Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Tuberkulosis Paru

Oleh:
dr. Nursahara Harahap

Pembimbing:
dr. Afnia Rika
dr. Afriady Effendy

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA ANGKATAN III


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ENCIK MARIYAM
DAIK LINGGA, KEPULAUAN RIAU
OKTOBER 2019 – AGUSTUS 2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Tuberkulosis Paru

Disusun Oleh:

dr. Nursahara Harahap

Telah diajukan dan disajikan sebagai salah satu syarat dalam kegiatan Program
Internsip Dokter Indonesia Angkatan III tahun 2019 Periode Oktober 2019 s.d
Agust 2020 wahana RSUD Encik Mariyam, Kota Daik, Kabupaten Lingga,
Kepulauan Riau.

Daik Lingga, 03 Juli 2020

Pendamping Pendamping

dr. Afriady Effendy dr. Afnia Rika

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesikan laporan kasus dengan judul
“Tuberkulosis Paru ”.
Laporan kasus ini ditulis bertujuan untuk mendiskusikan kasus
Tuberkulosis paru mulai dari pengertian hingga penatalaksanaannya pada pasien
yang dirawat inap selama Program Internsip Dokter Indonesia penulis di RSUD
Encik Mariyam, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Terimakasih penulis ucapkan kepada dr. Afnia Rika dan dr. Afriady
Effendi sebagai pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis menerima dengan senang hati segala kritik dan saran yang
membangun.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.

Daik Lingga, 03 Juli 2020


Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI .......................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................5
1.1 Latar belakang ................................................................................................5
1.2 Tujuan .............................................................................................................7
1.2.1 Tujuan Umum .....................................................................................7
1.2.2 Tujuan khusus .....................................................................................7
1.3 Manfaat ...........................................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................8
2.1 Definisi ..........................................................................................................8
2.2 Morfologi dan Struktur Bakteri.......................................................................8
2.3 Patogenesis .....................................................................................................9
2.4 Klasifikasi .......................................................................................................12
2.5 Diagnosa .........................................................................................................15
2.6 Penatalaksanaan ..............................................................................................19
BAB 3 LAPORAN KASUS...............................................................................22
3.1 Identitas Pasien ...............................................................................................22
3.2 Anamnesis ......................................................................................................22
3.3 Pemeriksaan Fisik ...........................................................................................23
3.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................26
3.5 Diagnosa..........................................................................................................27
3.6 Penatalaksanaan ..............................................................................................27
3.7 SOAP ..........................................................................................................28
BAB 4 PEMBAHASAN....................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................38

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Estimasi Jumlah Kasus Baru (incidence) TB di Negara yang Memiliki
Paling Sedikit 100.000 Kasus Baru, 2016 .....................................................................5
Gambar 1.2 Estimasi Incidence Rate TBC per 100.000 penduduk, 2016 .....................5
Gambar 1.3 Insidens TB menurut Regional, 2016.........................................................6
Gambar 2.1 TB pathogenesis.........................................................................................9
Gambar 2.2 Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan
penyembuhannya ...........................................................................................................12
Gambar 2.3 Skema diagnosis TB ..................................................................................18
Gambar 2.4 Panduan OAT.............................................................................................20
Gambar 2.5 Dosis OAT KDT ........................................................................................21
Gambar 2.6 Dosis OAT kategori 2 ................................................................................21

BAB 1
PENDAHULUAN

4
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia, terutama negara-negara berkembang. Secara
global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TB (CI 8,8 juta – 12, juta)
yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan insiden
kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan seperti yang
terlihat pada gambar berikut ini.1,2,3

Gambar 1.1 Estimasi Jumlah Kasus Baru (incidence) TB di Negara yang Memiliki
Paling Sedikit 100.000 Kasus Baru, 2016

