Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PSORIASIS VULGARIS

PEMBIMBING
dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid

PENULIS
Venda Wulandari
030.13.198

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT


RUMAH SAKIT KUSTA DR. SITANALA TANGERANG
PERIODE 25 MARET - 26 APRIL 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:


“PSORIASIS VULGARIS”

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSK dr. Sitanala
periode 25 Maret - 26 April 2019

Disusun oleh:
Venda Wulandari
030.13.198

Tangerang, April 2018

dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus berjudul “Psoriasos Vulgaris” ini
dengan tepat waktu. Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSK dr. Sitanala periode 25 Maret – 26 April
2019.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Prima Kartika
Esti, Sp.KK, M.Epid, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini, seluruh dokter
dan staf bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSK dr. Sitanala serta rekan-rekan anggota
kepaniteraan klinik yang telah memberi dukungan kepada penulis.
Penulis menydarai bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik, maupun saran yang
bersifat membangun. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi profesi, pendidikan,
dan masyarakat. Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.

Jakarta, April 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................................2
A. Identitas Pasien...................................................................................................2
B. Anamnesis...........................................................................................................2
C. Pemeriksaan Fisik...............................................................................................3
D. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................5
E. Resume................................................................................................................5
F. Pemeriksaan Penunjang Usulan...........................................................................6
G. Diagnosis Banding..............................................................................................6
H. Diagnosis Kerja...................................................................................................6
I. Penatalaksanaan....................................................................................................6
J. Prognosis..............................................................................................................7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................8
A. Definisi................................................................................................................8
B. Epidemiologi.......................................................................................................8
C. Etiopatogenesis...................................................................................................8
D. Faktor Pencetus...................................................................................................9
E. Gambaran Klinis..................................................................................................9
F. Diagnosis.............................................................................................................13
G. Diagnosis Banding..............................................................................................14
H. Tatalaksana.........................................................................................................14
I. Prognosis..............................................................................................................18
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronik dan rekuren dengan dasar genetik
yang kuat dengan karakteristik berupa perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler dan juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.1
Di seluruh dunia, hanya sekitar 2% populasi yang mengalami psoriasis dengan
distribusi jenis kelamin yang sama rata. Psoriasis dapat timbul kapan saja dalam kehidupan
seseorang, namun puncaknya adalah antara usia 30 - 39 tahun dan 60 - 69 tahun. Penderita
psoriasis mungkin mengalami gejala berupa rasa gatal, nyeri, dan/atau penyakit pada kuku
dan artritis yang berhubungan dengan psoriasis. Morbiditas yang signifikan meluas hingga ke
aspek psikososial individu, dimana penderita psoriasis menghadapi stigma oleh orang-orang
sekitar yang memandangi kulit mereka yang cacat sehingga penderita mungkin memiliki
harga diri yang rendah dan memiliki kesulitan dalam hubungan personal ataupun pekerjaan.
Psoriasis juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular,
stroke, dan kanker.2
Pengobatan psoriasis bertujuan untuk menghambat proses peradangan dan proliferasi
epidermis, karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik, maka diperlukan pula
penanganan kegemukan, diabetes mellitus, gangguan pola lipid dan hipertensi. Terdapat
beragam jenis pengobatan yang tersedia saat ini mulai dari topikal, sistemik, sampai dengan
terapi spesifik berdasarkan agen biologik. Penanganan holistik harus diterapkan dalam
penatalaksanaan psoriasis meliputi gangguan kulit, internal, dan psikologis.1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Nn. PW
Tanggal lahir : 4 November 2003
Usia : 15 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kampung Lemo, RT/RW 04/05, Teluknaga, Kab. Tangerang
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto- dan alloanamnesis dengan pasien dan ibu pasien di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSK dr. Sitanala pada tanggal 2 April 2019.
1. Keluhan Utama
Bercak-bercak kemerahan yang meninggi mulai berkurang namun masih terasa
gatal sejak ± 1 tahun terakhir.
2. Keluhan Tambahan
Bercak-bercak kemerahan kadang terasa panas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan berusia 15 tahun datang untuk kontrol rutin ke Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSK dr. Sitanala dengan keluhan bercak-bercak kemerahan yang
meninggi mulai berkurang namun masih terasa gatal sejak ± 1 tahun terakhir. Keluhan
pertama kali dirasakan saat pasien berusia 12 tahun, saat itu timbul bercak-bercak
kemerahan yang meninggi sebesar biji jagung dengan sisik berwarna putih di kepala
dan leher, disertai rasa gatal terutama pada malam hari dan juga terasa panas. Bercak-
bercak tersebut lama kelamaan bertambah banyak dan meluas hingga ke badan,
punggung, dan kedua tangan serta kaki pasien. Pasien merasa sulit tidur pada malam
hari karena rasa gatal yang menganggu pasien. Walaupun saat pasien berkeringat,
keluhan gatal tidak bertambah berat. Selain itu pasien juga merasa malu karena
kulitnya banyak bercak-bercak. Keluhan demam, rasa nyeri pada sendi, dan rasa
kebas/kesemutan, disangkal oleh pasien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien mulai
berobat jalan selama beberapa bulan di dokter spesialis kulit di RSU Tangerang sejak
awal tahun 2017 namun keluhan tidak membaik. Akhirnya pada bulan Juni 2017,
pasien berobat ke RSK dr. Sitanala.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat penyakit
hipertensi dan diabetes mellitus pada keluarga juga disangkal.
6. Riwayat Alergi dan Atopi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan. Riwayat atopi
seperti asma, dermatitis atopi, konjungtivitis alergi dan rhinitis alergi juga disangkal.
7. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang pelajar.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 40 kg
Tanda vital
- Tekanan darah : 115/78 mmHg
- Nadi : 98 kali/menit
- Suhu : 36,5oC
- Pernapasan : 20 kali/menit
Kepala : Rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidaj dilakukan pemeriksaan
2. Status Dermatologis

