Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

PITIRIASIS ROSEA

Disusun oleh:

Ayu Anggreini, S.Ked

71 2017 029

Pembimbing Klinik:

dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK

DEPARTEMEN ILMU KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul :
Pitiriasis Rosea

Oleh:
Ayu Anggreini, S.Ked
71 2017 029

Telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin,
RSUD Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Agustus 2018

Dokter Pendidik Klinik

dr. Nurita Bangn Hutahaean, Sp.KK

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Pitiriasis Rosea” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Palembang BARI. Salawat beriring salam
selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para
keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
laporan kasus ini
2. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin

Palembang, Agustus 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Pitiriasis Rosea ....................................................... 2
2.2. Epidemioogi Pitiriasis Rosea .............................................. 2
2.3. Etiologi Pitiriasis Rosea ....................................................... 2
2.4. Gambaran Klinis Pitiriasis Rosea......................................... 3
2.5. Gambaran histopatologiPitiriasis Rosea .............................. 5
2.6. Cara Mendiagnosis Pitiriasis Rosea ..................................... 6
2.7. Diagnosis Banding Pitiriasis Rosea ..................................... 6
2.8. Pemeriksaan Penunjang Pitiriasis Rosea.............................. 8
2.9. Penatalaksanaan Pitiriasis Rosea.......................................... 8
2.10. Prognosis Pitiriasis Rosea .................................................... 9
BAB III LAPORAN KASUS ..................................................................... 10
BAB IV ANALISA KASUS ....................................................................... 16
BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai
dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi – lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan tungkai atas. 1
Istilah pitiriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada
tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah
muda (rosea).2
Etiologi pitiriasis rosea belum diketahui, tetapi berdasarkan gambaran
klinis dan epidemiologis diduga penyebabnya adalah infeksi yang
berhubungan dengan virus. Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun,
jarang pada usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun. Ratio wanita
lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. 1
Diagnosis pitiriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis pitiriasis rosea.3
Pada pitiriasis rosea gejala seperti demam atau malase pada umunya tidak
terdapat. Namun pada sebagian kecil pasien dapat terjadi gejala menyerupai
flu termasuk malase, nyeri kepala, nausea, hilang nafsu makan, dan demam.
Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan
soliter, berbentuk oval, dan anular, diameternya kira – kira 3 cm. Ruam terdiri
atas eritema dan skuama halus di pinggir, dan menghilang setelah beberapa
minggu. 1
Meskipun pitiriasis rosea bisa sembuh sendiri, sebagai seorang dokter kita
tetap harus bisa memberikan pengobatan berupa terapi supportive, dan
penegakkan diagnosis secara tepat. 5

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Pitiriasis Rosea


Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai
dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi – lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan tungkai atas
yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam
waktu 3 – 8 minggu. 1
Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering
dijumpai. Morfologi khas berupa makula eritomatosa dengan diameter
terpanjang sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi skuama halus. 4

2.2. Epidemiologi Pitiriasis Rosea


Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi
Pitiriasis Rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total
penduduk dunia dengan usia antara 10-34 tahun.9
Pitiriasis rosea didapati pada semua umur, terutama usia antara 15 – 40
tahun, jarang pada usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun. Ratio
wanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.
Pengaruh iklim memegang peranan pada penyakit ini, terbanyak pada musim
gugur dan musim semi, tetapi di daerah Australia, india dan Malaysia sering
terjadi pada musim kemarau.5

2.3. Etiologi Pitiriasis Rosea


Etiologi dari penyakit pitiriasis rosea belum diketahui, tetapi berdasarkan
gambaran klinis dan epidemiologi diduga penyebabnya infeksi. Berdasarkan
bukti ilmiah, diduga pitiriasis rosea merupakan eksantema virus yang
berhubungan dengan reaktivasi Human Herpes Virus (HHV)-7 dan HHV-6.9