Gambar 1.2 Estimasi Incidence Rate TBC per 100.000 penduduk, 2016

5
Sebagian besar estimasi insiden TB pada tahun 2016 terjadi di kawasan
Asia Tenggara (45%) dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya dan
25% nya terjadi di kawasan Afrika.3

Gambar 1.3 Estimasi Insidens TB menurut Regional, 2016

Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high


burden countries (HBC) untuk TB berdasarkan 3 indikator yaitu TB, TB/HIV,
dan MDR-TB. Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut. Satu negara
dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau keduanya, bahkan bisa masuk
dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain, masuk dalam daftar HBC
untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia memiliki permasalahan besar
dalam menghadapi penyakit TB.3
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Berdasarkan survei prevalensi tuberculosis pada laki-laki 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal
ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terapapar faktor resiko TB merokok
dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari
seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7%
partisipan perempuan yang merokok.3
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paliang produktif
secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain

6
merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara
sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Penyebab uatam
meningkatnya beban masalah TB anatar lain1:
 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara-negara
yang sedang berkembang
 Pertumbuhnan ekonomi yang tinggi tetapi disparitas terlalu lebar, sehingga
masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi, papan,
sandang dan pangan yang buruk.
 Beban determinan sosial yang masih berat seperti angka pengangguran,
pendidikan yang rendah, pendapatan perkapita yang rendah.
 Kegagalan program TB
 Perubahan demografi karena semakin padatnya penduduk
 Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa memengaruhi tetap tingginya
beban TB seperti merorok, gizi buruk, dan DM
 Dampak pandemi HIV
 Pada saat yang sama kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB

1.2 Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit TB paru

1.2.2. Tujuan Khusus 
Untuk dapat mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi,
faktor resiko, patofisiologi, manifestasi atau gejala klinis, cara mendiagnosa,
diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari penyakit TB.

1.3 Manfaat
a. Dapat memberikan khasanah ilmu pengetauan tentang TB paru
b. Dapat menjadi referensi dan rujukan untuk mendiagnosis serta melakukan
penatalaksanaan TB paru bagi para tenaga kesehatan.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas
dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other than Tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.1,3

2.2 Morfologi dan Struktur Bakteri


Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 –
0,6 µm dan panjang 1 – 4 µm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel
M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri
M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap
upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam - alkohol.4
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibody monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam

8
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen
30.000a, protein MTP 40 dan lain lain.4

2.3 Patogenesis

Gambar 2.1 TB patogenesis


Basil tuberkulosis terhirup dalam bentuk aerosol, masuk ke paru-paru
dan, ketika pertahanan kekebalan gagal untuk menghilangkan bakteri, Mtb mulai
mengalikan di dalam makrofag alveolar dan kemudian menyebar ke jaringan dan
organ lain melalui aliran darah dan limfatik. Setelah respons imun yang
diperantarai sel muncul, replikasi bakteri biasanya terkontrol dan pada 90-95%
kasus, tanda atau gejala tidak jelas muncul setelah gejala penyakit (TB laten).
Selama infeksi laten, keseimbangan dinamis antara basil dan respons imun inang
ditetapkan dan setiap kejadian yang melemahkan imunitas yang dimediasi sel
dapat menyebabkan replikasi bakteri aktif, kerusakan jaringan dan penyakit terjadi
(TB aktif).5

9
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :4
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

10
 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau
 Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberculosis primer.

TUBERKULOSIS POST-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat
menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib
sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:4
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :
 Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
diatas

11
 Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin
pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
 Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan
menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 2.2 Skema perkembangan sarang tuberculosis post primer dan perjalanan
penyembuhannya

2.4 Klasifikasi Tuberkulosis

A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru).4
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) 4
a. Tuberkulosis Paru BTA (+), sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif

12
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotic spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :4
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkanpengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah.

13
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan). Penderita
dengan hasil BTA negative gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan.
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif
dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung.
 Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologik.