Regio : Scalp
Efloresensi primer : Plak eritematosa
Efloresensi sekunder : Skuama putih, krusta
Distribusi : Regio scalp
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Regio scalp, terdapat plak eritematosa berbatas tegas
berukuran
plakat disertai dengan skuama putih dan krusta.

Regio : Colli, thoracalis posterior, cubiti dan pedis bilateral


Efloresensi primer : Plak eritematosa dan makula hipopigmentasi
Efloresensi sekunder : Skuama putih
Distribusi : Regio colli dan thoracalis posterior
Batas : Tegas
Penyebaran : Diskret dan konfluens
Ukuran : Terkecil miliar dan terbesar plakat
Efloresensi : Regio colli dan thoracalis posterior, terdapat plak eritematosa
dan makula hipopigmentasi, berbatas tegas, tersebar diskret
dan ada yang berkonfluens, dengan ukuran terkecil miliar -
terbesar plakat, disertai skuama putih pada plak eritematosa.

D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

E. Resume
Pasien perempuan berusia 15 tahun datang untuk kontrol ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSK dr. Sitanala dengan keluhan bercak-bercak kemerahan yang meninggi mulai
berkurang namun masih terasa gatal dan panas sejak ± 1 tahun terakhir. Keluhan pertama kali
dirasakan saat pasien berusia 12 tahun, timbul bercak-bercak kemerahan yang meninggi
sebesar biji jagung dengan sisik berwarna putih di kepala dan leher, disertai rasa gatal
terutama pada malam hari dan juga terasa panas. Bercak-bercak tersebut lama kelamaan
bertambah banyak dan meluas hingga ke badan, punggung, dan kedua tangan serta kaki
pasien.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien mulai berobat jalan
selama beberapa bulan di dokter spesialis kulit di RSU Tangerang sejak awal tahun 2017
namun keluhan tidak membaik. Akhirnya pada bulan Juni 2017, pasien berobat ke RSK dr.
Sitanala.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit ringan dan
kesadaran compos mentis dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada status dermatologis
Regio scalp, terdapat plak eritematosa berbatas tegas berukuran plakat disertai dengan
skuama putih dan krusta. Regio colli dan thoracalis posterior, terdapat plak eritematosa dan
makula hipopigmentasi, berbatas tegas, tersebar diskret dan ada yang berkonfluens, dengan
ukuran terkecil miliar - terbesar plakat, disertai skuama putih pada plak eritematosa. Regio
cubiti dan pedis bilateral, terdapat papul eritematosa berbatas tegas, tersebar diskret dan ada
yang berkonfluens, berukuran lentikular.

F. Pemeriksaan Penunjang Usulan


1. Pemeriksaan KOH
2. Pemeriksaan histopatologis

G. Diagnosis Banding
1. Parapsoriasis
2. Dermatofitosis
3. Dermatitis numularis

H. Diagnosis Kerja
Psoriasis vulgaris

I. Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa
- Edukasi tentang penyakit pasien
- Edukasi kepada orang tua untuk memantau perubahan emosi pasien
- Edukasi mengenai gaya hidup sehat dengan menjaga berat badan yang ideal, diet
yang seimbang, dan melakukan aktivitas fisik
- Edukasi tentang pengobatan dan kontrol ke dokter secara teratur
2. Medikamentosa
- Cetirizine tablet 1 x 10 mg
- LCD 5% / Asam Salisilat 5% / Oleum cocos 60 gram; 1x/hari (malam hari) untuk
scalp
- LCD 8% / Asam Salisilat 5% / Vaselin album 200 gram / Kloderma 10 gram;
2x/hari untuk badan

J. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat
ditandai dengan perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi
vaskular, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Umumnya lesi berupa plak eritematosa
berskuama berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya dapat
terlokalisir, misalnya pada siku, lutut, atau kulit kepala (skalp) atau menyerang hampir 100%
luas tubuhnya.1

B. Epidemiologi
Kejadian psoriasis bersifat universal. Namun prevalensi dalam populasi berbeda
bervariasi dari 0,1% hingga 11,8% menurut laporan yang terbit. Insiden tertinggi dilaporkan
terjadi di benua Eropa yaitu sebesar 2,9% di Denmark dan 2,8% di Pulai Faeroe sedangkan
rendah di negara Asia (0,4%). Di Indonesia, berdasarkan pencatatan yang dilakukan di 10
rumah sakit pada tahun 1996, 1997, dan 1998 didapatkan prevalensi secara berturut-turut
adalah 0,62%, 0,58%, dan 9,92%.1,3

C. Etiopatogenesis
Sampai saat ini pathogenesis psoriasis tidak diketahui secara kuat namun peran
autoimunitas dan genetik dapat menjadi akar yang dipakai dalam prinsip terapi. Mekanisme
peradangan kulit pada psoriasis cukup rumit, yang melibatkan berbagai sitokin, kemokin,
maupun faktor pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit, sel-sel
radang, dan pembuluh darah, sehingga lesi tampak menebal dan berskuama tebal berlapis.1,4
Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag penangkap antigen
(antigen presenting cell/APC) melalui major histocompatibility complex (HPC)
mempresentasikan antigen tersangka dan diikat ke sel T naif. Pengikatan sel T terhadap
antigen tersebut selain melalui reseptor sel T harus dilakukan juga pada ligand an reseptor
tambahan yang dikenal sebagai kostimulasi. Setelah sel T teraktivasi, maka sel ini akan
berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori yang kemudian masuk ke dalam sirkulasi
sistemik dan bermigrasi ke kulit.1,4
Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai sel Th1 CD4 +, sel T sitotoksik
1/Tc1CD8+, IFN-γ, IFN-α, dan IL-12 adalah produk yang ditemukan pada kelompok penyakit
yang diperantarai oleh sel Th-1. Pada tahun 2003 dikenal IL-17 yang dihasilkan oleh Th-17.
IL-23 adalah sitokin yang dihasilkan sel dendrit bersifat heterodimer terdiri atas p40 dan p19,
p40 juga merupakan bagian dari IL-12. Sitokin IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21, dan TNFα
adalah mediator turunan Th-17. Telah dibuktikan bahwa IL-17A mampu meningkatkan
ekspresi keratin 17 yang merupakan karakteristik psoriasis.1,4
Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut, mediator menentukan gambaran klinis
penyakit antara lain: granulocyte macrophage colony stimulating factor (GMCSF), EGF, IL-
1, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23, dan TNFα. Akibat peristiwa banjirnya efek mediator terjadi
perubahan fisiologis kulit normal menjadi abnormal, berupa proliferasi keratinosit yang lebih
cepat (hingga 28 kali lebih banyak dari epidermis normal), pembuluh darah menjadi
berdilatasi, berkelok-kelok, angiogenesis, dan hipermeabilitas vascular diperankan oleh
vascular endothelial growth factor (VEGF) dan vascular permeability factor (VPF) yang
dikeluarkan oleh keratinosit.1,4

D. Faktor Pencetus
Faktor lingkungan jelas berpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik. Beberapa
faktor pencetus kimiawi, mekanik, dan termal akan memicu psoriasis melalui mekanisme
Koebner, misalnya melalui garukan, abrasi superfisial, reaksi fototoksik, atau pembedahan.
Ketegangan emosional dapat menjadi pencetus yang mungkin diperantarai mekanisme
neuroimunologis.
Beberapa macam obat seperti beta-blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor,
antimalaria, litium, nonsteroid antiinflamasi, gembfibrosil, dan beberapa antibiotik juga dapat
mencetuskan terjadinya psoriasis. Kegemukan, obesitas, diabetes mellitus, maupun sindrom
metabolik dapat memperparah kondisi psoriasis.

