PITIRIASIS ROSEA
Disusun oleh:
71 2017 029
Pembimbing Klinik:
2018
1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Judul :
Pitiriasis Rosea
Oleh:
Ayu Anggreini, S.Ked
71 2017 029
Telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin,
RSUD Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Pitiriasis Rosea” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Palembang BARI. Salawat beriring salam
selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para
keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
laporan kasus ini
2. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN 1
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai
dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi – lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan tungkai atas. 1
Istilah pitiriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada
tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah
muda (rosea).2
Etiologi pitiriasis rosea belum diketahui, tetapi berdasarkan gambaran
klinis dan epidemiologis diduga penyebabnya adalah infeksi yang
berhubungan dengan virus. Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun,
jarang pada usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun. Ratio wanita
lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. 1
Diagnosis pitiriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis pitiriasis rosea.3
Pada pitiriasis rosea gejala seperti demam atau malase pada umunya tidak
terdapat. Namun pada sebagian kecil pasien dapat terjadi gejala menyerupai
flu termasuk malase, nyeri kepala, nausea, hilang nafsu makan, dan demam.
Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan
soliter, berbentuk oval, dan anular, diameternya kira – kira 3 cm. Ruam terdiri
atas eritema dan skuama halus di pinggir, dan menghilang setelah beberapa
minggu. 1
Meskipun pitiriasis rosea bisa sembuh sendiri, sebagai seorang dokter kita
tetap harus bisa memberikan pengobatan berupa terapi supportive, dan
penegakkan diagnosis secara tepat. 5
5
BAB II
LANDASAN TEORI
6
Pitiriasis rosea dapat terjadi setelah pemberian obat, misalnya bismuth,
arsenic, barbiturate, kaptopril, interferon, ergotamine, metronidazole dan
telah dilaporkan timbul setelah pemberian agen biologik, misalnya
adalimumab. 1
Terdapat pula laporan erupsi menyerupai pitiriasis rosea yang timbul
setelah vaksinasi difteri, cacar, pneumokokus, Hepatitis B, BCG dan virus
influenza H1N1. 1
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari pitiriasis rosea mudah untuk dikenali. Penyakit
dimulai dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk
oval atau anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2 - 4 cm, soliter,
bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai
batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang
terlepas yang juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini
dikenal dengan nama herald patch.1
7
Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa
malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan
pembengkakan kelenjar limfe. Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu
kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan
ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama
dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm )
dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan
kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree terbalik. Lesi lain
berupa papul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar
dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi
dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.4
8
2. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita pitiriasis rosea. Ditemukannya lesi yang
tidak sesuai dengan lesi pada pitiriasis rosea pada umumnya. Berupa tidak
ditemukannya herald patch atau ditemukannya herald patch yang multipe.
Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura,
pustul dan vesikuler. Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila,
inguinal, wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal
membuat diagnosis pitiriasis rosea lebih sulit untuk ditegakkan sehingga
diperlukan pemeriksaan lanjutan. 9
9
2.6. Cara mendiagnosis Pitiriasis Rosea
Diagnosis pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang
berkenaan dengan munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa
saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal
atau infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa didapatkan. Pada
pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa papilo
eritoskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga
kriteria di bawah ini: 8
a. Makula berbentuk oval atau sirkuler
b. Skuama menutupi hampir semua lesi
c. Terdapat kolaret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.
1. Tinea Korporis
Penyakit ini sering disangka jamur oleh pasien, demikian pula dokter
sering menegakkan diagnosis sebagai tinea korporis. Gambaran klinis
memang mirip dengan tinea korporis karena terdapat eritema dan skuama
di tepi lesi dan berbentuk anular. Perbedaannya pada pitiriasis rosea, gatal
tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, dengan skuama halus,
sedangkan pada tinea korporis kasar. Pada tinea sediaan KOH akan
positif.1
10
2. Sifilis Sekunder
Pada sifilis sekunder terdapat riwayat chancre dan tidak terdapat
riwayat herald patch. Pada sifilis sekunder terdapat keterlibatan telapak
tangan dan kaki, pembesaran kelenjar getah bening, kondilomata, dan tes
serologik sifilis positif. 1
3. Dermatitis numularis
Pada dermatitis numularis plak biasanya berbentuk sirkular, bukan oval,
seperti pada pitiriasis rosea. Lesi lebih banyak ditemukan ditungkai bawah
atau punggung tangan, tempat yang jarang ditemukan pada pitiriasis
rosea.1
11
4. Psoriasis Gutata
Pada psoriasis gutata lesi biasanya berukuran lebih kecil dari lesi pada
pitiriasis rosea dan tidak tersusun sesuai lipatan kulit, selain itu skuamanya
tebal. Bila terdapat keraguan bisa dilakukan biopsi. 1
5. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik tidak ditemukan herad patch, lesi berkembang
perlahan, paling banyak di badan bagian atas, leher, dan skalp, warna lebih
gelap, skuama lebih tebal dan berminyak. Kelainan akan menetap bila
tidak diobati. 1
12
2. Topikal
Bedak kocok yang mengandung asam salisilat 2% dan mentol 0,5%-
1%.
Kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-2% 4
Bila terdapat gejala menyerupai flu dan/atau kelainan kulit luas, dapat
diberikan asiklovir 5 x 800 mg perhari selama 1 minggu. Pengobatan ini
dapat mempercepat penyebuhan.1
Pada kelainan kulit yang luas dapat diberikan terapi siar UVB yang dapat
mempercepat penyembuhan karena menghambat fungsi sel Langerhans
sebagai penyaji antigen. 1
Apabila terdapat remisi dalam waktu dekat bisa diberikan glukokortikoid
topikal.9
2.10. Prognosis
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan, biasanya dalam waktu 3
– 8 minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. Dapat terjadi hipo
atau hiperpigmentasi pasca inflamasi sementara yang biasanya hilang tanpa
bekas. Pitiriasis rosea jarang kambuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan
sebesar 2% kasus.1
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 13 Agustus 2018 pukul 11.30 WIB)
1. Keluhan utama
Terdapat bercak kemerahan yang bersisik halus pada daerah dada dan
punggung.
2. Keluhan tambahan
Gatal pada daerah lesi
14
Pasien mengaku telah mengkonsumsi obat cetirizine 1 x 1 sehari dan
menggunakan bedak salisil, pasien merasa jika keluhan sedikit berkurang.
Pasien mengaku bahwa keluhan baru pertama kali terjadi. Sehari – hari
pasien selalu mandi minimal 2x sehari dan berganti pakaian minimal 2x
sehari. Pasien menyangkal adanya sisik tebal dan sisik yang berwarna
kuning berminyak di kulit kepala, dada, dan punggung. Riwayat keluarga
dengan keluhan serupa disangkal. Riwayat kontak dengan penderita
penyakit kulit sebelumnya disangkal.
6. Riwayat pengobatan
Pasien mengatakan mengkonsumsi cetirizine 1x1 sehari dan
menggunakan bedak salicil untuk mengurangi keluhan.
15
Keadaan spesifik:
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : tidak ada kelainan
Thoraks : lihat status dermatologikus
Abdomen : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan
16
Pada regio pectoralis dextra et sinistra terdapat makula eritema, multiple,
ukuran miliar, ireguler, tersebar diskret disertai skuama halus berwarna putih.
17
3.5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila ada keraguan klinis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pemeriksaan KOH 10%
2. Pemeriksaan Histopatologis
Pitiriasis Rosea
3.8. Penataklaksanaan
Non-medikamentosa:
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit, kemungkinan penyebab
dan kemungkinan menularnya penyakit ini.
b. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan badan agar tidak terjadi infeksi
sekunder.
c. Menganjurkan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi agar tidak terjadi
erosi.
d. Edukasi tentang menjaga lesi agar tetap bersih dan kering.
Medikamentosa:
a. Oral
Antihistamin: Cetirizine 1 x 10 mg/hari selama 1 minggu
b. Topikal
Bedak salicil 2% yang dibubuhi mentol 1% di tabur pada tempat lesi.
Kortikosteroid topikal: Hidrokortison 1% dioleskan tipis 2 kali sehari
pada tempat lesi selama 7 hari.
18
3.9. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
19
BAB IV
ANALISIS KASUS
20
banyak dibandingkan perempuan.1 Meskipun sesuai dengan teori, namun hal ini
belum dapat menyingkirkan diagnosis banding.