TUBERKULOSIS EKSTRA PARU


Batasan: Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti
klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya
dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh.4

14
2.5 Diagnosis

Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.4,5
1. Gejala respiratorik
 batuk >3 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.4

b. Gejala sistemik4
 Demam
 gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen

15
posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.4
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi
“cold abscess”.4

Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).4

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform).4

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

16
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
 Kalsifikasi atau fibrotik
 Kompleks ranke
 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :


 Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .Gambaran radiologik luluh
paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti
proses penyakit

Pemeriksaan Penunjang Lain4


1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.

2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:


a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

17
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa prosesantigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.

3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.

Gambar 2.3 Skema diagnosis TB

18
2.6 Penatalaksanaan
a. Tujuan Pengobatan:4,6
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup;
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya;
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB;
4) Menurunkan penularan TB;
5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.

b. Tahapan Pengobatan TB:4,6


Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:6
1) Tahap awal : Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
2) Tahap lanjutan : Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

c. Obat Anti Tuberkulosis (OAT).6

19
Gambar 2.4 Panduan OAT

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia(sesuai rekomendasi WHO dan


ISTC). 6
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia adalah:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3;
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3;
3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) , 2HRZA(S)/4-10HR;
4) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.6


1) Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis
c) Pasien TB ekstra paru

20
Gambar 2.5 Dosis OAT KDT

2) Kategori -2 {2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)}


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
a) Pasien kambuh.
b) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up);

Gambar 2.6 Dosis OAT kategori 2

21
BAB3
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. N
Umur : 53 Tahun
Tanggal lahir : 11 September 1967
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Tebing
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Nomor Rekam Medik : 00-63-90
Tanggal Masuk RS : 29 Juni 2020

3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang rujukan dari puskesmas Sei Pinang dengan demam sejak 10 hari yang
lalu. Demam dirasakan terus menerus. Os juga mengeluhkan batuk berdahak sejak
1 bulan ini. Dahak bisa dikeluarkan dan berwarna putih kekuningan. Nafsu
makan os berkurang selama keluhan tersebut. Os juga merasa berat badan
semakin turun. Os mengeluhkan sedikit sesak napas. BAK dan BAB dalam batas
normal.
Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu. Pasien baru kali ini dirawat di
rumah sakit. Alergi (-), Asma (-), HT (-), DM (+).
Riwayat pengobatan
Os belum ada berobat selama muncul keluhan.
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus pada keluarga disangkal. Keluarga dan
tetangga sekitar rumah dengan keluhan serupa juga disangkal.

22
Riwayat kebiasaan
Merokok (-), minum alkohol (-)

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status pasien saat pemeriksaan di RSUD Encik Mariyam 29 Juni 2020 :
 Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
 Berat badan : 50 kg
 Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15: E4V5M6)
 Tensi : 110/70 mmHg
 Nadi : 100 x/ menit
 Pernafasan : 20 x/ menit
 Suhu badan : Axilla : 36,9 °C
 SpO2 : 93%
Kulit
Inspeksi: pigmentasi, tekstur, turgor, Pigmentasi normal berwarna sawo
rash, luka matang, tekstur lentur, turgor dalam batas
normal, rash (-), luka (-)
Kepala dan Leher
Inspeksi: Bentuk kepala, sikatrik, Bentuk kepala normocephali, sikatrik (-),
pembengkakan pembengkakan KGB nyeri tekan (-),
Palpasi: Kelenjar limfe, pembengkakan, tiroid di tengah trakea, tidak ada deviasi.
nyeri tekan, tiroid, trakea Bruit (-).
Auskultasi: Bruit JVP R+2 cm H2O, 30o
Pemeriksaan: JVP, Kaku kuduk Kaku kuduk (-).
Telinga
Inspeksi: Serumen, infeksi, membran Serumen (-), infeksi (-), membran
timpani tymphani dalam batas normal, mastoid
Palpasi: Mastoid, massa dalam batas normal, massa (-).
Hidung
Inspeksi: septum, mukosa, sekret, Sekret (-), polip (-), nyeri (-), perdarahan