6
Pitiriasis rosea dapat terjadi setelah pemberian obat, misalnya bismuth,
arsenic, barbiturate, kaptopril, interferon, ergotamine, metronidazole dan
telah dilaporkan timbul setelah pemberian agen biologik, misalnya
adalimumab. 1
Terdapat pula laporan erupsi menyerupai pitiriasis rosea yang timbul
setelah vaksinasi difteri, cacar, pneumokokus, Hepatitis B, BCG dan virus
influenza H1N1. 1

2.4. Gambaran Klinis Pitiriasi Rosea


Tempat predileksi pitiriasis rosea adalah badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian
renang. Gatal ringan sampai sedang terjadi pada 75% penderita dan gatal
berat pada 25% penderita.9 Gatal akan lebih terasa saat kulit dalam keadaan
basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. 6

1. Gejala klasik
Gejala klasik dari pitiriasis rosea mudah untuk dikenali. Penyakit
dimulai dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk
oval atau anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2 - 4 cm, soliter,
bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai
batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang
terlepas yang juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini
dikenal dengan nama herald patch.1

Gambar 1. Herald patch 4

7
Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa
malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan
pembengkakan kelenjar limfe. Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu
kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan
ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama
dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm )
dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan
kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree terbalik. Lesi lain
berupa papul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar
dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi
dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.4

Gambar 2. Gambaran christmast tree pada pitiriasis rosea

8
2. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita pitiriasis rosea. Ditemukannya lesi yang
tidak sesuai dengan lesi pada pitiriasis rosea pada umumnya. Berupa tidak
ditemukannya herald patch atau ditemukannya herald patch yang multipe.
Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura,
pustul dan vesikuler. Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila,
inguinal, wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal
membuat diagnosis pitiriasis rosea lebih sulit untuk ditegakkan sehingga
diperlukan pemeriksaan lanjutan. 9

2.5. Gambaran Histopatologis Pitiriasis Rosea


Gambaran histopatologik dari pitiriasis rosea tidak spesifik sehingga
penderita dengan pitiriasis rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk
menengakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis pitiriasis rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan
epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis
fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan dan menghilang atau menipisnya
lapisan granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya ekstravasasi
eritrosit serta beberapa monosit.4

Gambar 3. Gambaran Histopatologi Pada Pitiriasis Rosea

9
2.6. Cara mendiagnosis Pitiriasis Rosea
Diagnosis pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang
berkenaan dengan munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa
saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal
atau infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa didapatkan. Pada
pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa papilo
eritoskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga
kriteria di bawah ini: 8
a. Makula berbentuk oval atau sirkuler
b. Skuama menutupi hampir semua lesi
c. Terdapat kolaret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.

2.7. Diagnosis Banding Pitiriasis Rosea

1. Tinea Korporis
Penyakit ini sering disangka jamur oleh pasien, demikian pula dokter
sering menegakkan diagnosis sebagai tinea korporis. Gambaran klinis
memang mirip dengan tinea korporis karena terdapat eritema dan skuama
di tepi lesi dan berbentuk anular. Perbedaannya pada pitiriasis rosea, gatal
tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, dengan skuama halus,
sedangkan pada tinea korporis kasar. Pada tinea sediaan KOH akan
positif.1

Gambar 4. Tinea Korporis

10
2. Sifilis Sekunder
Pada sifilis sekunder terdapat riwayat chancre dan tidak terdapat
riwayat herald patch. Pada sifilis sekunder terdapat keterlibatan telapak
tangan dan kaki, pembesaran kelenjar getah bening, kondilomata, dan tes
serologik sifilis positif. 1

Gambar 5. Sifilis Sekunder

3. Dermatitis numularis
Pada dermatitis numularis plak biasanya berbentuk sirkular, bukan oval,
seperti pada pitiriasis rosea. Lesi lebih banyak ditemukan ditungkai bawah
atau punggung tangan, tempat yang jarang ditemukan pada pitiriasis
rosea.1

Gambar 6. Dermatitis Numularis

11
4. Psoriasis Gutata
Pada psoriasis gutata lesi biasanya berukuran lebih kecil dari lesi pada
pitiriasis rosea dan tidak tersusun sesuai lipatan kulit, selain itu skuamanya
tebal. Bila terdapat keraguan bisa dilakukan biopsi. 1

