Anda di halaman 1dari 25

Bed Site Teaching (BST)

*Kepaniteraan Klinis Senior/G1A220007/Mei 2022

*Pembimbing/ dr. Subagio, Sp.KK

VARICELLA

Oleh:

Tiara Cesaria, S.Ked

G1A220007

Pembimbing:

dr. Subagio, Sp.KK

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU

KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Bed Site Teaching

VARICELLA

Disusun Oleh

Tiara Cesaria, S.Ked

G1A220007

Program Studi Profesi

Dokter Bagian

Dermatovenereologi

RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan

dipresentasikan Pada Mei 2022

PEMBIMBING

dr. Subagio, Sp.KK

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga Case Report session
(CRS) yang berjudul “Varicella” ini dapat terselesaikan. makalah ini dibuat
sebagai salah satu syarat kelengkapan dalam menjalankan Program Studi Profesi
Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.


Subagio, Sp.KK selaku pembimbing dalam Laporan ilmiah ini telah bersedia
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama menjalani
kepaniteraan klinis senior di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga Bed Site Teaching (BST) ini
bermanfaat bagi pembaca.

Jambi, Mei 2022

PenuliS

ii
Nama : Tiara Cesaria
NIM : G1A220007

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
Jl. Letjen Soeprapto Samping RSUD Raden Mattaher Telanaipura Jambi
Telp/Fax (0741) 60246

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An.. r
Umur : 9 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kota Jambi
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Melayu
I. Anamnesis
A. Keluhan Utama: Terdapat bintil-bintil berisi cairan disertai gatal hampir
pada seluruh tubuh sejak ± 1 hari yang lalu.
B. Keluhan Tambahan: tidak ada
C. Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 3 hari SMRS pasien mengeluhkan timbul bintil-bintil kecil kemerahan dibagian
dada disertai rasa gatal. Ibu dan pasien mengatakan sebelum timbulnya ruam
pasien juga mengeluhkan badannya sedikit panas namum tidak dilakukan
pengecekan suhu, mual (-) dan nyeri kepala (-).
± 1 hari SMRS pasien mengeluhkan bintil-bintil kemerahan tersebut mulai
menggembung dan terlihat berisi cairan disertai rasa gatal dan sudah menyebar di
dibagian perut, punggung dan bagian belakang telinga. Riwayat kontak dengan
teman satu sekolah yang mengalami penyakit sama (+).
D. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat alergi makanan (-)
- Riwayat alergi obat
- DM (-)
- HT (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat alergi obat (-)
- Riwayat alergi makanan (-)
F. Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien seorang pelajar yang sehari-hari tinggal bersama orangtuanya.

II. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Bb : 30 kg
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Vital Sign
 Tekanan darah : 100/70 mmhg
 Nadi : 72x/menit
 RR : 18x/menit
 Suhu : 36,4 C

Kepala
 Wajah : Lesi (-)
 Mata : CA (-/-), SI (-/-), refleks cahaya (+/+)
 THT : otorea (-), rhinnorea (-)
 Mulut : mukosa hiperemis (-), sianosis (-)
 Leher : pembesaran KGB (-), lesi (+)

Thorax
 Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan

 Paru : tidak dilakukan pemeriksaan

 Abdomen : Lesi (+)


Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ektremitas
 Superior : edema (-), CRT <2 detik. Lesi (+)
 Inferior : edema (-), CRT <2 detik. Lesi (+)

Region Aurikularis posterior

Regio Thorakalis
Regio vertebralis
Regio abdominal
B. Status Dermatologis

EFLORESENSI GAMBAR
Regio : Thorakalis
Lesi : vesikel
- Bentuk: reguler

- Ukuran: lentikular

- Jumlah: soliter

- Batas: sirkumskripta

- Warna: eritema

- Tepi: tidak aktif

- Distribusi: generalisata

- Permukaan: tidak rata

- Konsistensi : kenyal

- Sekitar: -

Regio : Antebracii
(D)
Lesi : vesikel
- Bentuk: reguler

- Ukuran: miliar

- Jumlah: multipel

- Batas: sirkumskripta

- Warna: eritema

- Tepi: tidak aktif

- Distribusi: regional

- Permukaan: tidak rata

- Konsistensi lunak
- Sekitar: -
-
C. Status Venereologi
 Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

III. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan
IV. Pemeriksaan Anjuran
Tzank Test
V. Diagnosis Banding
- Variola
- Herpes zoster
VI. Diagnosis Kerja
Varicella
VII. Terapi
Non Medikamentosa
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan perjalanan penyakit,
penyebab, gejala, komplikasi dan rencana pengobatan
2. Edukasi kepada pasien untuk isolasi mandiri dikarenakan penyakit ini
bersifat menular
3. Edukasi kepada pasien untuk memakai pakaian yang bersih, kering dan
tidak ketat.
4. Edukasi kepada pasien agar lesi ditubuh tidak digaruk dan digosok. Begitu
pula ketika mandi tiak menggosok tubuh terlalu kuat agar lesi tidak pecah.
Medikamentosa
1. PO. Acyclovir 400 mg ( 4 kali sehari 400 mg tiap 4 jam selama 5 hari)
2. Gentamicin 0.1 % krim
3. Topikal salicyl talk menthol
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Fungsionam : Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Varisela merupakan infeksi akut primer yang sangat menular disebabkan oleh
virus varicella-zoster (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat
gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh. Varisela biasa dikenal dengan istilah cacar air atau chickenpox.1,2

2.2 Epidemiologi
Varisela terdapat di seluruh dunia, namun epidemi tahunan lebih banyak
terjadi pada negara beriklim sedang, terutama saat akhir musim dingin dan musim
semi. Varisela tidak memiliki perbedaan predileksi terhadap ras maupun jenis
kelamin.3-5
Virus varicella-zoster menyebar melalui udara (aerogen). Tingkat serangan
varisela diantara kontak serumah yang terinfeksi adalah sekitar 90%. Paparan
yang lebih terbatas, seperti yang terjadi dalam kelas di sekolah, tingkat transmisi
penyebarannya berkisar 10% hingga 35%.3 Periode infeksius varisela berkisar 2
hari sebelum timbul lesi kulit, dan infektivitasnya berlanjut hingga semua vesikel
menjadi krusta, yaitu kurang lebih 5-7 hari setelah timbulnya gejala kulit.4-8
Varisela merupakan penyakit yang umum, terutama terjadi pada populasi
pediatri.6 Di negara beriklim tropis, varisela jarang terjadi. Sedangkan pada negara
dengan iklim sedang, varisela umumnya terjadi pada anak yang berusia 5 hingga
10 tahun. Karena hampir semua anak terinfeksi, kejadian tahunan varisela setara
dengan tingkat kelahiran; sekitar 3.5 juta kasus terjadi setiap tahunnya di Amerika
Serikat.3 Penyakit ini ringan bila terjadi pada anak yang sehat, dan morbiditas
meningkat bila terjadi pada dewasa dan pasien imunokompromise. Sebuah wabah
tercatat pada kelompok pasien limfoma yang diterapi menggunakan rituximab dan
berhubungan dengan adanya paparan terhadap pasien herpes zoster. 6 Tingkat
kerentanan diantara individu yang berusia diatas 18 tahun adalah sekitar 5% untuk
negara beriklim sedang, tapi sebanyak 50% orang dewasa muda di daerah tropis
belum mengalami infeksi primer VZV.3
Sejak pengenalan vaksin yang meluas untuk populasi pediatri di Amerika
Serikat pada tahun 1995, insiden varisela telah menurun mencapai 90%, serta
penurunan angka mortalitas penyakit varisela yang mencapai 66%.6