23
perdarahan, polip (-).
Palpasi: nyeri
Rongga Mulut dan Tenggorok
Inspeksi: tumor, gusi, gigi, lidah, faring, Tumor (-), gusi tidak ada pendarahan,
tonsil infeksi (-), lidah, faring, tonsil dalam
Palpasi: Nyeri, tumor, kelenjar ludah batas normal.
Nyeri (-), tumor (-), kalenjar ludah dalam
batas normal.
Mata
Inspeksi: Ptosis, sklera, ikterus, pucat, Konjungtiva anemik (-/-), sklera ikterik
kornea, arkus, merah, infeksi, air mata, (-/-), sklera mata eritem (-/-), infeksi (-),
tumor, perdarahan, pupil (kanan dan air mata dalam batas normal, tumor (-),
kiri), lapangan pandang pendarahan (-), pupil dalam batas normal,
reflek cahaya (+)/(+).
Toraks
Pulmo
Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, I : Simetris
irama, payudara, tumor P : SFD = S
Palpasi: Stem fremitus P:S S
Perkusi: resonansi S S
Auskultasi: suara nafas, rales, ronki, S S
wheezing A : V V Rh + + Wh - -
V V - - - -
V V - - - -
Jantung
Inspeksi: iktus I : Iktus tidak terlihat
Palpasi: iktus, thrill P : Iktus teraba di ICS V MCL (S)
Perkusi: batas kiri, batas kanan, pinggang P : RHM ~ SL (D)
jantung LHM ~ iktus
Auskultasi: denyut jantung (frekuensi, A : S1, S2 single, murmur (-), gallop (-)

24
irama) S1, S2, S3, S4, gallop, murmur,
efection click, rub
Abdomen
Inspeksi: kontur, striae, sikatrik, vena, Flat, soefl, liver dan limpa tidak teraba,
caput medusae, hernia nyeri tekan (-), timpani (+), peristaltik (+)
Palpasi: nyeri, defans/rigiditas, massa, dalam batas normal
hernia, hati, limpa, ginjal
Perkusi: resonansi, shifting dullness,
undulasi
Perkusi: peristaltik usus, bruit, rub
Punggung
Inspeksi: postur, mobilitas, skoliosis, Dalam batas normal
kifosis, lordosis
Palpasi: nyeri, gybus, tumor
Ekstremitas
Inspeksi: gerak sendi, pembengkakan, Pembengkakan pada ekstremitas (-),
merah, deformitas, simetri, edema, edema (-), pucat (-), panas (-), nyeri (-),
sianosis, pucat, ulkus, varises, kuku massa (-), CTR <2”.
Palpasi: panas, nyeri, massa, edema,
denyut nadi perifer
Alat Kelamin
Laki-laki: sirkumsisi, rash, ulkus, sekret, Tidak dievaluasi
massa, nyeri
Perempuan: introitus, vagina, serviks,
uterus, adneksa, nyeri, tumor
Rektum
Hemoroid, fisura, kondiloma, darah, Tidak dievaluasi
sfingter ani, massa, prostat
Neurologi
Berdiri, gaya jalan, tremor, koordinasi, Gaya jalan normal, tremor (-), koordinasi

25
kelemahan, flaksid, spatik, paralisis, baik, flaksid (-), spastik (-), paralisis (-),
fasikulasi, saraf kranial, reflek fisiologis, fasikulasi (-), saraf kranial tidak
reflek patologis menunjukkan kelainan, reflek fisiologis
normal, reflek patologis (-)

Bicara
Disartria, apraksia, afasia Disartria (-), apraksia (-), afasia (-).
Bicara normal orientasi baik.