Gambar 7. Psoriasis Gutata

5. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik tidak ditemukan herad patch, lesi berkembang
perlahan, paling banyak di badan bagian atas, leher, dan skalp, warna lebih
gelap, skuama lebih tebal dan berminyak. Kelainan akan menetap bila
tidak diobati. 1

2.8. Pemeriksaan Penunjang Pitiriasis Rosea

1. Karena dapat menyerupai sifilis stadium II, perlu dilakukan pemeriksaan


serologi.
2. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%.
3. Histopatologi. 4

3.9. Tatalaksana Pitiriasi Rosea


1. Sistemik:
 Anti gatal (antihistamin) sedative seperti chlorpheniramine
 Roborantia (Vitamin B12) 1000 mg/hari

12
2. Topikal
 Bedak kocok yang mengandung asam salisilat 2% dan mentol 0,5%-
1%.
 Kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-2% 4

Bila terdapat gejala menyerupai flu dan/atau kelainan kulit luas, dapat
diberikan asiklovir 5 x 800 mg perhari selama 1 minggu. Pengobatan ini
dapat mempercepat penyebuhan.1
Pada kelainan kulit yang luas dapat diberikan terapi siar UVB yang dapat
mempercepat penyembuhan karena menghambat fungsi sel Langerhans
sebagai penyaji antigen. 1
Apabila terdapat remisi dalam waktu dekat bisa diberikan glukokortikoid
topikal.9

2.10. Prognosis
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan, biasanya dalam waktu 3
– 8 minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. Dapat terjadi hipo
atau hiperpigmentasi pasca inflamasi sementara yang biasanya hilang tanpa
bekas. Pitiriasis rosea jarang kambuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan
sebesar 2% kasus.1

13
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. B
Usia : 34 tahun
Tempat, Tanggal lahir : Palembang, 2 Desember 1989
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Batu Nilam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Tangal pemeriksaan : 13 Agustus 2018 pukul 11.30 WIB

3.2. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 13 Agustus 2018 pukul 11.30 WIB)

1. Keluhan utama
Terdapat bercak kemerahan yang bersisik halus pada daerah dada dan
punggung.

2. Keluhan tambahan
Gatal pada daerah lesi

3. Riwayat perjalanan penyakit


Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh terdapat bercak kemerahan yang
bersisik pada daerah dada dan punggung. Bercak diawali oleh bercak
kemerahan tanpa sisik dengan bentuk tidak beraturan pada daerah dada
yang semakin lama bertambah banyak pada daerah dada dan punggung
namun berukuran lebih kecil daripada bercak kemerahan sebelumnya.
Selain itu, pasien juga mengeluh jika semakin lama timbul sisik halus yang
berwarna putih pada bercak kemerahan. Pasien mengatakan bahwa pada
bercak tersebut dirasakan sedikit gatal, terutama saat pasien berkeringat.

14
Pasien mengaku telah mengkonsumsi obat cetirizine 1 x 1 sehari dan
menggunakan bedak salisil, pasien merasa jika keluhan sedikit berkurang.
Pasien mengaku bahwa keluhan baru pertama kali terjadi. Sehari – hari
pasien selalu mandi minimal 2x sehari dan berganti pakaian minimal 2x
sehari. Pasien menyangkal adanya sisik tebal dan sisik yang berwarna
kuning berminyak di kulit kepala, dada, dan punggung. Riwayat keluarga
dengan keluhan serupa disangkal. Riwayat kontak dengan penderita
penyakit kulit sebelumnya disangkal.

4. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat alergi makanan seafood (+)
 Riwayat asma (+)

5. Riwayat penyakit keluarga


 Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat asma (+)

6. Riwayat pengobatan
Pasien mengatakan mengkonsumsi cetirizine 1x1 sehari dan
menggunakan bedak salicil untuk mengurangi keluhan.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Status generalis:
 Keadaan umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : compos mentis
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit, reguler
 Pernafasan : 20 kali/menit
 Temperature : 36.8 ºC

15
Keadaan spesifik:
 Kepala : tidak ada kelainan
 Leher : tidak ada kelainan
 Thoraks : lihat status dermatologikus
 Abdomen : tidak ada kelainan
 Genitalia : tidak ada kelainan
 Ekstremitas : tidak ada kelainan

3.4. Status dermatologikus

Pada regio pectoralis dextra et sinistra terdapat plak eritema, multiple,


ukuran lentikuler, ireguler, tersebar diskret disertai skuama halus berwarna
putih.

16
Pada regio pectoralis dextra et sinistra terdapat makula eritema, multiple,
ukuran miliar, ireguler, tersebar diskret disertai skuama halus berwarna putih.

Pada regio scapularis dextra et sinistra et vertebralis terdapat papul,


multiple, ukuran miliar, regular, tersebar diskret disertai eritoskuamosa.

17
3.5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila ada keraguan klinis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pemeriksaan KOH 10%
2. Pemeriksaan Histopatologis

3.6. Diagnosis Banding


 Pitiriasis Rosea
 Tinea Korporis
 Dermatitis Seboroik

3.7. Diagnosis Kerja

Pitiriasis Rosea

3.8. Penataklaksanaan
Non-medikamentosa:
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit, kemungkinan penyebab
dan kemungkinan menularnya penyakit ini.
b. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan badan agar tidak terjadi infeksi
sekunder.
c. Menganjurkan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi agar tidak terjadi
erosi.
d. Edukasi tentang menjaga lesi agar tetap bersih dan kering.

Medikamentosa:
a. Oral
Antihistamin: Cetirizine 1 x 10 mg/hari selama 1 minggu
b. Topikal
 Bedak salicil 2% yang dibubuhi mentol 1% di tabur pada tempat lesi.
 Kortikosteroid topikal: Hidrokortison 1% dioleskan tipis 2 kali sehari
pada tempat lesi selama 7 hari.

18
3.9. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad sanationam : Bonam

Quo ad comestica : Dubia ad Bonam

19
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini membahas tentang seorang pasien Ny. B,


perempuan berusia 34 tahun yang saat ini bekerja sebagai PNS dan beragama
Islam. Dalam menegakkan suatu diagnosis klinis dapat diperoleh dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta status dermatologikus pasien tersebut.
Dari hasil anamnesis pasien datang mengeluh terdapat bercak kemerahan
yang bersisik pada daerah dada dan punggung sejak 2 hari SMRS. Bercak diawali
oleh bercak kemerahan tanpa sisik dengan bentuk tidak beraturan pada daerah
dada yang semakin lama bertambah banyak pada daerah dada dan punggung
namun berukuran lebih kecil daripada bercak kemerahan sebelumnya. Selain itu,
pasien juga mengeluh jika semakin lama timbul sisik halus yang berwarna putih
pada bercak kemerahan. Pasien mengatakan bahwa pada bercak tersebut dirasakan
sedikit gatal, terutama saat pasien berkeringat. Pasien mengaku telah
mengkonsumsi obat cetirizine 1 x 1 sehari dan menggunakan bedak salisil, pasien
merasa jika keluhan sedikit berkurang. Dari status dermatologikus didapatkan
pada regio pectoralis dextra et sinistra terdapat plak eritema, multiple, ukuran
lentikuler, ireguler, tersebar diskret disertai skuama halus berwarna putih.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat kita pikirkan
tiga diagnosis banding yaitu pitiriasis rosea, tinea korporis, dan dermatitis
seboroik.
Diagnosis banding dapat ditinjau dari epidemiologi, daerah predileksi dan
gejala klinisnya. Bila ditinjau dari aspek epidemiologi, pada kasus ini pasien
berjenis kelamin perempuan berusia 34 tahun, berkebangsaan Indonesia.
Berdasarkan teori, insiden dan tingkat keparahan penyakit pitiriasis rosea banyak
dijumpai pada usia 15 – 40 tahun, dengan perbandingan ratio perempuan dan laki
– laki sebesar 1,5 : 1.1 Tinea korporis dapat menyerang semua umur, tetapi lebih
sering pada orang dewasa dan menyerang laki – laki maupun perempuan terutama
pada daerah tropis.4 Sedangkan dermatitis seboroik ditemui pada kelompok
remaja diawali sejak usia pubertas sampai usia 40 tahun. Ratio laki – laki lebih

20
banyak dibandingkan perempuan.1 Meskipun sesuai dengan teori, namun hal ini
belum dapat menyingkirkan diagnosis banding.