2.3 Etiologi
Varisela disebabkan karena infeksi primer oleh virus varicella-zoster. Virus
varicella-zoster merupakan famili human (alpha) herpesvirus, dan seperti
herpesvirus lainnya, virus ini memiliki kemampuan untuk bertahan di dalam
tubuh manusia setelah infeksi primer, disebut sebagai periode laten. Virus akan
bertahan di dalam sel akar ganglia dorsalis, dan bila terjadi reaktivasi dari virus
varicella-zoster yang dorman, maka penyakitnya disebut sebagai herpes zoster,
dimana lesi muncul dalam pola dermatomal (Gambar 2.1).2,3,4

Gambar 2.1 Varisela dan herpes zoster

Virus varicella-zoster terdiri atas genome DNA double-stranded tertutup inti


yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini memiliki
ukuran yang paling kecil dari antara semua famili herpesvirus, yaitu 140-200 nm.
DNA virus varicella-zoster mengandung sekitar 125.000 bp dan sedikitnya 69
daerah yang mengkodekan gen-gen tertentu (open reading frame/ORF).3,5,9
Replikasi virus ini berkaitan dengan ekspresi protein virus dalam 4 hingga 10
jam dan pembentukan multinucleated giant cells. VZV sangat sensitf terhadap
temperatur, inaktivasi terjadi pada suhu 56-60oC, dan menjadi tidak infeksius bila
selubung virion mengalami degradasi.3

2.4 Patofisiologi
Masa inkubasi varisela adalah 10-21 hari pada anak imunokompeten (rata-
rata 14-21 hari) dan pada anak yang imunokompromise biasanya lebih singkat
yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi
airborne droplet dari host yang terinfeksi. Selain melalui droplet, dapat menular
juga melalui kontak langsung dengan vesikel penderita, atau secara tak langsung
melalui pakaian/linen penderita yang terkontaminasi cairan vesikel. Droplet
infeksi dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi kulit.5,8

Gambar 2.2 Patogenesis infeksi primer virus varicella-zoster

Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernapasan


bagian atas, orofaring ataupun konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi
pada hari ke 2-4 yang berlokasi di nodus limfa regional kemudian diikuti
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang
mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6
setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi
virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum
matang sehingga akan berlanjut dengan replikasi virus kedua yang terjadi di hepar
dan limpa, mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel
virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16
yang mengakibatkan timbulnya lesi di kulit yang khas (Gambar 2.2). Lokalisasi
VZV di stratum basal epidermis ini diikuti dengan replikasi virus,
penggelembungan degenerasi sel epitel, dan akumulasi cairan edem dengan
vesikulasi.2,5

2.5 Gambaran Klinis


Varisela pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya
didahului dengan gejala prodromal yaitu demam (<38,9 oC), malaise, nyeri kepala,
mual dan anoreksia, yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi di kulit,
sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten, gejala
prodromal jarang dijumpai, hanya demam dan malaise ringan yang timbul
bersamaan dengan munculnya lesi di kulit.1,5,10
Lesi pada varisela, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke
dada, lalu ke ekstremitas;2 konsentrasi lesi paling banyak adalah di badan. 4 Lesi
juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital, berupa ulkus dangkal dan
seringkali terasa nyeri.10 Lesi pada varisela biasanya sangat gatal dan mempunyai
gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada
suatu saat. Hal ini khas pada varisela, yaitu lesi polimorfik (Gambar 2.3), ditandai
dengan makula eritemosa kemudian fase makulopapular lalu menjadi vesikular,
vesikel baru akan tetap terbentuk sementara vesikel terdahulu pecah, mengering,
dan akhirnya menjadi krusta.1,5

Gambar 2.3 Lesi polimorfik


Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah
dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-24 jam menjadi
papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang
jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang
eritematosa mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan memiliki
dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air di atas kulit (tear
drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar
dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik embun di atas daun
bunga mawar (dew drop on a rose petal)(Gambar 2.4).5

Gambar 2.4 Dew drop on rose petal appearance

Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan karena masuknya sel radang
sehingga pada hari kedua akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan
mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle)
dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari,
kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu. Pada fase penyembuhan
varisela jarang terbentuk parut (scar)(Gambar 2.5), apabila tidak disertai dengan
infeksi sekunder bakterial.5
Gambar 2.5 Post-Varisela scars