3.4 PEMERIKSAAN TAMBAHAN / PENUNJANG


Pemeriksaan Hematologi Tanggal 29 Juni 2020
Pemeriksaan Hasil Normal
Eritrosit 6,01 jt/mm3 3,50 – 5,50
Hemoglobin 15,4 gr% 11,5 – 16,5
Hematokrit 50,0 % 35,0 – 55,0
MCV 83,2 fl 75,0 – 100,0
MCH 25,6 pg 26,0 – 38,0
MCHC 30,8 g/dl 31,0 – 38,0
Leukosit 11,2 mm3 3,5 – 10,0
Limfosit 22,6 % 15,0 – 50,0
Limfosit Absolute 2,5 0,5 – 5,0
MID 7,3 % 2,0 – 15,0
MID Absolute 0,8 0,1 -1,5
Granulocyte 70,1 % 35,0 – 80,0
Granulocyte Absolute 7,9 1,2 – 8,0
Trombosit 655 mm3 100 - 400
MPV 7,7 8,0 – 11,0
PDW 10,5 0,1 – 99,9
PCT 0,51 0,01 – 99,9

26
LPCR 13,8 0,1 – 99,9
Asam urat 6,5 mg/dl 0 – 7,0
GDS 257 mg/dl 100 – 120
Cholesterol total 269 mg/dl 150 – 200

Pemeriksaan BTA tanggal 30 Juni 2020:


BTA (+)
Pemeriksaan TCM (Xpert MTB-RIF Assay G4) tanggal 01 Juli 2020:
MTB detected medium, Rif resistance not detected

3.5 DIAGNOSA
Diagnosis awal:
Obs Febris + susp Tb Paru + Hiperkolesterolemia + DM tipe II
DIAGNOSA BANDING
 Bronkhitis akut
 Pneumonia

3.6 PENATALAKSANAAN
 Rawat ruang isolasi
 O2 5 lpm via NC
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Omeprazole 40 mg/24 jam
 Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
 Atorvastatin 1 x 20 mg (PO)
 Metformin 3 x 500 mg (PO)
 Paracetamol 3 x 500 mg PO (k/p demam ≥ 38°C)
 Pantau TTV
 Diet Makanan Lunak, Diet DM, tinggi protein, rendah lemak
 KIE mengenai penyakit dan prognosis, intake oral yang baik

27
3.7 SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Planning)

Tanggal 29/06/2020

Subjective (S) Objective (O) Assessment (A) Planning (P)


Os datang rujukan dari KU tampak sakit sedang Obs Febris + susp Tb Paru +  Rawat isolasi
puskesmas Sei Pinang dengan GCS 456
Hiperkolesterolemia + DM tipe  IVFD RL 20 gtt/i
demam sejak 10 hari yang lalu. TD 110/60 mmHg
Demam dirasakan terus HR 100 x/menit II  O2 5 lpm via NC
menerus. Os juga mengeluhkan RR 28 x/menit
batuk berdahak sejak sebulan Tax 36, 9 ͦ C  Inj. Omeprazole 40
yang lalu. Dahak bisa SpO2 93% RA mg/24 jam
dikeluarkan dan berwarna putih -Kepala dan Leher
kekuningan. Nafsu makan os Konjungtiva anemis (-)  Inj. Ceftriaxone 1 gram/
berkurang selama keluhan Sklera ikterik (-) 12 jam
tersebut. Os juga merasa berat -Thoraks
badan semakin turun. Os Cor: S1, S2 single, murmur (-),  Atorvastatin 1 x 20 mg
sedikit mengeluhkan sesak gallop (-)
(PO)
napas. BAK dan BAB dalam Pulmo: Simetris, sonor (+/+),
batas normal. vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)  Metformin 3 x 500 mg
-Abdomen
(PO)
Flat, soefl, BU (+) dalam batas
normal, nyeri tekan (-).  Paracetamol 3 x 500 mg
-Ekstremitas
Akral hangat (-), edema (-), PO (k/p demam ≥
pucat (-), CTR <2” 38°C)

