DERMATITIS ATOPIK
Pembimbing:
Disusun oleh:
Ragiel Pramana
030.13.158
PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS
Judul:
“DERMATITIS ATOPIK”
Disusun oleh:
Ragiel Pramana
(030.13.158)
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid untuk
dipresentasikan
Mengetahui,
i
KATA PENGANTAR
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Prima
Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid sebagai dokter pembimbing, dokter dan staf-staf di
poliklinik kulit RSK dr. Sitanala, rekan-rekan sesama koasisten ilmu penyakit
kulit dan semua pihak yang turut serta berperan memberikan doa, semangat dan
membantu kelancaran dalam proses penyusunan makalah kasus ini.
Saya menyadari bahwa makalah kasus ini masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Pada kesempatan ini, saya memohon maaf kepada
para pembaca. Masukan, kritik, dan saran akan saya jadikan bahan pertimbangan
agar makalah kasus ini kedepannya menjadi lebih baik. Akhir kata, saya
mengucapkan terima kasih.
Ragiel Pramana
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Berbagai faktor turut berperan pada patogenesis DA, antara lain faktor
genetik terkait dengan kelainan sawar kulit, kelainan imunologik, dan faktor
6
lingkungan. Terdapat peningkatan transepidermal water loss (TEWL), kulit
kering, dan peningkatan kadar serum IgE pada pasien DA. Kulit kering
3
memudahkan masuknya alergen, iritan, dan keadaan patologik kulit. Sitokin IL-
7
2, IL-6, dan IL-8 berperan pada pruritus pasien DA. Berdasarkan gambaran
klinis, DA dapat dibagi menjadi 3 bentuk yaitu DA pada bayi (2 bulan-2 tahun),
anak (2–10 tahun), dan dewasa (lebih dari 10 tahun). Gejala utama DA berupa
2
gatal didapatkan pada semua tingkatan DA.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. F
Tanggal lahir : 5 Mei 2019
Usia : 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kebon Cau kec. Teluk naga, Tanggerang
II. ANAMNESIA
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan pasien di poli kulit RSK
dr. Sitanala tanggal 25 September 2019
Keluhan Utama
Pasien bayi laki-laki berusia 5 bulan diantar oleh orang tuanya datang ke poli
klinik RSK dr. Sitanala dengan keluhan kemerahan di pipi sejak 2 hari yang
lalu, terlihat gatal.
Keluhan Tambahan
Keluhan disertai rasa gatal, anak terlihat rewel dan disertai demam sejak 2
hari yang lalu .
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bayi laki-laki berusia 5 bulan diantar oleh orang tuanya datang
datang ke poli klinik RSK dr. Sitanala dengan keluhan kemerahan di pipi
sejak 2 hari SMRS kemerahan di pipi semakin melebar sampai hampir ke
seluruh tubuh dan kulit menjadi terlihat kering dan mengelupas, Keluhan
disertai gatal dan pasien terlihat rewel. Keluhan juga disertai demam yang
dirasakan sejak 2 hari SMRS , demam timbul bersamaan dengan kemerahan
2
pada pipi, demam dirasakan hilang timbul. Pasien masih mengkonsumsi ASI
ekslusif.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek pasien mempunyai riwayat urtikaria ketika terkena cuaca dingin.
Riwayat Alergi
Makanan : (-)
Rhinitis alergi, konjungtivitis alergi, asma disangkal pasien.
Riwayat Persalinan dan kelahiran
Pasien lahir di Rumah Sakit ditolong oleh Dokter, spontan, lewat masa
kehamilan, dan tidak terdapat kelainan selama masa kehamilan dan kelahiran.