Tabel 1. Diagnosis Banding Berdasarkan Epidemiologi

Diagnosis Banding

Kasus Pitiriasis Rosea Tinea korporis Dermatitis


Seboroik

Epidemiologi Pasien Insiden terutama Bisa menyerang Lesi ditemui


perempuan, 34 antara usia 15-40 semua umur, pada kelompok
tahun, tahun dengan ratio tetapi lebih sering remaja diawali
berkebangsaan antara perempuan pada orang sejak usia
Indonesia. dan laki – laki 1,5:1. dewasa dan pubertas sampai
menyerang laki – usia 40 tahun.
laki maupun Ratio laki – laki
perempuan lebih banyak
terutama pada dibandingkan
daerah tropis. perempuan

Berdasarkan daerah predileksi pada kasus ini adalah dada dan punggung
bagian atas. Berdasarkan teori, daerah predileksi pada pitiriasis rosea adalah
batang tubuh, lengan atas bagian proksimal dan tungkai atas, menyerupai pakaian
renang zaman dahulu.1 Pada tinea korporis biasanya terjadi pada daerah wajah,
anggota gerak atas dan bawah, dada, punggung.1 Sedangkan pada dermatitis
seboroik tempat predileksinya pada kulit kepala berambut; wajah: alis, lipat
nasolabial, side burn; telinga dan liang telinga; bagian atas-tengah dada dan
punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, ketiak.1 Oleh karena itu, diagnosis
banding pitiriasis rosea dan tinea korporis lebih mendekati dibandingkan
dermatitis seboroik yang diawali dengan lesi berupa ketombe dikulit kepala.

21
Tabel 2. Diagnosis Banding Berdasarkan Tempat Predileksi

Diagnosis Banding

Kasus Pitiriasi Rosea Tinea Korporis Drmatitis seboroik

Tempat Dada dan Batang tubuh, Daerah wajah, Kulit kepala


Predileksi punggung lengan atas bagian anggota gerak berambut; wajah:
atas proksimal dan atas dan bawah, alis, lipat
tungkai atas, dada, punggung. nasolabial, side
menyerupai burn; telinga dan
pakaian renang liang telinga,
zaman dahulu. bagian atas-tengah
dada dan
punggung, lipat
gluteus, inguinal,
genital, ketiak.

Jika ditinjau dari gejala klinis, pada kasus diketahui bahwa awalnya bercak
kemerahan timbul tanpa sisik dengan bentuk tidak beraturan pada daerah dada
yang semakin lama bertambah banyak pada daerah dada dan punggung namun
berukuran lebih kecil daripada bercak kemerahan sebelumnya, disertai sisik halus
berwarna putih. Pasien mengatakan bahwa pada bercak tersebut dirasakan sedikit
gatal, terutama saat pasien berkeringat. Gejala klinis pada pitiriasis rosea dimulai
dengan timbulnya lesi pertama (herald patch), di badan, soliter, oval dan anular,
diameter 3 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus dipinggir. Lesi
berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama hanya lebih kecil dan menyerupai
pohon cemara terbalik.1 Disertai rasa gatal ringan, terutama saat kulit berkeringat
dan memekai pakaian yang ketat.6 Pada tinea korporis akan tampak lesi bulat atau
lonjong terdiri atas makula yang eritematosa atau hiperpigmentasi, skuama,
kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah ditengah biasanya tenang, kadang
terlihat erosi atau krusta bekas garukan.1 Disertai rasa gatal, terutama jika
berkeringat.4 Sedangkan pada dermatitis seboroik ditemukan skuama kuning
berminyak, eksematosa ringan, kadang disertai rasa gatal yang menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik.1 Berdasarkan

22
teori tersebut, maka diagnosis pitiriasis rosea lebih mendekati dibandingkan tinea
korporis dan dermatitis seboroik.