28
-Lab  Pantau TTV
Hb 15,4 gr%
Hct 50,0 %  Diet Makanan Lunak,
Leukosit 11,2rb/mm3 Diet DM, tinggi
Trombosit 655rb/mm3
GDS 257 mg/dl protein, rendah lemak
Choleterol total 269 mg/dl

Tanggal 30/06/2020

Subjective (S) Objective (O) Assessment (A) Planning (P)


Demam (-) KU tampak sakit sedang Tb Paru + Hiperkolesterolemia  Rawat isolasi
Batuk berdahak (+) GCS 456
+ DM tipe II  IVFD RL 20 gtt/i
Sesak (-) TD 100/70 mmHg
Nafsu makan berkurang HR 105 x/menit  O2 5 lpm via NC
BAK dan BAB dalam batas RR 22 x/menit
normal. T ax 36 ͦ C  Inj. Omeprazole 40
SpO2 89% mg/24 jam
-Kepala dan Leher
Konjungtiva anemis (-)  Inj. Ceftriaxone 1 gram/
Sklera ikterik (-) 12 jam
-Thoraks
Cor: S1, S2 single, murmur (-),  Atorvastatin 1 x 20 mg
gallop (-)
(PO)
Pulmo: Simetris, sonor (+/+),

29
vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)  Metformin 3 x 500 mg
-Abdomen
(PO)
Flat, soefl, BU (+) dalam batas
normal, nyeri tekan (-).  Paracetamol 3 x 500 mg
-Ekstremitas
Akral hangat (-), edema (-), PO (k/p demam ≥
pucat (-), CTR <2” 38°C)

Lab:  Curcuma 3 x I tab (PO)


BTA (+)  Pantau TTV
 Diet Makanan Lunak,
Diet DM, tinggi
protein, rendah lemak

Tanggal 01/07/2020

Subjective (S) Objective (O) Assessment (A) Planning (P)


Demam (-) KU tampak sakit sedang Tb Paru kasus baru + Os boleh pulang, obat:
Batuk berkurang GCS 456
Hiperkolesterolemia + DM tipe  Atorvastatin 1 x 20 mg
Sesak (-) TD 100/60 mmHg
Nafsu makan masih berkurang HR 101 x/menit II (PO)
BAK dan BAB dalam batas RR 23 x/menit
normal. T ax 36 ͦ C  Metformin 3 x 500 mg
SpO2 90%

30
-Kepala dan Leher (PO)
Konjungtiva anemis (-)
 Paracetamol 3 x 500 mg
Sklera ikterik (-)
-Thoraks  Curcuma 3 x I tab (PO)
Cor: S1, S2 single, murmur (-),
gallop (-)  TB FDC kategori 1
Pulmo: Simetris, sonor (+/+),  Edukasi minum obat 6
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
-Abdomen bulan dengan PMO
Flat, soefl, BU (+) dalam batas  Edukasi dapat menjaga
normal, nyeri tekan (-).
-Ekstremitas hygiene tubuh dan
Akral hangat (-), edema (-), lingkungan, serta cara
pucat (-), CTR <2”
batuk, menggunakan
Lab: masker dan jangan
TCM (+)
membuang dahak
sembarangan.