3
b. Status Dermatologikus
Regio : Facialis
Efloresensi primer : Plak Eritematosa
Efloresensi sekunder : Skuama
Distribusi : Diskret
Bentuk : Tidak teratur
Batas : Difuse
Ukuran : Lentikuler, Numular dan plakat
Efloresensi : Regio facialis Plak Eritematosa9, difus, multiple,
diskret, ukuran lentikular, numukar dan plakat , Skuama (+)
IX. PENATALAKSANAAN
a. Non-medika mentosa
- Edukasi tentang penyakit pasien
5
- Edukasi agar minum obat teratur
- Edukasi cara perawatan kulit
- Mandi dan Emolien
b. Medikamentosa
- Kortikosteroid topical potensi rendah : Hidrocortison 1%
X. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad cosmeticum : Ad bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit keradangan kulit yang kronis,
ditandai rasa gatal ringan sampai berat, bersifat kumat-kumatan, sebagian besar
1,2
muncul pada saat bayi dan anak.
Dermatitis atopik merupakan bentuk eksim yang paling umum pada anak,
istilah atopik sejak lama telah diungkapkan oleh coca dan coke ( 1923), kata
tersebut berasal dari kata Atopos ( Yunani ) yang berarti Out of Place atau
Strange diseases. Menurut wise dan Sulzberger (1933) memberi nama dermatitis
atopik yaitu dermatitis yang sangat gatal, timbul ditempat predileksi tertentu ,
didasari oleh adanya reaksi hipersensitivitas yang diturunkan secara herediter dan
berlangsung secara kronis residif.
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi
keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma bronchial) (Sularsito
S.A., & Djuanda A., 2005).
3.2 Epidemiolgi
Dermatitis atopik (DA) dapat terjadi pada segala usia akan tetapi paling sering
timbul pada balita, 45% kasus DA terjadi pada usia 6 bulan pertama, 60% terjadi
pada 1 tahun pertama dan 85% muncul pada anak usia 5 tahun. menurut
International Study Of Ashma and Allergies in Children prevalensi DA pada anak
terbesar terjadi di amerika serikat yaitu sebesar 17,2 %. Sebagian besar kasus
dermatitis atopic anak akan mengalami remisi spontan sebelum dewasa.
Prevalensi DA di Asia Tenggara bervariasi antar negara dari 1,1% pada usia 13-
7
14 tahun di Indonesia sampai 17,9% pada usia 12 tahun di Singapura. Jumlah kunjungan
pasien DA, pada tahun 2009-2011 di Divisi Alergi Imunologi URJ Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebanyak 353 pasien.5
3.3 Etiologi
Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan
oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik
berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi
imunologis, interaksi psikosomatik dan disregulasi/ ketidakseimbangan sistem
saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan
kontaktan, alergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan
trauma (Fauzi N., dkk., 2009).
Faktor psikologis dan psikosomatis dapat menjadi faktor pencetus
(Mansjoer A.,dkk., 2001).
8
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat
inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR)
bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4
musim (Judarwanto W., 2009).
Infeksi kulit
Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrinsik
yang berperan memberi kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis
atopik. Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA).
Pada penderita DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni
Staphylococcus aureus dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya kolonisasi
Staphylococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi pada
penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus yang
penting pada terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang dikatakan
mempengaruhi beratnya penyakit. Faktor lain dari mikroorganisme yang
dapat menimbulkan kekambuhan dari DA adalah adanya toksin yang
dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Enterotoksin yang dihasilkan
Staphylococcus aureus ini dapat menembus fungsi sawar kulit, sehingga
dapat mencetuskan terjadinya inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat
sebagai superantigen, yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan
makrofag yang selanjutnya melepaskan histamin. Enterotoxin
Staphylococcus aureus menginduksi inflamasi pada dermatitis atopik dan
memprovokasi pengeluaran antibodi IgE spesifik terhadap enterotoksin
Staphylococcus aureus, tetapi menurut penelitian dari Fauzi nurul, dkk,
2009., tidak didapatkan korelasi antara jumlah kolonisasi Staphylococcus
aureus dan kadar IgE spesifik terhadap enterotoksin Staphylococcus aureus.