Tabel 2. Diagnosis Banding Berdasarkan Gejala Klinis

Diagnosis Banding

Kasus Pitiriasis Rosea Tinea Korporis Dermatitis


Seboroik

Gejala Klinis Keluhan diawali Dimulai dengan Lesi bulat atau Ditemukan
oleh bercak lesi pertama lonjong terdiri skuama kuning
kemerahan tanpa (herald patch), atas makula berminyak,
sisik dengan bentuk dibadan, soliter, eritematosa atau eksematosa
tidak beraturan oval dan anular, hiperpigmentasi, ringan, kadang
pada daerah dada diameter 3 cm. skuama, kadang disertai rasa
yang semakin lama ruam terdiri atas dengan vesikel gatal yang
bertambah pada eritema dan skuama dan papul ditepi. menyengat.
daerah dada dan halus dipinggir. Daerah ditengah Ketombe
punggung namun Lesi berikutnya biasanya tenang, merupakan
berukuran lebih timbul 4-10 hari kadang terlihat tanda awal
kecil daripada setelah lesi pertama erosi atau krusta manifestasi dari
bercak kemerahan hanya lebih kecil bekas garukan. dermatitis
sebelumnya. Pasien dan menyerupai Disertai rasa seboroik.
mengatakan bahwa pohon cemara gatal, terutama
pada bercak terbalik. Disertai jika berkeringat.
tersebut dirasakan rasa gatal, terutama
sedikit gatal, jika berkeringat.
terutama saat
pasien berkeringat.

Pemeriksaan penunjang pada pitiriasis rosea berupa pemeriksaan kerokan


1
kulit dengan KOH 10% dan histopatologi. Tetapi pada kasus ini tidak perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang. Karena berdasarkan teori, pemeriksaan
penunjang pada pitiriasis rosea tidak diperlukan karena bisa ditegakkan dengan
anamnesis dan pemerikssan fisik, kecuali jika terdapat keraguan dalam
menegakkan diagnosis terutama pada pitiriasis rosea dengan gejala atipikal. 4
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien yaitu menjelaskan kepada
pasien tentang penyakit, kemungkinan penyebab dan faktor predisposisi yang
mempengaruhi penyakit, edukasi pasien untuk menjaga kebersihan badan agar

23
tidak terjadi infeksi sekunder, menganjurkan kepada pasien untuk tidak
menggaruk lesi agar tidak terjadi erosi ataupun eskoriasi. Sedangkan untuk
medikamentosa bisa diberikan antihistamine yaitu cetirizine 1 x 10 mg/hari
selama 1 minggu. Dan bisa diberikan topikal yaitu bedak salicil 2% yang dibubuhi
mentol 1% dan krim hidrokortison 1% dioleskan tipis 2 kali sehari pada tempat
lesi selama 7 hari. 1,9
Berdasarkan teori, pitiriasis rosea merupakan penyakit yang sembuh
sendiri dalam waktu 3 – 8 minggu, sehingga pengobatan yang diberikan hanya
bersifat simtomatik.1,9 Kecuali jika terdapat gejala menyerupai flu dan/atau
kelaianan kulit luas, dapat diberikan asiklovir 5 x 800 mg perhari selama 1
minggu.1 Apabila terdapat remisi dalam waktu dekat bisa diberikan
glukokortikoid topikal.9 Pemberian antihistamine dan topikal pada kasus ini
bertujuan untuk mengurangi gejala simtomatik pada pitiriasis rosea yaitu
peradangan dan rasa gatal.
Cetirizine adalah antihistamin H1 generasi kedua. Cetirizine bersifat non
sedatife, karena sedikit menyebabkan efek sedasi dan gangguan psikomotor
dibanding golongan lama karena jumlah obat yang menembus sawar darah otak
hanya sedikit. Selain itu cetirizine juga memiliki efek kerja yang timbul lebih
cepat setalah dikonsumsi dibandingkan loratidin. Dosis yang digunakan untuk
dewasa adalah 10 mg/hari pada malam hari. Efek samping yang bisa timbul akibat
mengkonsumsi cetirizine berupa sakit kepala, pusing, dan mengantuk. 10
Bedak salicil 2% dan mentol 1% terdiri atas asam salicil 2%, mentol 1%,
dan talk 97%. Asam salicil digunakan dalam terapi dermatologik sebagai bahan
keratolitik. Obat ini mungkin melarutkan protein – protein permukaan sel yang
menjaga keutuhan stratum korneum sehingga terjadi deskuamasi debris
kerotik.asam salisilat bersifat keratolitik pada konsentrasi 3-6%. Pada lebih dari
6%, obat ini dapat bersifat destruktif bagi jaringan. 11
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada
saat digunakan saja. Krim hidrokortison 1% merupakan kortikosteroid potensi
lemah. Krim hidrokortison 1% dapat digunakan dalam waktu tidak lebih dari 7
hari untuk mengatasi lesi radang yang tidak terinfeksi pada bibir, kulit, dan

