentuk yang jarang. Lesi kulit berupa lesi linear terutama di
tungkai, kadang muncul sesuai dermatom kulit tungkai. Kadang
merupakan bentuk dari nevus epidermal inflamatorik linear verukosa.

2.5.2 Manifestasi di berbagai organ3


1. Kuku
Perubahan kuku muncul pada sekitar 40% pasien dengan psoriasis.
Lekukan kuku (nail pitting) merupakan gambaran yang paling sering
muncul, pada berbagai jari kecuali jempol. Deformitas kuku lainnya akibat
kerusakan matriks kuku adalah onikodistrofi (kerusakan lempeng kuku),
crumbling nail, serta titik kemerahan pada lunula.

Gambar 3.11 Psoriasis kuku. A, Onikolisis distal dan bercak minyak. B. Lubang kuku.
C. Hiperkeratosis subungual. D, Onikodistrofi dan kehilangan kuku pada pasien dengan
arthritis psoriatik.3
28

2. Geographic Tongue
Geographic tongue atau benign migratory glossitis merupakan
kelainan idiopatik yang berakibat hilangnya papil fi liformis lidah. Lesi
biasanya berupa bercak eritematosa berbatas tegas menyerupai peta dan
berpindah-pindah.
3. Artritis Psoriatika
Merupakan bentuk klinis psoriasis ekstrakutan yang paling sering
muncul, pada sekitar 40% pasien psoriasis. Terkait kuat dengan faktor
genetik. Psoriasis arthritis adalah terjadinya inflamasi sendi yang bersifat
kronik serta progresif yang diasosiasikan dengan psoriasis. Kondisi ini
mempengaruhi sendi-sendi perifer dan skelet aksial yang menyebabkan
nyeri, kaku dan pembengkakkan. Psoriasis arthritis dipertimbangkan
sebagai seronegative spondyloarthropathy.
● "seronegative"  hasil tes darah adaah negatif untuk faktor-faktor
yang ada pada RA.
● “Spondyloarthropathy dua karakteristik utama.
○ Adanya arthirtis yang mempengaruhi tulang belakang, kaki dan
tangan karena genetik
○ Kedua, inflamasi terjadi pada ligamen dan tendon

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Gambaran laboratorium penderita psoriasis tidak menunjukkan angka yang
spesifik dan tidak ditemukan pada semua pasien psoriasis. Kelainan terutama
terdapat pada pasien pustular generalisata dan psoriasis eritroderma dapat berupa
penurunan serum albumin, dan perubahan profil lipid.Asam urat serum
menunjukkan peningkatan sampai 50% dan biasanya berhubungan dengan
luasnya lesi dan aktifitas penyakit serta beresiko berkembang jadi arthritis gout.
Kadar asam urat biasanya normal setelah diterapi3,4
Penanda peradangan sistemik, termasuk protein C-reaktif, 2-
makroglobulin, dan LED dapat meningkat. Namun, peningkatan seperti itu jarang
29

terjadi pada psoriasis plak kronis tanpa komplikasi artritis. Peningkatan kadar
serum imunoglobulin (Ig) A dan kompleks imun IgA, serta amiloidosis sekunder,
juga telah diamati pada psoriasis, dan yang terakhir membawa prognosis yang
buruk.3
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan :
- Akantosis dengan disetai pemanjangan dari rete ridges
- Pemanjangan dan pembesaran papilla dermis
- Hyperkeratosis dan parakeratosis
- Penipisan sampai hilangnya stratum granulosum
- Peningkatan mitosis pada stratum basalis
- Udema dermis disertai infiltrasi limfosit dan monosit
- Mikro abses dari munro yang merupakan kumpulan kecil sel-sel
neutrophil pada stratum korneum.