Diagnosis Banding
Berdasarkan daerah predileksi pada kasus ini adalah dada dan punggung
bagian atas. Berdasarkan teori, daerah predileksi pada pitiriasis rosea adalah
batang tubuh, lengan atas bagian proksimal dan tungkai atas, menyerupai pakaian
renang zaman dahulu.1 Pada tinea korporis biasanya terjadi pada daerah wajah,
anggota gerak atas dan bawah, dada, punggung.1 Sedangkan pada dermatitis
seboroik tempat predileksinya pada kulit kepala berambut; wajah: alis, lipat
nasolabial, side burn; telinga dan liang telinga; bagian atas-tengah dada dan
punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, ketiak.1 Oleh karena itu, diagnosis
banding pitiriasis rosea dan tinea korporis lebih mendekati dibandingkan
dermatitis seboroik yang diawali dengan lesi berupa ketombe dikulit kepala.
21
Tabel 2. Diagnosis Banding Berdasarkan Tempat Predileksi
Diagnosis Banding
Jika ditinjau dari gejala klinis, pada kasus diketahui bahwa awalnya bercak
kemerahan timbul tanpa sisik dengan bentuk tidak beraturan pada daerah dada
yang semakin lama bertambah banyak pada daerah dada dan punggung namun
berukuran lebih kecil daripada bercak kemerahan sebelumnya, disertai sisik halus
berwarna putih. Pasien mengatakan bahwa pada bercak tersebut dirasakan sedikit
gatal, terutama saat pasien berkeringat. Gejala klinis pada pitiriasis rosea dimulai
dengan timbulnya lesi pertama (herald patch), di badan, soliter, oval dan anular,
diameter 3 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus dipinggir. Lesi
berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama hanya lebih kecil dan menyerupai
pohon cemara terbalik.1 Disertai rasa gatal ringan, terutama saat kulit berkeringat
dan memekai pakaian yang ketat.6 Pada tinea korporis akan tampak lesi bulat atau
lonjong terdiri atas makula yang eritematosa atau hiperpigmentasi, skuama,
kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah ditengah biasanya tenang, kadang
terlihat erosi atau krusta bekas garukan.1 Disertai rasa gatal, terutama jika
berkeringat.4 Sedangkan pada dermatitis seboroik ditemukan skuama kuning
berminyak, eksematosa ringan, kadang disertai rasa gatal yang menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik.1 Berdasarkan
22
teori tersebut, maka diagnosis pitiriasis rosea lebih mendekati dibandingkan tinea
korporis dan dermatitis seboroik.
Diagnosis Banding
Gejala Klinis Keluhan diawali Dimulai dengan Lesi bulat atau Ditemukan
oleh bercak lesi pertama lonjong terdiri skuama kuning
kemerahan tanpa (herald patch), atas makula berminyak,
sisik dengan bentuk dibadan, soliter, eritematosa atau eksematosa
tidak beraturan oval dan anular, hiperpigmentasi, ringan, kadang
pada daerah dada diameter 3 cm. skuama, kadang disertai rasa
yang semakin lama ruam terdiri atas dengan vesikel gatal yang
bertambah pada eritema dan skuama dan papul ditepi. menyengat.
daerah dada dan halus dipinggir. Daerah ditengah Ketombe
punggung namun Lesi berikutnya biasanya tenang, merupakan
berukuran lebih timbul 4-10 hari kadang terlihat tanda awal
kecil daripada setelah lesi pertama erosi atau krusta manifestasi dari
bercak kemerahan hanya lebih kecil bekas garukan. dermatitis
sebelumnya. Pasien dan menyerupai Disertai rasa seboroik.
mengatakan bahwa pohon cemara gatal, terutama
pada bercak terbalik. Disertai jika berkeringat.
tersebut dirasakan rasa gatal, terutama
sedikit gatal, jika berkeringat.
terutama saat
pasien berkeringat.
23
tidak terjadi infeksi sekunder, menganjurkan kepada pasien untuk tidak
menggaruk lesi agar tidak terjadi erosi ataupun eskoriasi. Sedangkan untuk
medikamentosa bisa diberikan antihistamine yaitu cetirizine 1 x 10 mg/hari
selama 1 minggu. Dan bisa diberikan topikal yaitu bedak salicil 2% yang dibubuhi
mentol 1% dan krim hidrokortison 1% dioleskan tipis 2 kali sehari pada tempat
lesi selama 7 hari. 1,9
Berdasarkan teori, pitiriasis rosea merupakan penyakit yang sembuh
sendiri dalam waktu 3 – 8 minggu, sehingga pengobatan yang diberikan hanya
bersifat simtomatik.1,9 Kecuali jika terdapat gejala menyerupai flu dan/atau
kelaianan kulit luas, dapat diberikan asiklovir 5 x 800 mg perhari selama 1
minggu.1 Apabila terdapat remisi dalam waktu dekat bisa diberikan
glukokortikoid topikal.9 Pemberian antihistamine dan topikal pada kasus ini
bertujuan untuk mengurangi gejala simtomatik pada pitiriasis rosea yaitu
peradangan dan rasa gatal.