Varisela yang terjadi pada masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya


varisela intrauterin ataupun varisela neonatal. Varisela intrauterine terjadi pada 20
minggu pertama kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti
kedua lengan dan tungkai mengalami atropi, kelainan neurologik maupun ocular
dan mental retardation. Sedangkan varisela neonatal terjadi apabila seorang ibu
mendapat varisela (varisela maternal) kurang dari 5 hari sebelum atau sesudah
melahirkan. Bayi akan terpapar viremia sekunder dari ibunya yang didapat dengan
cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat perlindungan antibodi
disebabkan tidak cukupnya untuk terbentuknya antibodi pada tubuh si ibu yang
disebut transplasenta antibodi. Sebelum penggunaan varicella-zoster
immunoglobulin (VZIG), angka kematian varisela neonatal sekitar 30%, hal ini
disebabkan terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang fulminan. Tetapi
jika si ibu mendapat varisela dalam waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan,
maka si ibu mempunyai waktu yang cukup untuk membentuk dan mengedarkan
antibodi yang terbentuk (transplasental antibodi) sehingga neonatal jarang
menderita varisela yang berat.

2.6 Komplikasi
Varisela akut secara umum merupakan penyakit yang ringan dan self-limited,
namun pada beberapa kasus dapat terjadi komplikasi. Adapun kelompok yang
rentan terhadap risiko komplikasi adalah: individu berusia lebih dari 15 tahun,
bayi yang berumur kurang dari 1 tahun, individu immunokompromise, dan bayi
baru lahir dari ibu yang memiliki rash onset 5 hari sebelum atau 2 hari setelah
melahirkan.4
Komplikasi yang dapat dijumpai pada varisela, berupa:5
a. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak (<5 tahun)
yang berkisar antara 5-10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat
masuk organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat
menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis, dan erysipelas. Organisme
infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah Streptococcus grup A
dan Staphylococcus aureus.

b. Pneumonia
Dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang
dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varisela
pneumonia sekitar 1:400 kasus.
c. Neurologik
 Akut postinfeksius cerebelar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah
timbulnya varisela. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
Manifestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri
hingga tidak mampu untuk berdiri, tidak adanya koordinasi dan
dysarthria. Insiden berkisar 1:4000 kasus varisela.
 Encephalitis
Merupakan komplikasi yang serius, dimana angka kematian berkisar
5-20%. Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varisela, yaitu
beberapa hari setelah timbulnya ruam. Gejala yang sering dijumpai
berupa letargi, drowsiness dan confusion. Beberapa anak mengalami
kejang dan perkembangan encephalitis yang cepat dapat menimbulkan
koma yang mendalam. Insiden berkisar 1,7/100.000 penderita.
d. Herpes zoster
Merupakan reaktivasi dari virus varicella-zoster yang dorman di ganglion
sensoris, timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi
primer.
e. Reye’s syndrome
Ditandai dengan fatty liver dan encepalopathy. Keadaan ini berhubungan
dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen
(antipiretik) secara luas, kasus reye syndrome mulai jarang ditemukan.

2.7 Diagnosis
Diagnosis varisela biasanya dibuat menggunakan tanda dan gejala klinis yang
ditemukan pada pasien. Dalam anamnesis perlu ditentukan apakah pasien pernah
terpapar dengan penderita varisela, identifikasi pasien immunokompromise yang
merupakan risiko tinggi varisela yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas,
penggunaan kortikosteroid juga dapat meningkatkan morbiditas. Selain itu, perlu
didapatkan gambaran diagnostik lesi varisela, yang diawali dengan papul kecil,
berkembang menjadi vesikel jernih yang kemudian menjadi pustul lalu kering dan
menjadi krusta. Awalnya lesi akan muncul pada wajah lalu kemudian menyebar
ke leher, badan dan ekstremitas.8,10
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dipakai untuk pemeriksaan virus
varicella-zoster adalah:5
a. Tzanck smear
 Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolau’s. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells (Gambar 2.6).
 Pemeriksaan ini sensitiftasnya sekitar 84%.
 Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella-zoster
dengan herpes simplex virus.
Gambar 2.6 Multinucleated giant-cell
b. Direct fluorescent assay (DFA)
 Preparat diambil dari scraping dasar vesikel, tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif
 Hasil pemeriksaan cepat
 Membutuhkan mikroskop fluorescence
 Test ini dapat menemukan antigen virus varicella-zoster
 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
c. Polymerase chain reaction (PCR)
 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif
 Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat
juga digunakan sebagai preparat, dan CSF.
 Sensitifitasnya berkisar 97-100%
 Test ini dapat menemukan nucleic acid dan virus varicella-zoster
d. Biopsi kulit
 Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis
bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