2.6 Diagnosis
Anamnesi
s
Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset penyakit
dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga berkaitan dengan
tingginya ekstensi dan rekurensi penyakit. Selain itu, tentukan apakah lesi
merupakan bentuk akut atau kronis, serta keluhan pada persendian, karena
kemungkinan artritis psoriatika pada pasien dengan riwayat pembengkakan
sendi sebelum usia 40 tahun2
Klinis
Ditemukan tanda-tanda klinis seperti diatas. Derajat beratnya Psoriasis
dinilai berdasarkan Body Surfece Area (BSA) dan skor Psoriasis Area
Severity Index (PASI). Berdasarkan Panduan Praktik Klinis (PPK) RSCM dan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI),
klasifikasi psoriasis berdasarkan skor BSA/PASI adalah sebagai berikut; < 3%
psoriasis ringan, 3-10% psoriasis sedang, >10% psoriasis berat. 6 Klasifikasi ini
sedikit berbeda dengan klasifikasi Fitzpatrick yaitu; <10% psoriasis ringan,
10-20% psoriasis sedang, >30% psoriasis berat.
30

Gambar 3.12 Derajat psoriasis berdasarkan Body Surfece Area (BSA)


Histopatologi
Dalam hal ini pemeriksaan PA adalah spesifik dan menentukankepastian
diagnosis dari psoriasis

2.8 Diagnosis Banding


a. Pityriasis Rosea
Pityriasis Rosea merupakan penyakit keradangan kulit, etiologi
belum jelas, diduga berkaitan dengan reaktivasi virus HHV-7 dan HHV-6,
mempunyai gejala klinis yang khas, sembuh dengan sendirinya dalam
waktu 3-8 minggu. Didapati pada semua umur, terutama 15-40 tahun.
Perempuan : laki-laki = 1,5:1. 3,4
Pada kasus psoriasis vulgaris tipe gutata perlu dipertimbangkan
diagnosis pityriasis rosea. Untuk membedakannya pada pityriasis rosea
skuama yang terbentuk adalah skuama halus. Hal ini berbeda dengan
proriasis dimana skuamanya tebal. Tanda khas pada Pitiriasis rosea yaitu
adanya lesi awal berupa herald patch, umumnya di badan, solitar,
berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3-10 cm. Lesi berikutnya
timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama
dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan kosta,
31

hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksi pada badan,


lengan atas bagian proksimal dan tungkai atas.4

Gambar 3.13 A;Herald patch. B;Gambaran lesi mengikuti garis costae


menyerupai pohon cemara terbalik.

b. Dermatitis Seboroik
Merupakan kelainan papuloskuamosa dengan predileksi didaerah
kaya kelenjar sebasea, kepala, wajah, badan. Biasanya berhubungan
dengan jamur Mallassezia furfur, gangguan imunologis dan aktivitas
glandula sebasea. Epidemiologi terbagi atas 2 kelompok:3,4
- Bentuk infantile: terjadi dalam minggu pertama hingga 3 bulan
pertama kehamilan. Bersifat self limited.
- Bentuk dewasa: bersifat kronik, antara 20-50 tahun atau lebih tua,
insiden puncak umur 40 tahun. Laki-laki > wanita.
Gejala klinis berupa skuma kuning berminyak, eksematosa ringan,
kadangkala disertai gatal dan menyengat. Ketombe merupakan tanda awal
dermatitis seboroik. Pada fase kronis dijumpai kerontokan rambut. Pada
keadaan yang lebih berat, dermatitis seboroik dapat berkembang menjadi
eritroderma. 3
Predileksi daerah-daerah seboroik: kulit kepala, wajah: alis, lipat
nasolabial, telinga dan liang teling, bagian atas-tengah dada dan punggung,
lipat gluteus, inguinal, genital dan ketiak. 3
Psoriasis yang timbul pada skalp biasanya sulit dibedakan dengan
dermatitis seboroik. Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik
ialah skuama yang berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-
tempat yang seboroik. Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena
32

terdapat skuama yang berlapis-lapis berwarna putih seperti mika disertai


tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda.
Dermatitis seboroik biasanya pada alis, sudut nasolabial, telinga, daerah
sternum dan fleksor. Sedangkan psoriasis banyak terdapat pada daerah-
daerah ekstensor, yaitu siku, lutut dan scalp 3