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus Teori

Anamnesa:
Os datang rujukan dari puskesmas Sei Basil tuberkulosis terhirup dalam
Pinang dengan demam sejak 10 hari bentuk aerosol, masuk ke paru-paru
yang lalu. Demam dirasakan terus dan, ketika pertahanan kekebalan gagal
menerus. Os juga mengeluhkan batuk untuk menghilangkan bakteri, Mtb
berdahak sejak 2 minggu ini. Dahak mulai mengalikan di dalam makrofag
bisa dikeluarkan dan berwarna putih alveolar dan kemudian menyebar ke
kekuningan. Nafsu makan berkurang jaringan dan organ lain melalui aliran
selama keluhan tersebut. Os juga darah dan limfatik. Setelah respons
merasa berat badan semakin turun. imun yang diperantarai sel muncul,
Os mengeluhkan sedikit sesak napas. replikasi bakteri biasanya terkontrol
BAK dan BAB dalam batas normal. dan pada 90-95% kasus, tanda atau
Riwayat penyakit terdahulu: gejala tidak jelas muncul setelah gejala
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit penyakit (TB laten). Gejala klinik
terdahulu. Pasien baru kali ini dirawat tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2
di rumah sakit. Alergi (-), Asma (-), HT golongan, yaitu gejala respiratorik
(-), DM (+). (atau gejala organ yang terlibat) dan
Riwayat pengobatan gejala sistemik.5
Os belum ada berobat selama muncul Gejala respiratorik:4
keluhan.  Batuk >3 minggu
Riwayat penyakit keluarga  batuk darah
Riwayat Hipertensi dan Diabetes  sesak napas
Melitus pada keluarga disangkal.  nyeri dada
Keluarga dan tetangga sekitar rumah Gejala respiratorik ini sangat bervariasi,
dengan keluhan serupa juga disangkal. dari mulai tidak ada gejala sampai
Riwayat kebiasaan gejala yang cukup berat tergantung dari

32
Merokok (-), minum alkohol (-) luas lesi. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka penderita
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk
yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke
luar.4
Gejala sistemik :4
 Demam
 gejala sistemik lain: malaise,
keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun

Pemeriksaan klinis: Pada permulaan (awal) perkembangan


KU tampak sakit sedang penyakit umumnya tidak (atau sulit
GCS 456 sekali) menemukan kelainan. Kelainan
TD 110/60 mmHg paru pada umumnya terletak di daerah
HR 100 x/menit lobus superior terutama daerah apex
RR 28 x/menit dan segmen posterior , serta daerah
Tax 36, 9 ͦ C apex lobus inferior. Pada pemeriksaan
SpO2 93% jasmani dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara
Pem fisik:
napas melemah, ronki basah, tanda-
-Kepala dan Leher
tanda penarikan paru, diafragma &
Konjungtiva anemis (-)
mediastinum.4
Sklera ikterik (-)
Pada pleuritis tuberkulosa,
-Thoraks
kelainan pemeriksaan fisik tergantung
Cor: S1, S2 single, murmur (-), gallop
dari banyaknya cairan di rongga pleura.
(-)
Pada perkusi ditemukan pekak, pada
Pulmo: Simetris, sonor (+/+),
auskultasi suara napas yang melemah
vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)
sampai tidak terdengar pada sisi yang

33
terdapat cairan. Pada limfadenitis
-Abdomen tuberkulosa, terlihat pembesaran
Flat, soefl, BU (+) dalam batas normal, kelenjar getah
nyeri tekan (-). bening, tersering di daerah leher
-Ekstremitas (pikirkan kemungkinan metastasis
Akral hangat (-), edema (-), pucat (-), tumor), kadang-kadang di daerah
CTR <2” ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut
dapat menjadi “cold abscess”4

Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan bakteriologik untuk


Hb 15,4 gr% menemukan kuman tuberkulosis
Hct 50,0 % mempunyai arti yang sangat penting
Leukosit 11,2rb/mm3 dalam menegakkan diagnosis. Bahan
Trombosit 655rb/mm3 untuk pemeriksaan bakteriologik ini
GDS 257 mg/dl dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
Choleterol total 269 mg/dl liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, bronchoalveolar
Pemeriksaan BTA tanggal 30 Juni lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
2020: biopsi (termasuk biopsi jarum
BTA (+) halus/BJH).4
Pemeriksaan TCM (Xpert MTB-RIF Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap
Assay G4) tanggal 01 Juli 2020: pagi 3 hari berturut-turut atau dengan
MTB detected medium, Rif resistance cara:4
not detected  Sewaktu/spot (dahak sewaktu
saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat
mengantarkan dahak pagi)