24
disekitar mulut. Efek samping yang bisa timbul pada pemakaiaan hidrokortison
1% berupa penipisan kulit yang belum tentu pulih, dermatitis kontak, dan
depigmentasi ringan. Untuk meminimalkan efek samping kortikosteroid topikal,
pemakaian sediaan ini hendaknya dioleskan secara tipis pada tempat lesi. 10
Dilihat dari keadaan umum pasien dan berdasarkan teori prognosis pasien
ini adalah :
1. Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab
dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi.
2. Quo ad Functionam adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena
tidak terganggu.
3. Quo ad Sanationam adalah bonam karena pitiriasis rosea merupakan penyakit
yang bersifat self-limiting disease, dan jarang kambuh.
4. Quo ad cosmetica adalah dubia ad bonam karena lesi hilang tanpa bekas atau
scars. 1

25
BAB V

KESIMPULAN

1. Pada kasus memiliki tiga diagnosis banding yaitu pitiriasis rosea, tinea
korporis dan dermatitis seboroik berdasarkan keluhan utama pada kasus
berupa timbulnya eritemskuamosa.
2. Diagnosis kerja pada kasus ini yaitu pitiriasis rosea, dimana gejala klinis
diawali herald patch yang kemudian diikuti dengan lesi dengan bentuk yang
sama hanya berukuran lebih kecil.
3. Tatalaksana pitiriasis rosea berupa non medikmentosa (edukasi) dan
medikamentosa yaitu cetirizine 1 x 10 mg/hari diberikan selama 7 hari, bedak
salicyl talk 2% yang dibubuhi mentol 1% dengan cara ditaburkan pada bagian
yang terdapat lesi, dan krim hidrokortison 1% dioleskan 2 kali sehari pada
tempat lesi selama 7 hari.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi, Sri Linuwih SW, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
Edisi ke 7. Jakarta: FKUI
2. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com
pada tanggal 13 Agustus 2018.
3. Mansjoer, A, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
4. Siregar, RS. 2010. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
5. Maontemayor, M.M. 2011. Pytiriasis Rosea availibe at
http://www.doctorsofusco.com/condition/documents/html.
6. Schaumbugi. 2011. Pytiriasis. Availibe at
http://www.aad.org/public/publications/pamplets/common/pitiriasis.html
7. Brannon, H. 2012. Pytiriasis. Availibe at
http://dermatology.about.com/a/pitiriasis.html
8. Allen, R.A, dkk. 2004. Pytiriasis Rosea. Availibe at
http://aafp.org/afp2004/0101/html.
9. Blauvelt, Andrew. 2008. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General
Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc.
10. BPOM RI. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. http://pionas.pom.go.id
11. Katzung, Bertram G, dkk. 2012. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi 12
Volume 2. Jakarta: ECG.

27

Anda mungkin juga menyukai