Gambar 3.14 Dermatitis Seboroik pada wajah: adult type. Eritema


dengan skuama kuning berminyak pada dahi, pipi, dan lipatan
nasolabial.3
c. Liken Planus
Liken planus suatu penyakit inflamasi yang berefek ke kulit,
membrane mukosa, kuku dan rambut. Lesi yang tampak pada lichen
planuslike atau dermatitis lichenoid tampak seperti ketombe, beralur halus,
kotoran yang kering dari tumbuh-tumbuhan simbiosis yang dikenal
sebagai liken. Walaupun morfologi ini mungkin sulit untuk dibandingkan,
liken planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan bentuk papul
“lichenoid” yang menunjukkan warna dan morfologi yang khusus,
berkembang di lokasi yang khas, dan pola perkembangan karakteristik
yang nyata. Empat P: purple, pruritic, polygonal dan papule, adalah gejala
klinis yang dapat dicari untuk membantu menegakkan diagnosis liken
planus. 7
Terjadi pada usia 30-60 tahun, lebih banyak pada wanita daripada
pria. Etiologi secara pasti belum diketahui, namun sistem imunitas
spesifik, terutama selular, memiliki peran penting dalam memicu
terjadinya penyakit liken planus. Sebagian besar melibatkan CD8+, Obat-
33

obatan, bahan metal (emas, merkuri), infeksi (hepatitis C), dan genetic
yang berhubungan dengan HLA. 4
Gejala klinis sangat gatal, umumnya setelah satu atau beberapa
minggu setelah kelainan pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi.
Tempat predileksi yang paling sering yaitu pada pergelangan tangan
bagian fleksor atau lengan bawah. Kelainan yang khas terdiri atas papul
yang poligonal, berskuama, datar dan berkilat. Kadang-kadang ada
cekungan di sentral. Garis-garis anyaman berwarna putih. Terdapat
fenomena Kobner. 3.4

2.9 Komplikasi
Komplikasi dari psoriasis antara lain5
1. Dapat menyerang sendi menimbulkan arthritis psoriasis
2. Jika menyerang telapak kaki dan tangan serta ujung jari disebut psoriasis
pustul tipe barber. Namun jika pustul timbul pada daerah psoriasis dan juga
kulit di luar lesi, dan disertai gejala sistemik berupa panas atau rasa terbakar
disebut Zumbusch.
3. Psoriasis eritroderma jika lesi psoriasis terdapat di seluruh tubuh dengan
skuama yang halus disertai gejala konstitusi berupa malaise.

2.10 Penatalaksanaan
Diagnosis dan algoritma pengobatan untuk pasien dengan psoriasis.
Diagnosis psoriasis biasanya didasarkan pada gambaran klinis. Dalam beberapa
kasus di mana riwayat klinis dan pemeriksaan tidak diagnostik, biopsi
diindikasikan untuk menegakkan diagnosis yang benar. Mayoritas kasus psoriasis
jatuh ke dalam tiga kategori utama; guttate, erythrodermic/pustular, dan plak
kronis, dimana yang terakhir adalah yang paling umum. Psoriasis gutata seringkali
merupakan penyakit self-limited dengan resolusi spontan dalam 6 sampai 12
minggu. 3
34

Dalam kasus psoriasis guttate ringan, pengobatan mungkin tidak


diperlukan, tetapi dengan penyakit yang meluas, fototerapi ultraviolet B (UVB)
yang berhubungan dengan terapi topikal sangat efektif. 3
Psoriasis eritrodermik/pustular sering dikaitkan dengan gejala sistemik dan
memerlukan pengobatan dengan obat sistemik kerja cepat. Obat yang paling
umum digunakan untuk psoriasis eritroderma dan pustular adalah acitretin. Dalam
kasus psoriasis pustular sesekali, steroid sistemik dapat diindikasikan (tanda
bintang). 3
Pilihan terapi untuk psoriasis plak kronis biasanya didasarkan pada
luasnya penyakit. Di antara rejimen pengobatan utama (pengobatan topikal,
fototerapi, pusat pengobatan harian, dan pengobatan sistemik).Individu dengan
kondisi yang membatasi aktivitas mereka, termasuk keterlibatan palmoplantar
yang menyakitkan dan arthritis psoriatik, mungkin memerlukan perawatan yang
lebih kuat terlepas dari luasnya area permukaan tubuh yang terkena. 3
Demikian juga, masalah psikologis dan dampak pada kualitas hidup harus
dipertimbangkan. Dalam setiap rejimen pengobatan, pilihan lini pertama dan lini
kedua dikelompokkan. Siklosporin A tidak dianggap sebagai pengobatan sistemik
jangka panjang lini pertama karena efek sampingnya, tetapi pengobatan jangka
pendek dapat membantu untuk induksi remisi. Jika pasien memiliki respon yang
tidak lengkap atau tidak dapat mentolerir obat sistemik lini pertama individu,
rejimen kombinasi, pengobatan rotasi, atau penggunaan terapi biologis harus
dipertimbangkan. BB-UVB, UVB pita lebar; BSA, luas permukaan tubuh; DDx,
diagnosis banding; FAE, ester asam fumarat; NB-UVB, UVB pita sempit; PUVA,
psoralen dan sinar ultraviolet A.3
35