34
Pemeriksaan Penunjang lainnya:4
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi
canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah
satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi.
Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih
memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaannya.
2. Pemeriksaan serologi, dengan
berbagai metoda:
a. Enzym linked immunosorbent assay
(ELISA), teknik ini merupakan salah
satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa prosesantigen-
antibodi yang terjadi. Beberapa masalah
dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
b. Mycodot, uji ini mendeteksi antibodi
antimikobakterial di dalam tubuh
manusia
c. Uji peroksidase anti peroksidase
(PAP), uji ini merupakan salah satu
jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi
d. ICT, tuberculosi, adalah uji serologik
untuk mendeteksi antibodi Mtb dalam
serum.

35
Pengobatan selama dirawat: Tujuan Pengobatan:4,6
 IVFD RL 20 gtt/i 1) Menyembuhkan pasien dan
 Inj. Omeprazole 40 mg/24 jam memperbaiki produktivitas serta

 Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam kualitas hidup;

 Atorvastatin 1 x 20 mg (PO) 2) Mencegah terjadinya kematian oleh


karena TB atau dampak buruk
 Metformin 3 x 500 mg (PO)
selanjutnya;
 Paracetamol 3 x 500 mg PO
3) Mencegah terjadinya kekambuhan
(k/p demam ≥ 38°C)
TB;
 Curcuma 3 x I tab (PO)
4) Menurunkan penularan TB;
Os boleh pulang, obat:
5) Mencegah terjadinya dan penularan
 Atorvastatin 1 x 20 mg (PO)
TB resistan obat.
 Metformin 3 x 500 mg (PO)
Pengobatan TB harus selalu meliputi
 Paracetamol 3 x 500 mg
pengobatan tahap awal dan tahap
 Curcuma 3 x I tab (PO)
lanjutan dengan maksud:
 TB FDC kategori 1 1) Tahap awal : Pengobatan diberikan
 Edukasi minum obat 6 bulan setiap hari. Paduan pengobatan pada
dengan PMO tahap ini adalah dimaksudkan untuk
 Edukasi dapat menjaga secara efektif menurunkan jumlah
hygiene tubuh dan kuman yang ada dalam tubuh pasien
lingkungan, serta cara batuk, dan meminimalisir pengaruh dari
menggunakan masker dan sebagian kecil kuman yang mungkin
jangan membuang dahak sudah resistan sejak sebelum pasien
sembarangan. mendapatkan pengobatan. Pengobatan
tahap awal pada semua pasien baru,
harus diberikan selama 2 bulan. Pada
umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya

36
penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu.
2) Tahap lanjutan : Pengobatan tahap
lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa sisa kuman yang
masih ada dalam tubuh khususnya
kuman persister sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan.

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan


Peruntukannya.4,6
1) Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
baru:
a) Pasien TB paru terkonfirmasi
bakteriologis.
b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis
c) Pasien TB ekstra paru

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional
pengendalian Tuberkulosis. Jakarta; 2014.
2. Ketut S, David P, Yeni F. Analisis Situasi Penanggulangan Tuberkulosis
Paru di Kabupaten Sigi. Jurnal Kesehatan Tadulako. 2019; 5(1) : 1-62
3. Marlina I. Tuberkulosis Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta; 2018
4. Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PEDOMAN
PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB). Jakarta; 2015
5. Giovanni D, Michela S, Giovanni F. The Biology of Mycobacterium
Tuberculosis Infection. Mediterr J Hematol Infect Dis. 2013; 5(1):
e2013070. Published online 2013 Nov
16. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3867229/
6. Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri. Panduan Pengendalian
Tuberkulosis (Tb) dengan Strategi Directly Observed Treatment
Shortcourse (Dots) di Fasilitas Kesehatan Polri. Jakarta; 2015

38

Anda mungkin juga menyukai