E. Gambaran Klinis
Gambaran klasik psoriasis berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-
titik perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari miliar sampai dengan plakat, menutupi
sebagian besar area tubuh, umumnya simetris. Penyakit ini dapat menyerang kulit, mukosa,
kuku, dan sendi namun tidak pada rambut. Penampilan berupa infiltrate eritematosa yaitu
eritema yang muncul bervariasi dari yang sangat cerah (“hot” psoriasis) biasanya diikuti rasa
gatal sampai berwarna merah pucat (“cold” psoriasis). Fenomena Koebner adalah peristiwa
munculnya lesi psoriasis setelah terjadi trauma ataupun mikrotrauma pada kulit pasien
psoriasis. Pada lidah dapat dijumpai plak putih berkonfigurasi mirip peta yang disebut lidah
geografik. Fenotip psoriasis dapat berubah-ubah, spektrum penyakit pada pasien yang sama
dapat menetap atau berubah, dari asimtomatik hingga generalisata (eritoderma). Stadium akut
sering dijumpai pada orang muda, namun dalam waktu tidak terlalu lama dapat berjalan
kronik residif.1

1. Psoriasis plakat
Sekitar 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris dan biasanya disebut dengan
psoriasis plakat kronik. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula eritematosa
berukuran kurang dari 1 sentimeter atau papul yang melebar ke arah pinggir dan
bergabung beberapa lesi menjadi satu, berdiameter satu sampai beberapa sentimeter.
Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yang dikenal dengan
Wonoroff’s ring. Dengan proses pelebaran lesi yang terjadi secara bertahap maka
bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier (psoriasis girata), mirip
cincin (psoriasis anular), dan papul berskuama pada mulut folikel pilosebaseus
(psoriasis folikularis). Psoriasis hiperkeratotik tebal dengan diameter 2 - 5 cm disebit
plak rupioid, sedangkan plak hiperkeratotoik tebal berbentuk cembung menyerupai
kulit tiram disebuk plak ostraseus.1
Umumnya psoriasis plakat dijumpai di skalp, siku, lutut, punggung, lumbal, dan
retroautrikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar atau nyeri, terutama
bila kulit kepala yang terlibat. Uji Auspitz ternyata tidak spesifik untuk psoriasis,
karena uji positif dapat dijumpai pada dermatitis seboroik atau dermatitis kronis
lainnya.
Psoriasis inversa ditandai dengan letak lesi di daerah intertriginosa, tampak
lembab dan eritematosa. Bentuknya agak berbeda dengan psoriasis plakat karena
nyaris tidak berskuama dan berwarna merah merona, mengkilap, berbatas tegas,
seringkali mirip dengan ruam intertrigo misalnya pada infeksi jamur. Lesi dapat
dijumpai di daerah aksila, fosa antekubiti, poplitea, lipat inguinal, inframamae, dan
perineum.1
2. Psoriasis gutata
Psoriasis gutata khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat
swasirna. Namun pada suatu penelitian epidemiologis, 33% kasus dengan psoriasis
gutata akut pada anak dapat berkembang menjadi psoriasis plakat. Bentuk spesifik
yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1 - 10 mm berwarna merah salmon,
menyebar diskret secara sentripetal terutama di badan, dapat juga mengenai
ekstremitas dan kepala. Biasanya diawali dengan infeksi Streptokokus beta
hemolitikus dapat berupa faringitis, laryngitis, atau tonsillitis pada pasien dengan
predisposisi genetik.1

3. Psoriasis pustulosa
Bentuk ini dapat merupakan manifestasi psoriasis namun dapat juga merupakan
komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid sistemik, infeksi, atau
pengobatan topikal yang bersifat iritasi. Psoriasis pustulosa jenis von Zumbusch
terjadi bila pustul yang muncul sangat parah dan menyerang seluruh tubuh, sering
diikuti dengan gejala konstitusi. Keadaan ini bersifat sistemik dan mengancam jiwa.
Tampak kulit yang merah, nyeri, meradang, dengan pustule milier tersebar diatasnya.
Pustul terletak nonfolikuler, putih kekuningan, terasa nyeri dengan dasar eritematosa.
Pustul dapat bergabung membentuk lake of pustules, bila mongering dan krusta lepas
meninggalkan lapisan merah terang. Perempuan lebih sering mengalami psoriasis
pustulosa dengan perbandingan 9:1 dengan laki-laki, dekade 4 - 5 kehidupan dan
sebagian besar adalah perokok (95%). Pustul tersebut tidak bersifat steril sehingga
tidak dapat diobati dengan antibiotik.1
Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmoplantar menyerang daerah hipotenar
dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam telapak kaki atau sisi
tumit. Perjalanan lesi bersifat kronik residif dimulai dengan vesikel bening,
vesikopustul, pustul yang parah dan maculopapular kering cokelat. Bentuk kronik
disebut akrodermatitis kontinua supurativa dari Hallopeau, ditandai dengan pustulayng
muncul pada ujung jari tangan dan kaki, bila mongering menjadi skuama yang
meninggalkan lapisan merah jika skuama dilepas. Destruksi lempeng kuku dan
osetolisis falang distal sering terjadi. Bentuk psoriasis pustulosa palmoplantar
mempunyai patogenesis yang berbeda dengan psoriasis dan dianggap lebih merupakan
komorbiditas dibandingkan dengan bentuk psoriasis.1