Cetirizine adalah antihistamin H1 generasi kedua. Cetirizine bersifat non
sedatife, karena sedikit menyebabkan efek sedasi dan gangguan psikomotor
dibanding golongan lama karena jumlah obat yang menembus sawar darah otak
hanya sedikit. Selain itu cetirizine juga memiliki efek kerja yang timbul lebih
cepat setalah dikonsumsi dibandingkan loratidin. Dosis yang digunakan untuk
dewasa adalah 10 mg/hari pada malam hari. Efek samping yang bisa timbul akibat
mengkonsumsi cetirizine berupa sakit kepala, pusing, dan mengantuk. 10
Bedak salicil 2% dan mentol 1% terdiri atas asam salicil 2%, mentol 1%,
dan talk 97%. Asam salicil digunakan dalam terapi dermatologik sebagai bahan
keratolitik. Obat ini mungkin melarutkan protein – protein permukaan sel yang
menjaga keutuhan stratum korneum sehingga terjadi deskuamasi debris
kerotik.asam salisilat bersifat keratolitik pada konsentrasi 3-6%. Pada lebih dari
6%, obat ini dapat bersifat destruktif bagi jaringan. 11
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada
saat digunakan saja. Krim hidrokortison 1% merupakan kortikosteroid potensi
lemah. Krim hidrokortison 1% dapat digunakan dalam waktu tidak lebih dari 7
hari untuk mengatasi lesi radang yang tidak terinfeksi pada bibir, kulit, dan
24
disekitar mulut. Efek samping yang bisa timbul pada pemakaiaan hidrokortison
1% berupa penipisan kulit yang belum tentu pulih, dermatitis kontak, dan
depigmentasi ringan. Untuk meminimalkan efek samping kortikosteroid topikal,
pemakaian sediaan ini hendaknya dioleskan secara tipis pada tempat lesi. 10
Dilihat dari keadaan umum pasien dan berdasarkan teori prognosis pasien
ini adalah :
1. Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab
dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi.
2. Quo ad Functionam adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena
tidak terganggu.
3. Quo ad Sanationam adalah bonam karena pitiriasis rosea merupakan penyakit
yang bersifat self-limiting disease, dan jarang kambuh.
4. Quo ad cosmetica adalah dubia ad bonam karena lesi hilang tanpa bekas atau
scars. 1
25
BAB V
KESIMPULAN
1. Pada kasus memiliki tiga diagnosis banding yaitu pitiriasis rosea, tinea
korporis dan dermatitis seboroik berdasarkan keluhan utama pada kasus
berupa timbulnya eritemskuamosa.
2. Diagnosis kerja pada kasus ini yaitu pitiriasis rosea, dimana gejala klinis
diawali herald patch yang kemudian diikuti dengan lesi dengan bentuk yang
sama hanya berukuran lebih kecil.
3. Tatalaksana pitiriasis rosea berupa non medikmentosa (edukasi) dan
medikamentosa yaitu cetirizine 1 x 10 mg/hari diberikan selama 7 hari, bedak
salicyl talk 2% yang dibubuhi mentol 1% dengan cara ditaburkan pada bagian
yang terdapat lesi, dan krim hidrokortison 1% dioleskan 2 kali sehari pada
tempat lesi selama 7 hari.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi, Sri Linuwih SW, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
Edisi ke 7. Jakarta: FKUI
2. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com
pada tanggal 13 Agustus 2018.
3. Mansjoer, A, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
4. Siregar, RS. 2010. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
5. Maontemayor, M.M. 2011. Pytiriasis Rosea availibe at
http://www.doctorsofusco.com/condition/documents/html.
6. Schaumbugi. 2011. Pytiriasis. Availibe at
http://www.aad.org/public/publications/pamplets/common/pitiriasis.html
7. Brannon, H. 2012. Pytiriasis. Availibe at
http://dermatology.about.com/a/pitiriasis.html
8. Allen, R.A, dkk. 2004. Pytiriasis Rosea. Availibe at
http://aafp.org/afp2004/0101/html.
9. Blauvelt, Andrew. 2008. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General
Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc.
10. BPOM RI. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. http://pionas.pom.go.id
11. Katzung, Bertram G, dkk. 2012. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi 12
Volume 2. Jakarta: ECG.
27