9
3.4 Patogenesis
Berbagai faktor turut berperan pada pathogenesis DA, antara lain faktor
genetik terkait dengan kelainan intrinsik sawar kulit, kelainan imunologik,
dan faktor lingkungan (Soebaryo R.W., 2009).
a. Genetik
Terdapatnya atopi pada orang tua , terutama dermatitis,
berhubungan dengan manifestasi dan derajat keparahan dermatitis atopik
pada anak7 , sedangkan atopi lainnya tidak terlalu berpengaruh. Terdapat
dua kromosom yang berpengaruh dengan dermatitis atopik yaitu
kromosom 1q21 dan kromosom 17q25.
Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi
keluarga akan mengalami DA pada masa 3 bulan pertama kehidupan, bila
salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan
mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79%
bila kedua orangtua menderita atopi. Risiko mewarisi DA lebih tinggi
bila ibu yang menderita DA dibandingkan dengan ayah. Tetapi bila DA
yang dialami berlanjut hingga masa dewasa maka risiko untuk
mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.7
b. Sawar kulit
Hilangnya Ceramide dikulit, yang berfungsi sebagai molekul
utama pengikat air diruang ekstraseluler stratum korneum, dianggap
sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi sawar
mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss, kulit akan
semakin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi
alergen, iritan, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien DA mensekresi
ceramide sehingga menyebabkan kulit makin kering.8
c. Lingkungan
Sebagai tambahan selain alergen hirup, alergen makanan,
eksaserbasi pada DA dapat dipicu oleh berbagai macam infeksi, antara
lain jamur, bakteri dan virus, juga pajanan tungau debu rumah dan
binatang peliharaan. Hal tersebut mendukung teori Hygiene Hypothesis.8
10
Hygiene Hypothesis menyatakan bahwa berkurangnya stimulasi
sistem imun oleh pajanan antigen mikroba dinegara barat mengakibatkan
meningkatnya kerentanan terhadap penyakit atopik (Sugito T.L., 2009).
d. Imnopatogenesis DA9
Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan
menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis dan menekan
produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopik kronis.
Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri
tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa. kemungkinan zat tersebut
menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin akibat garukan karena gatal
menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik kapasitas
untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.
Demikian pula defisiensi sel T penekan (suppressor). Defisiensi sel ini
menyebabkan produksi berlebih igE.
Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun.
Interleukin spesifik alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer
(interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia
dan peningkatan IgE (Judarwanto W., 2009).
• Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam
keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik.
Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar
IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang
moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di
kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan
bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
e. Autoalergen
Sebagian besar serum pasien dermatitis atopik mengandung
antibody IgE terhadap protein manusia.Autoalergen tersebut merupakan
protein intraseluler,yang dapat dikeluarkan karena kerusakan keratinosit
akibat garukan dan dapat memicu respon IgE atau sel T. pada dermatitis
11
atopik berat, inflamasi tersebut dapat dipertahankan oleh adanya
antigen endogen manusia sehingga dermatitis atopik dapat digolongkan
sebagai penyakit terkait dengan alergi dan autoimunitas
13
Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:
• ‘White dermatographism’
Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan dalam
waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan
garis berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.
• Reaksi vaskular paradoksal
Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita DA.
Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan
terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan
dibandingkan dengan orang normal (Judarwanto W., 2009). hal ini
diduga karena adanya pelebaran kapiler dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya edema dan warna
pucat dijaringan sekelilinnya (Zulkarnain I., 2009).
• Lipatan telapak tangan (palmar hiperlinearlity of Palms or soles)
• Pada kondisi kronis terdapat pertambahan mencolok lipatan
pada telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan
tanda khas untuk DA. (Judarwanto W., 2009).
• Pada umumnya pasien DA sejak lahir memiliki banyak garis
palmar yang lebih dalam dan lebih nyata, menetap sepanjang
hidup. (Zulkarnain I., 2009).
• Garis Morgan atau Dennie
Kelainan ini berupa cekungan yang menyolok dan simetris, namun
dapat ditemukan satu atau dua cekungan dibawah kelopak mata bagian
bawah.keadaan ini pada saat lahir atau segera sesudah itu dan bertahan
sepanjang hidup, Nampak seperti edema dari kelopak mata bawah
namun bukan merupakan atonogmomik DA (Zulkarnain I., 2009).