Gambar 3. 15 Algoritma terapi Psoriasis3

1. Pengobatan topical
Sebagian besar kasus psoriasis dapat ditatalaksana dengan pengobatan
topical meskipun memakan waktu lama dan juga secara kosmetik tidak baik,
sehingga kepatuhan sangat rendah.2,3
1. Kortikosteroid
Glukokortikoid dapat menstabilkan dan menyebabkan translokasi
reseptor glukokortikoid. Sediaan topikalnya diper gunakan sebagai lini
36

pertama pengobatan psoriasis ringan hingga sedang di area fleksural


dan genitalia, karena obat topikal lain dapat mencetuskan iritasi.
2. Vitamin D3 dan Analog
Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D, vitamin D3 akan
meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel, mempengaruhi fungsi
imun, menghambat proliferasi keratinosit, memodulasi diferensiasi
epidermis, serta menghambat produksi beberapa sitokin pro-infl amasi
seperti interleukin 2 dan interferon gamma. Analog vitamin D3 yang
telah digunakan dalam tatalaksana penyakit kulit adalah calcipotriol,
calcipotriene, maxacalcitrol, dan tacalcitol.
3. Anthralin (Dithranol)
Dithranol dapat digunakan untuk terapi psoriasis plakat kronis, dengan
efek antiproliferasi terhadap keratinosit dan antiinflamasi yang poten,
terutama yang resisten terhadap terapi lain. Dapat dikombinasikan
dengan phototherapy UVB dengan hasil memuaskan (regimen
Ingram).
4. Tar Batubara
Penggunaan tar batubara dan sinar UV untuk pengobatan psoriasis
telah diperkenalkan oleh Goeckerman sejak tahun 1925. Efeknya
antara lain mensupresi sintesis DNA dan mengurangi aktivitas mitosis
lapisan basal epidermis, serta beberapa komponen memiliki efek
antiinfl amasi.
5. Tazarotene
Merupakan generasi ketiga retinoid yang dapat digunakan secara
topikal untuk mereduksi skuama dan plak, walaupun efektivitasnya
terhadap eritema sangat minim. Efikasinya dapat ditingkatkan bila
dikombinasikan dengan glukokortikoid potensi tinggi atau
phototherapy.
6. Inhibitor Calcineurin Topikal
Takrolimus (FK 506) merupakan antibiotic golongan makrolid yang
bila berikatan dengan immunophilin (protein pengikat FK506),
37

membentuk kompleks yang menghambat transduksi sinyal limfosit T


dan transkripsi interleukin 2. Meskipun takrolimus tidak efektif dalam
pengobatan plak kronis psoriasis, namun terbukti efektif untuk
7. Emolien
Emolien seperti urea (hingga 10%) sebaiknya digunakan selama terapi,
segera setelah mandi, untuk mencegah kekeringan pada kulit,
mengurangi ketebalan skuama, mengurangi nyeri akibat fisura, dan
mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal.
2. Phototherapy
Phototherapy dapat mendeplesi sel limfosit T secara selektif, terutama di
epidermis, melalui apoptosis dan perubahan respons imun Th1 menjadi Th2.2,3
1. Sinar Ultraviolet B (290-320 nm)
Terapi UVB inisial berkisar antara 50-75% minimal erythema dose
(MED). Tujuan terapi adalah mempertahankan lesi eritema minimal
sebagai indikator tercapainya dosis optimal. Terapi diberikan hingga
remisi total tercapai atau bila perbaikan klinis lebih lanjut tidak
tercapai dengan peningkatan dosis.
2. Psoralen dan Terapi Sinar Ultraviolet A (PUVA)
PUVA merupakan kombinasi psoralen dan longwave ultraviolet A
yang dapat memberikan efek terapeutik, yang tidak tercapai dengan
penggunaan tunggal keduanya.
3. Excimer Laser
Diindikasikan untuk tatalaksana pasien psoriasis dengan plak
rekalsitran, terutama di bahu dan lutut.
4. Terapi Fotodinamik
Terapi fotodinamik telah dilakukan pada beberapa dermatosis infl
amatorik termasuk psoriasis. Meski demikian, terapi ini tidak terbukti
memuaskan.
3. Terapi Obat Sistemik Per Oral2,3
1. Metotreksat
38