4. Eritroderma
Eritroderma dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan psoriasis
plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak. Lesi jenis ini harus
dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu psoriasis universalis (lesi psoriasis plakat yang luas
hampir seluruh tubuh, tidak diikuti dengan gejala konstitusional, dapat disebabkan
oleh kegagalan terapi psoriasis) dan bentuk yang kedua adalah bentuk yang lebih akut
sebagai peristiwa mendadak vasodilatasi generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan
oleh infeksi, tar, obat, atau putus obat kortikosteroid sistemik. Kegawatdaruratan dapat
terjadi disebabkan terganggunya sistem termoregulasi, payah jantung, kegagalan
fungsi hati dan ginjal. Kulit pasien tampak eritema yang difus biasanya disertai gejala
konstitusional.1

5. Psoriasis kuku
Keterlibatan kuku pada psoriasis hampir dijumpai pada semua jenis psoriasis
meliputi 40 - 50% kasus, kejadiannya meningkat seiring dengan durasi dan ekstensi
dari penyakit. Kuku jari tangan lebih berisiko terkena dibandingkan dengan jari kaki.
Lesi beragam, terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur-sumur dangkal (pits).
Bentuk lainnya adalah kuku berwarna kekuning-kuningan (yellowish discoloration
atau oil spots), kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis), penebalan kuku dengan
hiperkeratotik (hiperkeratotik subungual), abnormalitas lempeng kuku berupa sumur-
sumur kuku yang dalam dapat membentuk jembatan mengakibatkan kuku menjadi
hancur dan terjadi splinter hemorrhage.1

6. Psoriasis artritis
Sebanyak 30% kasus bermanifestasi sebagai psoriasis artritis. Psoriasis tidak
selalu dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi pasien pertama kali datang untuk
keluhan sendi, antara lain artritis perifer, entesitis, tenosinovitis, nyeri tulang belakang,
dan atralgia non spesifik dengan gejala kaku sendi pagi hari, nyeri sendi yang
menetap, atau nyeri sendi yang fluktuatif bila psoriasis kambuh. Keluhan dapat terjadi
pada sendi kecil ataupun besar, bila mengenai distal interphalangeal maka umumnya
pasien juga mengalami psoriasis kuku.1
F. Diagnosis
Diagnosis psoriasis biasanya berdasarkan manifestasi klnis. Dalam beberapa kasus
dimana riwayat klinis dan pemeriksaan bersifat meragukan, biopsy dapat diindikasikan untuk
menegakkan diagnosis yang benar.3
Pemeriksaan histopatologis jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, namun
dapat berguna pada kasus yang sulit. Pada pemeriksaan histopatologis psoriasis plakat yang
matur dapat dijumpai tanga sepsifik berupa penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam
dan penipisan epidermis di atas papilla dermis. Massa sel dermis emningkat 3 -5 kali lipat dan
masih banyak dijumpai mitosis di atas lapisan basal. Ujung rete ridge berbentuk ganda yang
sering bertaut dengan rete ridge dsekitarnya. Tampak hipekeratosis dan parakeratosis dengan
penipisan atau menghilangnya stratum granulosum. Pembuluh darah di papilla dermis yang
membengkak tampaj memanjang, melebar, dan berkelok-kelok. Pada lesi awal di dermis
bagian atas tepat di bawah epidermis tampak pembuluh darah yang jumlahnya lebih banyak
daripada kulit normal. Infiltral sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit, dan sel mast terdapat
di sekitar pembuluh darah. Gambaran spesifik psoriasis adalah bermigrasinya sel radang
granulosit-neutrofilik berasal dari ujung subset kapiler dermal mencapai bagian atas epidermis
yaitu lapisan parakeratosis stratum korneum yang disebut mikroabses Munro atau pada
lapisan spinosum yang disebut spongioform pustules of Kogoj.1
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium pada psoriasis biasanya tidak spesifik dan
dapat ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang berat, psoriasis pustular
generalisata, dan eritoderma, dapat ditemukan balans nitrogen negatif yang bermanifestasi
sebagai penurunan serum albumin.3,5
Manifestasi pemeriksaan laboratorium lain adalah gangguan profil lipid, bahkan pada
onset dari timbulnya penyakit kulit tersebut. Pasien psoriasis memiliki kadar high-density
lipoprotein (HDL) 15% lebih tinggi dan rasio kolesterol-trigliserida dengan low density
lipoprotein (LDL) yang sangat rendah. Kelainan ini dapat menjelaskan peningkatan risiko
kejadian kardiovaskular pada pasien psoriasis.3,5
Serum asam urat juga meningkat pada 50% pasien dan biasanya berhubungan dengan
luas dari lesi dan aktivitas penyakit. Terdapat peningkatan risiko terjadinya artritis gout.
Kadar serum asam urat biasanya menjadi normal setelah terapi dilakukan.3,5