• Sindrom ‘buffed-nail’
Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangat
gatal.
14
• ‘Allergic shiner’
Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan
garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan
melanosit dan peningkatan timbunan melanin.
• Hiperpigmentasi
Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.
• Kulit kering
Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan
berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah
kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan
sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada musim panas.
hertoge’s Sign
Didefinisikan sebagai penipisan atau hilangnya bagian lateral alis mata
(Zulkarnain I., 2009).
15
terjadi eritroderma. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
(Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005).
Gambar 2: Dermatitis Atopik Infantil (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).
16
Gambar 3.
17
Gambar 4
Gambar 4: Dermatitis Atopik Dewasa (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).
18
Gambar 6: tempat predileksi DA bentuk anak-anak (Judarwanto W., 2009).
3.6 DIAGNOSA
Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita DA Berat. Penentuan
gradasi berat-ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Rajka
sebagaimana tabel berikut :
I. Luasnya lesi kulit
fase anak / dewasa
< 9% luas tubuh =1
9-36% luas tubuh =2
> 36 % luas tubuh =3
fase infantile
< 18% luas tubuh =1
18-54% luas tubuh =2
> 54% luas tubuh =3
II. Perjalanan penyakit
remisi > 3 bulan/ tahun =1
remisi < 3 bulan/ tahun =2
Kambuhan /terus mkenerus = 3
19
III. Intensitas penyakit
gatal ringan, kadang mengganggu tidur malam hari = + 1
gatal sedang, sering mengganggu tidur ( tidak terus-menerus) = + 2
gatal hebat, gangguan tidur sepanjang malam(terus-menerus) = + 3
20
Dermatitis seboroik infantil
Penyakit ini dibedakan dari DA dengan: (1) pruritus ringan, (2) onset
invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah
terang, dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan.
Dermatitis seboroik infantil sering berhubungan dengan dermatitis
atopik. Pada suatu penelitian, 37% bayi dengan dermatitis seboroik
akan menjadi DA 5-13 tahun kemudian.
Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada
kaki. Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena
sepatu (Judarwanto W., 2009).
3.8 Terapi10
Pengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara individual dan
didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya penatalaksanaan ditekankan
pada kontrol jangka waktu lama (Long-Term Control) bukan hanya untuk
mengatasi kekambuhan.Protab pelayanan profesi untuk pengobatan DA di
SMF kulit & kelamin RSUD dr.Moewardi Surakarta bertujuan untuk
menghilangkan ujud kelainan kulit dan rasa gatal, mengobati lesi kulit,
mencari factor pencetus dan mengurangi kekambuhan.secara konvensional
pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
Menghindari bahan iritan
Mengeliminasi allergen yang telah terbukti
Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)
Pemberian pelembab kulit ( Moisturizing)
Kortikostreroid topikal
Pemberian antibiotik
Pemberian antihistamin
Mengurangi stress
Dan memberikan edukasi pada penderita maupun keluarga.
21
a. Edukasi:
Menjelaskan bahwa DA merupakan penyakit yang penyebabnya
multifaktorial, cara perawatan kulit yang benar untuk mencegah
bertambahnya kerusakan sawar kulit dan memperbaiki sawar kulit serta
penting juga untuk mencari faktor pencetus serta menghindari atau
menghilangkannya.
22
hipertrikosis, hipopigmentasi, teleangiektasis, dsb). Maupun sistemik
(supresi aksis hipothalamus- pituitasi- adrenal, gangguan pertumbuhan,
sindrom Chusing).
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan yakni vehikulum, potensi
kortikosteroid, usia pasien, letak lesi, derajad dan luas lesi serta cara
pemakaian.