2.8 Penatalaksanaan
a. Non-medikamentosa10
 Edukasi Pasien
- Edukasi pasien tentang perjalanan alamiah penyakit dan mode
transmisi penyakit
- Menasihati pasien tentang pentingnya pengobatan awal dan
pengontrolan tanda dan gejala terhadap komplikasi yang
mungkin terjadi
- Hindari pengobatan sendiri menggunakan aspirin karena dapat
menyebabkan reye’s syndrome
- Istirahat pada masa aktif, sampai semua lesi mencapai stadium
krustasi
 Perawatan kulit/luka
- Jaga lesi kulit tetap bersih dan kering untuk mencegah infeksi
bakteri, minta pasien agar tetap mandi dua kali sehari
menggunakan sabun dan air.
- Kuku harus selalu dipotong pendek dan dijaga kebersihannya
- Hindari menggaruk dan jaga vesikel agar tidak pecah, biarkan
lesi terkelupas secara sendirinya
- Diet lunak atau cair mungkin diperlukan untuk pasien dengan
lesi disekitar mulut
b. Medikamentosa
 Topikal
Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel tidak pecah 1, dapat
ditambahkan menthol 2% atau antipruritus lain seperti calamin
lotion, gel paramoxine.6
Apabila lesi sudah pecah atau menjadi krusta: diberi antibiotik
topikal untuk mencegah infeksi sekunder.5
 Sistemik
- Simtomatik1
Antipiretik diberikan bila demam, hindari menggunakan aspirin
karena dapat menimbulkan reye’s syndrome.
Antipruritus: antihistamin yang memilliki efek sedatif
- Antivirus2
Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan
dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. Pemberian
antivirus sebaiknya dalam 24 jam sejak timbulnya gejala.
Golongan antivirus yang dapat diberikan adalah acyclovir,
valacyclovir, dan famciclovir.
Dosis antivirus:
o Neonatus : Acyclovir 10mg/kgBB tiap 8 jam selama 10
hari
o Anak-anak (2 hingga 18 tahun) : Valacyclovir
20mg/kgBB tiap 8 jam selama 5 hari atau Acyclovir
20mg/kgBB tiap 6 jam selama 5 hari
o Dewasa : Valacyclovir 1 gram per oral tiap 8 jam
selama 7 hari.
o Dewasa (immunocompromised): Valacyclovir 1 gram
per oral selama 7 hingga 10 hari atau Acyclovir 800 mg
per oral 5 kali sehari atau Famciclovir 500 mg per oral
tiap 8 jam selama 7 hingga 10 hari.
o Dewasa (severely immunocompromised): acyclovir
10mg/kg IV tiap 8 jam selama 7 hingga 10 hari
o Resisten acyclovir: Foscarnet 40 mg/kg IV tiap 8 jam
sampai resolusi.