G. Diagnosis Banding3

H. Tatalaksana
Jenis pengobatan psoriasis yang tersedia bekerja dalam menekan gejala dan
memperbaiki penyakit. Tujuan pengobatan adalah menurunkan keparahan penyakit sehingga
pasien dapat beraktivitas sehari-hari dalam melakukan pekerjaan, berkehidupan sosial dan
sejahtera untuk tetap dalam kondisi kualitas hidup yang baik, tidak memperpendak masa
hidupnya karena efek samping obat.1
Prinsip pengobatan yang harus dipegang adalah: (1) sebelum memilih pengobatan harus
dipikirkan evaluasi dampak penyakit terhadap kualitas hidup pasien. Dikategorikan
penatalaksanaan yang berhasil bila ada perbaikan penyakit, mengurangi ketidaknyamanan,
dan efek samping, (2) mengajari pasien agar lebih kritis dalam menilai pengobatan sehingga
ia mendapat informasi yang sesuai dengan perkembangan penyakit terakhir.1
Penetapan keparahan psoriasis penting dilakukan untuk menentukan pengobatan,
diperkirakan 40 cara dipakai untuk penilaian tersebut. Pengukuran keparahan psoriasis yang
biasa dilakukan di lapangan antara lain: luas permukaan badan (LPB), Psoriasis Area Severity
Index (PASI), Dermatology Life Quality Index (QLDI). Dinyatakan psoriasis dengan
keparahan ringan bila BSA kurang dari 3% sedangkan berat bila BSA lebih dari 10%. Selain
pengobatan topikal yang diberikan secara rutin ataupun berpola rotasi dan sekuensial, tersedia
juga pengobatan sistemik konvensional bahkan terapi biologik yang menawarkan penanganan
lebih kea rah sasaran patofisiologi psoriasis.1
Namun pengilihan pengobatan tidak semudah hal yang disebutkan di atas karena ada
faktor lain yang mempengaruhi pengobatan, antara lain: lokasi lesi, umur, aktivitas, waktu
dan kesehatan pasien secara umum. Terapi psoriasis mengikuti algoritma sebagai berikut:1

Apakah fototerapi kontraindikasi? Tidak (semua)


Apakah lesi resisten terhadap fototerapi? Terapi topikal
Apakah ada psoriasis artritis?

Ya (salah satu)

Apakah fototerapi kontraindikasi? Tidak (semua)


Fototerapi
Apakah lesi resisten terhadap fototerapi? Terapi
Apakah ada psoriasis artritis? sistemik

Ya (salah satu)