Prinsip penggunaan:
i. Gunakan potensi terendah yang dapat mengatasi radang, dapat
dinaikkan bila perlu. Hindari pemakaian dalam jangka waktu lama
ii. Hindari potensi kuat untuk daerah kulit dengan permeabilitas tinggi
(muka, interginosa, bayi).
iii. Potensi kuat diginakan bila gatal sangat berat dan atau peradangan/
likenifikasi berat.
iv. Gunakan potensi kuat hanya dalam jangka waktu pendek (≤ 2
minggu untuk potensi kelas 1). Bila lesi awal sudah teratasi ganti
dengan potensi lebih rendah/ dengan antiinflamasi nonsteroid untuk
terapi pemeliharaan
v. Inhibitor kalsineurin topikal
Obat ini dapat mengatasi kekurangan/ kerugian menggunakan
kortikosteroid topikal, bekerja dengan menghambat transkripsi
sistem inflamasi dalam sel T yang teraktifasi dan sel radang lainnya
sehingga mencegah pelepasan sitokin oleh sel T helper, serta
meghambat proliferasi sel T. Terdapat dua macam yaitu salap
takrolimus 0.03% (untuk usia 2-12 tahun) dan 0.1% (untuk usia 3
tahun keatas)
23
ii. Fototerapi
Kombinasi UVA dan UVB atau bersama psoralen
(fotokemoterapi) dapat memperbaiki DA dan menyebabkan remisi
panjang, namun berisiko menimbulkan penuaan dini dan keganasan
kulit pada pengobatan jangka panjang.
iii. Obat lainnya
Siklosporin, Azatioprin, mofetil mikofenolat, metotreksat,
interferon gamma, lain-lain (antagonis leukotrien, timopentin,
imunoterapi alergen dan probiotik) (Sugito T.L., 2009).
b. Pengobatan sistemik
i. Kortikosteroid
Hanya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut, dalam jangka
pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling atau diturunkan
perlahan (tapering), segera ganti dengan kortikostreroid topikal).
ii. Antihistamin
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat,
terutama malam hari, karena itu antihistamin yang dipakai
mempunyai efek sedatif misanyal hidroksisin atau difenhidramin.
iii. Anti infeksi
Untuk pengobatan koloni S.aureus yang belum resisten dapat
diberikan eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin, sedangkan
untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin atau generasi
pertama sefalosporin.
iv. Interferon
IFN-γ diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN-γ rekombinan
menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah
eosinofil total dalam sirkulasi. (Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005).
24
c. Mengindari faktor pencetus / presdiposisi
Bila eksudasi berat atau stadium akut beri kompres terbuka. Bila
dingin dapat diberikan krim kortikosteroid ringan sedang. Pada lesi kronis
dan likenifikasi dapat diberikan salep kortikosteroid kuat.
Penderita DA yang disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika
terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.
3.9 Komplikasi
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah
mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan
disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum
ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin
varisela, baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex
terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel
pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian
terjadi penyebaran ke daerah kulit normal.
Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni
Staphylococcus aureus (Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005).
3.10 Pencegahan
Salah satu faktor perlindungan utama DA adalah ASI. ASI yang
diberikan secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan akan memberikan
keuntungan nutrisional dan melindungi anak dari penyakit alergi. ASI
eksklusif selama 6 bulan dimaksudkan untuk menghindarkan bayi dari
pemberian makanan yang dapat menimbulkan dan sebagai faktor presipitasi
alergi. ASI kaya akan immunoglobulin A (IgA) yang dapat membantu
melindungi saluran cerna dengan mengikat protein asing yang berpotensi
25
sebagai alergen dan menghambat absorbsinya. Kandungan ASI akan
menstimulasi pematangan saluran cerna, sehingga akan lebih siap untuk
menerima antigen, mengatur flora normal saluran cerna dan faktor
imunomodulator. Bayi dengan risiko tinggi atopik yang tidak mendapat ASI
eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita dermatitis atopik
(Budiastuti M., 2007).
3.11 Prognosis
26
BAB IV
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic dermatitis, eczema, and non
infectious immuodeficiencies disorder. In: Gabbedy R, Pinczewski S, editors.
th
Andrews’ disease of the skin. 11 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2011.p.62-70.
28
29