2.9 Pencegahan
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varisela tidak diperlukan
tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang
berisiko tinggi untuk menderita varisela yang fatal seperti neonatus, pubertas
ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala
varisela.5
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu:5
a. Imunisasi pasif
 Menggunakan VZIG (Varicella-zoster immunoglobulin)
 Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah
terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah
varisela sedangkan pada anak imunokompromise pemberian VZIG
dapat meringankan gejala varisela
 VZIG dapat diberikan pada:
o Anak-anak yang berusia <15 tahun yang belum pernah
menderita varisela atau herpes zoster
o Usia pubertas >15 tahun yang belum pernah menderita
varisela atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi
terhadap VZV
o Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varisela
dalam kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah
melahirkan
o Bayi prematur dan bayi usia ≤14 hari yang ibunya belum
pernah menderita varisela atau herpes zoster
o Anak-anak yang menderita leukemia atau linfoma yang
berlum pernah menderita varisela
 Dosis: 125 U per 10 kgBB
Dosis minimal 125 U dan dosis maksimal 625 U
 Pemberian secara IM
 Perlindungan yang didapat bersifat sementara
b. Imunisasi aktif
 Vaksinasi menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan
kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun
 Digunakan di Amerika sejak tahun 1995
 Daya proteksi melawan varisela berkisar 71-100%
 Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥1 tahun dan
direkomendasikan pada usia 12-18 bulan
 Anak yang berusia ≤13 tahun yang tidak menderiita varisela
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua
diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu
 Pemberian secara subkutan
 Efek samping: kadang-kadang dapat timbul demam ataupun reaksi
okal seperti ruam makulopapular atau vesikel terjadi pada 3-5%
anak-anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi
penyuntikan
 Vaksin varisela: Varivax
 Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat
menyebabkan terjadinya kongenital varisela

2.10Prognosis
Varisela yang menyerang anak sehat biasanya dapat sembuh sendiri. Dengan
perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik
dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit. Peningkatan morbiditas terjadi pada
populasi dewasa dan imunokompromise.6,9,10
BAB III

ANALISA KASUS

 Dari anamnesis sudah bisa ditegakkan diagnosis varicella karena didapatkan


1 dari 3 tanda cardinal yaitu demam sebelum ruam muncul. Faktor
predisposisi timbulnya penyakit pada pasien ini adalah penularan dari teman
sekolah yang mengalami penyakit yang sama.
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi diregio thorak, abdomen, trunkus.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, diagnosis ditegakan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis
 Penatalaksanaan pada pasien ini berupa non medikamentosa dan
medikamentosa. Untuk penatalaksanaan nonmedikamentosa, diberikan
informasi berupa edukasi kepada pasien
 Penatalaksanaan medikamentosa, pada pasien ini diberikan anti virus
acyclovir 4 X 400 mg/hari, Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit,
keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat.
 Diberikan tatalaksana sistemik berupa bedak salisilac talk menthol diberi
bedak agar vesikel tidak pecah. Dan diberi antibiotik topikal untuk mencegah
infeksi sekunder
DAFTAR PUSTAKA

1. Suriadi R, dkk. Panduan layanan klinis dokter spesialis dermatologi dan


venerology. 2014. Jakarta: Perhimpunan dokter spesialis kulit dan kelamin
(PERDOSKI).
2. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
Edisi ke-7. 2014. New York: Mc Graw-Hill.
3. Arvin AM. Varicella-zoster virus. Department of Pediatrics and
Microbiology/Immunology, Stanford University School of Medicine,
Stanford, California. 1996;9(3):361-81
4. Anonim. Varicella In Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable
Diseases. 13th Ed. April 2015. p353-74
5. Lubis RD. Varicella dan herpes zoster. 2008. FK Universitas Sumatera Utara.
6. Papsdopoulos AJ. Chickenpox: clinical presentation, history, physical
examination. Diakses tanggal: 1 oktober 2020. Diunduh dari: URL:
https://emedicine.medscape.com/article/1131785-clinical#showall
7. Handoko RP. Varisela dalam Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6.
2010. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Cork, Kerry. Varicella (chickenpox and shingles) dalam Guidelines on
Infection Prevention and Control. 2012.
9. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi 3. 2013. Jakarta:
EGC.
10. Hidayat S, dkk. Varicella-zoster virus infection dalam MIMS Dermatology-
Disease management guidelines. Edisi ke-2. 2015

Anda mungkin juga menyukai