1. Terapi Pengobatan Topikal


sistemik
Sebagian besar pasien psoriasis mengalami kelainan kulit
yang terbatas, misalnya di siku dan lutut. Untuk keadaan ini, pengobatan topikal
menjadi pilihan dengan atau tanpa penambahan terapi sistemik untuk artritis.
Pengobatan topikal juga dapat ditambah pada pasien dengan fototerapi atau
pengobatan sistemik termasuk pengobatan biologik bila masih ada lesi yang tersisa.
Selain untuk kelainan yang minimal, pengobatan ini juga dipakai untuk mengotrol
pasien psoriasis yang kambuh.1,6,7
a. Kortikosteroid
Topikal kortikosteroid bekerja sebagai antiinflamasi, antiproliferasi, dan
vasokonstriktor, masih tetap banyak dipakai dalam pengobatan psoriasis secara
tunggal atau kombinasi. Berdasarkan keparahan dan letak lesi, dapat digunakan
berbagai kelas kekuatan kortikosteroid topikal yang berespons terhadap
mekanisme vasokonstriktor pembuluh darah kulit. Obat tersedia dalam bergam
vehikulum seperti krim, salep, solusio, bahkan medak, gel, spray, dan foam.1,6,7
b. Kalsipotriol/Kalsipotrien
Kalsipotriol adalah analog vitamin D yang mampu mengobati psoriasis
ringan sampai sedang. Mekanisme kerjanya adalah dengan antiproliferasi
keratinosit, menghambat proliferasi sel, dan meningkatkan diferensiasi juga
menghambat produksi sitokin yang berasal dari keratinosit maupun limfosit.
Kalsipotriol merupakan pilihan utama/kedua pengonbatan topikal psoriasis,
walaupun tidak seefektif kortikosteroid superpoten, namun efek samping obat ini
tidak mengancam.
Kalsipotrien tersedia dalam bentuk krim, salep, atau solusio yang dipakai 2
kali sehari, sedangkan bentuk salep cukup dioles sekali sehari. Penyembuhan baru
tampak setelah pemakaian obat antara 17 - 78 hari.1,6,7
c. Retinoid
Acetylenic retinoid adalah asam vitamin A dan sintetik analog dengan
resptor β dan γ. Retinoid meregulasi transkripsi gen dengan berikatan dengan
RAR-RXR heterodimer, berikatan langsung dengan elemen respons asam retinoat
pada sisi promoter gen aktivasi. Tazaroten menormalkan proliferasi dan
diferensiasi keratinosit serta menurunkan jumlah sel radang. Tazaroten telah
disetujui oleh DFA sebagai pengobatan psoriasis. Tazaroten 0,1% lebih efektif
dibandingkan dengan 0,05%, pada pemakaian 12 minggu sediaan ini lebih efektif
dibandingkan vehikulum dalam meredakan skuama dan inflitrat psoriasis.1,6,7
d. Ter dan Antralin
Ter berasal dari destilasi destruktif bahan organic seperti kayu, batubara,
danfosil ikan. Contoh ter kayu adalah minyak cemara, birch, beech, dan cade yang
tidak bersifat fotosensitasi namun lebih alergenik dari ter batu bara. Tar batu bara
dihasilkan dari produk sampingan destilasi destrukti batu bara. Pada kulit normal,
salap tar batu bara 5% mengakibatkan hiperplasia sementara yang diikuti dengan
reduksi sebersar 20% dari ketebalan epidermis dalam 40 hari. Bila tar dilarutkan
dalam alkohol, disebut likor karbonis detergen yang berbentuk lebih estetis namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan ter batu bara kasar. Ter
merupakan senyawa aman untuk pengonbatan psoriasis ringan sampai sedang,
namun pemakaiannya mengakibatkan kulit menjadi lengket, mengotori pakaian,
berbau, kontak iritan, terasa terbakat, dan dapat terjadi forosensitifitas.1,6,7
Antralin disebut juga ditranol mempunyai efek antimitotic dan menghambat
enzim proliferasi. Sediaan ini juga dapat dipakai sebagai kombinasi dengan
fototerapi yang dikenal dengan kombinasi Ingram. Biasanya dimulai dengan
antralin konsentrasi terendah 0.05% sekali sehari kemudian ditingkatkan menajdi
1% dengan kontrak singkat (15 - 30 menit) setiap hari. Obat ini mampu
membersihkan lesi psoriasis. Efek samping dapat berupa iritasi dan noda pada
bahan-bahan tenun.1,6,7

2. Fototerapi
Fototerapi yang dikenal ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB).
Fototerapi memiliki kemampuan menginduksi apoptosis, imunosupresan, mengubah
profil sitokin dan mekanisme lainnya. Diketahui efek biologic UVB terbesar pada
kisaran 311 - 313 nm oleh karena itu sekarang tersedia lampu UVB (TL-01) yang
dapat memancarkan sinar monokromatik dan disebut spektrum sempit.1,8
Dalam berbagai uji coba penyinaran 3 - 5 kali seminggu dengan dosis
eritemogenik memiliki hasil yang efektif. Psoriasis sedang sampai berat dapat diobati
dengan UVB, kombinasi dengan ter meningkatkan efektivitas terapi.1,8
Efek samping dapat berupa sunburn, eritema, vesikulasi, dan kulit kering. Efek
samping jangka panjang berupa penuaan kulit dan keganasan kulit yang masih sulit
dibuktikan. Bila dilakukan di klinik, kombinasi UVB dengan ter dan antralin memiliki
masa remisi yang berlangsung lama pada 55% pasien.1,8