Metotreksat (MTX) merupakan pilihan terapi yang sangat efektif bagi


psoriasis tipe plak kronis, juga untuk tatalaksana psoriasis berat jangka
panjang, termasuk psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular. MTX
bekerja secara langsung menghambat hiperproliferasi epidermis
melalui inhibisi di hidrofolat reduktase. Efek antiinfl amasi disebabkan
oleh inhibisi enzim yang berperan dalam metabolisme purin.
2. Acitretin
Acitretin merupakan generasi kedua retinoid sistemik yang telah
digunakan untuk pengobatan psoriasis sejak tahun 1997. Monoterapi
acitretin paling efektif bila diberikan pada psoriasis tipe eritrodermik
dan generalized pustular psoriasis.
3. Siklosporin A (CsA)
CsA per oral merupakan sangat efektif untuk psoriasis kulit ataupun
kuku, terutama pasien psoriasis eritrodermik.
4. Ester Asam Fumarat
Preparat ini diabsorbsi lengkap di usus halus, dihidrolisis menjadi
metabolit aktifnya, monometilfumarat, yang akan menghambat
proliferasi keratinosit serta mengubah respons sel Th1 menjadi Th2.
Terapi ini dapat diberikan jangka lama (>2 tahun) untuk mencegah
relaps ataupun singkat (hingga tercapai perbaikan).
5. Sulfasalazine
Merupakan agen terapi sistemik yang jarang digunakan untuk
tatalaksana psoriasis.
6. Steroid Sistemik
Steroid sistemik tidak rutin dalam tatalaksana psoriasis, karena risiko
kambuh tinggi jika terapi dihentikan. Preparat ini diindikasikan pada
psoriasis persisten yang tidak terkontrol dengan modalitas terapi lain,
bentuk eritroderma, dan psoriasis pustular (Von Zumbuch).
7. Mikofenolat Mofetil
Merupakan bentuk pro-drug asam miko fenolat, yaitu inhibitor inosin
5’ monophosphate dehydrogenase. Asam mikofenolat mendeplesi
39

guanosin limfosit T dan B serta menghambat proliferasinya, sehingga


menekan respons imun dan pembentukan antibody
8. 6-Thioguanin
Merupakan analog purin yang sangat efektif untuk tatalaksana
psoriasis. Efek samping yang sering adalah mual, diare, serta gangguan
fungsi hepar dan supresi sumsum tulang.
9. Hidroksiurea
Hidroksiurea merupakan anti-metabolit yang dapat digunakan secara
tunggal dalam tatalaksana psoriasis, tetapi 50% pasien yang berespons
baik terhadap terapi ini mengalami efek samping supresi sumsum
tulang (berupa leukopenia atau trombositopenia) serta ulkus kaki.
4. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek
samping terapi, serta dapat memberikan perbaikan klinis yang lebih baik dengan
dosis yang lebih rendah. Kombinasi yang biasa diberikan untuk artritis infl
amatorik adalah MTX dan agen anti-TNF, yang juga dapat diberikan pada
psoriasis rekalsitrans.2,3
5. Terapi Biologis
Terapi biologis merupakan modalitas terapi yang bertujuan memblokade
molekul spesifi k yang berperan dalam pathogenesis psoriasis. Agen-agen
biologis memiliki efektivitas yang setara dengan MTX dengan risiko
hepatotoksisitas yang lebih rendah. Meski demikian, harganya cukup mahal, serta
memiliki berbagai efek samping seperti imunosupresi, reaksi infus, pembentukan
antibodi, serta membutuhkan evaluasi keamanan penggunaan jangka panjang.
Oleh karena itu, terapi ini hanya diindikasikan bila penyakit tidak berespons atau
memiliki kontraindikasi terhadap MTX2,3
1. Alefacept
Merupakan gabungan human lymphocyte function associated antigen
(LFA)-3 dengan IgG 1 yang dapat mencegah interaksi antara LFA-3
dan CD2, sehingga menghambat aktivasi sel limfosit T. Oleh karena
itu, alefacept dapat mengurangi proses infl amasi. Walaupun tidak
40

memberikan respons baik pada 1/3 pasien, pemberian berulang terbukti


dapat memperbaiki kondisi klinis pasien psoriasis.
2. Efalizumab
Efalizumab (anti-CD11a) merupakan humanized monoclonal antibody
yang digunakan untuk tatalaksana psoriasis vulgaris (tipe plakat), yang
langsung memblokade CD11a (sub unit LFA 1), sehingga mencegah
interaksi LFA 1 dengan intercellular adhesion molecule 1. Blokade ini
mengurangi aktivasi sel limfosit T dan adhesi sel T ke keratinosit.
Meski demikian, eksaserbasi gejala kerap terjadi di akhir pengobatan,
diperlukan penelitian terkait keamanan dan tolerabilitas jangka
panjangnya.
3. Antagonis Tumor Necrosis α (TNF α)
TNF α merupakan protein homosimetrik yang memediasi aktivitas pro-
infl amatorik. Saat ini terdapat 3 jenis obat yang sudah dipakai di
Amerika Serikat, yaitu etanercept, infl iximab, dan adalimumab.4
Etanercept diindikasikan untuk psoriasis plakat kronis moderat sampai
berat, sebelum phototherapy dan terapi sistemik. Infl iximab dan
adalimumab adalah dua regimen yang telah disetujui oleh US Food
and Drugs Administration untuk terapi artritis psoriatika, dan terbukti
lebih baik dibandingkan etanercept pada psoriasis tipe plakat kronis.
Meski demikian, efek imunosupresi dan keamanannya harus
dipertimbangkan untuk penggunaan jangka panjang.
4. Anti-interleukin 12/Interleukin 23 P40
Blokade interleukin 12 yang penting dalam diferensiasi sel Th1 dan
interleukin 23 merupakan dua mekanisme penting untuk tatalaksana
psoriasis tipe plakat kronis

2.11 Evaluasi Keberhasilan terapi


Keberhasilan terapi psoriasis diukur berdasarkan beberapa indikator, yaitu
keparahan kelainan kulit berdasarkan BSA/PASI dan dampak penyakit pada
kualitas hidup pasien yang dihitung dengan Dermatology Life Quality Index
41

(DLQI).Terapi psoriasis dikatakan berhasil bila PASI 75 tercapai, yaitu penurunan


75% dari skor PASI. Terapi psoriasis dikatakan gagal apabila PASI 50 tidak
tercapai, yaitu tidak tercapainya penurunan 50% dari skor PASI. Berdasarkan skor
DLQI, terapi psoriasis dikatakan berhasil bila DLQI <5 dan dikatakan gagal bila
DLQI > 5.8,9

2.12 Prognosis
Psoriasis guttata biasanya akan hilang sendiri (self limited) dalam 12-16 minggu
tanpa pengobatan, meskipun pada beberapa pasien menjadi lesi plakat kronik.
Psoriasis tipe plakat kronis berlangsung seumur hidup, dan interval antar gejala
tidak dapat diprediksi. Remisi spontan dapat terjadi pada 50% pasien dalam waktu
yang bervariasi. Durasi remisi berkisar antara 1 tahun sampai beberapa decade.
Eritroderma dan generalized pustular psoriasis memiliki prognosis yang lebih
buruk dengan kecenderungan menjadi persisten.2,3
BAB IV
ANALISA KASUS

Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang


muncul pada kulit. Penegakan diagnosis psoriasis vulgaris didasarkan atas
anamnesis, pemeriksaan fisik kulit, dan pemeriksaan histopatologi.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang laki-laki berusia
67 tahun. Pasien datang ke poli klinik kulit kelamin RSUD Abdul Manap Kota
Jambi dengan keluhan muncul bercak bercak berwana merah yang pertama kali
muncul di tungkai bawah , kemudian bercak tersebut menyebar ke tangan dan
perut pasien sejak ± 3 bulan yang lalu
Awalnya keluhan mulai muncul berupa tiga buah bercak meninggi
berwarna merah dengan sisik yang tebal dan gatall berbentuk lonjong pada bagian
punggung kaki kanan dan kiri pasien, bercak tersebut semakin membesar dan
menyebar ditungkai bawah pasien, bercak juga timbul di bagian siku tangan
pasien. Gatal yang dirasakan pasien hilang timbul. Gatal memberat pada saat
berkeringat, saat cuaca panas dan pada saat digaruk terasa semakin gatal. Saat
digaruk sisik diatas.
Berdasarkan kepustakaan, psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang
paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%). Psoriasis merupakan
penyakit autoimun kronik residif yang tampak berupa plak yang berbentuk
sirkumskrip, dapat disertai dengan rasa gatal. Jumlah lesi pada psoriasis vulgaris
dapat bervariasi dari satu hingga beberapa. Umumnya lesi psoriasis berdistribusi
secara simetris dengan predileksi terutama yang paling sering dijumpai adalah
ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Namun dapat juga terjadi di tempat
lainnya. Hal ini menandakan sebaran lesi pada pasien sesuai predileksi dan
penyakit berjalan dalam kurun waktu yang tergolong kronis. Penyakit ini
menimbulkan warna kemerahan, plak bersisik muncul di kulit, disertai oleh
fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz, dan Koebner.

42
43

Pasien tidak memiliki riwayat asma, menyangkal adanya riwayat alergi


makanan dan obat-obatan. Keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa.
Pasien memiliki kebiasaan mandi dua kali dalam sehari tetapi tidak sering
mengganti baju jika mulai berkeringat, pasien hanya menggantikan bajunya jika
mandi dalam dua kali sehari saja. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi dengan
sabun mandi. Pasien tidak memelihara anjing kucing ataupun ternak lainnya.
Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan
penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara
faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. Berdasarkan anamnesis pasien
mengatakan tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan serupa dan penyakit yang
sama. Berdasarkan kepustakaan, bila orang tua tidak menderita psoriasis maka
risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua
menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 41%. Pada
kembar monozigot resiko menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah
seorang menderita psoriasis. Beberapa faktor pencetus yang berhubungan dengan
psoriasis antara lain kelainan autoimun, trauma mekanik, infeksi staphylococcus,
stress psikologis, radiasi sinar ultraviolet, infeksi HIV, peran obat, alkohol,
perubahan hormonal dan profil lipid dalam darah.
Berdasarkan anamnesis pasien merupakan seorang petani,. Hubungan
antara stres dan eksaserbasi psoriasis belum terlalu jelas namun diduga karena
mekanisme neuroimunologis. Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan
timbulnya stres yaitu pada 30- 40% kasus. Selain itu pasien juga memiliki IMT
28,7, tergolong obesitas I, dimana obesitas termasuk salah satu faktor resiko
pemicu terjadinya psoriasis.
Pada pemeriksaan fisik umum ditemukan status present dan status general
dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan fisik khusus yaitu status
dermatologis ditemukan lesi dengan effloresensi Plak ireguler berukuran
nummular – plakat multipel, batas sirkumskrip, warna hipopigmentasi tepi tidak
aktif berdistribusi regional dengan permukaan rata terdapat skuama halus
dipermukaan
44

lesi berwarna putih ditemukan pada tungkai bawah kiri dan kanan serta region
olecranon-antebrachii kiri dan kanan.
Temuan ini sesuai dengan gambaran klinis psoriasis vulgaris yang
dijelaskan pada kepustakaan yaitu pada psoriasis vulgaris terdapat plak
eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda
Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal,
plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan
skuama. Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris.
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat
terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Pada dermatofitosis
skuama umumnya pada perifer lesi dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.
Plak psoriasis yang kronis seringkali menyerupai dermatitis kronis dengan
likenifikasi pada daerah ekstremitas. Tetapi biasanya pada dermatitis kronis
lesinya tidak berbatas tegas serta skuama yang terdapat pada permukaan lesi tidak
setebal pada psoriasis. Pada dermatitis kontak, biasanya terdapat paparan terhadap
bahan iritan maupun alergen sebelumnya munculnya lesi. Sedangkan dengan
dermatitis seboroik sulit dibedakan dengan psoriasis yang timbul pada skalp .
Tanda khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat yang seboroik.
Pytiriasi Rocea dapat dibedakan dari psoriasis dengan skuamanya yang
halus. Tanda khas pada Pitiriasis rosea yaitu adanya lesi awal berupa herald
patch, umumnya di badan, solitar, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-
kira 3-10 cm,
Pada pasien ini luas lesi pada pasien ini diperkirakan 3- 10% BSA
termasuk Psoriasis derajat sedang sehingga pengobatan psoriasis yang dapat
diberikan berupa pengobatan topikal antara lain: anthralin, vitamin D3
(Calcipotriol), preparat tar, kortikosteroid topikal; pengobatan sistemik antara
lain: kortikosteroid, methotrexate, siklosporin, retinoid, DDS
(diaminodifenilsulfon); dan fototerapi. Pada pasien ini diberikan terapi salep
Betametason cream 0,1 % dioleskan 2 x sehari pada lesi, Cetirizine tablet 10 mg 2
kali sehari dan Vaseline sebagai emollient., Berdasarkan kepustakaan, kerja
45

steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara, yaitu


vasokonstriksi untuk mengurangi eritema, sebagai antimitotik sehingga dapat
memperlambat proliferasi seluler, efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada
psoriasis terjadi peradangan kronis akibat aktivasi sel T. Cetirizine merupakan
antihistamin H2 diberikan untuk mengurangi gejala gatal yang dirasakan pasien,
serta asam folat.. selian itu pasien juga menggunakan Vaseline sebagai emollient
untuk mencegah kekeringan pada kulit, mengurangi ketebalan skuama,
mengurangi nyeri akibat fisura, dan mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal.
Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah Bonam karena secara
keselurahan pasien ini tidak memiliki penyakit lain yang menyertai psoriasis
vulgaris. Penyakit psoriasis vulgaris sendiri tidak mengancam jiwa Prognosis Quo
ad functionam adalah dubia ad bonam. Namun jika tidak dilakukan terapi pada
beberapa jenis Psoriasis, komplikasi yang diakibatkan dapat menjadi serius,
seperti pada Psoriasis artropi yaitu Psoriasis yang menyerang sendi, Psoriasis
bernanah (Psoriasis Postulosa). Prognosis Quo ad sanationam adalah dubia ad
bonam karena pasien ini telah mengalami keluhan ini selama 3 bulan dan lesinya
sudah mulai membaik.
46

BAB V
KESIMPULA
N
Psoriasis merupakan penyakit kulit residif kronik, manifestasi dapat
terjadi pada kulit maupun sistemik . Untuk menurunkan morbiditasnya, masih
diperlukan berbagai penelitian untuk menemukan cara paling efektif dan
efisien.
Pada kasus pasien laki-laki usia 67 tahun di diagnosa psoriasis vulgaris
derajat sedang yang sudah berlangsung selama 3 bulan. Pasien ini diberi terapi
Betametason cream 0,1 % dioleskan 2 x sehari pada lesi, Cetirizine tablet 10
mg dan vaselin sebagi emolient. Perlunya pertimbangan untuk pemberian
terapi sistemik berupa metotrexat dengan pemantauan fungsi hepar dan ginjal.

46
47

DAFTAR PUSTAKA

1. Kerkhof, PCM and Nestlé FO. Psoriasis. In : Bolognia JL, schaffer JV,
Cerroni L. Dermatology. 4 th ed. United States of America. Elsevier. 2018
:138-159
2. Yuliastuti, D. Psoriasis. RS Meilia, Cibubur, Depok, Indonesia CDK-235/
vol. 42 no. 12, th. 2015
3. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leff ell DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 9th ed. United States of America: McGraw Hill; 2019:
457-493
4. Djuanda A, 2016, Dermatosis Eritroskuamosa, Dalam: Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Editor: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti
Aisah. Edisi V. Cetakan V. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, pp. 189- 196.
5. Griffiths CCR, Barker J. 2011, Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox
N, Editors. Rook’s Textbook Of Dermatology. 8th Edition. Volume 1-4.
USA: Blackwell Publishing. Massachusetts, pp. 20.1-60.
6. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, dkk. Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia; 2017. h.230-41.
7. Meffert J, 2017, Pathophysiologi and Etiology; Psoriasis, Medscape,
available at: <http://emedicine.medscape.com/article/1943419-
overview#a3>.
8. Vide J, Magina S, Moderate to severe psoriasis treatment challenges
through the era of biological drugs. An Bras Dermatol. 2017;92:668–74
9. Gisondi P, Giglio MD, Girolomoni G. Treatment approaches to moderate
to Severe Psoriasis. Int J Mol Sci. 2017;18:2427.

47

Anda mungkin juga menyukai