3. Sistemik
Untuk menentukan pengobatan sistemik sebaiknya mengikuti algoritmayang
membutuhkan penanganan semacam ini biasanya dipakai pada psoriasis berat
termasuk psoriasis plakat luas, eritroderma, atau psoriasis pustulosa generalisata atau
psoriasis artritis.1
Metotreksat merupakan pengobatan yang sudah lama dikenal dan masih sangat
efektif untuk psoriasis maupun psoriasis artritis. Mekanisme kerjanya melalui
kompetisi antagonis dari enzim dihidrofolat reduktase. Metotreksat mampu menekan
proliferasi limfosit dan produksi sitokin, oleh karena itu bersifat imunosupresif. Dosis
pemakaian untuk dewasa dimulai dengan dosis rendah 7.5 mg - 15 mg setiap minggu,
dengan pemantauan ketat pemeriksaan fisik dan penunjang.1
Asitretin merupakan derivat vitamin yang sangat teratogenic, efek terhadap
peningkatan trigkiserida dan mengganggu fungsi hati. Dosis yang dipakai berkisar
antara 0.5 - 1 mg/kgBB/hari.1
Siklosporin adalah penghambat enzim kalineurin sehingga tidak terbentuk gen
IL-2 dan inflamasi lainnya. Dosis rendah sebesar 2,5 mg/kgBB/hari dipakai sebagai
terapi awal, dengan dosis maksimum sebesar 4 mg/kgBB/hari. Respon makin baik bila
dosis lebih tinggi. Hipertensi dan toksik ginjal adalah efek samping yang harus
diperhatikan dan beberapa peneliti juga mengkhawatirkan keganasan.1
Agen biologic bekerja dengan menghambat biomolecular yang berperan dalam
tahapan patogenesis psoriasis. Terdapat 3 tipe obat yang beredar di pasaran, yaitu
recombinant human cytokine, fusi protein dan monoklonal antibodi, contohnya seperti
alefacept, efalizumabm infliximab, dan ustekinumab. Pemakaian terbatas pada kasus
yang berat atau yang tidak berhasil dengan pengobatan sistemik klasik. Efek samping
yang harus diperhatikan adalah infeksi karena bersifat imunosupresif, reaksi infus, dan
pembentukan antibodi.1

I. Prognosis
Psoriasis merupakan penyakit yang kronis dengan remisi dan eksaserbasi serta kadang
bersifat rekfrakter terhadap pengobatan. 10% kasus dapat berkembang menjadi psoriasis
artritis. Sekitar 17 - 55% pasien mengalami remisi dengan durasi yang bervariasi.9,10
BAB IV
KESIMPULAN

Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronik dan rekuren dengan dasar genetik
yang kuat dengan karakteristik berupa perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler dan juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Kejadian bersifat
universal namun prevalensi dalam populasi berbeda bervariasi antara 0,1% hingga 11,8%.
Terjadinya psoriasis tidak ketahui secara pasti namun autoimunitas dan genetik
memainkan peran dalam patogenesis psoriasis. Berbagai sitokin, kemokin, maupun faktor
pertumbuhan terlibat dalam menimbulkan gangguan regulasi keratinosit, sel-sel radang dan
pembuluh darah yang menyebabkan lesi kulit yang menebal dan berkuama tebal berlapis.
Gambaran klasik psoriasis berupa plak eritematosa disertai skuama putih disertai titik-
titik perdarahan bila skuama dilepas, dapat menutupi sebagian besar area tubuh dan biasanya
simetris. Terdapat berbagai jenis psoriasis antaralain psoriasis plakat/vulgaris, psoriasis
gutata, psoriasis pustulosa, eritroderma, psoriasis kuku, dan psoriasis artritis.
Diagnosis psoriasis berdasarkan manifestasi klinis, dalam beberapa kasus yang
meragukan, biopsi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang benar. Sampai saat ini
pengobatan psoriasis tetap hanya bersifat remitif, kekambuhan yang hampir selalu ada
mengakibatkan pemakaian obat yang dapat berlangsung seumur hidup. Menjaga kualitas
hidup pasien dengan efek samping rendah menjadi seni pengobatan dalam penyakit psoriasis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jacoeb TNA. Psoriasis. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W, et al. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, Edisi ke-7, Cetakan ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2018.
2. Chong HT, Kopecki Z, Cowin AJ. Lifting the silver flakes: the pathogenesis and
management of chronic plaque psoriasis. Biomed Res Int 2013;168321.
3. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th edition [E-
book]. McGraw Hill Companies. 2012.
4. Ogawa E, Sato Y, Minagawa A, Okuyama R. Pathogenesis of psoriasis and development
of treatment. J Dermatol 2018;45(3):264-72.
5. Kim WB, Jerome D, Yeung J. Diagnosis and management of psoriasis. Cam fam
physician 2017;63(4):278-85.
6. Vorhees AV, Feldman, Koo JYM, Lebhwol MG, Menter A. The psoriasis and psoriasis
arthritis pocket guide, treatment algorithm, and management options. 2009. Available at:
https://www.psoriasis.org/pocket-guide. Accessed on April 6th 2019.
7. Chiricozzi A, Chimenti S. Effective topical agents and emerging perspective in the
treatment of psoriasis. Expert Rev Dermatol. 2012;7(3):283-93.
8. Zhang P, Xu MX. A clinical review of phototheraphy for psoriasis. Lasers Med Sci
2018;33(1):173-80.
9. Habashy J, Robles DT. Psorasis. 2019. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview#a6. Accassed on April 6th
2019.
10. W Gulliver. Long term prognosis in patients with psoriasis. Br J Dermatol 2008;159(2):2-
9.

Anda mungkin juga menyukai